Kementrian Lembaga: Badan Kebijakan Fiskal

  • PPN 12% Barang Mewah, Potensi Tambahan Pendapatan Negara ‘Cuma’ Rp3 Triliun

    PPN 12% Barang Mewah, Potensi Tambahan Pendapatan Negara ‘Cuma’ Rp3 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengungkapkan potensi tambahan penerimaan negara akibat penerapan PPN 12% khusus barang mewah tidak terlalu signifikan.

    Suryo mengaku sudah melakukan perhitungan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu terkait potensi tambahan penerimaan negara akibat keputusan Presiden Prabowo Subianto yang ingin PPN 12% hanya untuk barang mewah.

    “Hitung-hitungan kami dengan Pak Febrio kemarin ya range-nya [rentannya] sekitar Rp1,5 triliun sampai Rp3 triliunan,” ucap Suryo dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025).

    Dia pun menyatakan akan terus memperluas basis perpajakan agar pendapatan negara bisa dimaksimalkan. Direktorat Jenderal Pajak, sambungnya, akan melakukan intensifikasi agar setiap wajib pajak membayar kewajibannya yang terutang dan ekstensifikasi sumber baru penerimaan.

    Untuk itu, Suryo mengaku tidak bisa bekerja sendiri. Dia menyatakan akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.

    “Kami pun juga melakukan join [kerja sama] untuk paling tidak mencari sumber-sumber baru tadi yang belum ke-cover [tercakup] selama ini atau mungkin kurang kami cover,” jelasnya.

    Sebagai informasi, penerapan tarif PPN 12% khusus untuk barang mewah diperkirakan dapat mengurangi penerimaan negara hingga Rp71,8 triliun.

    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa potensi pendapatan negara dari penerapan PPN 12% khusus barang mewah hanya sekitar Rp3,2 triliun. Padahal, sambungnya, potensi penerimaan negara apabila PPN 12% diberlakukan pada semua barang/jasa mencapai Rp75 triliun.

    “Ini tentunya pilihan yang sulit bagi pemerintah,” kata Dasco dalam keterangannya, dikutip pada Rabu (1/1/2025).

    Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto memastikan pemerintah akan tetap memberikan paket insentif fiskal sebesar Rp38,6 triliun meski PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah. Paket insentif fiskal tersebut berupa diskon pajak untuk pembelian rumah, diskon listrik, dan pajak gaji karyawan ditanggung pemerintah.

    Sementara itu, ruang fiskal pemerintah seperti yang ditetapkan dalam APBN 2025 memang sempit. Kementerian Keuangan mencatat profil utang jatuh tempo pemerintah pada 2025 mencapai Rp800,33 triliun.

    Jumlah tersebut terdiri dari jatuh tempo SBN sejumlah Rp705,5 triliun dan jatuh tempo pinjaman senilai Rp94,83 triliun.

    Untuk pembayaran bunga utang pada 2025 direncanakan senilai Rp552,9 triliun. Alhasil, Pemerintahan Prabowo perlu menyiapkan uang dari kas negara sekitar Rp1.353,23 triliun untuk membayar utang pokok dan bunga utang.

    Di sisi lain, APBN 2025 telah menetapkan belanja pemerintahan senilai Rp3.621,3 triliun. Dengan skema ini, hanya Rp2.268,07 triliun yang dapat dibelanjakan karena sisanya digunakan untuk membayar utang.

  • Gaikindo Nilai Industri Otomotif Terbiasa Menghadapi Kebijakan

    Gaikindo Nilai Industri Otomotif Terbiasa Menghadapi Kebijakan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto mengatakan pihaknya tidak terlalu khawatir produk otomotif terdampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.

    Menurutnya, pihaknya tidak memprotes kebijakan PPN 12 persen untuk kendaraan, sebab industri otomotif sudah terbiasa diadang kebijakan tersebut setiap tahunnya.

    Jongkie menjelaskan industri otomotif dalam negeri tetap berjalan dalam koridornya karena kenaikan pajak serupa kerap terjadi sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

    “Sejak dari dulu kenaikan PPN juga sudah terjadi semula yang dari 10 persen, lalu 11 persen dan menjadi 12 persen,” kata Jongkie Sugiarto, Senin (6/1) dikutip dari Antara.

