Kementrian Lembaga: Bapenda

  • DKI pastikan pengenaan pajak olahraga padel ciptakan rasa keadilan

    DKI pastikan pengenaan pajak olahraga padel ciptakan rasa keadilan

    Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Lusiana Herawati memberikan keterangan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/11/2023). ANTARA/Luthfia Miranda Putri

    DKI pastikan pengenaan pajak olahraga padel ciptakan rasa keadilan
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 06 Juli 2025 – 06:47 WIB

    Elshinta.com – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta menjelaskan bahwa pengenaan pajak terhadap olahraga padel dilakukan untuk menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat lantaran olahraga permainan telah sejak lama dikenakan Pajak Hiburan.

    “Pengenaan Pajak Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Jasa Kesenian dan Hiburan atas olahraga permainan padel justru untuk menciptakan rasa keadilan, karena Pajak Hiburan atas berbagai jenis olahraga permainan lainnya telah dikenakan sejak lama,” kata Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Lusiana Herawati lewat keterangan di Jakarta, Minggu.

    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 mengatur olahraga permainan adalah bentuk persewaan ruang dan alat olahraga seperti tempat kebugaran, lapangan futsal, lapangan tenis, kolam renang, dan sebagainya yang dikenakan bayaran atas penggunaannya.

    Surat Keputusan Kepala Bapenda Nomor 257 Tahun 2025 hanya mendetailkan jenis olahraga permainan yang menjadi objek pajak PBJT demi menciptakan kepastian dan keadilan.  Pajak dikenakan atas tempat kebugaran (fitness center, yoga, pilates, zumba), lapangan futsal / sepak bola / mini soccer, lapangan tenis / basket / bulu tangkis / voli / tenis meja / squash / panahan / bisbol / softbol / tembak, tempat biliar, tempat panjat tebing / sasana tinju / atletik, jetski, dan terakhir lapangan padel.

    Adapun olahraga yang dikenai PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan adalah olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.

    Ada hiburan yang sifatnya mewah dan konsumsinya harus dikendalikan, dikenai tarif tinggi antara 40 hingga 75 persen. Namun, ada hiburan yang dinikmati masyarakat luas seperti olahraga permainan, hanya dikenai tarif pajak 10 persen, bahkan lebih rendah dari PPN yang tarifnya 11 persen.

    “Pemungutan pajak ini dilakukan secara adil dan transparan, dan uang pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan publik,” katanya.

    Lusiana menambahkan, hingga saat ini sudah ada tujuh objek lapangan padel yang telah terdaftar menjadi wajib pajak Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Jasa Kesenian dan Hiburan dari tahun 2024.

    “Dengan demikian masyarakat tak perlu khawatir. Mari tetap berolahraga agar sehat dan riang gembira, sekaligus bergotong royong membayar pajak untuk kebaikan bersama. Sebuah investasi kebaikan yang sempurna, sehat jiwa raga,” kata Lusiana.

    Sumber : Antara

  • Viral 21 Olahraga Kena Pajak Hiburan di Jakarta, Dokter Bilang Gini

    Viral 21 Olahraga Kena Pajak Hiburan di Jakarta, Dokter Bilang Gini

    Jakarta

    Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menambahkan aktivitas olahraga dalam daftar objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk Jasa Kesenian dan Hiburan. Beberapa cabang olahraga yang dikenakan pajak antara lain padel hingga lari dengan besaran pajak 10 persen.

    Saat ditanya apakah ini akan berpengaruh terhadap gaya hidup sehat masyarakat, spesialis olahraga dr Andhika Raspati SpKO mengatakan selama mereka masih aktif latihan fisik, kebugaran tubuh bisa tetap terjaga.

    “Kalau saya sebenarnya yang terpenting bukanlah olahraga permainan, tapi yang sifatnya latihan fisik. Ya kardio, kayak lari, jalan kaki, bersepeda, nge-gym (angkat beban) di rumah, kalestenik itu kan nggak dipajakin,” kata dr Dhika saat ditemui detikcom di Jakarta Selatan, Sabtu (5/7/2025).

