Kementrian Lembaga: Bank of America

  • Apple Dikabarkan Timbun Stock iPhone di AS untuk Antipasi Tarif Trump

    Apple Dikabarkan Timbun Stock iPhone di AS untuk Antipasi Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Apple dikabarkan melakukan inisiatif sebagai langkah antisipasi tarif Trump yang diberlakukan untuk sejumlah negara di dunia.

    Inisiatif tersebut membuat Apple menimbun stock iPhone dan Mac selama berbulan-bulan. Hal ini disampaikan oleh Mark Gurman dari Bloomberg, dikutip dari GSMArena.

    “Apple secara teoritis bisa menunda kenaikan harga iPhone hingga peluncuran seri iPhone 17 pada September nanti,” tulis sang jurnalis Bloomberg, dikutip Jumat (11/4/2025).

    Terbaru, Apple dilaporkan menyewa pesawat kargo untuk mengangkut 600 ton iPhone (1,5 juta ponsel) dari India ke Amerika Serikat (AS).

    Langkah ini dilakukan sebagai antisipasi tarif Trump, menurut sumber Reuters. Pengiriman ini juga menjadi strategi untuk membangun kestabilan pasar.

    Ancaman tarif Trump sebesar 26% atas impor India ditangguhkan selama sekitar tiga bulan setelah presiden AS menyerukan jeda 90 hari.

    Namun AS telah mengumumkan bahwa tarif atas barang-barang dari China–tempat Apple merakit sebagian besar iPhone-nya–akan dikenakan pungutan setidaknya 145%.

    Adapun Reuters melaporkan bahwa Apple telah menargetkan peningkatan produksi sebesar 20% di pabrik iPhone di India. Hal ini dilakukan dengan menambah jumlah pekerja dan untuk sementara memperpanjang operasi di pabrik Foxconn India terbesar di Chennai hingga hari Minggu.

    Pabrik Chennai memproduksi 20 juta iPhone tahun lalu, termasuk model iPhone 15 dan 16 terbaru. Apple memiliki tiga pabrik di India yang dioperasikan oleh Foxconn dan Tata.

    Diketahui, sekitar enam jet kargo dengan kapasitas masing-masing 100 ton telah terbang sejak Maret, salah satunya minggu ini tepat saat tarif baru diberlakukan, kata sumber tersebut dan seorang pejabat pemerintah India.

    Sayangnya hingga saat ini Apple dan kementerian penerbangan India belum memberikan komentar mengenai masalah ini.

    Apple pun telah menjual lebih dari 220 juta iPhone dalam satu tahun di seluruh dunia, dengan Counterpoint Research memperkirakan seperlima dari total impor iPhone ke Amerika Serikat sekarang berasal dari India dan sisanya dari China.

    The Wall Street Journal melaporkan minggu ini bahwa Apple berencana untuk mengirim lebih banyak iPhone ke AS dari India sebagai “solusi sementara” sementara perusahaan tersebut berupaya untuk mendapatkan pengecualian dari tarif China.

    Apabila Apple mengalihkan semua iPhone buatan India ke AS, maka akan mencapai sekitar 50% dari permintaan Amerika tahun ini, menurut analis Bank of America Wamsi Mohan.

    Analis telah memperingatkan bahwa pemindahan produksi iPhone ke AS akan sangat mahal karena faktor-faktor seperti biaya untuk membayar ratusan ribu pekerja.

    Sejalan dengan itu, analis di Wedbush Securities, sebuah perusahaan jasa keuangan AS, mengatakan iPhone buatan AS akan berharga US$3.500 imbas penerapan tarif Trump.

  • Apple Terbangkan 600 Ton iPhone dari India ke AS untuk Lawan Tarif Trump

    Apple Terbangkan 600 Ton iPhone dari India ke AS untuk Lawan Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Apple dikabarkan menyewa pesawat kargo untuk mengangkut 600 ton iPhone (1,5 juta ponsel) dari India ke Amerika Serikat (AS).

    Langkah ini dilakukan sebagai antisipasi tarif Trump, menurut sumber Reuters. Pengiriman ini juga menjadi strategi untuk membangun kestabilan pasar.

    Ancaman tarif Trump sebesar 26% atas impor India ditangguhkan selama sekitar tiga bulan setelah presiden AS menyerukan jeda 90 hari.

    Namun AS telah mengumumkan bahwa tarif atas barang-barang dari China–tempat Apple merakit sebagian besar iPhone-nya–akan dikenakan pungutan setidaknya 145%.

