Kementrian Lembaga: Badan Kebijakan Fiskal

  • Kewenangan Besar Sri Mulyani ‘Utak-atik’ Efisiensi Anggaran

    Kewenangan Besar Sri Mulyani ‘Utak-atik’ Efisiensi Anggaran

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah terus menginjak rem efisiensi sebagai konsekuensi dari keterbatasan ruang fiskal akibat tersendatnya sektor pendapatan negara. Efisiensi belanja ini akan dialihkan untuk program prioritas pemerintah.

    Salah satu penguat berlanjutnya kebijakan efisiensi itu tampak dari implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Beleid baru ini memberikan kewenangan besar kepada Menteri Keuangan. 

    Ada sejumlah perbedaan beleid tersebut dengan aturan yang diterbitkan sebelumnya, sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025. Pada PMK No.56/2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak mencantumkan pos anggaran belanja lainnya ke dalam pos anggaran yang kena efisiensi. 

    Dengan kata lain, ada pengurangan pos anggaran dari 16 menjadi 15 pos yang diefisiensi kalau membandingkannya dengan jumlah yang tertera dalam Surat Menkeu No: S-37/MK.02/2025. 

    Adapun kalau merujuk beleid baru tersebut, pos-pos anggaran yang kena efisiensi antara lain, alat tulis kantor; kegiatan seremonial; rapat, seminar, dan sejenisnya; kajian dan analisis; diklat dan bimtek; honor output kegiatan dan jasa profesi; percetakan dan souvenir; sewa gedung, kendaraan, dan peralatan.

    Selanjutnya, lisensi aplikasi; jasa konsultan; bantuan pemerintah; pemeliharaan dan perawatan; perjalanan dinas; peralatan dan mesin; infrastruktur.

    Melalui keterangan tertulis, Kemenkeu menjelaskan bahwa 15 item belanja yang tercantum dalam PMK No.56/2025 merupakan item belanja yang termasuk dalam kategori belanja barang dan modal. 

    Sementara itu, item belanja lainnya yang tercantum dalam S-37 menjadi target identifikasi rencana efisiensi yang dilakukan oleh kementerian/lembaga sebagaimana diatur juga dalam ketentuan yang sama pada Pasal 3 ayat (3) dan ayat (5). 

    “Di mana dibuka ruang untuk pemenuhan target efisiensi dari jenis belanja lain sesuai dengan arahan Presiden,” ujar Kepala Biro Layanan Komunikasi dan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro kepada Bisnis, Kamis (7/8/2025).

    Kewenangan Besar Sri Mulyani

    Untuk diketahui, PMK No.56/2025 khususnya pasal 3 ayat (3) mengatur bahwa “Jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi belanja barang, belanja modal, dan/atau jenis belanja lainnya sesuai arahan Presiden.”

    Kemudian, pasal 3 ayat (5) mengatur bahwa nantinya Bendahara Negara dapat menyesuaikan 15 item belanja yang diatur dalam PMK tersebut sesuai arahan Kepala Negara. 

    “Menteri Keuangan dapat melakukan penyesuaian item belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berdasarkan arahan Presiden,” demikian bunyi pasal 3 ayat (5). 

    Masih terkait dengan kewenangan penetuan efisiensi, Kemenkeu melalui keterangannya juga menjelaskan bahwa besaran efisiensi yang diatur dalam PMK No.56/2025 masih merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 yang diterbitkan Presiden Prabowo di awal tahun lalu. 

    Hal itu lantaran dalam PMK terbaru dimaksud, belum adanya keterangan berapa besaran anggaran yang menjadi objek dari efisiensi. Sebelumnya, pada Inpres No.1/2025, efisiensi anggaran belanja negara tahun 2025 diatur sebesar Rp306,6 triliun yang terdiri dari Rp256,I triliun belanja pemerintah pusat dan Rp50,59 triliun transfer ke daerah. 

    Namun demikian, pada keterangan tertulis yang sama, Deni menyebut pihaknya belum membuat kebijakan penyisiran anggaran sejalan dengan terbitnya PMK No.56/2025.

    “Sampai saat ini belum ada kebijakan penyisiran ulang efisiensi anggaran kecuali yang sudah tercantum dalam Instruksi Presiden alias Inpres No.1/2025,” terangnya. 

    Adapun saat dimintai keterangan lebih lanjut, Rabu (6/8/2025), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih enggan menjelaskan. Usai mengikuti rapat kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, kemarin, Bendahara Negara langsung menuju mobilnya lantaran ada kegiatan yang harus diikutinya lagi. 

    “Aku nanti ada rapat. Terima kasih, ya,” ucapnya sebelum menutup pintu mobilnya dan bertolak pulang dari Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu(6/8/2025). 

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara juga merespons singkat. Dia menjelaskan bahwa kementeriannya bakal mengumumkan lebih lanjut soal implementasi PMK tersebut. 

    Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) itu menuturkan, efisiensi akan terus dilakukan karena merupakan keinginan setiap lembaga.  “Kalau efisiensi kan memang sudah menjadi keinginan kita setiap lembaga. Terus mencari efisiensi dalam anggaran. Jadi lanjut terus aja, dalam pelaksanaan, dalam perencanaan,” tuturnya di Istana Kepresidenan.

    Belanja Gagal Jadi Katalis Ekonomi?

    Adapun berdasarkan data pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut sebesar 5,12% secara tahunan (yoy) dibandingkan kuartal II/2024. 