    Terkait dengan upaya meningkatkan pertumbuhan industri otomotif, pemerintah memberi insentif pemerintah melanjutkan pemberian insentif untuk mobli listrik berupa PPN yang ditanggung pemerintah atau PPN DTP sebesar 10 persen pada 2025.

    “Untuk PPN mobil listrik, tarif normal 12% dari harga jual. DTP 10% dari harga jual, sisa yang harus dibayar (konsumen) tinggal 2% dari harga jual,” kata Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rustam Effendi

    Selanjutnya insentif untuk mobil hybrid dalam bentuk diskon pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3 persen.

    “PPnBM Terutang 6% dari harga jual berasal dari tarif PPnBM sebesar 15% (maksimal) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak 40% dari harga jual. PPnBM terutang berdasarkan Pasal 26 PP74 tahun 2021 (6% x harga jual) dikurangi (ditanggung pemerintah) PPnBM DTP (3% dari harga jual). Setelah dikurangi PPnBM DTP 3%, PPnBM yang tersisa yang harus dipungut (dibayar) pabrikan tinggal 3% dari harga jual,” ucap Rustam.

    Detail insentif kendaraan elektrifikasi 2025

    Pemberian insentif PPN DTP KBLBB atau Electric Vehicle (EV)

    – Sebesar 10% atas penyerahan EV roda empat tertentu dan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40%; dan
    – Sebesar 5% atas penyerahan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20% sampai dengan kurang dari 40%.

    Pemberian insentif PPnBM DTP KBLBB atau Electric Vehicle (EV)

    – Pemberian insentif PPnBM DTP EV sebesar 15% atas impor KBLBB roda empat tertentu secara utuh (completely built up/CBU) dan penyerahan KBLBB roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (completely knock down/CKD).

    Pembebasan Bea Masuk Electric Vehicle (EV)

    – Pemberian insentif pembebasan Bea Masuk EV CBU sebesar 0%, sesuai program yang sudah berjalan.

    Pemberian insentif PPnBM DTP sebesar 3% untuk kendaraan bermotor bermesin hybrid

    Dengan adanya kebijakan tersebut, Gaikindo mengapresiasi langkah pemerintah yang sudah berusaha keras agar industri otomotif tetap berjalan di lintasan yang tetap positif.

    “Keluarnya kebijakan insentif dari Pemerintah bagi kendaraan hybrid, merupakan berita baik yang diharapkan mampu memulihkan dan menggairahkan kembali industri kendaraan bermotor Indonesia,” kata Ketua Umum Gaikindo, Yohanes Nangoi.

    Insentif yang dilakukan oleh pemerintah ini sejalan dengan upaya pemerintah yang terus mendorong bauran kendaraan-kendaraan bermotor yang rendah emisi dan hemat bahan bakar atau Low Carbon Emission Vehicle(LCEV) sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil serta menuju karbon netral pada 2060.

    Gaikindo mengumumkan bahwa kombinasi penjualan BEV dan HEV sejak Januari hingga November 2024 telah mampu meraih pangsa pasar sebesar 11,6 persen.

    (tim/mik)

    [Gambas:Video CNN]

  • Simpang Siur Insentif Mobil Listrik-Hybrid, Ini Penjelasan Kemenkeu

    Simpang Siur Insentif Mobil Listrik-Hybrid, Ini Penjelasan Kemenkeu

    Daftar Isi

    Detail insentif kendaraan elektrifikasi 2025

    Jakarta, CNN Indonesia

    Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rustam Effendi menjelaskan kembali terkait insentif untuk mobil listrik (battery electric vehicle/BEV) dan mobil hybrid.

    Menurut Rustam, pemerintah melalui Kemenkeu perlu meluruskan informasi yang beredar menyebutkan bahwa mobil listrik dan hybrid mendapatkan diskon tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 100 persen.

    Ia menjelaskan untuk dua jenis kendaraan itu masuk kategori barang mewah dan tetap dikenakan tarif PPN 12 persen. Hanya saja untuk mobil listrik pemerintah melanjutkan pemberian insentif berupa PPN yang ditanggung pemerintah atau PPN DTP sebesar 10 persen pada tahun ini.

    “Untuk PPN mobil listrik, tarif normal 12% dari harga jual. DTP 10% dari harga jual, sisa yang harus dibayar (konsumen) tinggal 2% dari harga jual,” kata Rustam ketika dihubungi CNNIndonesia pekan lalu.

    Sementara itu insentif untuk mobil hybrid dalam bentuk diskon pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3 persen.