    Adapun Reuters melaporkan bahwa Apple telah menargetkan peningkatan produksi sebesar 20% di pabrik iPhone di India. Hal ini dilakukan dengan menambah jumlah pekerja dan untuk sementara memperpanjang operasi di pabrik Foxconn India terbesar di Chennai hingga hari Minggu.

    Pabrik Chennai memproduksi 20 juta iPhone tahun lalu, termasuk model iPhone 15 dan 16 terbaru. Apple memiliki tiga pabrik di India yang dioperasikan oleh Foxconn dan Tata.

    Diketahui, sekitar enam jet kargo dengan kapasitas masing-masing 100 ton telah terbang sejak Maret, salah satunya minggu ini tepat saat tarif baru diberlakukan, kata sumber tersebut dan seorang pejabat pemerintah India.

    Sayangnya hingga saat ini Apple dan kementerian penerbangan India belum memberikan komentar mengenai masalah ini.

    Apple pun telah menjual lebih dari 220 juta iPhone dalam satu tahun di seluruh dunia, dengan Counterpoint Research memperkirakan seperlima dari total impor iPhone ke Amerika Serikat sekarang berasal dari India dan sisanya dari China.

    The Wall Street Journal melaporkan minggu ini bahwa Apple berencana untuk mengirim lebih banyak iPhone ke AS dari India sebagai “solusi sementara” sementara perusahaan tersebut berupaya untuk mendapatkan pengecualian dari tarif China.

    Apabila Apple mengalihkan semua iPhone buatan India ke AS, maka akan mencapai sekitar 50% dari permintaan Amerika tahun ini, menurut analis Bank of America Wamsi Mohan.

    Analis telah memperingatkan bahwa pemindahan produksi iPhone ke AS akan sangat mahal karena faktor-faktor seperti biaya untuk membayar ratusan ribu pekerja.

    Sejalan dengan itu, analis di Wedbush Securities, sebuah perusahaan jasa keuangan AS, mengatakan iPhone buatan AS akan berharga US$3.500 imbas penerapan tarif Trump.

  • Warning! Efek Ngeri Tarif Impor Trump, Raksasa Otomotif Mulai Setop Produksi

    Warning! Efek Ngeri Tarif Impor Trump, Raksasa Otomotif Mulai Setop Produksi

    Jakarta

    Sejumlah raksasa otomotif menerapkan strategi usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump memperkenalkan tarif impor baru.

    Trump memberlakukan tarif 25 persen untuk kendaraan apa pun yang tidak dirakit di Amerika Serikat. Kebijakan ‘perang dagang’ ini jelas berdampak pada industri otomotif.

    Dikutip dari CNBC International, Minggu (6/4/2025) Stellantis mengumumkan pada hari Kamis (4/4), mereka akan menghentikan produksi di dua pabrik perakitan di Kanada dan Meksiko. Dengan cara ini, artinya sekitar 900 pekerja di pabrik pendukung akan diberhentikan sementara.

    Stellantis melakukan penghentian produksi berlangung hingga dua minggu ke depan di Pabrik Perakitan Windsor, Ontario, Kanada, dan sepanjang April di Pabrika Perakitan Toluca, Meksiko.

    Selanjutnya merek mewah Infiniti dari Nissan Motor menghentikan produksi tanpa batas waktu crossover buatan Meksiko untuk AS. Dalam sebuah memo kepada pengecer merek, Wakil Presiden Infiniti Amerika Tiago Castro mengatakan bahwa produksi QX50 dan QX55 untuk AS dihentikan sampai pemberitahuan lebih lanjut karena tarif baru.

    Volvo berencana memproduksi lebih banyak mobil di AS.

    “Kami siap dengan baik di Cina dan di Eropa. Tetapi kita harus lebih baik di AS untuk mengatasi tarif impor,” kata CEO Volvo Cars Hakan Samuelsson pada hari Kamis, menurut Reuters.

    Volvo ingin meningkatkan produksi SUV EX90 ke AS untuk meningkatkan volume dan mengurangi biaya tambahan.

    “Industri mobil global, serta Volvo Cars, menghadapi peningkatan kompleksitas geopolitik dan regionalisasi. Hal ini membuat strategi lama Volvo Cars untuk membangun tempat kami menjual menjadi lebih penting,” kata juru bicara Volvo Cars kepada CNBC.

