Kementrian Lembaga: Badan Kebijakan Fiskal

  • Pernyataan Lengkap Kemenkeu soal QRIS Tak Kena PPN 12%

    Pernyataan Lengkap Kemenkeu soal QRIS Tak Kena PPN 12%

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menekankan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tidak akan berimbas kepada biaya layanan tambahan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan sejenisnya. Dengan begitu, tidak ada tambahan beban bagi customer yang bertransaksi via QRIS.

    “Transaksi melalui QRIS dan sejenisnya tidak menimbulkan beban PPN tambahan untuk customer,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulis, Senin (23/12/2024).

    Sebagai informasi, QRIS adalah media pembayaran antara merchant (penjual) dan customer (pembeli) sesuai nilai transaksi perdagangan dengan memanfaatkan teknologi finansial (fintech) yang semakin memudahkan transaksi.

    Febrio menyebut PPN memang dikenakan atas transaksi yang memanfaatkan fintech, salah satunya QRIS. Hanya saja beban PPN atas transaksi via QRIS sepenuhnya ditanggung merchant sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

    “Dengan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%, tidak ada tambahan beban bagi customer yang bertransaksi via QRIS,” tegasnya.

    Contoh ada seseorang membeli TV seharga Rp 5.000.000. Atas pembelian tersebut, terutang PPN 12% sebesar Rp 550.000 sehingga total harga yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp 5.550.000.

    Nah atas pembelian TV tersebut, jumlah pembayaran yang dilakukan tidak berbeda baik ketika menggunakan QRIS maupun menggunakan cara pembayaran lainnya.

    Berikut pernyataan Kemenkeu:

    Jakarta, 22 Desember 2024

    Berkenaan dengan pemberitaan akhir- akhir ini terkait dampak penyesuaian PPN 12% terhadap transaksi jual beli masyarakat yang menggunakan QRIS, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

    1. Transaksi melalui QRIS dan sejenisnya tidak menimbulkan beban PPN tambahan untuk customer. QRIS adalah media pembayaran antara merchant (penjual) dan customer (pembeli) sesuai nilai transaksi perdagangan, memanfaatkan teknologi finansial (fintech) yang semakin memudahkan transaksi.

    2. PPN memang dikenakan atas transaksi yang memanfaatkan fintech, QRIS salah satunya. Namun, beban PPN atas transaksi via QRIS sepenuhnya ditanggung merchant, berjalan sejak tahun 2022 melalui PMK 69 Tahun 2022.

    3. Dengan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%, tidak ada tambahan beban bagi customer yang bertransaksi via QRIS.

    Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal

    Ttd.

    Febrio Kacaribu

    (acd/acd)

  • Airlangga Akui Kenaikan PPN Jadi 12% Bakal Pengaruh ke Inflasi

    Airlangga Akui Kenaikan PPN Jadi 12% Bakal Pengaruh ke Inflasi

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan berpengaruh pada kenaikan inflasi. Adapun kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% sendiri mulai berlaku per 1 Januari 2025.

    Hal tersebut disampaikan oleh Airlangga usai acara Peluncuran EPIC Sale di Alfamart Drive Thru, Alam Sutera, Tangerang, Banten, Minggu (22/12/2024). Meski demikian, menurutnya pengaruh kenaikan PPN tidak akan terlalu signifikan.

    “Jadi tentu dari segi kenaikan ini (PPN menjadi 12%) pengaruh inflasi ada. Akan tetapi, relatif tidak terlalu tinggi,” kata Airlangga.

    Menurut Airlangga, sektor transportasi menjadi salah satu yang berpengaruh besar terhadap inflasi. Selaras dengan itu, pemerintah membebaskan sektor transportasi dari PPN alias PPN 0% di tahun depan. Hal ini juga sebagai salah satu stimulus dalam menjaga daya beli masyarakat.

    Pembebasan PPN juga diberikan khususnya untuk bahan pokok penting. Airlangga menambahkan, beberapa bahan pokok juga ditanggung PPN-nya oleh pemerintah sehingga tetap di angka 11%.