    “PPnBM Terutang 6% dari harga jual berasal dari tarif PPnBM sebesar 15% (maksimal) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak 40% dari harga jual. PPnBM terutang berdasarkan Pasal 26 PP74 tahun 2021 (6% x harga jual) dikurangi (ditanggung pemerintah) PPnBM DTP (3% dari harga jual). Setelah dikurangi PPnBM DTP 3%, PPnBM yang tersisa yang harus dipungut (dibayar) pabrikan tinggal 3% dari harga jual,” ucap Rustam.

    Rustam melanjutkan diskon PPN sebesar 100% sampai Juni 2025, lalu turun menjadi 50% pada semester II 2025 seperti disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani akhir tahun lalu hanya berlaku untuk pembelian rumah, bukan untuk mobil listrik atau hybrid.

    “Sesuai arahan Ibu Menteri, dan pernah disampaikan di acara press conference, PPN DTP 100% hanya untuk properti, semester pertama 2025. Semester kedua, PPN DTP Properti 50%,” imbuhnya.

    Detail insentif kendaraan elektrifikasi 2025

    Pemberian insentif PPN DTP KBLBB atau Electric Vehicle (EV)

    – Sebesar 10% atas penyerahan EV roda empat tertentu dan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40%; dan
    – Sebesar 5% atas penyerahan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20% sampai dengan kurang dari 40%.

    Pemberian insentif PPnBM DTP KBLBB atau Electric Vehicle (EV)

    Pemberian insentif PPnBM DTP EV sebesar 15% atas impor KBLBB roda empat tertentu secara utuh (completely built up/CBU) dan penyerahan KBLBB roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (completely knock down/CKD).

    Pembebasan Bea Masuk Electric Vehicle (EV)

    – Pemberian insentif pembebasan Bea Masuk EV CBU sebesar 0%, sesuai program yang sudah berjalan.

    Pemberian insentif PPnBM DTP sebesar 3% untuk kendaraan bermotor bermesin hybrid (can/mik)

    [Gambas:Video CNN]

  • Manufaktur Indonesia Tumbuh Positif, Kemenkeu Ungkap Didorong Peningkatan Produksi

    Manufaktur Indonesia Tumbuh Positif, Kemenkeu Ungkap Didorong Peningkatan Produksi

    JAKARTA – Aktivitas manufaktur Indonesia mengalami peningkatan signifikan, ditandai dengan ekspansi pada Desember 2024.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menyampaikan sepanjang tahun 2024, Pur-chasing Managers’ Index (PMI) Indonesia menunjukkan dinamika sektor manufaktur, dengan tujuh kali berada di zona ekspansi dan lima kali di zona kontraksi.

    “Pur-chasing Managers’ Index (PMI) Indonesia meningkat dari 49,6 pada November menjadi 51,2 pada Desember 2024,” ujarnya dalam keterangannya, Minggu, 5 Januari.

    Febrio menyampaikan angka ini merupakan level tertinggi sejak Mei 2024 yang didorong oleh kenaikan produksi dan permintaan baru, baik dari pasar domestik maupun internasional, yang meningkat menjelang Hari Raya Natal dan perayaan Tahun Baru.

    Di sisi lain, beberapa negara ASEAN dengan ekonomi berbasis manufaktur, seperti Vietnam dan Malaysia mencatatkan PMI manufaktur yang terkontraksi, dengan PMI masing-masing berada pada level 49,8 dan 48,6.

    “Aktivitas manufaktur Indonesia yang kembali ke zona ekspansif menjadi kabar baik di awal tahun ini, mencerminkan perekonomian Indonesia yang tetap solid di tengah berbagai tan-tangan, baik global maupun domestik. Pemerintah semakin optimis pertumbuhan ekonomi lebih dari 5% untuk tahun 2024 dapat tercapai,” tuturnya.

    Menurutnya kuatnya permintaan domestik terhadap produk dalam negeri turut menopang kinerja sektor manufaktur.

    Adapun, Indeks Penjualan Ritel (IPR) mencatat kenaikan 1,7 persen (yoy) secara tahunan pada November 2024 dibandingkan pada Oktober 2024 1,5 persen dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia pada November 2024 naik signifikan ke level 125,9 dibandingkan pada Oktober 2024 121,1.

    Febrio mengatakan perkembangan indikator tersebut mencerminkan daya beli yang terus meningkat dan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi yang lebih baik di tengah perkembangan inflasi yang manageable.