    Selama masyarakat paham, lanjut dr Dhika, bahwa yang mereka butuhkan itu lebih ke arah latihan fisik, pengenaan pajak 10 persen ke fasilitas olahraga sebetulnya bukan menjadi masalah.

    “Itu dia, kalau males main padel, males main futsal, diganti aja dong sama yang gratis. Jogging, jalan kaki, kalestenik,” katanya.

    “Kalau main kayak padel, futsal itu kan lebih ke arah rekreasional, biar nggak penat, biar nggak stres,” lanjutnya.

    Berdasarkan Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025 berikut fasilitas olahraga yang dikenai tarif pajak 10 persen.

    tempat kebugaran (fitness center), termasuk tempat yoga/pilates/zumbalapangan futsal/sepak bola/mini soccerlapangan teniskolam renanglapangan bulu tangkislapangan basketlapangan volilapangan tenis mejalapangan squashlapangan panahanlapangan bisbol/sofbollapangan tembaktempat bowlingtempat biliartempat panjat tebingtempat ice skatingtempat berkudatempat sasana tinju/beladiritempat atletik/lari jetskilapangan padel.

    (dpy/naf)

  • Bakal Kena Pajak 10 Persen, Pemain Padel: Enggak Peduli, yang Penting Main
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Juli 2025

    Bakal Kena Pajak 10 Persen, Pemain Padel: Enggak Peduli, yang Penting Main Megapolitan 5 Juli 2025

    Bakal Kena Pajak 10 Persen, Pemain Padel: Enggak Peduli, yang Penting Main
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com —
    Sejumlah penggiat olahraga
    padel
    mengaku tak berkeberatan dengan rencana penerapan pajak sebesar 10 persen terhadap layanan olahraga tersebut.
    “Menurut saya, yang sependapat dengan saya pasti banyak dan enggak masalah (penerapan pajak 10 persen), karena orang yang main padel ini orang yang menengah ke atas,” ujar Jehan saat diwawancarai
    Kompas.com,
    Sabtu (4/7/2025).
    Jehan menilai, sebagian besar orang yang bermain padel berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Bahkan, banyak di antaranya yang sudah memiliki penghasilan pasif, sehingga kenaikan pajak dianggap tidak menjadi beban.
    “Saya biasa main sama selebgram, pengusaha, direktur rumah sakit, mereka mah enggak peduli dengan uang yang harus dikeluarin,” ungkapnya.
    Menurut dia, para pemain padel akan tetap rela membayar berapa pun biaya sewa lapangan, asalkan bisa bermain di jam dan lokasi yang diinginkan.
    Senada dengan Jehan, penggiat padel lainnya, Kevin Mizan (30), juga mengaku tidak berkeberatan dengan kenaikan pajak tersebut.
    “Tapi, yang kami tahu juga olahraga padel kan menengah ke atas, jadi yang saya lihat orang-orangnya enggak peduli harganya,” ungkap Mizan.
    “Kalau jamnya cocok, tempatnya masih ada yang dekat, ya, dia bayar mau berapa juga yang penting main,” tambah Mizan.
    Ia menambahkan, padel merupakan olahraga yang mudah dimainkan dan menyenangkan, sehingga wajar jika saat ini tengah digandrungi oleh banyak orang dari berbagai kalangan mapan.
    Bahkan, Kevin mengaku hampir setiap hari bermain padel bersama komunitasnya karena aktivitas itu sudah menjadi bagian dari rutinitas.
    Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov)
    Jakarta
    resmi menetapkan olahraga padel sebagai salah satu objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) di sektor hiburan.
    Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Bapenda Jakarta Nomor 257 Tahun 2025. Dalam keputusan tersebut, tarif PBJT yang dikenakan untuk penggunaan lapangan padel ditetapkan sebesar 10 persen.
    Tarif pajak sebesar 10 persen diberlakukan untuk transaksi seperti sewa lapangan, tiket masuk, hingga pemesanan melalui platform digital.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tak Masalah Kena Pajak, Pemain Padel Minta Tambah Lapangan: Biar Enggak Rebutan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Juli 2025

    Tak Masalah Kena Pajak, Pemain Padel Minta Tambah Lapangan: Biar Enggak Rebutan Megapolitan 5 Juli 2025