    “Sebagai bagian dari ini, Volvo Cars juga mempertimbangkan kemungkinan potensial untuk menambahkan produksi model mobil lain di pabrik AS kami, yang memiliki kapasitas 150.000 mobil per tahun,” tambahnya.

    S&P Global Mobility melaporkan beberapa merek otomotif seperti Volvo, Mazda, Volkswagen, dan Hyundai Motor (termasuk merek Genesis dan Kia) adalah yang paling berisiko dari sudut pandang kendaraan. Sebab, setidaknya 60% dari penjualan mereka di Amerika Serikat diimpor dari luar AS.

    S&P memperkirakan penjualan kendaraan AS dapat turun ke antara 14,5 juta hingga 15 juta unit per tahun dalam beberapa tahun mendatang, jika tarif impor tetap berlaku. Padahal, sebelumnya penjualan mobil di AS tembus 16 juta unit pada 2024.

    Bank of America memperkirakan harga kendaraan baru, yang saat ini rata-rata sekitar $48.000, bisa naik $10.000 jika produsen mobil membebankan tarif secara penuh kepada konsumen.

    Sementara itu, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), tidak ada kendaraan buatan Indonesia yang diekspor secara utuh (CBU) ke Amerika Serikat.

    (riar/lua)

  • Malapetaka Tarif Impor Trump: Stellantis PHK 900 Karyawan Hingga Nissan Stop Penjualan SUV Canggih – Halaman all

    Malapetaka Tarif Impor Trump: Stellantis PHK 900 Karyawan Hingga Nissan Stop Penjualan SUV Canggih – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Raksasa otomotif Stellantis mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) sementara terhadap 900 karyawan pabrik di Amerika Serikat.

    Keputusan tersebut diumumkan usai Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif impor yang tinggi terhadap Kanada dan Meksiko.

    Dalam pengumuman resminya yang dikutip CNN International, Stellantis mengatakan bahwa kebijakan tarif impor telah memicu perang dagang.

    Sehingga perusahaan harus menghentikan sementara pabrik di AS yang membuat sistem transmisi dan stamping untuk dealer Kanada dan Meksiko.

    Imbas produksi yang mandek, Stellantis mencatat setidaknya ada 900 karyawan AS yang berpotensi terdampak PHK sementara. 

    Karyawan yang terimbas itu mayoritas bekerja di lima pabrik berbeda, yakni dua pabrik stamping di Michigan, dua pabrik transmisi di Indiana, serta satu pabrik pengecoran di Indiana.

    Sebagian besar pekerja di lima pabrik AS itu tidak akan langsung kehilangan gaji karena kesepakatan kontrak serikat pekerja.

    Namun, karyawan itu tetap berisiko kehilangan gaji meski dilindungi serikat jika pemberhentian produksi di pabrik Meksiko dan Kanada diperpanjang.

    “Ini adalah tindakan yang tak kami putuskan dengan mudah, tetapi perlu dilakukan mengingat dinamika pasar saat ini,” ujar COO Stellantis Amerika Antonio Filosa,

    “Kami pastikan kami sangat terlibat dengan semua pemangku kepentingan utama kami, termasuk para pejabat negara, serikat pekerja, pemasok, dan dealer di AS, Kanada, dan Meksiko, selagi kami berusaha beradaptasi dengan perubahan ini,” imbuhnya.

    Tak sampai disitu, untuk menghentikan pembengkakan kerugian akibat tarif impor Trump Stellantis juga berencana menutup pabrik perakitan Stellantis di Toluca, Meksiko yang memproduksi Jeep Compass dan Wagoneer S, sepanjang April 2025.

    Stellantis Obral Kendaraan

    Secara terpisah Stellantis memberikan harga khusus untuk seluruh lini produk Stellantis, termasuk Ram, Dodge, dan Chrysler, kecuali beberapa model dan varian khusus.

    Tarif murah ini diberlakukan untuk menenangkan kepanikan pasar di tengah kekhawatiran bahwa tarif 25 persen Trump akan menaikkan harga kendaraan.

    Diskon kendaraan ini diharap dapat menggenjot penjualan perusahaan.

    Mengingat saat ini pasar otomotif AS tengah dilanda gejolak imbas kebijakan tarif impor kendaraan yaang diberlaakukan Presiden Trump.

    Bahkan Bank of America memperkirakan bahwa harga kendaraan AS akan naik sekitar 10.000 dolar AS buntut kebijakan Trump.