    PDB menurut pengeluaran berupa belanja pemerintah tumbuh negatif 0,33% secara tahunan (yoy) dibandingkan tahun lalu. Pertumbuhan itu semakin merosot dari kuartal I/2024, yakni hanya 1,24% yoy. Efisiensi anggaran sesuai Inpres No.1/2025 memang diterapkan pada periode tersebut. 

    Sebagai respons, Menkeu Sri Mulyani sebelumnya mempercepat realisasi belanja pemerintah yang sebelumnya tertahan. Hal itu kendati statistik menunjukkan tuahnya belum dirasakan setidaknya hingga kuartal II/2025.

    Per akhir Maret 2025, atau akhir kuartal I/2025 ketika blokir anggaran kementerian/lembaga dibuka, Sri Mulyani memaparkan bahwa belanja negara terakselerasi hingga Rp516,1 triliun. Dia menjelaskan pada Januari hingga Februari 2025 atau dalam dua bulan, realisasi belanja pemerintah baru mencapai Rp316,9 triliun. Secara rata-rata, per bulannya belanja senilai Rp158,45 triliun.  

    Artinya, pada Maret saja pemerintah telah membelanjakan Rp200 triliun dari APBN, lebih tinggi dari rata-rata dua bulan sebelumnya.   

    “Ini menggambarkan pada Maret terjadi akselerasi belanja. Kabinet yang baru sudah fokus menjalankan programnya, sudah tidak transisi,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (30/4/2025). 

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

    Adapun penurunan belanja pemerintah secara tahunan, juga disebut pemerintah karena faktor musiman. Saat kuartal II/2024, belanja pemerintah digelontorkan akibat Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 serentak. 

    “Konsumsi pemerintah dibandingkan tahun lalu memang minus 0,33%, karena tahun lalu ada Pemilu sehingga government spending-nya besar,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada konferensi pers, Selasa (5/8/2025).

    Menko Perekonomian sejak 2019 itu menyebut ke depan pemerintah akan mendorong konsumsi guna meningkatkan utilitas serta penciptaan lapangan pekerjaan. Beberapa yang sudah diumumkan adalah stimulus ekonomi pada kuartal III/2025 sebesar Rp10,8 triliun, setelah sebelumnya digelontorkan Rp24,44 triliun. 

    Kemudian, pemerintah juga akan menyiapkan di antaranya paket stimulus untuk Libur Natal dan Tahun Baru. “Hingga tentu ke depan kita terus mendorong konsumsi untuk meningkatkan utilitas dan menciptakan lapnagan kerja untuk mendorong pertumbuhan jangka panjang,” terang mantan Ketua Umum Partai Golkar itu.

    Namun demikian, Direktur Ekonomi Digital pada Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai belanja negara sudah gagal memberikan dampak yang signifikan. Hal itu kendati sudah ada anggaran yang sebagian dibuka oleh pemerintah. 

    “Pertumbuhan pengeluaran pemerintah masih minus atau terkontraksi. Padahal seharusnya ketika daya beli masyarakat masih turun, belanja pemerintah bisa menjadi stimulus yang tepat bagi perekonomian,” katanya kepada Bisnis, Kamis (7/8/2025). 

    Nailul menyebut efek dari efisiensi pada awal 2025 berdampak negatif terhadap perekonomian, setidaknya hingga kuartal II/2025. Untuk itu, dia mendorong agar pemerintah bisa mendorong belanja di sektor perhotelan atau sektor transportasi yang dinilai bisa menjadi stimulus bagi ekonomi daerah. 

    “Maka, saya berharap pemerintah melakukan stimulus perekonomian di triwulan III dan IV tahun ini dengan melakukan belanja modal dan barang yang dapat menggerakan perekonomian,” tuturnya.

    Apa Imbasnya ke Penerapaan Negara?

    Sebelumnya, data APBN dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan bahwa realisasi penerimaan pajak semester I/2025 berada di level Rp831,3 triliun. Terjadi kontraksi sebesar 7% yoy dari semester I/2024 yang sebelumnya senilai Rp893,8 triliun. 

    Sebelumnya, outlook APBN 2025 terkait dengan penerimaan pajak yakni sebesar Rp2.076,9 triliun dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5%. 

    Pranjul Bhandari, Chief Indonesia and India Economist dari HSBC Global Research mengatakan bahwa turunnya penerimaan negara pada paruh pertama 2025 disebabkan oleh perubahan kebijakan perpajakan korporasi dan sistem baru yang diperkenalkan (Coretax). 

    Namun, Pranjul memperkirakan pemerintah bakal menghimpun penerimaan negara yang meningkat pada semester II/2025. 

    “Saya rasa paruh kedua 2025 kita akan melihat pertumbuhan penerimaan, yang naik dibandingkan paruh pertama,” ujarnya pada media briefing secara daring, Jumat (8/8/2025). 

    Dengan penerimaan yang naik Juli-Desember 2025, maka pemerintah memiliki peluang untuk mendorong belanja lebih besar. Pranjul pun melihat, rencana-rencana pemerintah untuk menyalurkan kembali stimulus ekonomi maupun perpanjangan periode insentif yang telah disampaikan menunjukkan rencana pemerintah untuk menggeber belanja. 

    Kepala Ekonom HSBC untuk Indonesia dan India itu menilai, outlook defisit APBN yang direvisi dari awalnya 2,5% terhadap PDB ke sekitar 2,8% terhadap PDB menunjukkan bahwa pemerintah terbuka untuk lebih fleksibel dalam belanja. 