    Selain itu, Febrio menyampaikan berdasarkan komponen PMI, peningkatan jumlah persedi-aan barang jadi mencerminkan optimisme pelaku usaha terhadap permintaan atas produk manufaktur Indonesia. Peningkatan aktivitas manufaktur ini juga diikuti dengan penyerapan tenaga kerja yang lebih ekspansif.

    “Optimisme konsumen dan pelaku usaha, tercermin dari indeks penjualan ritel, keyakinan konsumen, dan aktivitas manufaktur yang ekspansif, menjadi modal penting bagi Indonesia menghadapi tantangan 2025. Konsumsi domestik dan aktivitas industri tetap menjadi pilar utama pertumbuhan ekonomi,” tandasnya.

  • Skema PPN untuk Mobil Hybrid dan Listrik 2025

    Skema PPN untuk Mobil Hybrid dan Listrik 2025

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintah mengucurkan program diskon tarif Pajak Pertambahan Nilai ditangguh pemerintah (PPN-DTP) untuk mobil listrik dan hybrid.

    “Insentif lain untuk kendaraan bermotor listrik, kendaraan hybrid dan PPN untuk pembelian rumah yang harga jual sampai 5 miliar atas 2 miliar pertamanya, diskon PPN DTP sampai dengan bulan Juni 100 persen diskonnya,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers di Jakarta akhir tahun lalu.

    “Jadi PPN untuk semua barang jasa yang semua tetap dikonsumsi masyarakat tetap dikonsumsi oleh masyarakat tetap di-rate yang sama tidak ada kenaikan 12 persen kecuali barang yang sangat-sangat mewah,” tuturnya.

    Mobil listrik sendiri sudah mendapatkan sederet insentif mulai dari PPN DTP 10 persen maupun bebas biaya Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) berdasarkan PP 74 tahun 2021. Konsumen hanya dibebaskan PPN 2 persen setelah penerapan PPN 12 persen yang mulai berlaku 1 Februari 2025.

    Sedangkan mobil hybrid baru diganjar diskon PPnBM DTP sebanyak 3 persen mulai 1 Januari 2025.

    “Untuk PPnBM CBU mobil listrik bisa dikatakan juga PPnBM DTP 100 persen, karena dari tarif (maksimal) 15 persen, secara keseluruhan ditanggung pemerintah. Hal ini berlaku untuk pabrikan global yang komitmen berproduksi di Indonesia dengan bank garansi,” kata Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Rustam Effendi.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan kenaikan PPN 12 persen di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa (31/12).

    Prabowo menegaskan kenaikan PPN yang berlaku mulai 1 Januari 2025 ini, hanya pada barang dan jasa mewah yang dikonsumsi oleh kalangan masyarakat berada.

    “Saya ulangi, kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat berada, masyarakat mampu,” ucap Prabowo.

    (can/mik)

    [Gambas:Video CNN]

  • Daftar Motor Honda Kena Tarif PPN 12 Persen

    Daftar Motor Honda Kena Tarif PPN 12 Persen

    Jakarta, CNN Indonesia

    Sejumlah model sepeda motor Honda terkena imbas kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebanyak 12 persen.

    General Manager Corporate Communication AHM Ahmad Muhibbuddin menjelaskan motor-motor kena PPN 12 persen itu yang punya kapasitas mesin di atas 250 cc.

    “Motor dengan kapasitas mesin di atas 250 cc,” kata Muhibbuddin via sambungan telepon, Jumat (3/1).

    Ia pun merinci daftar motor-motor tersebut didominasi motor CBU atau didatangkan dalam bentuk utuh.

    • CB500X mesin 471 cc
    • CB650R mesin 648,72 cc
    • CBR1000RR-R mesin 1.000 cc
    • CRF1100L Africa Twin mesin 1.084 cc
    • Gold Wing 1800 mesin 1.833 cc
    • Rebel 500 mesin 471,03 cc
    • Rebel 1100 mesin 1.084 cc
    • XL750 Transalp mesin 750 cc.

    Pria yang karib disapa Muhib ini menjelaskan AHM mengikuti ketentuan yang sudah diberlakukan oleh pemerintah terkait kenaikan PPN 12 persen ini.

    “Kami mengikuti ketentuan yang sudah diberlakukan ini,” tandasnya.