    Produsen Mobil Ubah Strategi Penjualan

    Kebijakan tarif impor Trump mendorong produsen kendaraan asal Jepang Nissan CO untuk menghentikan penjualan SUV QX50 dan SUV crossover coupe QX55 di AS, yang dibuat di pabriknya di Aguascalientes, Meksiko.

    Sementara Volkswagen memberitahu dealer-dealernya di AS bahwa mereka akan menambahkan “biaya impor” untuk mobil-mobil yang mereka kirim ke negara tersebut dari Eropa dan Meksiko, sebagaimana dikutip dari The Guardian.

    Pengenaan biaya impor bisa berarti bahwa harga jual mobil-mobil Volkswagen di AS akan meningkat, yang dapat mempengaruhi daya beli konsumen.

    Langkah ini kemungkinan besar merupakan respons terhadap perubahan kondisi pasar, termasuk dampak dari kebijakan tarif perdagangan dan biaya logistik yang lebih tinggi.

    Berbanding terbalik dengan yang lainnya, Ford Motor Co dan Hyundai justru mengumumkan program diskon terutama pada mobil-mobil yang datang dari luar AS.

    Langkah ini dipilih  keduanya untuk menjaga daya tarik harga di pasar AS agar tetap kompetitif.

    Serta untuk menjaga volume penjualan mereka tetap stabil di tengah perubahan biaya produksi akibat kebijakan tarif tersebut.

    “Kami tahu konsumen khawatir terhadap potensi kenaikan harga, dan kami ingin memberikan stabilitas dalam beberapa bulan ke depan,” ujar CEO Hyundai Jose Munoz dalam pernyataannya.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Perang Dagang AS dan Dampaknya Buat Industri Otomotif

    Perang Dagang AS dan Dampaknya Buat Industri Otomotif

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump menerapkan tarif impor yang tinggi. Kebijakan ‘perang dagang’ ini juga berdampak pada industri otomotif.

    Trump memberlakukan tarif 25 persen untuk kendaraan apa pun yang tidak dirakit di Amerika Serikat. Menurut laporan S&P Global Mobility, pemberlakuan tarif impor baru tersebut mencakup 46 persen dari sekitar 16 juta kendaraan yang terjual di Amerika Serikat.

    Dikutip CNBC, Gedung Putih mengatakan pihaknya juga berencana untuk mengenakan tarif pada beberapa suku cadang mobil seperti mesin dan transmisi.

    “Beban 25% pada impor otomotif yang berlangsung lebih dari empat hingga enam minggu kemungkinan akan berdampak buruk pada seluruh sektor karena [produsen mobil] perlu bergulat dengan dampak signifikan pada laba bersih,” kata analis Bernstein Daniel Roeska seperti dilansir CNBC.

    S&P Global Mobility melaporkan beberapa merek otomotif seperti Volvo, Mazda, Volkswagen, dan Hyundai Motor (termasuk merek Genesis dan Kia) adalah yang paling berisiko dari sudut pandang kendaraan. Sebab, setidaknya 60% dari penjualan mereka di Amerika Serikat diimpor dari luar AS.

    Menurut S&P Global Mobility, merek mobil seperti Ford, General Motors, Toyota Motor, Honda Motor, dan induk perusahaan Chrysler Stellantis memproduksi kendaraan terbanyak di AS. Kelima produsen mobil tersebut menyumbang 67% dari produksi kendaraan ringan penumpang AS pada tahun 2024.

    Namun, Bernstein memperkirakan 57% dari nilai konten dalam kendaraan rakitan AS masih diimpor. Itu berarti perusahaan seperti Ford masih akan terkena dampak signifikan dari tarif tersebut.

    “Seiring dengan meningkatnya biaya impor kendaraan, biaya produksi mobil di AS juga akan meningkat, dan biaya konsumen untuk kendaraan akan meningkat,” kata S&P Global Mobility dalam laporannya.

    S&P memperkirakan penjualan kendaraan AS dapat turun ke antara 14,5 juta hingga 15 juta unit per tahun dalam beberapa tahun mendatang, jika tarif impor tetap berlaku. Padahal, sebelumnya penjualan mobil di AS tembus 16 juta unit pada 2024.

    Bank of America memperkirakan harga kendaraan baru, yang saat ini rata-rata sekitar $48.000, bisa naik $10.000 jika produsen mobil membebankan tarif secara penuh kepada konsumen.