    Tak Masalah Kena Pajak, Pemain Padel Minta Tambah Lapangan: Biar Enggak Rebutan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sejumlah penggiat olahraga
    padel
    berharap dengan adanya penerapan pajak sebesar 10 persen dapat mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov)
    Jakarta
    untuk membangun lebih banyak fasilitas olahraga, terutama lapangan padel.
    “Harapan untuk pajak ini mungkin Pemprov bisa bantu bikin lapangan, biar makin banyak di Jakarta,” ujar Kevin Mizan (30), salah satu pemain padel, saat diwawancarai
    Kompas.com
    , Sabtu (4/7/2025).
    Mizan menyebutkan, lapangan padel memang mulai banyak bermunculan di Jakarta. Namun, menurut dia, jumlah yang ada saat ini belum mampu memenuhi tingginya permintaan masyarakat.
    “Tetap saja itu enggak memenuhi
    demand
    -nya, karena
    booking
    lapangan 95 persen pasti penuh setiap hari. Enggak Sabtu-Minggu aja. Kalau Sabtu-Minggu pasti 100 persen sudah penuh dari buka sampai tutup sudah ada yang sewa,” jelas Kevin.
    Ia menambahkan, untuk bermain padel, dirinya tidak bisa melakukan pemesanan secara mendadak. Bahkan jika sudah memesan seminggu sebelumnya, belum tentu bisa mendapatkan waktu bermain.
    “Orang tuh rebutan banget untuk main padel. Pemprov bikin lah dari duit-duit pajak ini biar kami mainnya makin gampang, bisa milih jamnya enak, lokasinya dekat,” ungkapnya.
    Selain pembangunan lapangan, Kevin juga berharap dana dari pajak bisa digunakan untuk mendukung pelaksanaan turnamen padel.
    “Sama mungkin uangnya bisa buat turnamentnya, ya. Sebenarnya turnamentnya banyak, tapi kan yang
    official
    baru PPDI,” ujarnya.
    Sementara itu, Jehan (28), penggiat padel lainnya, menyatakan tidak keberatan dengan kenaikan pajak tersebut, selama dana yang terkumpul digunakan secara tepat.
    “Karena gue merasa enggak masalah dengan kenaikan pajak ini. Cuma kalau itu untuk kebaikan negara, kenaikan pajak karena memang mungkin negara lagi membutuhkan banget uang dari pajak, ya, itu enggak masalah sih,” tutur Jehan.
    Jehan berharap pemerintah bisa mengelola dana pajak dengan baik dan tidak menyalahgunakannya.
    “Harapannya, mungkin uang pajak itu bisa digunakan sebaik mungkin. Jangan sampai, kita bayar pajak, uang itu justru digunakan untuk hal-hal yang justru menjijikan,”
     Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta resmi menetapkan olahraga padel sebagai salah satu objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) di sektor hiburan.
    Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Bapenda Jakarta Nomor 257 Tahun 2025. Dalam keputusan tersebut, tarif PBJT yang dikenakan untuk penggunaan lapangan padel ditetapkan sebesar 10 persen.
    Tarif pajak sebesar 10 persen diberlakukan untuk transaksi seperti sewa lapangan, tiket masuk, hingga pemesanan melalui platform digital.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sewa Lapangan Bakal Naik akibat Pajak, Pemain Padel: Asal Digunakan dengan Benar
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Juli 2025

    Sewa Lapangan Bakal Naik akibat Pajak, Pemain Padel: Asal Digunakan dengan Benar Megapolitan 5 Juli 2025