    Dengan demikian, motor Honda seperti BeAT, Vario, Genio, Supra X, Scoopy, CRF 150 hingga PCX 160 tak terdampak kenaikan harga imbas PPN 12 persen.

    Sebetulnya, kategori motor mewah sudah ditentukan melalui aturan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

    Ada dua kategori motor yang dianggap barang mewah dan jadi objek PPnBM seperti diatur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42 tahun 2021.

    Kedua kategori itu adalah:

    • PPnBM 60 persen (Pasal 22)
    Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 (dua ratus lima puluh) cc sampai dengan 500 (lima ratus) cc

    • PPnBM 95 persen (Pasal 23)
    Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 (lima ratus) cc

    Kemudian Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Rustam Effendi menjelaskan kriteria kendaraan bermotor yang terdampak kenaikan PPN menjadi 12 persen adalah kendaraan yang memiliki jenis pajak PPnBM.

    “Saat ini, PPN 12 persen hanya dikenakan untuk Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang saat ini dikenakan PPnBM, termasuk kendaraan bermotor,” kata dia kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/1).

    (can/mik)

    [Gambas:Video CNN]

  • Toyota Agya – Honda Brio Cs Kena Imbas Kenaikan PPN 12%

    Toyota Agya – Honda Brio Cs Kena Imbas Kenaikan PPN 12%

    Jakarta

    Mobil di segmen LCGC dipastikan ikut terimbas dari kenaikan PPN 12 persen. Harga Agya-Brio Satya Cs itu pun berpotensi terkerek naik.

    Mobil di segmen Low Cost Green Car (LCGC) merupakan salah satu jenis barang yang dibebankan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Dengan demikian, segmen yang dihuni lima model mobil itu juga dikenakan imbas kenaikan PPN 12 persen.

    Sebagaimana diungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani, di segmen kendaraan bermotor, model terimbas kenaikan PPN 12 persen adalah kendaraan yang sudah dibebankan PPnBM.

    “Kemudian kelompok kapal pesiar mewah kecuali untuk angkutan umum seperti pesiar dan yacht itu kena 12 persen, dan kendaraan bermotor yang sudah kena PPnBM. Jadi itu saja yang kena 12 persen, yang lain tidak,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers belum lama ini.

    Menyoal LCGC, Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Rustam Effendi juga menegaskan mobil yang dihuni Calya, Agya, Brio Satya, Ayla, dan Sigra itu kena PPN 12%.

    “Iya (LCGC kena imbas PPN 12 persen),”jelas Rustam dikutip CNN Indonesia.

    Dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 141/PMK.010/2021 tentang Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengenaan Pemberian dan Penatausahaan Pembebasan, dan Pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah, LCGC merupakan salah satu jenis mobil yang dibebankan PPnBM. Tarif PPnBM LCGC saat ini merujuk pada pasal 5 aturan tersebut. LCGC dikenai tarif PPnBM 15 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 20 persen dari Harga Jual (15% x 20% = 3%).

    Sementara model di luar LCGC, besaran PPnBM-nya berbeda tergantung dari emisi gas buang yang dihasilkan. Berbeda dengan mobil berbahan bakar konvensional, salah satu barang yang tergolong mewah namun PPnBM-nya nol persen adalah battery electric vehicles atau mobil listrik berbasis baterai.

    “Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 15 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 0 persen (15% x 0%) dari Harga Jual merupakan kendaraan bermotor yang termasuk program kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles atau fuel cell electric vehicles,” demikian bunyi pasal 16 PMK tersebut.

    (dry/din)

  • Kriteria Mobil Kena PPN 12 Persen 2025, Tak Termasuk Angkutan Umum

    Kriteria Mobil Kena PPN 12 Persen 2025, Tak Termasuk Angkutan Umum

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya berlaku untuk barang mewah, termasuk mobil. Lalu, apa saja kriteria mobil yang kena PPN 12 persen?

    Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Rustam Effendi menjelaskan kriteria mobil yang terdampak kenaikan PPN menjadi 12 persen adalah mobil penumpang yang memiliki Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

    “Kendaraan bermotor yang objek PPnBM saja yaitu kendaraan penumpang,” kata dia kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/1).

    Rustam menjelaskan jenis mobil yang terkena PPN 12 persen ini tidak termasuk mobil angkutan umum dan barang, serta kendaraan roda dua yang tidak dipungut PPnBM.