    Sementara itu, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), tidak ada kendaraan buatan Indonesia yang diekspor secara utuh (CBU) ke Amerika Serikat.

    (rgr/lth)

  • Kejayaan Nvidia-Tesla Runtuh Seketika Gara-gara China

    Kejayaan Nvidia-Tesla Runtuh Seketika Gara-gara China

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kejayaan raksasa teknologi AS seperti Tesla dan Nvidia pelan-pelan luntur digantikan raksasa asal China yang kian ambisius.

    Tesla menghadapi persaingan sengit dengan BYD asal China. Sepanjang 2024, pendapatan BYD tembus US$107 miliar yang jauh lebih tinggi dibandingkan Tesla yang ‘hanya’ US$97,7 miliar.

    Boikot Tesla yang kian meluas membuat posisi perusahaan kian tertekan. Showroom Tesla digeruduk di mana-mana, gerakan jual saham dan ‘buang’ mobil menggema, hingga penjualan merosot tajam di beberapa negara.

    Beralih ke Nvidia, raksasa chip AI tersebut sempat mengalahkan Apple sebagai perusahaan paling bernilai di dunia. Selama beberapa kuartal, Nvidia juga selalu melaporkan pertumbuhan yang memecahkan rekor.

    Namun, kejayaan Nvidia juga terguncang akibat perang tarif Presiden AS Donald Trump, hingga kemunculan sistem AI DeepSeek asal China yang dikembangkan dengan biaya murah.

    Ambisi Robot Humanoid Tesla dan Nvidia

    Tesla dan Nvidia juga merupakan raksasa AS yang berlomba-lomba menggarap teknologi robot humanoid. Teknologi ini digadang-gadang sangat penting untuk perekonomian masa depan.

    Robot humanoid merupakan mesin yang dirancang mirip manusia dan berbasis teknologi AI. Skenario penggunaannya banyak, misalnya mengisi pekerjaan di sektor industri dan layanan.

    Antusiasme investor terhadap robot humanoid meningkat usai digembar-gemborkan oleh CEO Nvidia Jensen Huang. Awal bulan ini, ia mengatakan dunia akan menghadapi era baru robotika generalis. Ia juga mengumumkan portofolio robot humanoid terbaru.

    Pada aspek manufaktur, proyek robot humanoid Tesla, Optimus, tampaknya menjadi yang terdepan di AS. CEO Elon Musk mengumumkan rencana untuk memproduksi sekitar 5.000 unit tahun ini.

    Meskipun rencana ambisius Musk bisa membuat Tesla unggul atas pesaing AS seperti Apptronik dan Boston Dynamics, tetapi persaingan ketat sudah menggelora di China.

    China Sudah Duluan

    Unitree Robotics yang berkantor pusat di Hangzhou bulan lalu menjual 2 robot humanoid kepada konsumen di platform e-commerce JD.com, menurut media lokal. Sementara itu, startup robotika yang berkantor pusat di Shanghai, Agibot, yang juga dikenal sebagai Zhiyuan Robotics, telah menyamai target Optimus untuk memproduksi 5.000 robot tahun ini, menurut South China Morning Post.

    Ketika BYD mampu melampaui pertumbuhan Tesla, para pakar mengatakan dinamika serupa dapat terjadi pada robot humanoid.

    “China berpotensi untuk meniru dampak disruptifnya di EV ke bidang robot humanoid. Namun, kali ini disrupsi tersebut dapat meluas jauh melampaui satu industri, berpotensi mengubah tenaga kerja itu sendiri,” kata Reyk Knuhtsen, analis di SemiAnalysis, sebuah perusahaan riset dan analisis independen yang mengkhususkan diri dalam semikonduktor dan AI, dikutip dari CNBC International, Minggu (30/3/2025).

    China Menang Harga

    Dalam catatan penelitian pada bulan Februari, Morgan Stanley memperkirakan bahwa biaya pembuatan robot humanoid saat ini dapat berkisar antara US$10.000 hingga US$300.000 per unit, mengingat konfigurasi dan persyaratan aplikasi hilir yang berbeda.

    Namun, perusahaan-perusahaan China sudah mengalahkan pesaing AS dalam hal harga berkat skala ekonomi dan kemampuan manufaktur yang unggul, menurut Knuhtsen.