    “Jadi kalau misalnya, contoh tepung terigu, minyak kita, kemudian gula industri, yang sebelumnya sudah bayar PPN 11%, ini tetap 11%, bukan dari 0,” terangnya.

    Selain itu, berbagai stimulus lainnya juga diberikan pemerintah pada tahun depan. Salah satunya seperti pemberian diskon tarif listrik 50% periode Januari-Februari. Kemudian ada juga insentif pembelian rumah rumah Rp 2 miliar bebas PPN.

    Dari segi mobilitas, PPN untuk motor listrik ditanggung pemerintah (DTP). Demikian pula untuk mobil listrik dilanjutkan, bahkan ditambahkan potongan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3%.

    “Nah itu kan membuktikan pemerintah memperhatikan apa yang dibeli oleh masyarakat,” kata dia.

    Ia juga menegaskan bahwa transaksi QRIS tidak akan kena PPN 12%. Hal ini seperti transaksi menggunakan debit card, e-money transaksi kartu lainnya, menurutnya tidak akan terkena dampak kenaikan PPN jadi 12%. Dengan demikian, transaksi tol juga tidak akan terdampak kebijakan baru ini.

    “Transportasi itu tanpa PPN. Jadi yang namanya tol dan kawan-kawannya, (transaksi e-Money) di tol juga tidak ada PPN,” ujar Airlangga, ditemui usai acara.

    Sebagai informasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya telah membeberkan dampak kenaikan PPN menjadi 12% per 1 Januari 2025. Kebijakan itu dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun depan akan tetap dijaga sesuai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yakni sebesar 5,2%.

    “Pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5%. Dampak kenaikan PPN ke 12% terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan. Pertumbuhan ekonomi 2025 akan tetap dijaga sesuai target APBN sebesar 5,2%,” ujar Febrio dalam pernyataan resmi, Minggu (22/12/2024).

    Selain itu, Febrio menyebut inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di 1,5%-3,5%. Berdasarkan hitungannya, dampak kenaikan PPN 12% hanya menambah 0,2% terhadap inflasi.

    “Inflasi saat ini rendah di 1,6%. Dampak kenaikan PPN ke 12% adalah 0,2%,” ucapnya.

    (kil/kil)

  • Segini Hitung-hitungan Dampak Kenaikan PPN 12% ke Ekonomi RI

    Segini Hitung-hitungan Dampak Kenaikan PPN 12% ke Ekonomi RI

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membeberkan dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025. Kebijakan itu dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun depan akan tetap dijaga sesuai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yakni sebesar 5,2%.

    “Pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5%. Dampak kenaikan PPN ke 12% terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan. Pertumbuhan ekonomi 2025 akan tetap dijaga sesuai target APBN sebesar 5,2%,” ujar Febrio dalam pernyataan resmi, Minggu (22/12/2024).

    Selain itu, Febrio menyebut inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di 1,5%-3,5%. Berdasarkan hitungannya, dampak kenaikan PPN 12% hanya menambah 0,2% terhadap inflasi.

    “Inflasi saat ini rendah di 1,6%. Dampak kenaikan PPN ke 12% adalah 0,2%,” ucapnya.

    Adanya paket stimulus seperti bantuan pangan; diskon listrik; pembebasan PPN rumah, pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) selama satu tahun bagi buruh, pabrik tekstil, pakaian, alas kaki dan lainnya akan menjadi bantalan bagi masyarakat.

    Sebagai informasi, per 1 Januari 2025 masyarakat Indonesia akan menghadapi kenaikan PPN menjadi 12%. Pemerintah memastikan ini tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa.

    Kelompok barang yang dibebaskan dari PPN adalah sembako meliputi beras, daging, telur hingga ikan dan susu. Begitu juga dengan jasa pendidikan, kesehatan, keuangan, tenaga kerja, asuransi serta air.

    Sementara untuk tepung terigu, minyak goreng dan gula industri hanya akan dikenakan PPN sebesar 11%. Sebesar 1%-nya akan ditanggung pemerintah selama satu tahun.