    Sekadar informasi, pada Juli 2025 lalu, Sri Mulyani telah melaporkan ke Prabowo bahwa outlook defisit APBN adalah 2,78% terhadap PDB. 

    “Bagi saya itu artinya pemerintah sedikit lebih terbuka untuk belanja, dengan saat yang sama masih menaati batas 3% defisit. Yang mana bagi saya adalah kabar baik untuk pertumbuhan ekonomi,” pungkas Pranjul.

  • Sri Mulyani Terus Sisir Belanja, Sinyal Efisiensi Bakal Terus Berlanjut

    Sri Mulyani Terus Sisir Belanja, Sinyal Efisiensi Bakal Terus Berlanjut

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias APBN.

    PMK itu mengatur ihwal efisiensi belanja yang ditujukan untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan mendukung program prioritas pemerintah. 

    Saat dikonfirmasi lebih lanjut mengenai beleid yang diterbitkannya, Sri Mulyani masih enggan menjelaskan. Usai mengikuti rapat kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Rabu (6/8/2025), Bendahara Negara langsung menuju mobilnya lantaran ada kegiatan yang harus diikutinya lagi. 

    “Aku nanti ada rapat. Terima kasih, ya,” ucapnya sebelum menutup pintu mobilnya dan bertolak pulang dari Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu(6/8/2025). 

    Adapun Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara juga merespons singkat. Dia juga enggan menjelaskan lebih lanjut perincian efisiensi APBN yang dilanjutkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto setelah pelaksanaan pertama di awal tahun ini. 

    Namun demikian, Suahasil menjelaskan bahwa kementeriannya bakal mengumumkan lebih lanjut soal implementasi PMK tersebut. 

    Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) itu menuturkan, efisiensi akan terus dilakukan karena merupakan keinginan setiap lembaga. 

    “Kalau efisiensi kan memang sudah menjadi keinginan kita setiap lembaga. Terus mencari efisiensi dalam anggaran. Jadi lanjut terus aja, dalam pelaksanaan, dalam perencanaan,” tuturnya di Istana Kepresidenan. 

    PMK Efisiensi Anggaran

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, PMK No.56/2025 itu mengatur bahwa anggaran belanja yang terdampak efisiensi antara lain anggaran belanja kementerian atau lembaga, dan efisiensi transfer ke daerah. 

    “Hasil efisiensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) utamanya digunakan untuk kegiatan prioritas Presiden yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi beleid yang dikutip, Rabu (6/8/2025).

    Menariknya di dalam beleid itu, Sri Mulyani tidak memasukkan anggaran belanja lainnya dalam pos anggaran yang kena efisiensi. Itu artinya ada pengurangan pos anggaran dari 16 menjadi 15 pos yang diefisiensi kalau membandingkannya dengan jumlah yang tertera dalam Surat Menkeu No: S-37/MK.02/2025. 

    Adapun kalau merujuk beleid baru tersebut, pos-pos anggaran yang kena efisiensi antara lain, alat tulis kantor; kegiatan seremonial; rapat, seminar, dan sejenisnya; kajian dan analisis; diklat dan bimtek; honor output kegiatan dan jasa profesi; percetakan dan souvenir; sewa gedung, kendaraan, dan peralatan.

    Selanjutnya, lisensi aplikasi; jasa konsultan; bantuan pemerintah; pemeliharaan dan perawatan; perjalanan dinas; peralatan dan mesin; infrastruktur.

    Meski demikian, aturan baru tersebut juga tidak menyebut secara spesifik berapa nilai besaran anggaran yang terdampak efisiensi. PMK itu hanya menekankan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) bisa menyesuaikan item anggaran yang terkena efisiensi sesuai arahan presiden. 

    Selain itu, meski tetap merujuk kepada kebijakan efisiensi anggaran yang ditetapkan oleh presiden, Menteri Keuangan berhak menetapkan besaran efisiensi anggaran dan menyampaikannya kepada masing-masing kementerian dan lembaga.

  • Investor China Nikmati Tax Holiday, Pemerintah: Strategi Tarik Investasi Asing

    Investor China Nikmati Tax Holiday, Pemerintah: Strategi Tarik Investasi Asing

    Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan daur ulang asal China, GEM Co.Ltd. melalui anak perusahannya PT QMB New Energy Material, menjadi salah satu investor di Morowali yang menikmati fasilitas tax holiday dari pemerintah.

    Departemen Keuangan QMB menyampaikan melalui penanaman modal di Morowali tersebut, perusahaan mendapatkan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) Badan.

    ⁠”Ada pembebasan pajak penghasilan selama 10 tahun dan tambahan pengurangan [PPh] sebesar 50% selama 2 tahun,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Jumat (30/5/2025).

    Melansir dari halaman resmi QMB, perusahaan di Sulawesi Tengah ini merupakan perusahaan patungan antara GEM Co.,Ltd., Tsingshan Holding Group, Brunp (anggota Contemporary Amperex Technology Co., Ltd.), Ecopro BM dari Korea Selatan, dan Hanwa Co. Ltd. dari Jepang.

    Bukan hanya membangun pabrik, GEM bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) turut bekerja sama membangun China-Indonesia Joint Laboratory untuk R&D nikel senilai US$30 juta.

    Meski demikian, GEM menyampaikan bahwa pihaknya tidak memanfaatkan fasilitas super deduction tax karena telah menerima tax holiday.

    Bahkan, perusahaan asal China tersebut menambah investasinya dengan membangun International Green Industrial Park/IGIP di Morowali, yang diestimasi senilai US$8 miliar atau Rp129,74 triliun (kurs Rp16.217 per dolar AS).