    Misalnya, Unitree merilis robot humanoid G1 untuk konsumen pada bulan Mei dengan harga awal US$16.000. Sebagai perbandingan, Morgan Stanley memperkirakan bahwa biaya penjualan robot humanoid Optimus Gen2 Tesla bisa mencapai sekitar US$20.000, tetapi hanya jika perusahaan tersebut mampu meningkatkan skala, memperpendek siklus penelitian dan pengembangannya, serta menggunakan komponen hemat biaya dari China.

    Unitree membuat gebrakan besar di bidang robot pada bulan Januari ketika 16 robot humanoid H1 dengan performa tertinggi bergabung dengan sekelompok penari manusia untuk merayakan Tahun Baru Imlek dalam sebuah demonstrasi yang disiarkan di televisi nasional.

    China Menang Paten

    Ada tanda-tanda bahwa kemajuan China dalam bidang robot jauh lebih maju. Catatan penelitian Morgan Stanley pada bulan Februari menemukan bahwa negara tersebut telah memimpin dunia dalam pengajuan paten yang menyebutkan “humanoid” selama 5 tahun terakhir.

    China dilaporkan memiliki 5.688 paten humanoid atau jauh lebih banyak dibandingkan dengan 1.483 paten dari AS.

    Pemain besar seperti Xiaomi dan pembuat kendaraan listrik, seperti BYD, Chery, dan Xpeng, juga terlibat dalam bidang robot humanoid.

    “Penelitian kami menunjukkan bahwa China terus menunjukkan kemajuan paling mengesankan dalam bidang robot humanoid. Startup diuntungkan oleh rantai pasokan yang mapan, peluang adopsi lokal, dan dukungan pemerintah nasional yang kuat,” kata catatan tersebut.

    Dukungan Xi Jinping

    Beijing semakin mendukung sektor tersebut, tampak dari berbagai departemen pemerintah yang mempromosikan pengembangannya. Pada tahun 2023, Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi mengeluarkan pedoman untuk robot humanoid, yang menyerukan “produksi dalam skala besar” pada tahun 2025.

    Menurut Ming Hsun Lee, kepala penelitian otomotif dan industri China di BofA Global Research, China melihat robot humanoid sebagai industri penting karena potensinya untuk mengurangi ancaman kekurangan tenaga kerja.

    “Saya pikir dalam jangka pendek, tiga hingga empat tahun, kita akan melihat robot humanoid awalnya diterapkan di jalur produksi untuk membandingkan beberapa pekerja, dan dalam jangka menengah, kita akan melihat mereka secara bertahap menyebar ke industri jasa,” katanya.

    Lee mengatakan peningkatan adopsi akan bertepatan dengan penurunan biaya komponen yang sangat cepat. Ia juga mencatat bahwa China memiliki sekitar 70% rantai pasokan untuk komponen-komponen robot humanoid.

    Menurut laporan SemiAnalysis awal bulan ini, Unitree G1 merupakan “satu-satunya robot humanoid yang layak di pasaran” yang sepenuhnya tidak tergantung dari komponen AS.

    Laporan tersebut memperingatkan bahwa China adalah satu-satunya negara yang diposisikan untuk menuai keuntungan ekonomi dari sistem robot cerdas, termasuk robot humanoid, yang dapat menimbulkan ancaman eksistensial bagi AS karena kalah bersaing dalam semua kapasitas.

    “Untuk mengejar ketertinggalan, para pemain AS harus segera memobilisasi basis manufaktur dan industri yang kuat, baik di dalam negeri maupun melalui negara-negara sekutu. Bagi Tesla dan perusahaan sejenis, mungkin bijaksana untuk mulai melakukan reshoring atau ‘friendshoring’ pengadaan dan manufaktur komponen mereka untuk mengurangi ketergantungan pada China,” kata Knuhtsen dari SemiAnalysis.

    Analis Bank of America meramalkan dalam catatan penelitian bulan ini bahwa penyebaran robot humanoid akan meningkat pesat, dibantu oleh pengembangan AI, dengan penjualan tahunan global mencapai 1 juta unit pada tahun 2030 dan 3 miliar robot humanoid beroperasi pada tahun 2060.

    (fab/fab)

  • Dibayangi Perang Tarif Trump, Konsumsi China Menguat pada Awal 2025

    Dibayangi Perang Tarif Trump, Konsumsi China Menguat pada Awal 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Konsumsi di China tumbuh lebih cepat pada awal 2025, membantu mengimbangi dampak tarif Presiden AS Donald Trump, yang menekan eksportir di negara perdagangan terbesar di dunia tersebut.