    Sewa Lapangan Bakal Naik akibat Pajak, Pemain Padel: Asal Digunakan dengan Benar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sejumlah warga pengguna lapangan
    padel
    mengaku tidak keberatan dengan rencana penerapan pajak sebesar 10 persen untuk fasilitas olahraga tersebut.
    “Ini kan hak pemerintah. Jadi, menurut saya kalau misalkan pajaknya dipakai dengan benar, enggak apa-apa sih kenaikannya 10 persen,” ujar Kevin Mizan (30), salah satu
    pemain padel
    , kepada
    Kompas.com,
    Sabtu (4/7/2025).
    Kevin menyadari,
    kenaikan pajak
    akan berdampak langsung pada biaya sewa lapangan. Biasanya, Kevin menyewa lapangan padel sekitar Rp 5 juta sebulan.
    “Kalau sewa lapangan lebih mahal pasti emang akan naik, karena tadinya kami spend Rp 5 juta dalam sebulan untuk main padel, naik 10 persen jadi Rp 5,5 juta. Sudah naik Rp 500.000 sendiri, ya, lumayan,” ujarnya.
    Meski begitu, menurut dia, olahraga padel sebagian besar digemari oleh kalangan menengah ke atas. Karena itu, ia menilai kenaikan harga akibat pajak tidak akan terlalu menjadi persoalan.
    “Kebanyakan orang yang menggeluti olahraga ini tak memedulikan berapa uang yang harus mereka keluarkan untuk menyewa lapangan. Selama jam dan lokasi lapangannya cocok, maka mereka akan rela mengeluarkan uang berapa pun,” kata Kevin.
    Senada dengan Kevin, penggiat padel lainnya, Jehan (28), juga mengaku tidak mempermasalahkan kenaikan pajak tersebut.
    “Bagi saya sih biasa saja. Karena menurut saya enggak masalah, karena kaim suka sama olahraganya jadi, ya, kenaikan sedikit enggak masalah,” ujar Jehan.
    Jehan menambahkan, olahraga padel memang lebih banyak diminati oleh kalangan ekonomi menengah ke atas, sehingga tarif tambahan akibat pajak tidak menjadi beban signifikan bagi pemain.
    Dalam satu kali bermain, ia bersama teman-temannya biasanya patungan dengan biaya sewa lapangan sekitar Rp 160.000 hingga Rp 225.000 per orang untuk dua jam.
    “Karena untuk lapangannya harganya Rp 800.000 sampai Rp 1,1 juta per dua jamnya,” kata Jehan.
    Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta resmi menetapkan olahraga padel sebagai salah satu objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) di sektor hiburan.
    Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Bapenda Jakarta Nomor 257 Tahun 2025. Dalam keputusan tersebut, tarif PBJT yang dikenakan untuk penggunaan lapangan padel ditetapkan sebesar 10 persen.
    Tarif pajak sebesar 10 persen diberlakukan untuk transaksi seperti sewa lapangan, tiket masuk, hingga pemesanan melalui platform digital.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keringanan Pajak Kendaraan dalam Rangka HUT Jakarta, Simak Syaratnya – Page 3

    Keringanan Pajak Kendaraan dalam Rangka HUT Jakarta, Simak Syaratnya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-498 Kota Jakarta dan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) kembali menghadirkan kebijakan keringanan perpajakan.

    Masyarakat kini bisa memanfaatkan penghapusan sanksi administrasi atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), sehingga dapat melunasi pajak tanpa dikenai denda maupun bunga keterlambatan.

    “Kebijakan ini dituangkan dalam Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta Nomor e-0046 Tahun 2025 tentang Penghapusan Sanksi Administrasi Secara Jabatan untuk Jenis Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,” tulis Bapenda DKI Jakarta dalam keterangannya, Sabtu (5/7/2025).

    Berlaku Otomatis Tanpa Proses Pengajuan

    Program penghapusan sanksi ini berlaku mulai 14 Juni hingga 31 Agustus 2025. Cakupan kebijakannya meliputi:

    Penghapusan bunga atas keterlambatan pembayaran PKB.
    Penghapusan denda atas keterlambatan pendaftaran kendaraan bermotor.

    Keringanan ini diberikan secara otomatis oleh sistem, sehingga warga tidak perlu mengajukan permohonan secara manual untuk mendapatkannya.

     

  • Daftar Olahraga Kena Pajak di Jakarta

    Daftar Olahraga Kena Pajak di Jakarta

    Jakarta

    Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Nomor 257 Tahun 2025 yang mengubah Perubahan Kedua atas Keputusan Kepala Bapenda Nomor 854 Tahun 2024 jadi sorotan. Hal itu terjadi karena beleid mengenakan pajak pada fasilitas olahraga padel sebesar 10%. Olahraga tersebut saat ini sedang digandrungi masyarakat.