    Pendiri GEM Xu Kaihua menyampaikan bahwa saat sejumlah pemain nikel membangun industri baterai untuk kendaraan listrik atau electronic vehicle (EV), perusahaannya fokus membangun IGIP yang mengarah pada daur ulang baterai yang nol emisi.

    “Pembangunan IGIP tahap awal US$2 miliar. Total estimasi US$8 miliar,” ujarnya kepada wartawan usai kunjungannya di ITB, Sabtu (24/5/2025).

    Pemerintah Terus Tawarkan Insentif

    Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu mengungkapkan bahwa pemerintah memang terus menawarkan sejumlah insentif dan fasilitas seperti tax holiday maupun tax allowance untuk menarik investasi asing.

    Todotua menuturkan di depan para investor asal China, bahwa indonesia akan memberikan insentif dan fasilitas investasi yang kompetitif bagi investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.

    “Ini merupakan strategi kami untuk meningkatkan daya saing di negara kami, seperti tax holiday, serta untuk mendorong investasi dalam pelatihan dan R&D,” ujarnya dalam giat Tri Hita Kirana: Inaugural Global Business Summit on Belt and Road Infrastructure di kantor BKPM, Minggu (25/5/2025).

    Libur pajak atau tax holiday berupa insentif Pajak Penghasilan (PPh) Badan atau Corporate Income Tax (CIT), yakni pengurangan sebesar 100% dari jumlah PPh badan yang terutang untuk penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp500 miliar (setara US$33,5 juta) atau lebih untuk jangka waktu 5—20 tahun.

    Investor juga memungkinkan untuk mendapatkan tambahan pengurangan PPh Badan sebesar 50%.

    Bagi investor yang melakukan investasi kurang dari ketentuan tersebut, pemerintah juga memberikan mini tax holiday berupa pengurangan PPh Badan sebesar 50% untuk investasi senilai Rp100 miliar (US$6,7 juta) atau paling banyak Rp500 miliar untuk periode 5 tahun. Pengurangan PPB tambahan sebesar 25% selama 2 tahun.

    Bukan hanya itu, terdapat pula tax allowance berupa pengurangan penghasilan bruto yang dikenakan PPh sebesar 30% dari nilai aset tetap awal (5% per tahun selama 6 tahun) untuk bidang usaha tertentu dan/atau di wilayah tertentu.

    Selain itu, pengurangan depresiasi dan amortisasi yang dipercepat atas aset berwujud atau aset tidak berwujud. Lalu, PPh atas dividen sebesar 10% atau tarif pajak yang lebih rendah sesuai perjanjian pajak yang berlaku serta perpanjangan periode pengalihan kerugian selama 5—10 tahun.

    Dalam rangka kemudahan investasi juga, pemerintah memberikan pembebasan bea masuk untuk impor mesin, barang, dan bahan baku untuk industri dan sektor jasa selama 2 tahun atau lebih bagi perusahaan yang menggunakan mesin buatan lokal (minimal 30%).

    Sementara bagi investor yang memberikan edukasi, pemerintah memberikan super deduction tax berupa pengurangan penghasilan bruto yang dikenakan PPh hingga 200% dari biaya kegiatan pendidikan.

    Kebijakan tersebut juga termasuk pengurangan penghasilan bersih yang dikenakan pajak penghasilan sebesar 60% dari total investasi (usaha baru atau perluasan) dalam aset tetap untuk industri padat karya serta pengurangan penghasilan bruto yang dikenakan pajak penghasilan hingga 300% dari biaya kegiatan R&D.

    Terakhir, Todotua mempromosikan keberadaan 25 kawasan ekonomi khusus dengan insentif tambahan dan fasilitas bagi investor berupa kawasan perdagangan bebas dengan pembebasan bea dan pajak untuk impor, pengolahan, dan ekspor barang.

    “Negara ini merupakan gerbang menuju pasar tunggal regional dengan 680 juta penduduk. Indonesia juga terhubung dengan pasar global utama, termasuk China, India, dan Eropa melalui European Free Trade Association,” ungkapnya.

    Adapun, menurut Laporan Perpajakan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan 2023, pemerintah telah memberikan tax allowance untuk penanaman modal bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu terkait hilirisasi senilai Rp21 miliar.

    Sementara pemanfaatan tax holiday untuk industri pionir terkait hilirisasi senilai Rp3,84 triliun.

  • Sri Mulyani lantik tiga dirjen baru untuk direktorat tambahan Kemenkeu

    Sri Mulyani lantik tiga dirjen baru untuk direktorat tambahan Kemenkeu

    Pada hari ini, Jumat, bulan Mei 2025, dengan ini resmi melantik saudara-saudara dalam jabatan yang baru di lingkungan Kementerian Keuangan

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melantik tiga pejabat eselon I untuk menempati posisi di tiga direktorat jenderal (dirjen) yang baru dibentuk.

    Ketiga direktorat baru itu yakni Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal yang kini dipimpin Febrio Nathan Kacaribu, Dirjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan yang dipimpin Masyita Crystallin, serta Badan Teknologi, Informasi dan Intelijen Keuangan yang dipimpin oleh Suryo Utomo.

    “Pada hari ini, Jumat, bulan Mei 2025, dengan ini resmi melantik saudara-saudara dalam jabatan yang baru di lingkungan Kementerian Keuangan,” kata Sri Mulyani dalam sambutannya saat Pelantikan Pejabat Eselon I di Gedung Djuanda I, Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat.

