Kementrian Lembaga: ASN

  • Choirul Anam Sebut Polsi Masih Bisa Duduki Jabatan Sipil, Said Didu: Kompolnas Digaji Negara untuk Membodohi Rakyat?

    Choirul Anam Sebut Polsi Masih Bisa Duduki Jabatan Sipil, Said Didu: Kompolnas Digaji Negara untuk Membodohi Rakyat?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Aktivis sosial, Muhammad Said Didu, merespons pernyataan Komisioner Kompolnas, Mohammad Choirul Anam, yang menyebut anggota Polri masih bisa menduduki jabatan sipil meski putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah melarangnya.

    Said Didu tidak menutupi kekesalannya. Ia menyemprot pernyataan Anam dan menyebutnya berpotensi menyesatkan publik dan merusak tatanan hukum yang telah digariskan.

    “Bangsa kita rusak karena pejabat seperti ini, membodohi rakyat,” ujar Said di X @msaid_didu, Minggu (16/11/2025).

    Ia menegaskan, putusan MK bersifat final dan mengikat. Karena itu, menurutnya, tafsir yang diberikan Kompolnas dinilai menabrak aturan yang sudah jelas.

    “Putusan MK tuh melarang polisi aktif bekerja di luar jabatan kepolisian, termasuk ASN,” lanjutnya.

    Said Didu bilang, jika ada anggota Polri yang ingin beralih menjadi pejabat sipil, caranya bukan dengan tetap berstatus polisi aktif, melainkan harus meninggalkan jabatan kepolisian terlebih dahulu. “Kalau mau silakan mundur sebagai polisi,” ujarnya.

    Pria kelahiran Kabupaten Pinrang ini juga mengingatkan bahwa Undang-Undang Aparatur Sipil Negara sudah mengatur syarat yang harus dipenuhi oleh setiap calon ASN.

    Karena itu, menurutnya, tidak boleh ada pengecualian bagi anggota Polri aktif.

    “UU ASN mengatur persyaratan jadi ASN. Kalau polisi aktif dilarang maka tidak boleh,” tegasnya.

    Tidak berhenti di situ, ia bahkan mempertanyakan fungsi lembaga Kompolnas yang menurutnya tidak semestinya mengeluarkan pernyataan yang justru membingungkan masyarakat.

  • Negosiasi dengan Suku Anak Dalam Jambi

    Negosiasi dengan Suku Anak Dalam Jambi

    Jakarta

    Nurul Anggraini Pratiwi menjadi satu-satunya perempuan dalam tim penyelamatan Bilqis, balita asal Makassar yang ditemukan di komunitas adat Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba di Kabupaten Merangin, Jambi. Nurul bercerita di balik upaya penyelamatan Bilqis dari korban aksi penculikan hingga ditemukan di Jambi.

    Nurul merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas sebagai pekerja sosial Ahli Pertama di Dinas Sosial Kabupaten Merangin. Bergabung dengan tim kepolisian dan bermediasi dengan Orang Rimba merupakan panggilan jiwa bagi perempuan sekaligus ibu rumah tangga berusia 31 tahun itu.

    Selama 2 hari, 7-8 November 2025, tim gabungan mencari dan bernegosiasi untuk menyelamatkan Bilqis. Tekad Nurul untuk menyelamatkan Bilqis mengatasi segala batasan. Pada hari kedua pencarian, 8 November, ia menerima telepon mendesak dari tim yang sudah berada di lapangan.

    “Saya di hari kedua baru bergabung karena saya ada di Bungo saat itu, saya ditelepon untuk ke Merangin. Saya izin orang rumah (suami) langsung berangkat,” cerita Nurul dilansir detikSumbagsel, Sabtu (15/11/2025).

    Dengan bekal pengalaman dan ketekunan yang dimilikinya, Nurul memulai proses negosiasi dengan pihak Orang Rimba di Desa Mentawak, Merangin, yang merawat Bilqis. Nurul sendiri sudah dikenal baik oleh kelompok Orang Rimba, terutama yang mendiami di Merangin.

    Tiga tumenggung ikut turun melakukan mediasi saat itu. Mereka ialah Tumenggung Sikar, Tumenggung Jon, dan Tumenggung Roni. Pun dari kepolisian Polres Merangin dan Polrestabes Makassar juga ikut dalam mediasi tersebut.