    (aid/rrd)

  • PPN Jadi 12 Persen di 2025, Pemerintah Pastikan Inflasi Terkendali – Halaman all

    PPN Jadi 12 Persen di 2025, Pemerintah Pastikan Inflasi Terkendali – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen sebagai bagian dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

    Kebijakan yang diumumkan pada Senin (16/12/2024) dan akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2025 ini bertujuan meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pembangunan nasional.

    Namun, kebijakan ini tidak luput dari sorotan publik. Kekhawatiran muncul di tengah masyarakat terkait dampak kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. 

    Berdasarkan simulasi yang dibuat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kenaikan PPN 12 persen ini hanya berpotensi menaikkan inflasi sekitar 0,3 persen secara tahunan. Angka tersebut diperkirakan akan masih terkendali. 

    Deputi Bank Indonesia (BI) Aida S Budiman menjelaskan bahwa dampak kenaikan PPN 12 persen ke inflasi hanya terjadi sebesar 0,2 persen dan menurut Aida, angka penambahan inflasi ini tidak besar. 

    Pasalnya, barang-barang yang dikenai PPN adalah barang-barang yang sifatnya premium, seperti bahan makanan premium, jasa pendidikan dan jasa pelayanan kesehatan medis premium, serta listrik rumah tangga berkapasitas 3.500-6.600 VA. 

    “Hitungannya ini mengakibatkan sekitar penambahan inflasi 0,2 persen. Akan tetapi, apakah ini besar? Jawabannya tidak. Karena hasil perhitungan kami dari proyeksinya dia sekitar sedikit di atas dari 1,5-3,5 persen dari target inflasi kita pada 2025,” ujar Aida. 

    Meski demikian, Aida menyebutkan, kenaikan harga yang terjadi bukan hanya pengaruh dari tarif PPN saja. Melainkan juga dipengaruhi oleh faktor harga komoditas global. Dengan begitu, ketika harga komoditas global turun, maka harga kebutuhan pokok juga bisa ikut turun. 

    “BI akan tetap melakukan konsistensi antara kebijakan moneter dalam mengarahkan ekspektasi inflasi agar tetap dalam target sasaran di angka 1,5-3,5 persen. 

    Terkait dampaknya ke pertumbuhan ekonomi, Aida menyebut dampaknya tidak terlalu besar, yakni sekitar 0,02 persen hingga 0,03 persen. 

    Sebagai contoh, stimulus yang diberikan adalah memberikan insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) 1 persen, atau hanya dikenakan tarif 11 persen saja. 

    Untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok, pemerintah juga menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 1% untuk tepung terigu, gula industri, dan minyak goreng curah merek Minyakita.

    Kemudian, dilakukan pemberian bantuan pangan dan beras bagi desil 1 dan 2 sebesar 10 kg per bulan. Selain itu, untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga, daya listrik yang terpasang di bawah atau sampai 2200 volt ampere (VA) diberikan biaya diskon sebanyak 50 persen untuk 2 bulan. 

    Terakhir, ia mengatakan, dampak yang minim ini dinilai berkat adanya sejumlah paket kebijakan pemerintah untuk meredam dampak dari kenaikan PPN. 

    Senada dengan Aida, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu mengungkapkan berdasarkan hitungan pemerintah, inflasi saat ini masih rendah di angka 1,6 persen. Adapun sepanjang 2023-2024, tingkat inflasi Indonesia berada pada kisaran 2,08 persen.

    Febrio juga menekankan kembali bahwa pemerintah meyakini laju inflasi masih dalam kisaran yang ditentukan dalam APBN 2025 yakni 1,5-3,5 persen.

    “Pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5,0%. Dampak kenaikan PPN ke 12% terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi 2025 akan tetap dijaga sesuai target APBN sebesar 5,2%.” tutup Febrio dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/12).