    Menurut Rustam, ketentuan itu juga berdampak pada hampir seluruh jenis kendaraan, seperti mobil harga terjangkau dan ramah lingkungan (Low Cost Green Car/LCGC).

    “Iya [LCGC kena kenaikan PPN 12 persen],” ucapnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan kenaikan PPN 12 persen di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa (31/12).

    Prabowo menegaskan kenaikan PPN yang berlaku mulai 1 Januari 2025 ini, hanya pada barang dan jasa mewah yang dikonsumsi oleh kalangan masyarakat berada.

    “Saya ulangi, kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat berada, masyarakat mampu,” kata Prabowo.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap barang-barang mewah yang dikenakan kenaikan PPN 12 persen ini termasuk kendaraan bermotor.

    “Kemudian kelompok kapal pesiar mewah kecuali untuk angkutan umum seperti pesiar dan yacht itu kena 12 persen, dan kendaraan bermotor yang sudah kena PPnBM. Jadi itu saja yang kena 12 persen, yang lain tidak,” ujar Sri Mulyani, Selasa (31/12).

    Meskipun seluruh mobil berbahan bakar mesin konvensional dipungut PPN 12 persen, justru mobil murni listrik diguyur insentif bebas PPnBM.

    Pemerintah juga memberikan insentif PPN untuk mobil listrik sebesar 10 persen untuk mobil murni listrik.

    Sementara untuk mobil hybrid, pemerintah juga memberikan insentif sebesar 3 persen PPnBM, meskipun pembeli tetap dikenakan kenaikan PPN 12 persen.

    (can/dmi,mik)

    [Gambas:Video CNN]

  • Bakal Dapat Diskon PPnBM, Segini Daftar Harga Mobil Hybrid Buatan Lokal

    Bakal Dapat Diskon PPnBM, Segini Daftar Harga Mobil Hybrid Buatan Lokal

    Jakarta

    Mobil hybrid buatan lokal akan mendapat diskon PPnBM dari pemerintah sebesar tiga persen. Berikut ini daftar harga mobil hybrid produksi dalam negeri.

    Pemerintah telah menyiapkan rangkaian insentif untuk kendaraan di tahun 2025. Salah satunya berupa diskon (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) PPnBM untuk mobil hybrid. Kendati demikian, tak semua mobil hybrid bisa menikmati diskon PPnBM sebesar tiga persen dari pemerintah.

    Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mengungkap hanya mobil hybrid buatan lokal yang bisa mendapat diskon PPnBM dari pemerintah tersebut.

    “PPnBM DTP 3 persen hybrid hanya untuk produksi dalam negeri peserta program Kemenperin, yang berhak mendapatkan reduced tarif PPnBM,” ujar Rustam Effendi belum lama ini.

    Sebagai informasi, saat ini ada banyak jenis model mobil hybrid yang dijual di Indonesia. Tapi yang diproduksi dalam negeri hanya Yaris Cross hybrid, Kijang Innova Zenix hybrid, Suzuki XL7 hybrid, Ertiga hybrid, Haval Jolion, dan Wuling Almaz hybrid. Sedangkan sisanya masih berstatus impor secara utuh alias CBU dari berbagai negara. Mendapatkan diskon PPnBM, bisa membuat harga mobil hybrid itu sedikit lebih murah.

    Daftar Harga Mobil Hybrid Buatan Lokal

    Meski begitu, saat ini harga yang berlaku belum mengalami perubahan. Ditelusuri detikOto dari beberapa situs resmi pabrikan, harga jual mobil hybrid di atas masih belum berubah. Nah berikut ini daftar mobil hybrid buatan lokal yang bakal mendapat diskon PPnBM 3 persen.