    “Mereka setuju ananda Bilqis kembali ke orang tuanya,” kata Nurul.

    Setelah selesai berunding, Nurul dan tiga tumenggung bergerak menuju sudung tempat tinggal Begendang yang berada di Bukit Suban, penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas, Sarolangun, sekitar pukul 17.00 WIB.

    Perjalanan melewati jalan tanah berbatu di tengah perkebunan sawit dan hutan dengan mobil. Nurul satu-satunya perempuan yang ikut menembus gelapnya malam. Sementara, kepolisian menunggu hasil proses penyerahan Bilqis di kediaman Tumenggung Sikar.

    “Saya saat itu hanya yakin, bahwa kalau niat kita baik, pasti tidak terjadi apa-apa,” ujar Nurul.

    Nurul dan tiga tumenggung, tiba sekitar pukul 19.00 WIB. Kondisi gelap dan suasana di sudung tengah histeris. Bukan karena takut kedatangan orang lain, Orang Rimba tersebut menangis akan berpisah dengan Bilqis.

    Nurul berupaya membujuk Bilqis karena malam itu, bocah tersebut memeluk erat orang tua angkatnya karena tak mau berpisah.

    (fca/knv)

  • Daftar Polisi Aktif yang Punya Jabatan di Luar Struktur Polri

    Daftar Polisi Aktif yang Punya Jabatan di Luar Struktur Polri

    Bisnis.com, JAKARTA — Polisi aktif dinilai sudah tidak boleh menduduki jabatan sipil usai adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.114/PUU-XXIII/2025.

    Dalam putusan MK itu, telah menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi menjelaskan bahwa keberadaan frasa tersebut justru menimbulkan ketidakjelasan norma hukum dan mengaburkan ketentuan utama dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Pasal itu menyatakan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

    “Penambahan frasa tersebut memperluas makna norma dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum, baik bagi anggota Polri maupun bagi Aparatur Sipil Negara [ASN] di luar kepolisian,” ujar Hakim MK Ridwan Mansyur dalam sidang,

    Akibatnya, terjadi kerancuan dalam tata kelola jabatan publik serta potensi pelanggaran terhadap prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

    Sementara itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho memastikan pihaknya bakal menghormati putusan MK itu. Namun, untuk saat ini putusan itu masih dipelajari.

    “Tentunya kalau memang sudah diputuskan dan kita sudah mempelajari apa yang sudah diputuskan tersebut, Polri akan selalu menghormati putusan pengadilan yang sudah diputuskan,” ujar Sandi saat ditemui di PTIK, Kamis (13/11/2025).

    Lantas, siapa saja polisi aktif yang menjabat posisi di luar struktur? Berikut daftar yang telah dirangkum Bisnis:

    Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Suyudi Aryo Seto
    Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Komjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho
    Komisaris di PT Mineral Industri Indonesia atau MIND ID, Komjen Fadil Imran
    Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Komjen Albertus Rachmad Wibowo
    Sekjen Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Komjen M. Iqbal 
    Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Eddy Hartono 
    Irjen Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Komjen I Ketut Suardana 
    Sekretaris Utama Lemhanas RI, Komjen R. Z Panca Putra 
    Sekjen Kemenkumham, Komjen Pol Nico Afinta
    Sekjen Kemendagri, Komjen Polisi Tomsi Tohir
    Irjen Kementerian UMKM, Irjen Raden Argo Yuwono 
    Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan, Irjen Pol. Djoko Poerwanto
    Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Brigjen Sony Sanjaya 
    Pelaksana tugas Direktur Jenderal Imigrasi di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Brigjen Yuldi Yusman  
    Staf Ahli di Kementerian Kehutanan, Brigjen Rahmadi
    Staf Ahli Menteri Dalam Negeri, Brigjen Edi Mardianto 
    Dirjen Pengawasan Ruang Digital di Komdigi, Brigjen Alexander Sabar,
    Tenaga Ahli di Kementerian Pemuda dan Olahraga, Brigjen Raden Slamet Santoso 
    Ketua Badan Tim Nasional (BTN) PSSI, Kombes Sumardji
    Kementerian Haji dan Umrah, Kombes Jamaludin

  • Sosok Bripka Abdul Salman, Polisi & Pelatih Paralayang Meninggal saat Bela Tante dari Amukan ASN

    Sosok Bripka Abdul Salman, Polisi & Pelatih Paralayang Meninggal saat Bela Tante dari Amukan ASN

    GELORA.CO  – Bripka Laode Abdul Salman (36) alias Bripka LAS meninggal dunia di tangan pamannya Junaido (43), Sabtu (15/11/2025) dinihari.