    Febrio sebelumnya menjabat sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal, sedangkan Masyita merupakan Staf Khusus Menteri Keuangan.

    Sementara, Suryo Utomo, yang sebelumnya menjabat sebagai Dirjen Pajak, dipercaya memimpin badan baru yang berfokus pada transformasi digital dan intelijen keuangan.

    Penambahan direktorat ini merupakan bagian dari langkah penguatan peran Kemenkeu dalam ekosistem tata kelola negara.

    Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani melantik total 22 pejabat eselon I Kementerian Keuangan.

    Berikut daftar pejabat eselon I Kementerian Keuangan yang dilantik Menkeu Sri Mulyani:

    1. Sekretaris Jenderal: Heru Pambudi

    2. Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal: Febrio Nathan Kacaribu

    3. Dirjen Anggaran: Luky Alfirman

    4. Dirjen Pajak: Bimo Wijayanto

    5. Dirjen Bea Cukai: Djaka Budi Utama

    6. Dirjen Perbendaharaan: Astera Primanto Bhakti

    7. Dirjen Kekayaan Negara: Rionald Silaban

    8. Dirjen Perimbangan Keuangan: Askolani

    9. Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko: Suminto

    10. Dirjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan: Masyita Cristalline

    11. Inspektur Jenderal: Awan Nurmawan Nuh

    12. Kepala Badan Informasi, Komunikasi dan Intelijen Keuangan: Suryo Utomo

    13. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan: Andin Hadiyanto

    14. Staf Ahli bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak: Iwan Djuniardi

    15. Staf Ahli bidan Kepatuhan Pajak: Yon Arsal

    16. Staf Ahli bidang Pengawasan Pajak: Nufransa Wira Sakti

    17. Staf Ahli bidang Penerimaan Negara: Dwi Teguh Wibowo

    18. Staf Ahli bid Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Mochamad Agus Rofiuidn

    19. Staf Ahli bidang Pengeluaran Negara: Sudarto

    20. Staf Ahli bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional: Parjiono

    21. Staf Ahli bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal: Arief Wibisono

    22. Staf Ahli bidang Hukum dan Hubungan Kelembagaan: Rina Widiyani Wahyuningdyah

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2025

  • Industri Tembakau Tertekan, Pengusaha Minta Cukai Rokok Tak Naik

    Industri Tembakau Tertekan, Pengusaha Minta Cukai Rokok Tak Naik

    Jakarta

    Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) meminta pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran (HJE) pada periode 2026-2029. Hal ini akan membuat industri hasil tembakau (IHT) Indonesia semakin terpuruk.

    Diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) tengah menyusun peta jalan (roadmap) kebijakan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok untuk periode 2026-2029.

    Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI Henry Najoan mengatakan kondisi IHT di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Hal ini dikarenakan maraknya rokok ilegal yang beredar di masyarakat imbas adanya kenaikan cukai 2023-2024 lalu.

    “Industri hasil tembakau legal saat ini situasinya tidak sedang baik-baik saja. Maka itu, GAPPRI mendorong pemerintah tidak menaikkan tarif cukai dan HJE tahun 2026 – 2028 agar IHT bisa pulih terutama dari tekanan rokok murah yang tidak jelas asal dan produsennya,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (28/4/2025).

    Henry menyampaikan, kebijakan kenaikan cukai multi years periode 2023-2024 yang rata-rata kenaikannya 10% terlalu tinggi. Ia bilang kenaikan ini mengakibatkan rokok terutama golongan I mengalami trade fall. Di sisi lain, situasi itu dimanfaatkan oleh produsen rokok murah yang tak jelas prosesnya untuk melebarkan pasar.

    “Kebijakan 2023-2024 di atas nilai keekonomian, sehingga target penerimaan selalu tidak tercapai,” katanya.

    GAPPRI juga meminta agar seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) terkait industri hasil tembakau (IHT) dilibatkan dalam penyusunan Peta Jalan (Roadmap) kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran (HJE) periode 2026-2029. Hal ini guna memastikan keseimbangan yang inklusif dan berkeadilan antara aspek kesehatan, tenaga kerja lHT, pertanian tembakau dan cengkeh.

    Henry mengatakan, selama ini kepastian usaha di IHT kerap kali mendapatkan hambatan. Misalnya kebijakan waktu pengumuman Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang kenaikan cukai hasil tembakau (CHT), kerapkali pada akhir tahun sehingga menyulitkan dalam proses perencanaan bisnis.

    “GAPPRI berharap, penyusunan roadmap kebijakan cukai 2026-2029 dilakukan secara komprehensif, transparan, dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap industri dan perekonomian nasional,” katanya.

    Selain itu, GAPPRI mewanti-wanti agar pemerintah tidak melakukan penyederhanaan tarif (simplifikasi), mengingat dampaknya yang justru lebih besar dibanding manfaatnya.

    “Simplifikasi tarif justru akan membuat harga produk tembakau naik tinggi, yang membuat sulit bersaing dengan rokok yang tak jelas proses dan produsennya,” tegas Henry Najoan.

    (rrd/rrd)

  • Prabowo Masih Tunggu Laporan Airlangga Soal Negosiasi Kebijakan Tarif Trump

    Prabowo Masih Tunggu Laporan Airlangga Soal Negosiasi Kebijakan Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto merespons singkat saat ditanya mengenai perkembangan negosiasi tarif yang disebut-sebut terkait dengan kebijakan tarif Donald Trump.