    Pengenaan pajak untuk olahraga padel merupakan bentuk dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam kategori jasa kesenian dan hiburan.

    Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta menjelaskan melalui Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah mengatur pengelompokan jenis pajak daerah agar tarif yang dibebankan lebih sesuai dengan prinsip keadilan.

    Muncul nomenklatur baru Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), dengan objek makanan/minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian/hiburan. Olahraga yang dikenai PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan adalah olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.

    “Ada hiburan yang sifatnya mewah dan konsumsinya harus dikendalikan, dikenai tarif tinggi antara 40% hingga 75%. Namun ada hiburan yang dinikmati masyarakat luas seperti olahraga permainan, hanya dikenai tarif pajak 10%. Bahkan lebih rendah dari PPN yang tarifnya 11%,” dikutip dari situs Bapenda DKI Jakarta, Sabtu (5/7/2025).

    Lebih lanjut, pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 mengatur olahraga permainan adalah bentuk persewaan ruang dan alat olahraga seperti tempat kebugaran, lapangan futsal, lapangan tenis, kolam renang, dan sebagainya yang dikenakan bayaran atas penggunaannya.

    Surat Keputusan Kepala Bapenda Nomor 257 Tahun 2025 kemudian merinci jenis olahraga permainan yang menjadi objek pajak PBJT demi menciptakan kepastian dan keadilan.

    Nah selain padel dalam aturan itu masih banyak fasilitas olahraga yang masuk dalam objek pajak PBJT. Dilansir dari situs resmi Bapenda DKI Jakarta, Sabtu (5/7/2025), PBJT dikenakan untuk:

    Tempat kebugaran seperti fitness center, yoga, pilates, zumbaLapangan futsalLapangan sepak bolaLapangan mini soccerLapangan tenis basketLapangan bulutangkisLapangan voliLapangan tenis mejaLapangan squashLapangan panahanLapangan bisbolLapangan softbolLapangan tembakTempat biliarTempat panjat tebingSasana tinjuLapangan atletikArena jetskiLapangan padel

    (hal/eds)

  • Gubernur DKI Jakarta Pramono Soal Pajak Padel 10%: Saya Belum Tahu

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Soal Pajak Padel 10%: Saya Belum Tahu

    Jakarta, CNBC Indonesia – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengaku belum mengetahui adanya keputusan yang menetapkan olahraga padel sebagai objek pajak hiburan sebesar 10 persen.

    Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Nomor 257 Tahun 2025 yang kini ramai dibahas di media sosial.

    “Saya sendiri belum pernah tahu tentang olahraga padel dipungut pajak 10%, hebohnya udah setengah mati,” kata Pramono di Balai Kota, mengutip Detikcom, Sabtu (5/7/2025).

    Ia mengaku baru mengetahui soal pajak padel setelah beberapa warganet mengirimkan unggahan ke akun media sosial pribadinya, termasuk melalui Instagram Story. Meski kebijakan sudah tertera dalam keputusan Bapenda, Pramono menegaskan, keputusan akhir tetap berada di tangan gubernur.

    “Kan yang mutusin Gubernur. Jadi saya belum tahu, ya,” ujarnya.

    Kebijakan pajak ini menetapkan lapangan padel masuk dalam kategori objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa kesenian dan hiburan. Pajak dikenakan atas penggunaan fasilitas olahraga yang dikomersialkan, baik melalui tiket masuk, sewa tempat, atau bentuk pembayaran lain.

    “Betul olahraga padel dikenakan PBJT hiburan dan kesenian dengan tarif 10 persen,” ujar Ketua Satpel Penyuluhan Pusat Data dan Informasi Pendapatan Jakarta, Andri M Rijal, sebelumnya.

    Ia menjelaskan, kebijakan ini mengacu pada Pasal 49 ayat (1) huruf i Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang pajak daerah, yang menyebut olahraga permainan berbasis ruang dan peralatan termasuk dalam objek pajak hiburan. Andri juga menampik anggapan pajak ini muncul hanya karena olahraga padel sedang viral.