    Bripka Laode Abdul Salman menjadi korban saat berupaya menyelamatkan tantenya, HA (41) dan sepupunya, FI (20), dari amukan Junaido, sang paman.

    Dia ditemukan tertelungkup tak bernyawa berlumuran darah di lantai rumah J sekitar pukul 01.30 Wita.

    Ditemukan banyak luka tusuk dan sayatan di tubuhnya akibat senjata tajam jenis badik.

     

     

    Sosok Bripka Abdul Salman

    Bripka Abdul Salman lahir di Jayapura, 8 Desember 1988.

    Selain seorang anggota Polres Tolikara, Sulawesi Tenggara, Bripka Abdul Salman juga seorang pelatih paralayang.

     

    Paralayang adalah olahraga terbang bebas menggunakan kain parasut khusus (paraglider) yang diluncurkan dari ketinggian seperti bukit, gunung, atau tebing, dengan memanfaatkan angin dan arus udara untuk tetap terbang di udara.

    Kanit Resmob Subdit III Jatanras Dit Reskrimum Polda Sultra, AKP Gayuh Pambudhi Utomo mengatakan Bripka LAS datang ke Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, dalam rangka bertugas sebagai pelatih paralayang.

    Dia membawa para atlet bertanding di daerah ini.

    “Korban ini merupakan pelatih atlet paralayang dan kedatangannya mengawal anak didiknya untuk bertanding,” katanya.

    Selama berada di Kendari, Bripka LAS menginap di rumah paman dan tantenya, pasangan J dan HA.

    “Korban memiliki keluarga besar di Muna, namun lahir di Jayapura, saat ini bertugas di Polres Tolikara dengan pangkat Bripka,” jelasnya.

    Kronologis Kejadian

    Peristiwa berdarah itu terjadi di Lorong Merak, Jalan Budi Utomo, Kelurahan Mataiwoi, Kecamatan Wua-Wua, Kendari, ibu kota Provinsi Sultra.

    Dari keterangan HA, istri pelaku kepada kepolisian, saat kejadian dia sedang beristirahat dengan anaknya FI  di rumah tersebut, Sabtu sekitar pukul 00.00 dinihari.

    Suaminya J, ASN salah satu institusi pulang selepas dari piket jaga di markasnya.

    J yang saat itu di bawah pengaruh minuman beralkohol terlibat cekcok dengan HA dan anaknya FI di dalam rumah.

    J sempat ingin menikam anak dan istrinya HA.

    Bripka LAS, keponakan HA, yang juga berada di dalam rumah tersebut mendengar keributan itu.

    Korban sempat melerai pertengkaran tante dan pamannya.

    Dia lalu meminta HA dan FI keluar dari rumah untuk mengamankan diri.

    J malah berbalik menyerang Bripka LAS dengan menggunakan badik hingga korban tewas.

    HA dan FI kemudian lari keluar rumah untuk meminta pertolongan warga.

    Hal senada disampaikan FI (20).

    FI kepada polisi mengaku awalnya mereka tidur, namun tiba-tiba dibangunkan oleh adiknya.

    Dia melihat sang ayah J memukul ibunya HA, dan dia pun berupaya mencegahnya.

    Namun, pelaku mengambil pisau dan malah mengejar FI hingga sang anak langsung keluar rumah dan melarikan diri.

    Korban Bripka LAS yang sedang tertidur terbangun mendengar keributan.

    Bripka LAS mencoba hendak melerai dan mengamankan pelaku.

    Namun pelaku yang memegang pisau langsung melakukan penganiayaan terhadap korban hingga tidak bernyawa.

    FI kemudian meminta pertolongan kepada warga sekitar.

    Salah satu warga mencoba berdialog dan membujuk pelaku yang mengamuk memecahkan kaca belakang rumah.