    Dia mengaku belum mendapatkan laporan lengkap dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. 

    “Ini saya belum ketemu Pak Airlangga. Saya enggak tahu jam berapa dia datang, saya nunggu laporan beliau,” ujar Prabowo kepada awak media di Istana Kepresidenan, Selasa (22/4/2025)

    Pernyataan ini muncul di tengah sorotan publik terkait potensi penyesuaian kebijakan tarif Indonesia dalam menghadapi dinamika perdagangan global, termasuk pengaruh pendekatan ekonomi ala mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menekankan pada proteksionisme. 

    Pemerintah melalui tim teknis bergerak melaksanakan pertemuan dengan tim teknis US Trade Representative/USTR, Jumat (18/4/2025), untuk menindaklanjuti negosiasi antara Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dengan Perwakilan Perdagangan AS Jamieson Greer.

    Sebelumnya pada pertemuan tingkat menteri, Kamis (17/4/2025), kedua pihak telah sepakat untuk segera membahas secara intensif proses negosiasi tarif dan menyiapkan kerangka kerja sama dan menargetkan untuk menyelesaikan prosesnya dalam jangka waktu 60 hari ke depan. 

    Pertemuan tersebut mulai membahas pokok isu yang menjadi perhatian Amerika Serikat dan Indonesia. “Indonesia mengharapkan dapat disepakati format, mekanisme, dan jadwal negosiasi dengan target waktu 60 hari,” tulis Sekretaris Kemenko bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, dikutip pada Senin (21/4/2025).

    Susi menjelaskan bahwa tenggat waktu 60 hari tersebut adalah penyelesaian pembahasan isu untuk disepakati, sehingga masih terdapat waktu 30 hari dari 90 hari penundaan untuk implementasi kesepakatan.

    Pembahasan mencakup pendalaman atas penawaran dan permintaan dari Indonesia dan penjajakan mengenai format, prosedur, dan tahapan dari proses negosiasi.

    Pihak USTR menyambut baik proposal Indonesia dan saat ini sedang menyusun draft dari working document yang akan memuat cakupan dan substansi negosiasi.

    Beberapa isu pendalaman atas penawaran dan permintaan tersebut mencakup penyelesaian berbagai hambatan non-tarif antara lain perizinan impor, digital trade dan Customs Duties on Electronic Transmissions (CDET), pre-shipment inspections dan kewajiban surveyor, dan local content untuk industri. Pembahasan juga mencakup implementasi tarif resiprokal, tarif sektoral dan tarif dasar, dan isu akses pasar.

    Terkait pembahasan format, prosedur, dan tahapan negosiasi, kedua belah pihak sedang mengkaji dan mempersiapkan masukan berdasarkan tenggat waktu penundaan tarif selama 90 hari, dan mendorong adanya posisi bersama dalam waktu 60 hari.

    Susi menekankan dalam hal ini, kedua belah pihak mendorong dialog dalam waktu secepat-cepatnya untuk mencapai kesepakatan.

    Sebelumnya pada pertemuan tingkat menteri, Menko bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan Indonesia telah menawarkan konsensi, pun sebaliknya AS telah mengajukan permintaan. 

    Untuk diketahui, tim negosiasi teknis terdiri dari Sekretaris Kemenko Perekonomian dan Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi dan Investasi (Kemenko Perekonomian), Direktur Jenderal Amerika dan Eropa (Kemenlu), Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Kemendag), Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kemenkeu), Dewan Ekonomi Nasional (DEN), dan Kuasa Usaha Ad-Interim KBRI Washington DC.

  • Delegasi RI Tindaklanjuti Bahas Teknis dengan USTR, Sepakat Tuntaskan Negosiasi Tarif dalam 60 Hari – Halaman all

    Delegasi RI Tindaklanjuti Bahas Teknis dengan USTR, Sepakat Tuntaskan Negosiasi Tarif dalam 60 Hari – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tim negoisasi teknis Indonesia yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah bertemu dengan pihak USTR, bersama Ambassador Jamieson Greer pada Kamis (17/4/2025).

    Pada pertemuan tingkat Menteri tersebut, kedua pihak telah sepakat untuk segera membahas secara intensif proses negosiasi tarif dan menyiapkan kerangka kerja sama.

    Selanjutnya menargetkan untuk menyelesaikan prosesnya dalam jangka waktu 60 hari ke depan.

    Tim Teknis USTR telah mengundang Tim Teknis RI, Jumat (18/4/2025) dengan mulai membahas pokok isu yang menjadi perhatian Amerika Serikat dan Indonesia.

    Indonesia mengharapkan dapat disepakati format, mekanisme dan jadwal negosiasi dengan target waktu 60 hari.

    Sesuai permintaan Airlangga kepada Ambassador Greer, tenggat waktu 60 hari tersebut adalah penyelesaian pembahasan isu untuk disepakati, sehingga masih terdapat waktu 30 hari dari 90 hari penundaan (pause) untuk implementasi kesepakatan.

    “Pembahasan mencakup pendalaman atas penawaran dan permintaan dari Indonesia, dan penjajakan mengenai format, prosedur, dan tahapan dari proses negosiasi,” kata Airlangga, Senin (21/4/2025).

    Menurutnya, pihak USTR menyambut baik proposal Indonesia, dan saat ini sedang menyusun draft dari working document yang akan memuat cakupan dan substansi negosiasi.