    Menurut data Biro Statistik Nasional (NBS) yang dilansir dari Bloomberg pada Senin (17/3/2025), tingkat penjualan eceran meningkat 4% pada Januari-Februari dari periode yang sama tahun sebelumnya, melampaui perkiraan ekonom dan meningkat dari kenaikan 3,7% pada bulan Desember. Namun, tingkat pengangguran China terpantau naik sejak akhir tahun lalu.

    Sementara itu, tingkat output industri naik 5,9%, lebih tinggi dari estimasi median dalam survei analis Bloomberg. Pertumbuhan investasi aset tetap meningkat menjadi 4,1%. 

    “Data ritel berada dalam kisaran yang bagus dan nyaman. Itu mungkin menyiratkan bahwa stimulus kebijakan lebih lanjut masih diperlukan. Pada saat yang sama, tidak terlalu lemah sehingga orang akan khawatir sebelum kebijakan tersebut berlaku,” kata Helen Qiao, kepala ekonom untuk China Raya di Bank of America Global Research. 

    Sejauh ini, para pelaku pasar tidak terlalu terkesan dengan data yang tampaknya optimis. Indeks CSI 300 dalam negeri mengalami sedikit kerugian sementara kenaikan dalam Indeks Hang Seng China Enterprises menyempit menjadi 0,2% dari 1,1% sebelumnya.

    Obligasi 10 tahun China mengalami kerugian, dengan imbal hasil naik empat basis poin menjadi 1,87%, ditetapkan sebagai yang tertinggi dalam sekitar seminggu. Kurs yuan yang diperdagangkan diluar negeri memangkas kenaikan, setelah bank sentral mempertahankan cengkeramannya yang ketat pada nilai tukar referensi harian untuk mata uang tersebut.

    Angka-angka tersebut memberikan gambaran paling komprehensif sejauh ini tentang bagaimana ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah berjalan sejak Trump memulai perang dagang baru. China menggabungkan data untuk Januari dan Februari untuk memperhalus distorsi yang disebabkan oleh waktu liburan Tahun Baru Imlek yang tidak teratur.

    Meningkatkan belanja konsumen adalah kunci untuk melawan kebijakan AS yang mengacaukan perdagangan global dan menyebabkan perlambatan ekspor China, yang berkontribusi terhadap hampir sepertiga ekspansi ekonomi negara tersebut pada tahun 2024. 

    Menurut Jacqueline Rong, kepala ekonom China di BNP Paribas SA, peningkatan pengiriman ke luar negeri oleh China telah mendukung produksi industri pada awal tahun. Ekspor mencapai rekor US$540 miliar dalam dua bulan pertama tahun ini.

    “Ke depannya, dampak tarif pada ekspor akan terlihat cepat atau lambat, dan risiko penurunan pada ekspor pasti akan terlihat,” kata Rong.

  • Cek Harga Emas Antam (ANTM) Hari Ini 16 Maret 2025 – Page 3

    Cek Harga Emas Antam (ANTM) Hari Ini 16 Maret 2025 – Page 3

    Sebelumnya, harga emas menembus USD 3.000 per ounce untuk pertama kali. Lonjakan harga emas terjadi seiring tarif dagang Presiden Amerika Serikat (AS) terhadap mitra dagang utama mengguncang pasar keuangan.

    Hal itu juga mendorong investor ke aset safe haven untuk melindungi dari inflasi tinggi dan kemungkinan resesi.

    Mengutip CNBC, Sabtu (15/3/2025), harga emas berjangka ditutup ke rekor baru di USD 3.001,1 per ounce setelah naik 13,6 persen sepanjang 2025. Pergerakan terbaru terjadi seiring pasar saham Amerika Serikat kehilangan USD 5 triliun dalam tiga minggu karena perang dagang Donald Trump menimbulkan kekacauan, kebingungan dan ketidakpastian.

    Sekitar 52 persen manajer dana global mengatakan kepada Bank of America dalam sebuah survei kalau mereka melihat emas sebagai lindung nilai terbaik dalam perang dagang besar-besaran.

    “Pemerintahan Trump yang mengeluarkan serangkaian ancaman tarif dan penyelarasan kembali hubungan internasional telah menambahkan lapisan baru ketidakpastian makroekonomi dan geopolitik yang memberikan dorongan signifikan bagie mas,” ujar Senior Commodities Strategist BNP Paribas, David Wilson seperti dikutip dari CNBC.