    Setelah berdialog, warga masuk ke dalam rumah dan mendapati korban sudah telah tergeletak berlumuran darah.

    Warga langsung menghubungi pihak kepolisian.

    Berdasarkan keterangan FI, sang ayah telah sering melakukan penganiayaan terhadap ibunya saat dalam kondisi mabuk.

    Menerima laporan warga, unit Resmob Polda Sultra mendatangi tempat kejadian perkara (TKP).

    Sempat terjadi perlawanan dari pelaku yang masih memegang sajam terhadap polisi.

    Kemudian, tim melakukan pendekatan terhadap pelaku dan bernegosiasi.

    Hingga akhirnya pelaku berhasil diamankan.

    Tim kemudian mengecek ke dalam rumah dan menemukan korban yang sudah meninggal dunia.

    Selanjutnya, pelaku yang masih dalam kondisi penuh darah dibawa ke RS Bhayangkara Kendari untuk dilakukan pemeriksaan.

    Pada pukul 02.30 Wita, piket Ditreskrimum Polda Sultra tiba di  TKP.

    Tim Identifikasi Polresta Kendari selanjutnya tiba sekitar pukul 03.00 wita dan melakukan olah TKP.

    Sekitar pukul 03.40 wita, jasad korban dibawa ke RS Bhayangkara.

    Jarak lokasi kejadian di Lorong Merak, Jalan Budi Utomo, ke RS tersebut hanya berjarak sekitar 3 kilometer (km).

    Lokasi kejadian pun tak jauh dari Kantor Wali Kota Kendari, Jalan Abdullah Silondae, hanya sekitar 3,5-4 km atau 7 menit berkendara

  • Reformasi KORPRI Bondowoso Dimulai dari Pertanyaan ‘Uang ASN ke Mana?’

    Reformasi KORPRI Bondowoso Dimulai dari Pertanyaan ‘Uang ASN ke Mana?’

    Bondowoso, (beritajatim.com) — Beberapa jam setelah dikukuhkan sebagai Ketua Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) Bondowoso periode 2025–2030, Kamis (12/11/2025), Fathur Rozi langsung mengangsurkan nada waspada.

    Ditemui beritajatim.com pasca paripurna siang harinya, ia menandaskan satu hal: tak ingin mengawali masa tugas dengan warisan yang tidak jelas. “Pengurus lama sudah tidak ada. Tapi laporan kegiatan, terutama keuangan, tetap wajib dipertanggungjawabkan,” katanya.

    Rozi memastikan proses serah terima tak akan berjalan simbolis belaka. “Harus ada berita acara. Saya tidak mau memulai dari sesuatu yang tidak klir,” ucapnya. Pernyataan itu membuka tabir persoalan lama di tubuh KORPRI Bondowoso—persoalan yang selama bertahun-tahun mengendap tanpa kejelasan.

    Isyarat keganjilan muncul dari temuan awal Rozi. Ia menyebut ada ‘perbedaan cukup signifikan’ pada laporan penerimaan iuran anggota dengan potensi pendapatan riil. Angkanya tidak kecil.

    Dari rapat internal yang digelar sebelum pengukuhan, Rozi mendapati sejumlah perangkat daerah belum menerapkan sistem cashless. Mereka masih menyerahkan iuran secara manual kepada bendahara. Model setoran seperti ini, kata Rozi, membuka peluang terjadinya kebocoran.

    “Masih ada yang setor (bayar iuran manual). Nah, yang seperti ini kemungkinan besar bisa bocor. Dan itu yang tidak kita inginkan lagi ke depan,” ujarnya.

    Bahkan penggunaan aplikasi pun, menurut Rozi, sebenarnya tak diperlukan jika bendahara bekerja rapi. Masalahnya, bendahara periode sebelumnya sudah pensiun—meninggalkan jejak administrasi yang belum tuntas.

    Beritajatim.com menelisik ulang pernyataan Rozi. Bondowoso memiliki sekitar 8.000 ASN. Sumber lain menyebut 8.900-an. Jika iuran dihitung rata-rata Rp10 ribu per bulan, potensi dana KORPRI mestinya mencapai Rp80 jutaan per bulan atau Rp960 juta per tahun. Dalam lima tahun, nominalnya bisa menyentuh Rp4,8 miliar.