    Beberapa isu pendalaman atas penawaran dan permintaan tersebut mencakup penyelesaian berbagai hambatan non-tarif antara lain perizinan impor, digital trade dan Customs Duties on Electronic Transmissions (CDET), pre-shipment inspections dan kewajiban surveyor, dan local content untuk industri.

    Pembahasan juga mencakup implementasi tarif resiprokal, tarif sektoral dan tarif dasar, dan isu akses pasar.

    “Terkait pembahasan format, prosedur, dan tahapan negosiasi, kedua belah pihak sedang mengkaji dan mempersiapkan masukan berdasarkan tenggat waktu penundaan tarif selama 90 hari, dan mendorong adanya posisi bersama dalam waktu 60 hari,” kata Airlangga.

    Kedua belah pihak mendorong dialog dalam waktu secepat-cepatnya untuk mencapai kesepakatan.

    Tim negosiasi teknis ini melibatkan secara terbatas Kementerian/Lembaga yang secara langsung berkaitan dengan kebijakan tarif perdagangan, terdiri dari Sekretaris Kemenko Perekonomian dan Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi dan Investasi (Kemenko Perekonomian), Direktur Jenderal Amerika dan Eropa (Kemenlu), Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Kemendag), Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kemenkeu), Dewan Ekonomi Nasional (DEN), dan Kuasa Usaha Ad-Interim KBRI Washington DC.

  • Airlangga Geber Negosiasi Tarif dengan AS, Begini Hasilnya

    Airlangga Geber Negosiasi Tarif dengan AS, Begini Hasilnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah pertemuan di tingkat Menteri antara Delegasi RI yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dengan pihak US Trade Representative (USTR) yang langsung dipimpin Ambassador Jamieson Greer pada Kamis (17/04). Setelah itu di tingkat teknis langsung bergerak cepat melaksanakan pertemuan teknis antara tim teknis RI dengan tim dari pihak USTR.

    Pada pertemuan tingkat Menteri tersebut, kedua pihak telah sepakat untuk segera membahas secara intensif proses negosiasi tarif dan menyiapkan kerangka kerja sama, dan menargetkan untuk menyelesaikan prosesnya dalam jangka waktu 60 hari ke depan. Tim Teknis USTR telah mengundang Tim Teknis RI pada hari Jumat (18/04) dengan mulai membahas pokok isu yang menjadi perhatian Amerika Serikat dan Indonesia.

    Dalam rilisnya yang diterima CNBC Indonesia, Minggu (20/4/2025), Indonesia mengharapkan dapat disepakati format, mekanisme dan jadwal negosiasi dengan target waktu 60 hari. Sesuai permintaan Airlangga kepada Ambassador Greer, tenggat waktu 60 hari tersebut adalah penyelesaian pembahasan isu untuk disepakati, sehingga masih terdapat waktu 30 hari dari 90 hari penundaan (pause) untuk implementasi kesepakatan.

    Pembahasan mencakup pendalaman atas penawaran dan permintaan dari Indonesia, dan penjajakan mengenai format, prosedur, dan tahapan dari proses negosiasi. Pihak USTR pun menyambut baik proposal Indonesia, dan saat ini sedang menyusun draft dari working document yang akan memuat cakupan dan substansi negosiasi.

    Foto: Ilustrasi kantor United States Trade Representative (USTR). AP/
    Ilustrasi kantor United States Trade Representative (USTR). AP/

    Beberapa isu pendalaman atas penawaran dan permintaan tersebut mencakup penyelesaian berbagai hambatan non-tarif antara lain perizinan impor, digital trade dan Customs Duties on Electronic Transmissions (CDET), pre-shipment inspections dan kewajiban surveyor, dan local content untuk industri. Pembahasan juga mencakup implementasi tarif resiprokal, tarif sektoral dan tarif dasar, dan isu akses pasar.

    Terkait pembahasan format, prosedur, dan tahapan negosiasi, kedua belah pihak sedang mengkaji dan mempersiapkan masukan berdasarkan tenggat waktu penundaan tarif selama 90 hari, dan mendorong adanya posisi bersama dalam waktu 60 hari. Kedua belah pihak mendorong dialog dalam waktu secepat-cepatnya untuk mencapai kesepakatan.

    Tim negosiasi teknis ini melibatkan secara terbatas Kementerian/Lembaga yang secara langsung berkaitan dengan kebijakan tarif perdagangan, terdiri dari Sekretaris Kemenko Perekonomian dan Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi dan Investasi (Kemenko Perekonomian), Direktur Jenderal Amerika dan Eropa (Kemenlu), Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Kemendag), Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kemenkeu), Dewan Ekonomi Nasional (DEN), dan Kuasa Usaha Ad-Interim KBRI Washington DC.

    (wur/wur)

  • Inflasi tetap terkendali pada momen Ramadhan dan Idul Fitri

    Inflasi tetap terkendali pada momen Ramadhan dan Idul Fitri

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Kemenkeu: Inflasi tetap terkendali pada momen Ramadhan dan Idul Fitri
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 09 April 2025 – 19:57 WIB

    Elshinta.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan tingkat inflasi berhasil dijaga terkendali pada momen Ramadhan dan Idul Fitri tahun 2025.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan berakhirnya kebijakan diskon tarif listrik mendorong inflasi Indonesia pada Maret 2025 ke level 1,03 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan Februari yang mengalami deflasi 0,09 persen (yoy).

    “Kendati meningkat, inflasi pada bulan yang bersamaan dengan momentum Ramadhan dan Idul Fitri tersebut, masih berada pada level yang terkendali didukung oleh terjaganya harga pangan di masa Ramadhan dan Idul Fitri,” kata Febrio, dikutip di Jakarta, Rabu.