    Menurutnya, pemerintah akan terus memantau aktivitas hiburan lain yang juga bisa dikenai pajak sesuai regulasi. “Ketentuan tersebut terbit karena menyesuaikan dengan perkembangan olahraga atau hiburan yang ada di masyarakat yang merupakan objek pajak daerah,” ungkapnya.

    Selain padel, setidaknya ada 20 jenis fasilitas olahraga lain yang juga dikenai pajak serupa, termasuk futsal, bulutangkis, yoga, hingga pilates.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Warga Jakarta Bisa Bebas Tak Bayar PBB, Ini Syaratnya

    Warga Jakarta Bisa Bebas Tak Bayar PBB, Ini Syaratnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Warga DKI Jakarta kini bisa menikmati insentif berupa pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) khusus untuk tahun pajak 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 281 Tahun 2025 yang mulai berlaku sejak 8 April 2025.

    “Insentif ini merupakan bentuk kepedulian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menciptakan sistem perpajakan yang adil sekaligus meringankan beban warga yang membutuhkan,” demikian informasi yang dikutip dari situs resmi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta.

    Salah satu bentuk insentif yang diberikan adalah pembebasan 100% atas pokok PBB-P2 untuk tahun pajak 2025. Namun, tidak semua orang bisa otomatis menikmati pembebasan ini. Ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi.

    Untuk menikmati insentif itu tentu harus memenuhi syarat, yaitu Wajib Pajak orang pribadi, Rumah tapak dengan NJOP maksimal Rp 2 miliar atau rumah susun dengan NJOP maksimal Rp 650 juta. Lalu, jika memiliki objek lebih dari satu, maka yang dibebaskan hanya salah satu objek dengan NJOP paling tinggi.

    Syarat lainnya ialah NIK sudah tervalidasi di akun Pajak Online, artinya NIK yang di-input adalah NIK untuk nama yang tertera pada SPPT PBB-P2

    Server data pajak daerah telah terhubung dengan server data kependudukan sehingga setiap NIK yang diinput akan langsung terverifikasi apakah NIK yang didaftarkan tersebut valid, atau tercatat pada server data kependudukan, pemilik NIK adalah orang pribadi yang masih hidup, dan nama di SPPT sesuai dengan NIK baik penulisan atau urutan.

    “Jika nama wajib pajak yang tertera pada SPPT PBB-P2 sudah meninggal dunia, maka proses pelayanan yang harus dilakukan adalah permohonan mutasi/balik nama PBB-P2,” sebagaimana tertulis di website Bapenda Jakarta.

    Jika NIK belum tervalidasi di SIM PBB-P2, dapat melakukan validasi NIK di website dan ubah di menu pelayanan “Pemutakhiran NIK”.

    Bila sudah memenuhi kriteria, maka masyarakat Jakarta bisa langsung mendapatkan pembebasan pokok PBB-P2 yang diberikan secara otomatis tanpa harus melakukan pengajuan pembebasan PBB-P2.

    “Keputusan Gubernur ini mulai berlaku tanggal 8 April 2025. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat DKI Jakarta dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sebagai bentuk kontribusi untuk pembangunan Kota Jakarta yang lebih baik,” tulis Bapenda Jakarta.

    Adapun syarat untuk bisa mendapatkan pembebasan pokok PBB-P2 tahun pajak 2025 ini adalah sebagai berikut:

    1. Wajib Pajak orang pribadi

    2. Rumah tapak dengan NJOP maksimal Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah) atau rumah susun dengan NJOP maksimal Rp650.000.000 (enam ratus lima puluh juta rupiah)

    3. Jika memiliki objek lebih dari satu, maka yang dibebaskan hanya salah satu objek dengan NJOP paling tinggi

    4. NIK sudah tervalidasi di akun Pajak Online.

    Yang dimaksud dengan “NIK sudah tervalidasi di akun Pajak Online” yaitu memenuhi ketentuan berikut:

    1. NIK yang diinput adalah NIK untuk nama yang tertera pada SPPT PBB-P2

    2. Server data pajak daerah telah terhubung dengan server data kependudukan sehingga setiap NIK yang diinput akan langsung terverifikasi apakah NIK yang didaftarkan tersebut valid

    3. Valid yang dimaksud yaitu tercatat pada server data kependudukan, pemilik NIK adalah orang pribadi yang masih hidup, dan nama di SPPT sesuai dengan NIK baik penulisan atau urutan

    4. Jika nama wajib pajak yang tertera pada SPPT PBB-P2 sudah meninggal dunia, maka proses pelayanan yang harus dilakukan adalah permohonan mutasi/balik nama PBB-P2.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Daftar Olahraga Kena Pajak di Jakarta

    Alasan Padel Kena Pajak 10%: Ciptakan Rasa Keadilan!