     

  • Harga Emas Antam Lebih Murah Rp 3.000 Hari Ini 15 Maret 2025, Cek Rinciannya – Page 3

    Harga Emas Antam Lebih Murah Rp 3.000 Hari Ini 15 Maret 2025, Cek Rinciannya – Page 3

    Sebelumnya, harga emas menembus USD 3.000 per ounce untuk pertama kali. Lonjakan harga emas terjadi seiring tarif dagang Presiden Amerika Serikat (AS) terhadap mitra dagang utama mengguncang pasar keuangan.

    Hal itu juga mendorong investor ke aset safe haven untuk melindungi dari inflasi tinggi dan kemungkinan resesi.

    Mengutip CNBC, Sabtu (15/3/2025), harga emas berjangka ditutup ke rekor baru di USD 3.001,1 per ounce setelah naik 13,6 persen sepanjang 2025. Pergerakan terbaru terjadi seiring pasar saham Amerika Serikat kehilangan USD 5 triliun dalam tiga minggu karena perang dagang Donald Trump menimbulkan kekacauan, kebingungan dan ketidakpastian.

    Sekitar 52 persen manajer dana global mengatakan kepada Bank of America dalam sebuah survei kalau mereka melihat emas sebagai lindung nilai terbaik dalam perang dagang besar-besaran.

    “Pemerintahan Trump yang mengeluarkan serangkaian ancaman tarif dan penyelarasan kembali hubungan internasional telah menambahkan lapisan baru ketidakpastian makroekonomi dan geopolitik yang memberikan dorongan signifikan bagie mas,” ujar Senior Commodities Strategist BNP Paribas, David Wilson seperti dikutip dari CNBC.

     

  • Harga Emas Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Masa, Sentuh Posisi USD 3.000 – Page 3

    Harga Emas Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Masa, Sentuh Posisi USD 3.000 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga emas menembus USD 3.000 per ounce untuk pertama kali pada Jumat, 15 Maret 2025. Lonjakan harga emas terjadi seiring tarif dagang Presiden Amerika Serikat (AS) terhadap mitra dagang utama mengguncang pasar keuangan.

    Hal itu juga mendorong investor ke aset safe haven untuk melindungi dari inflasi tinggi dan kemungkinan resesi.

    Mengutip CNBC, Sabtu (15/3/2025), harga emas berjangka ditutup ke rekor baru di USD 3.001,1 per ounce setelah naik 13,6 persen sepanjang 2025. Pergerakan terbaru terjadi seiring pasar saham Amerika Serikat kehilangan USD 5 triliun dalam tiga minggu karena perang dagang Donald Trump menimbulkan kekacauan, kebingungan dan ketidakpastian.

    Sekitar 52 persen manajer dana global mengatakan kepada Bank of America dalam sebuah survei kalau mereka melihat emas sebagai lindung nilai terbaik dalam perang dagang besar-besaran.

    “Pemerintahan Trump yang mengeluarkan serangkaian ancaman tarif dan penyelarasan kembali hubungan internasional telah menambahkan lapisan baru ketidakpastian makroekonomi dan geopolitik yang memberikan dorongan signifikan bagie mas,” ujar Senior Commodities Strategist BNP Paribas, David Wilson seperti dikutip dari CNBC.

    Sementara itu, Senior Commodity Strategist TD Securities, Daniel Ghali menuturkan, kenaikan harga emas di atas USD 3.000 merupakan pasar bull market ketiga yang paling signifikan bagi logam mulia dalam sejarah modern.

    “Makroekonomi telah menjadi katalis utama di balik kenaikan harga emas baru-baru ini,” ujar Ghali.

    Bank-bank sentral global juga telah membantu mendorong kenaikan harga emas, menambah cadangan logam mulia sebagai alternatif dolar Amerika Serikat (AS) dan treasury sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Adapun pemerintah masih khawatir AS dapat memakai dolar AS, mata uang cadangan dunia, sebagai senjata setelah aset Rusia dibekukan sebagai tanggapan atas invasi tersebut.

    Di sisi lain, berdasarkan laporan World Gold Council, bank-bank sentral membeli 18 metrik ton emas pada Januari dengan Bank Sentral China melaporkan pembelian bersih dalam tiga bulan berturut-turut. Bank sentral menambambahkan 1.045 metrik ton ke cadangan emas global tahun lalu, menurut laporan dewan yang merupakan tahun ketiga berturut-turut pembeliannya melampaui 1.000 ton.