    Berdasarkan komponen, inflasi inti tercatat stabil pada level 2,48 persen (yoy). Sebagian besar kelompok pengeluaran meningkat, terutama kelompok pakaian dan alas kaki seiring meningkatnya permintaan jelang Idul Fitri.

    Inflasi pangan bergejolak tercatat sebesar 0,37 persen yang didorong oleh penurunan harga beras dan produk unggas. Meski begitu, beberapa komoditas pangan tercatat meningkat secara bulan ke bulan karena peningkatan permintaan menjelang Idul Fitri.

    Di sisi lain, komponen harga diatur Pemerintah tercatat masih mengalami deflasi sebesar 3,16 persen (yoy), lebih rendah dari angka deflasi Februari 2025.

    Hal itu dipengaruhi oleh berakhirnya tarif diskon listrik pada Maret dan terjadinya inflasi tarif angkutan antarkota di masa mudik.

    Sementara, upaya kebijakan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) tiket pesawat menyebabkan terjadinya deflasi secara bulan ke bulan pada tarif angkutan udara.

    “Berbagai insentif yang diberikan berkontribusi menahan kenaikan inflasi, sehingga diharapkan dapat menopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2025,” ujar Febrio.

    Ke depannya, lanjut Febrio, Pemerintah akan terus konsisten dalam menerapkan kebijakan untuk menjaga angka inflasi agar berada dalam rentang sasaran inflasi, utamanya inflasi pangan melalui koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID).

    Stabilitas harga bahan pangan pokok seperti beras terus diupayakan dengan menjaga dan melakukan pengawasan stok pangan, termasuk dalam menjaga target penyerapan gabah/beras di masa panen raya dalam mewujudkan cita-cita ketahanan pangan. 

    Sumber : Antara

  • Dubes AS Siap Fasilitasi Airlangga Cs Nego Tarif Trump

    Dubes AS Siap Fasilitasi Airlangga Cs Nego Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah ingin menegosiasikan tarif 32% yang dikenakan Presiden AS Donald Trump atas produk asal Indonesia. Duta Besar AS untuk Indonesia Kamala S. Lakhdhir siap memfasilitasi negosiasi tersebut.

    Komitmen Kamala itu disampaikan ketika menemui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Selasa (8/4/2025).

    ”Kami telah berkomunikasi dengan Secretary of Commercedan USTR terkait rencana pemerintah Indonesia untuk melakukan negosiasi dan kami siap mengatur rencana pertemuan dengan pihak strategis lainnya jika dibutuhkan,” ungkap Kamala, dikutip dari rilis media Kemenko Perekonomian, Rabu (9/4/2025).

    Sementara itu, Airlangga menyatakan Indonesia tidak akan melakukan tindakan retaliasi melainkan ambil jalur negosiasi. Menurutnya, langkah tersebut sejalan dengan negara-negara Asean lainnya.

    Dia menggarisbawahi pemerintah Indonesia akan terus menempuh berbagai upaya negosiasi untuk memfasilitasi kepentingan kedua negara dalam menyeimbangkan neraca perdagangan.

    “Negosiasi kita upayakan dengan revitalisasi Indonesia-US Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) yang sudah berlaku sejak 1996,” ujar Airlangga.

    Selain itu, sambungnya, pemerintah Indonesia berkomitmen melakukan deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui relaksasi TKDN sektor ICT dari AS seperti GE, Apple, Oracle, dan Microsoft. Selanjutnya, evaluasi terhadap kebijakan Lartas dan mempercepat proses sertifikasi halal.

    Airlangga menyampaikan Indonesia akan menyeimbangkan neraca perdagangan barang dengan AS. Terakhir, pemerintah Indonesia akan menyiapkan insentif fiskal dan non-fiskal untuk mendorong impor produk AS dan menjaga daya saing produk ekspor Indonesia ke AS.

    ”Kami percaya bahwa dengan mengedepankan dialog dan sinergi yang baik, kedua negara dapat saling bekerja sama untuk hubungan dagang yang seimbang dan saling menguntungkan,” tutup Airlangga.

    Airlangga Hartarto dan Sri Mulyani

    Delegasi Indonesia Bakal Kunjungi AS

    Diberitakan sebelumnya, tiga menteri Kabinet Merah Putih pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan terbang ke Amerika Serikat untuk menegosiasikan kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.

    Tiga menteri tersebut yaitu Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono, dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.

    “Timnya ini kan total football ya. Jadi, semuanya, tapi lead-nya [pemimpinnya] kan Pak Menko dan juga terutama Menlu. Jadi Menlu, Menko, dan juga Menteri Keuangan,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (7/4/2025).

    Febrio mengungkapkan para menteri tersebut akan terbang ke AS pada pekan depan. Hanya saja, dia belum bisa memastikan tanggalnya.

    Menurutnya, delegasi Indonesia itu akan bertemu semua pihak yang perlu ditemui untuk menegosiasikan kebijakan tarif Trump terutama dengan United States Trade Representative (USTR).

    Wakil Menteri Perindustrian Faisol Reza menambahkan delegasi Indonesia yang dipimpin Menko Airlangga itu akan terbang ke AS paling lambat pada 17 April 2025. Artinya, kemungkinan besar negosiasi resmi dimulai usai tarif timbal balik Trump akan berlaku yaitu pada 9 April 2025.

    “Akan diberlakukan dulu baru dinegosiasikan,” kata Faisol di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (7/4/2025).