    Rozi menyebut saldo awal yang tercatat hanya sekitar Rp 800 jutaan. Angka itu masih harus ia verifikasi ulang. “Karena ini bukan uang personal tapi uang organisasi. Dan harus kembali ke ASN,” katanya.

    Ia menyebut pemanfaatan dana mestinya digunakan untuk peningkatan kompetensi dan kapasitas ASN, bukan sekadar acara seremoni. Pertanyaan pun menggelayut: kemana selisih potensi miliaran rupiah itu?

    Isu lain muncul: bolehkah ASN meminjam dana KORPRI? Rozi tak langsung menjawab. Ia meminta aturan organisasi dicek terlebih dahulu. Namun ia memberi sinyal bahwa mekanisme bantuan semestinya dimungkinkan.

    “Kalau ada ASN sakit, boleh enggak pinjam? Selagi tidak menyalahi aturan dan ada komitmen mengembalikan, boleh. Itu bisa disesuaikan,” katanya.

    Pernyataan itu membuka ruang penafsiran—apakah selama ini KORPRI sudah menjalankan fungsi kesejahteraan sebagaimana mandat organisasi, atau justru dana yang terkumpul lebih banyak beredar tanpa arah yang jelas.

    Rozi berhati-hati ketika ditanya apakah ada penggunaan dana yang melenceng. Ia menolak menghakimi. “Saya tidak menganggap melenceng,” katanya. Ia hanya menyebut beberapa pos seperti peringatan HUT KORPRI dan tali asih untuk ASN pensiun ‘masih on the track’.

    Namun ia tidak menyebut berapa nominalnya, apakah proporsional, atau apakah tercatat rapi. Ketidakjelasan inilah yang membuat sejumlah ASN sebelumnya mengeluhkan minimnya laporan pertanggungjawaban.

    Rozi memilih menunggu audit internal sebelum menarik kesimpulan. “Jangan kita berprasangka buruk. Kita audit dulu. Ini kan baru pengukuhan, belum penyerahan berita acara,” ucapnya.

    Namun satu hal yang pasti: reformasi KORPRI Bondowoso dimulai dari pertanyaan yang sederhana tetapi krusial: uang iuran ASN sebenarnya ke mana? [awi/suf]

  • Polisi Aktif Dinilai Tetap Boleh Isi Jabatan Sipil, Asalkan…

    Polisi Aktif Dinilai Tetap Boleh Isi Jabatan Sipil, Asalkan…

    Polisi Aktif Dinilai Tetap Boleh Isi Jabatan Sipil, Asalkan…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri atau pensiun memantik kembali perdebatan soal batasan keterlibatan polisi di instansi non-kepolisian.
    Menurut Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (
    Kompolnas
    ) Mohammad Choirul Anam atau Cak Anam menegaskan bahwa aturan tetap membuka ruang tertentu bagi anggota Polri aktif untuk mengisi jabatan sipil, dengan syarat yang ketat.
    Undang-Undang Kepolisian memang membatasi penempatan
    polisi
    aktif pada jabatan sipil yang tidak memiliki relevansi dengan tugas pokok Polri.
    “Menurut undang-undang kepolisian, itu memang dilarang kalau tidak berkaitan,” ujar Cak Anam kepada
    Kompas.com
    , Sabtu (15/11/2025).
    Namun, ia menegaskan bahwa penempatan berbasis kebutuhan tetap dimungkinkan selama jabatan tersebut berkaitan erat dengan tugas penegakan hukum atau memerlukan keahlian kepolisisian.
    “Kalau yang berkaitan memang boleh. Itu ada aturannya dalam undang-undang ASN yang diatur di PP. Jika berkaitan, memang dibolehkan,” kata Cak Anam.
    Ia mencontohkan lembaga-lembaga yang dalam praktiknya membutuhkan personel Polri karena karakteristik pekerjaannya.
    “Misalnya BNN, BNPT, KPK, atau lembaga lain yang memang erat kaitannya dengan kerja-kerja kepolisian. Khususnya penegakan hukum yang tidak bisa tergantikan,” ujarnya.
    Cak Anam merujuk pada UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN sebagai dasar hukum yang memperbolehkan anggota Polri mengisi jabatan tertentu di instansi sipil.
    Pasal 19 menyatakan:
    1. Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN.
    2. Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Polri yang dilaksanakan pada instansi pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai TNI dan Undang-Undang mengenai Polri.
    Sementara Pasal 20 mengatur sebaliknya:
    Pegawai ASN dapat menduduki jabatan di lingkungan TNI dan Polri sesuai kompetensi yang dibutuhkan.
    Hal ini yang menurut Cak Anam membuka ruang bagi anggota Polri untuk mengisi jabatan sipil, selama sifat jabatannya relevan dan dibutuhkan.
    Pengamat kepolisian dan mantan Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, menilai polemik “polisi vs jabatan sipil” muncul karena adanya salah kaprah mengenai kedudukan polisi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
    “Yang saya heran adalah dikotomi polisi dan jabatan sipil. Seolah polisi itu bukan sipil dan ‘memaksakan diri’ duduk di jabatan sipil,” kata Poengky kepada
    Kompas.com
    , Sabtu.
    Ia menegaskan, sejak Reformasi 1998, Polri telah menjadi institusi sipil sepenuhnya.
    Hal ini ditegaskan melalui TAP MPR Nomor VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri serta UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
    “Polisi itu sipil, bukan militer, bukan kombatan seperti tentara. Polisi juga tunduk pada peradilan umum. Jadi semakin jelas sipilnya,” tegas Poengky.
    Putusan MK menjadi sorotan karena saat ini banyak perwira tinggi Polri aktif yang menduduki jabatan strategis di kementerian dan lembaga negara, termasuk yang tidak berkaitan langsung dengan penegakan hukum.
    Mereka juga menjadi pihak yang namanya tercantum dalam permohonan uji materi yang dikabulkan MK.