  • Kenaikan PPN 12 Persen Tidak Berdampak Signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

    Kenaikan PPN 12 Persen Tidak Berdampak Signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

    Jakarta, Beritasatu.com – Pro dan kontra terus mencuat terkait rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang dijadwalkan berlaku mulai Januari 2025. Kebijakan ini memicu beragam pendapat di tengah masyarakat dan pelaku usaha mengenai dampaknya terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

    Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memastikan, dampak kebijakan ini terhadap inflasi dan ekonomi akan sangat minimal.

    “Saat ini, inflasi berada di level rendah, yaitu 1,6 persen. Sementara itu, dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen terhadap inflasi hanya sekitar 0,2 persen,” ujar Febrio dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (21/12/2024).

    Febrio menambahkan, pemerintah tetap berkomitmen menjaga inflasi sesuai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, yaitu di kisaran 1,5 persen hingga 3,5 persen. Ia juga menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi diproyeksikan tetap kuat meski ada kenaikan PPN jadi 12 persen.

    “Pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan akan tetap berada di atas 5 persen, dan target pada 2025 mencapai 5,2 persen. Dengan demikian, kenaikan PPN jadi 12 persen dipastikan tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

    Sebagai upaya mengurangi beban masyarakat, pemerintah juga telah menyiapkan sejumlah langkah kompensasi melalui berbagai paket stimulus ekonomi. Langkah tersebut mencakup pemberian bantuan pangan, diskon tarif listrik, pembebasan pajak penghasilan selama satu tahun untuk buruh di sektor tekstil, pakaian, alas kaki, dan furnitur, serta pembebasan PPN untuk pembelian rumah tertentu.

    “Paket stimulus ini menjadi bantalan untuk menjaga daya beli masyarakat dan memastikan bahwa dampak kenaikan PPN tetap terkendali,” tambah Febrio.

    Pemerintah optimistis bahwa dengan kombinasi kebijakan yang terukur, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan tetap terjaga sesuai target APBN sebesar 5,2 persen. Sementara itu, masyarakat dan pelaku usaha diimbau untuk tidak khawatir secara berlebihan terhadap kenaikan PPN jadi 12 persen, mengingat kondisi ekonomi Indonesia saat ini relatif stabil dengan inflasi yang rendah dan prospek pertumbuhan yang positif.

  • Jurus MG Biar Dapat Insentif Mobil Hybrid dari Pemerintah

    Jurus MG Biar Dapat Insentif Mobil Hybrid dari Pemerintah

    Jakarta

    Mobil MG VS HEV belum bisa mendapatkan insentif pajak penjualan atas barang mewah. Sebab mobil tersebut masih diimpor utuh dari Thailand

    He Guowei atau disapa Alec, Chief Executive Officer MG Motor Indonesia mengikuti regulasi insentif mobil hybrid yang bakal diterbitkan di Indonesia.

    “Sekarang masih diimpor dari Thailand, HEV benefit (insentif) hanya produksi lokal. Jadi kita tidak bisa menikmatinya,” kata Alec di Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Dia memiliki agenda bakal meluncurkan mobil hybrid dari model ZS. Diketahui model ini juga bakal dapat penyegaran untuk model internal combustion engine (ICE). Rencananya peluncuran bakal dilakukan sekitar bulan Juli, MG bakal memperkenalkan dua model baru jenis SUV, salah satunya hybrid.

    “Tapi tahun depan proyek depan akan meluncurkan ZS baru dan hybrid itu akan produksi di sini,” kata Alec.

    “Sebelumnya kita punya HEV, ini akan diproduksi lokal. Jadi kita akan bisa menikmati insentif HEV,” tambahnya.

    Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kemenko Perekonomian telah mengumumkan diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil hybrid sebesar tiga persen.

    Namun, aturan tersebut hanya berlaku untuk kendaraan produksi lokal. Kepastian tersebut disampaikan Rustam Effendi selaku Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI. Sehingga, kendaraan hibrida yang masih berstatus impor tak bisa menikmati fasilitas tersebut.

    “PPnBM DTP 3 persen hybrid hanya untuk produksi dalam negeri peserta program Kemenperin, yang berhak mendapatkan reduced tarif PPnBM,” ujar Rustam Effendi.