    ToyotaToyota Yaris Cross S HV CVT TSS: Rp 443.127.000Toyota Yaris Cross S HV CVT TSS (Premium Color): Rp 443.100.000Toyota Yaris Cross 1.5 S HV CVT TSS 2 Tone: Rp 444.600.000Toyota Yaris Cross 1.5 S GR HV CVT TSS: Rp 449.950.000Toyota Yaris Cross 1.5 S GR HV CVT TSS (Premium Color): Rp 452.450.000Toyota Yaris Cross 1.5 S GR HV CVT TSS 2 Tone: Rp 453.950.000Toyota Yaris Cross 1.5 S GR HV CVT TSS 2 Tone: Rp 454.950.000Toyota Kijang Innova Zenix G HEV CVT: Rp 477.600.000Toyota Kijang Innova Zenix G HEV CVT (Premium Color): Rp 480.600.000Toyota Kijang Innova Zenix V HEV CVT: Rp 541.750.000Toyota Kijang Innova Zenix V HEV CVT (Premium Color): Rp 544.750.000Toyota Kijang Innova Zenix V HEV CVT Modellista: Rp 551.600.000Toyota Kijang Innova Zenix V HEV CVT Modellista (Premium Color): Rp 554.600.000Toyota Kijang Innova Zenix Q HEV CVT TSS: Rp 620.750.000Toyota Kijang Innova Zenix Q HEV CVT TSS (Premium Color): Rp 623.750.000Toyota Kijang Innova Zenix Q HEV CVT TSS Modellista: Rp 630.600.000Toyota Kijang Innova Zenix Q HEV CVT TSS Modellista (Premium Color): Rp 633.600.000SuzukiSuzuki XL7 Hybrid Beta MT: Rp 288.000.000Suzuki XL7 Hybrid Beta AT: Rp 299.000.000Suzuki XL7 Hybrid Alpha MT: Rp 298.000.000Suzuki XL7 Hybrid Alpha AT: Rp 309.000.000Suzuki XL7 Hybrid Alpha MT Two Tone: Rp 300.000.000Suzuki XL7 Hybrid Alpha AT Two Tone: Rp 311.000.000Suzuki Ertiga Hybrid GX-AT: Rp 288.000.000Suzuki Ertiga Hybrid GX-MT: Rp 277.000.000Suzuki Ertiga Hybrid Cruise MT: Rp 289.600.000Suzuki Ertiga Hybrid Cruise MT (2 Tone): Rp 291.600.000Suzuki Ertiga Hybrid Cruise AT: Rp 300.600.000Suzuki Ertiga Hybrid Cruise AT (2 Tone): Rp 302.600.000HavalHaval Jolion: Rp 405.000.000WulingWuling Almaz Hybrid: Rp 442.000.000 (dry/din)

  • PPN barang mewah dan enigma keadilan ekonomi

    PPN barang mewah dan enigma keadilan ekonomi

    Presiden Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) usai menyampaikan keterangan pers terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (31/12/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

    PPN barang mewah dan enigma keadilan ekonomi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 02 Januari 2025 – 13:46 WIB

    Elshinta.com – Presiden Prabowo Subianto menggunakan analogi jet pribadi untuk menggambarkan barang mewah. Ia juga menyebut kapal pesiar, yacht, motor yacht, dan rumah yang sangat mewah dalam daftar berikutnya.

    Alih-alih menyebutkan benda-benda yang selama ini menyangkut hajat hidup orang banyak atau barang/jasa yang banyak dikonsumsi kaum menengah, Presiden memberikan contoh yang sangat kontras.

    Pernyataan yang disampaikan di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, pada Selasa, 31 Desember 2024, itu memberikan kesan bahwa ia ingin menghentikan polemik kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sempat memanas dan mewarnai halaman media, juga lini masa dalam beberapa waktu terakhir.

    Ia menegaskan tentang kenaikan tarif 1 persen PPN darı 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan khusus terhadap barang dan jasa mewah.

    Selain barang tersebut, besaran tarif PPN untuk barang dan jasa lainnya masih sesuai dengan tarif yang berlaku sejak tahun 2022, yaitu sebesar 11 persen.

    Diskursus mengenai kenaikan PPN memang tidak bisa dilepaskan dari dampaknya yang amat luas. Sebagai kebijakan fiskal, koreksi atas PPN, sekecil apapun, akan mengubah kesetimbangan, mencakup sisi daya beli masyarakat, potensi inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.

    Oleh karena itu, Presiden berkeras bahwa seluruh kebijakannya, termasuk dalam perpajakan, harus dirancang untuk mengutamakan kepentingan rakyat dan menciptakan pemerataan ekonomi secara menyeluruh.

    Komitmennya patut dikawal untuk memberikan paket stimulus yang diperuntukkan bagi masyarakat atas kebijakan baru tersebut.

    Diskursus baru

    Kenaikan PPN, meskipun terbatas pada barang mewah memang tetap membawa diskursus baru dalam kebijakan fiskal Indonesia.

    Langkah ini menunjukkan arah kebijakan selektif yang dirancang untuk menjaga daya beli masyarakat umum, sekaligus memperkuat penerimaan negara dari segmen yang relatif lebih mampu secara ekonomi.