    Berikut nama-nama polisi aktif yang menduduki jabatan sipil dan tertuang dalam berkas permohonan ke MK:
    1. Komjen Pol Setyo Budiyanto – Ketua KPK
    2. Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho – Sekjen Kementerian KKP
    3. Komjen Pol Panca Putra Simanjuntak – Lemhannas
    4. Komjen Pol Nico Afinta – Sekjen Kementerian Hukum
    5. Komjen Pol Suyudi Ario Seto – Kepala BNN
    6. Komjen Pol Albertus Rachmad Wibowo – Wakil Kepala BSSN
    7. Komjen Pol Eddy Hartono – Kepala BNPT
    8. Irjen Pol Mohammad Iqbal – Inspektur Jenderal DPD RI
    Polisi aktif lain yang menduduki jabatan sipil:
    1. Brigjen Sony Sanjaya – Wakil Kepala Badan Gizi Nasional
    2. Brigjen Yuldi Yusman – Plt Dirjen Imigrasi, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
    3. Kombes Jamaludin – Kementerian Haji dan Umrah
    4. Brigjen Rahmadi – Staf Ahli Kementerian Kehutanan
    5. Brigjen Edi Mardianto – Staf Ahli Mendagri
    6. Irjen Prabowo Argo Yuwono – Irjen Kementerian UMKM
    7. Komjen I Ketut Suardana – Irjen Kementerian Perlindungan Pekerja Migran
    Sejumlah jabatan tersebut dinilai tidak seluruhnya memiliki keterkaitan langsung dengan penegakan hukum, sehingga keberadaannya dipertanyakan setelah putusan MK keluar.
    Pada Kamis pekan lalu, MK mengabulkan seluruh permohonan uji materi perkara 114/PUU-XXIII/2025 terkait Pasal 28 ayat (3) UU Polri.
    Putusan tersebut menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri atau pensiun dari institusi.
    “Amar putusan, mengadili: 1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo, Kamis.
    Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa frasa “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” adalah syarat mutlak untuk menduduki jabatan sipil.
    Sementara penambahan frasa dalam penjelasan pasal “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” justru mengaburkan norma tersebut.
    Frasa itu memperluas makna aturan dan menyebabkan ketidakpastian hukum, baik bagi anggota Polri yang ingin menduduki jabatan sipil maupun bagi ASN yang bersaing mengisi jabatan serupa.
    Menurutnya, hal tersebut berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian, dan sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
    “Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut di atas, dalil para Pemohon bahwa frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 telah ternyata menimbulkan kerancuan dan memperluas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 adalah beralasan menurut hukum,” kata Ridwan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terungkap, LSM Pelapor Ternyata Alumni SMAN 1 Luwu Utara, Bahkan Pernah Diajar Rasnal
                