    Seperti diketahui, pabrik MG Motor Indonesia sudah beroperasi sejak Januari 2024. Pabrik ini memproduksi dua mobil listrik andalan MG, New MG ZS EV dan MG 4 EV. Kedua model listrik ini menjadi bukti komitmen MG dalam berinvestasi di Indonesia.

    (riar/dry)

  • Tok! Pemerintah Rombak Aturan Main DHE, Berlaku Januari 2025

    Tok! Pemerintah Rombak Aturan Main DHE, Berlaku Januari 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah menyelesaikan rapat koordinasi evaluasi peraturan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA). Hasilnya, revisi aturan itu akan terbit pada Januari 2025.

    Rapat itu dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Reza, hingga Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu.

    Airlangga mengatakan, aturan DHE SDA itu akan diubah secara menyeluruh, mulai dari level Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Peraturan Bank Indonesia (PBI), serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Sebagaimana diketahui PP DHE SDA kini diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2023.

    “Jadi untuk kapannya (pengumuman perubahan) lagi kita siapin PP, PMK, dan juga kita siapin PBI nya, dan juga dari OJK. Time framenya mungkin sekitar sebulan dari sekarang,” kata Airlangga saat ditemui usai rapat koordinasi tersebut di kantornya, Jakarta, Jumat (20/12/2024).

    Meski belum mau mendetailkan apa saja yang diubah dalam aturan PP DHE SDA, ia menekankan, dari hasil rapat evaluasi ini implementasi PP DHE yang wajib ditempatkan sebesar 30% dari total ekspor telah berjalan dengan baik dengan tingkat kepatuhan eksportir hampir 90%.

    Selain itu, ia memperkirakan, potensi retensi dari hasil penempatan dolar hasil ekspor yang diwajibkan selama tiga bulan di sistem keuangan dalam negeri akan mencapai US$ 14 miliar.

    “Kita perkirakan bisa sampai akhir tahun ini US$ 14 billion, tentu kita akan intensifkan lagi retensi yang 3 bulan, dan kita juga melihat kan kita punya trade baik, antara ekspor dan impor kan positif di November, tinggi,” ucap Airlangga.

    Sebagaimana diketahui, kajian perubahan ketentuan PP DHE SDA ini sudah lama santer berhembus sejak pertengahan tahun lalu. Staf Khusus Menko Perekonomian Raden Pardede mengatakan, selain rancangan ketentuan durasi penempatan yang lebih lama di dalam negeri, nilai hasil ekspor yang harus disimpan di sistem keuangan domestik juga tengah dikaji.

    Ia mengatakan, opsi yang dipertimbangkan ialah apakah menurunkan kewajiban penempatan dananya menjadi 25% dari yang selama ini sebesar 30% atau bahkan menaikkannya ke level 50% sampai dengan 75%.

    “Apakah 50% atau 75%, apakah 25%, itu masih akan dikaji,” kata Raden seusai menghadiri acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, pada awal Desember lalu.

    Raden menekankan, perubahan ketentuan ini dilakukan dalam rangka pemerintah semakin menciptakan transparansi pencatatan nilai hasil ekspor yang selama ini terjadi di Indonesia. Selain itu, juga untuk makin mempertambah cadangan devisa pemerintah untuk stabilitas kurs.

    “Kalau dia lebih banyak lagi yang bisa masuk maka cadangan devisa kita akan lebih baik, ya. Jadi kita jadi punya instrumen untuk bisa tetap membuat, menjaga rupiah stabil,” tegasnya.

    Sebagai informasi, dalam aturan yang berlaku saat ini, para eksportir dengan nilai ekspor pada Pemberitahuan Pabean Ekspor 250 ribu dolar AS atau lebih, wajib menempatkan DHE-nya minimal 30% ke rekening khusus (reksus) dalam negeri yang difasilitasi oleh Bank Indonesia (BI) minimal 3 bulan.