    Jakarta

    Pemerintah DKI Jakarta mengenakan pajak terhadap fasilitas olahraga padel sebesar 10%. Hal tersebut berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Nomor 257 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Kepala Bapenda Nomor 854 Tahun 2024.

    Staf Khusus (Stafsus) Gubernur DKI Jakarta Yustinus Prastowo menjelaskan, sudah sejak lama olahraga berbayar masuk obyek kena pajak hiburan. Fasilitas olahraga yang tengah viral ini dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam kategori jasa kesenian dan hiburan.

    “Padel mau kena pajak hiburan? Olahraga permainan berbayar kena pajak hiburan itu sudah lama, setidaknya sejak UU 28/2009 (tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah),” kata Prastowo, dikutip dari unggahan pada akun media sosial X @prastow, Jumat (4/7/2025).

    Yustinus itu juga bilang, kebijakan pengenaan pajak terhadap olahraga berbayar juga berlaku di semua daerah. Tidak hanya padel yang ramai seperti saat ini, fasilitas olahraga futsal hingga tenis juga terkena pajak.

    “Dulu fitness, futsal, tenis, squash, billiard, softbol, bisbol dan lain-lain. Kini disesuaikan dengan berkembangnya ragam olahraga permainan,” terang mantan Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ini.

    Melalui keterangan terpisah, Prastowo juga menjelaskan alasan permainan padel mesti kena pajak. Yustinus menerangkan, Pajak Hiburan adalah bagian Pajak Daerah dan sejatinya bukan jenis pajak baru. Pajak tersebut telah ada sejak tahun 1997, melalui UU 19 Tahun 1997.

    Kemudian, melalui UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, pemerintah mengatur ulang pengelompokan jenis pajak daerah agar tarif yang dibebankan lebih sesuai dengan prinsip keadilan. Muncul nomenklatur baru Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), dengan objek makanan/minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian/hiburan.

    Olahraga yang dikenai Pajak Hiburan adalah olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran. Ada hiburan yang sifatnya mewah dan konsumsinya harus dikendalikan, kena tarif tinggi antara 40% sampai 75%.

    Namun ada hiburan yang dinikmati masyarakat luas seperti olahraga permainan, hanya dikenai pajak 10%, lebih rendah dari PPN yang tarifnya 11%.

    Pemprov DKI melalui Perda No 1/2024 mengatur olahraga permainan adalah bentuk persewaan ruang dan alat olahraga seperti tempat kebugaran, lapangan futsal, lapangan tenis, kolam renang, dan sebagainya yang dikenakan bayaran atas penggunaannya. SK Kepala Bapenda No. 257/2025 hanya mendetailkan jenis olahraga permainan yang menjadi objek Pajak Hiburan.

    Pajak Hiburan dikenakan atas tempat kebugaran (fitness center, yoga, pilates, zumba), lalu lapangan untuk futsal/sepak bola/mini soccer, lapangan tenis/basket/bulu tangkis/voli/tenis meja/squash/panahan/bisbol/softbol/tembak, tempat biliar, tempat panjat tebing/sasana tinju/atletik, jetski, dan terakhir lapangan padel.

    “Jadi pengenaan Pajak Hiburan atas olahraga permainan padel justru untuk menciptakan rasa keadilan, karena Pajak Hiburan atas berbagai jenis olahraga permainan lainnya telah dikenakan sejak lama. Yang penting, pemungutan pajak ini dilakukan secara fair dan transparan, dan uang pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan publik,” tutur Prastowo.

    (shc/rrd)