    Pendekatan ini mencerminkan adanya upaya pemerintah untuk menciptakan keseimbangan antara keadilan sosial dan kebutuhan fiskal.

    Barang mewah, secara definisi, merupakan barang yang konsumsinya lebih elastis terhadap pendapatan. Konsumsi barang ini sering kali tidak bersifat esensial, melainkan sekadar menunjukkan status sosial atau gaya hidup.

    Upi Sopiah Ahmad dari Fakultas Ekonomi Syariah, IAIN Takengon, Aceh, Indonesia, dalam Journal of Islamic Economics and Finance Vol 1 2024 menganalisis kebijakan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

    Ia menemukan bahwa kebijakan pajak yang dirancang secara baik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pendapatan negara yang kemudian dapat digunakan untuk investasi infrastruktur dan pelayanan publik.

    Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa kebijakan pajak yang tidak efektif atau tidak adil dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

    Pajak yang terlalu tinggi atau sistem perpajakan yang kompleks dan korupsi pajak dapat mengurangi insentif bagi investasi dan usaha, serta mengakibatkan ketimpangan pendapatan.

    Studi ini menyimpulkan bahwa untuk memaksimalkan dampak positif kebijakan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi, negara berkembang perlu menerapkan sistem perpajakan yang sederhana, transparan, dan adil.

    Selain itu, penguatan administrasi pajak dan peningkatan kepatuhan pajak juga menjadi kunci untuk memastikan bahwa pendapatan pajak dapat dimanfaatkan secara efektif untuk pembangunan ekonomi.

    Studi lain dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2010) tentang Analisis Dampak Kebijakan PPnBM terhadap Perekonomian menekankan perlunya pertimbangan dampak ekonomi yang lebih luas, sebelum menetapkan tarif pajak agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap perekonomian nasional.

    Keadilan ekonomi

    Dalam konteks Indonesia, wacana kenaikan PPN barang mewah dapat dilihat sebagai upaya meningkatkan basis pajak, tanpa membebani mayoritas masyarakat.

    Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi barang mewah di Indonesia didominasi oleh kelompok masyarakat menengah atas.

    Pada kuartal III-2022, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,39 persen secara year on year (yoy) ditopang oleh konsumsi masyarakat kelas menengah atas, khususnya untuk belanja barang tersier atau barang mewah.

    Maka kemudian, kebijakan pajak ini juga diharapkan dapat memberikan insentif bagi pelaku ekonomi untuk lebih berorientasi pada efisiensi dan keberlanjutan, khususnya di sektor properti dan otomotif.

    Hal ini bisa diamati di sektor otomotif, misalnya, di mana produsen mobil mewah mengembangkan varian baru dengan harga lebih terjangkau untuk memperluas pangsa pasar.

    Namun, langkah ini tidak lepas dari tantangan. Efektivitasnya akan sangat bergantung pada pengawasan dan penegakan yang ketat untuk mencegah praktik penghindaran pajak.

    Pemerintah, misalnya, perlu memanfaatkan teknologi big data untuk memantau transaksi dan memastikan kepatuhan.

    Selain itu, komunikasi publik yang baik diperlukan untuk menghindari timbulnya persepsi negatif, terutama dari kalangan kelas atas yang merasa kebijakan ini sebagai bentuk diskriminasi.

    Kebijakan ini juga menawarkan kesempatan untuk mempromosikan wacana baru tentang redistribusi kekayaan.

    Penerimaan tambahan dari PPN barang mewah dapat diarahkan untuk mendanai program-program sosial, seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur perdesaan.

    Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya sekadar instrumen fiskal, tetapi juga alat untuk mencapai tujuan pembangunan yang lebih inklusif.

    Pada akhirnya, kenaikan PPN barang mewah adalah cerminan kebijakan fiskal progresif yang berorientasi pada keberlanjutan.

    Dengan pelaksanaan yang tepat, langkah ini dapat menjadi tonggak penting dalam menciptakan ekonomi yang lebih adil dan seimbang.

    Kebijakan ini bukan hanya sebagai penghasil pendapatan negara, tetapi juga sebagai katalis perubahan menuju masyarakat yang lebih inklusif dan berdaya.

    Maka, enigma atau sesuatu yang sulit dimengerti tentang keadilan ekonomi itu pun dapat terpecahkan.

    Sumber : Antara