    (arj/mij)

  • Sekolah-Rumah Sakit Kena PPN 12%, Ini Kriterianya

    Sekolah-Rumah Sakit Kena PPN 12%, Ini Kriterianya

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang mendetailkan kriteria jasa pendidikan dan kesehatan premium atau mahal yang akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% per 1 Januari 2025. Daftar tersebut ditargetkan akan keluar akhir tahun ini.

    Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Wahyu Utomo mengatakan salah satu pendekatan yang ditargetkan kena PPN 12% adalah pendidikan dan rumah sakit yang biayanya mahal dan berstandar internasional.

    “Kriteria premium sedang rumuskan. Salah satu pendekatannya adalah SPP atau biaya kuliahnya mahal dan atau berstandar internasional,” kata Wahyu kepada detikcom, Kamis (19/12/2024).

    Sebelumnya, jasa kesehatan dan pendidikan secara umum terbebas dari pengenaan PPN. Ketentuan itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.

    Keputusan itu harus diambil pemerintah karena kedua jasa premium tersebut bukanlah konsumsi warga kelas menengah bawah, melainkan kelas atas. Maka dari itu, demi keadilan dan gotong royong, jasa pendidikan dan kesehatan premium akan dikenakan PPN 12%.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan jasa pendidikan yang bisa terkena PPN 12% di antaranya adalah sekolah yang bayarannya lebih dari Rp 100 juta dalam setahun.

    “Ada uang sekolah yang Rp 100 juta lebih setahun tidak bayar PPN, ada lagi jasa kesehatan tang premium, VIP, apa iya layak PPN 0%? Jadi ini yang kita tunjukan keadilan yang harus kita tegakkan ya kita pegang dalam perpajakan,” tegas Febrio.

    (aid/rrd)

  • Pemerintah Tegaskan Tak Ada Penurunan Treshold PPh Final untuk UMKM

    Pemerintah Tegaskan Tak Ada Penurunan Treshold PPh Final untuk UMKM

    Jakarta

    Pemerintah telah menyiapkan stimulus ekonomi melalui berbagai kebijakan dan insentif dalam bentuk Paket Kebijakan Ekonomi. Hal ini bertujuan menjaga daya beli masyarakat dan kelas menengah, menjaga kelangsungan usaha UMKM, dan juga pengembangan Industri.

    Guna tetap mendorong aktivitas ekonomi dan menjaga kelangsungan usaha UMKM, pemerintah akan memberikan stimulus melalui insentif di bidang perpajakan. Sebagaimana telah diumumkan oleh menko perekonomian dan menteri keuangan, pemerintah telah menyiapkan stimulus berupa pemberian perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% dari omzet, dengan perpanjangan sampai dengan tahun 2025.

    Sesuai PP Nomor 23 Tahun 2018 yang telah diubah dengan PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan Di Bidang Pajak Penghasilan, PPh Final 0,5% bagi Wajib Pajak OP UMKM yang telah memanfaatkan tarif PPh Final tersebut selama 7 tahun, yang seharusnya berakhir di tahun 2024.

    Sementara untuk mendorong usaha di tingkat mikro dan kecil, pemerintah memberikan pembebasan dari pengenaan PPh terhadap UMKM yang mempunyai omzet di bawah Rp 500 juta per tahun. Melalui kebijakan ini diharapkan aktivitas UMKM akan terus bergerak. Dengan begitu, UMKM tetap bisa menjadi andalan dan tulang punggung dalam menggerakkan perekonomian, di tengah dinamika ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian.

    Terkait wacana penurunan batas atas (threshold) UMKM yang mendapatkan fasilitas PPh Final 0,5%, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengungkapkan saat ini tidak ada kebijakan mengenai hal tersebut. Pemerintah pun masih fokus pada upaya bagaimana menjaga keberlangsungan usaha UMKM dengan memberikan berbagai stimulus ekonomi.

    “Tidak ada rencana untuk menurunkan batasan omzet UMKM (threshold) dari Rp 4,8 miliar menjadi Rp 3,6 miliar. Pemerintah fokus ke pemberian berbagai stimulus, termasuk stimulus UMKM, dengan menyelesaikan perubahan PP dan PMK terkait,” ujar Febrio dalam keterangan tertulis, Kamis (19/12/2024).

    Senada, Sesmenko Perekonomian menyampaikan saat ini pemerintah hanya fokus untuk pemberian stimulus ekonomi, baik dalam bentuk insentif fiskal maupun insentif lainnya.

    “Pemerintah betul-betul fokus terhadap upaya memberikan berbagai stimulus ekonomi, termasuk khususnya untuk UMKM. Kami bersama Kemenkeu dan K/L lain terkait, saat ini fokus menindaklanjuti dalam penyiapan perubahan PP, PMK dan Permen lainnya”, terang Susiwijono.

    Sementara terkait wacana penurunan threshold untuk PPh Final 0,5% untuk UMKM, ia menegaskan tidak ada rencana untuk membahas hal tersebut dalam perubahan PP dan PMK.

    “Sesuai dengan Paket Kebijakan Ekonomi, perubahan terhadap PP 55 Tahun 2022 yang mengatur penyesuaian PPh, hanya akan fokus pada perpanjangan PPh Final 0,5% sampai tahun 2025, dan tidak ada perubahan yang lainnya,” pungkas Susiwijono.

    (prf/ega)

  • Cuma Mobil Hybrid Buatan Lokal Dapat Insentif, Ini Daftarnya

    Cuma Mobil Hybrid Buatan Lokal Dapat Insentif, Ini Daftarnya

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintah mengumumkan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3 persen untuk mobil hybrid yang mulai diterapkan pada 1 Januari 202. Diskon PPnBM mobil hybrid berlaku satu tahun.

    Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Rustam Effendi mengatakan PPnBM ditanggung pemerintah 3 persen cuma buat mobil hybrid yang dirakit di Indonesia.

    “PPnBM DTP 3 persen hybrid hanya untuk produksi dalam negeri peserta program Kemenperin, yang berhak mendapatkan reduced tarif PPnBM,” kata Rustam kepada CNNIndonesia.com, Selasa (17/12).

    Dasar hukum pemberian insentif di mobil hybrid ini sudah termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021.

    Insentif atau stimulus untuk mobil hybrid ini diumumkan bersamaan dengan paket insentif untuk beberapa sektor penting sebagai upaya menjaga daya beli masyarakat usai diterapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen tahun depan.

    “PPnBM ditanggung pemerintah untuk kendaraan berbasis baterai atau electric vehicle (EV) masih dilanjutkan, dan yang terbaru, pemerintah memberikan diskon sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hybrid,” ujar Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan disiarkan secara daring.

    Perusahaan otomotif yang memenuhi syarat pun diminta untuk segera mendaftarkan model mobil hybrid ke Kementerian Perindustrian supaya mendapatkan insentif PPnBM 3 persen.

    “Untuk insentif hybrid saya minta agar produsen mobil hybrid yang ada di Indonesia untuk segera mendaftarkan merek-mereknya kepada kami agar tahun depan mulai 1 Januari sudah bisa menikmati insentif stimulus yang sudah disiapkan oleh pemerintah,” ucap Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang.

    Insentif khusus mobil hybrid ini diperkuat dalam Peraturan Kementerian Perindustrian Nomor 36 Tahun 2021 yang merupakan kebijakan untuk program LCEV dengan TKDN tertentu.

    “Termasuk untuk hybrid di dalamnya ada nilai TKDN yang harus menjadi kriteria,” tukas dia.

    Daftar mobil hybrid yang diproduksi di Indonesia

    – Toyota Yaris Cross Hybrid harga mulai Rp440 juta
    – Toyota Kijang Innova Zenix Hybrid harga mulai Rp477 juta
    – Suzuki Ertiga Hybrid harga mulai Rp277 juta
    – Suzuki XL7 Hybrid harga mulai Rp288 juta
    – Wuling Almaz RS Hybrid harga mulai Rp442 juta
    – Hyundai Santa Fe Hybrid harga mulai Rp786 juta
    – GWM Haval Jolion HEV harga mulai Rp405 juta.

    (can/mik)

    [Gambas:Video CNN]