                    
                        
                            Makassar
                        
                        15 November 2025

    Terungkap, LSM Pelapor Ternyata Alumni SMAN 1 Luwu Utara, Bahkan Pernah Diajar Rasnal Makassar 15 November 2025

    Terungkap, LSM Pelapor Ternyata Alumni SMAN 1 Luwu Utara, Bahkan Pernah Diajar Rasnal
    Editor
    LUWU UTARA, KOMPAS.com
    – Faisal Tanjung ternyata alumni Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Luwu Utara.
    Ia melaporkan dua guru
    SMAN 1 Luwu Utara

    Rasnal
    dan Abdul Muis.
    Laporannya ke Polres Luwu Utara terkait pungutan dana komite Rp 20.000 per orangtua siswa.
    Akibatnya
    Rasnal dan Abdul Muis
    sempat mendekam dalam tahanan dan dipecat dari Aparatur Sipil Negara (ASN).
    Beruntung Prabowo Subianto turun tangan dan membatalkan pemecatan keduanya.
    Faisal Tanjung merupakan aktivis dari Lembaga Advokasi Investigasi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (BAIN HAM RI) Luwu Utara.
    Bahkan Faisal Tanjung pernah diajar oleh Rasnal.
    Fakta bahwa pelapor adalah mantan murid diungkap oleh Muhammad Alfaraby Rasnal, anak kandung Rasnal.
    “Faisal Tanjung ini juga Alumni Smansa Lutra (SMAN 1 Luwu Utara), tahun 2012 jurusan IPS. Dan muridnya bapak juga,” ujar Alfaraby, Jumat (14/11/2025).
    Faisal mengusut kasus ini setelah mendapat keterangan dari Feri salah satu siswa SMAN 1 Luwu Utara.
    “Kenapa bisa muncul masalah, karena ada salah satu siswa bernama Feri, notabenenya dia sering bergaul dengan LSM. Nah dia sampaikanlah, ke Faisal Tanjung,” bebernya.
    Kasus yang viral ini memicu gelombang dukungan, termasuk unjuk rasa dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara dan rapat dengar pendapat di DPRD Sulawesi Selatan.
    Setelah 5 tahun mencari keadilan, perjuangan kedua guru ini mendapat perhatian Presiden Prabowo Subianto.
    Sebelumnya, Faisal Tanjung mengatakan, pada Jumat, dirinya dimintai keterangan oleh pihak kepolisian terkait laporannya.
    Faisal menjelaskan, laporan tersebut didasarkan pada informasi seorang siswa, yang mengaku adanya pungutan di sekolah.
    Ia juga menyebut menerima bukti berupa pesan dari salah satu guru yang meminta siswa segera melunasi dana komite sebelum pembagian rapor.
    “Ada pesan di grup kelas XII Mipa 1 waktu itu. Gurunya mengingatkan siswa untuk bayar komite sebelum pembagian rapor. Di chat itu seolah-olah pembagian rapor tidak berjalan lancar kalau komite tidak dibayar,” kata Faisal.
    Menurut Faisal, ia kemudian mendatangi rumah Abdul Muis untuk meminta penjelasan secara langsung.
    “Saya datangi Pak Muis untuk menanyakan hal itu. Dia bilang itu sumbangan, bukan pungutan. Saya tanya, kalau sumbangan kenapa dipatok Rp 20.000 per siswa? Dia jawab itu hasil kesepakatan orang tua,” ucapnya.
    “Setahu saya, sumbangan itu diperbolehkan, tapi dalam bentuk barang, bukan uang dengan nominal tertentu,” tambahnya.
    Faisal mengaku kedatangannya saat itu murni untuk klarifikasi.
    Namun, ia menilai respons yang diterima justru membuat dirinya merasa “ditantang”.
    “Saya datang baik-baik, tapi malah dibilang, kalau merasa ada pelanggaran, silakan laporkan. Jadi saya laporkan,” ujarnya.
    Faisal juga mempertanyakan tudingan yang berkembang setelah putusan pengadilan dan proses rehabilitasi muncul.
    “Saya melapor berdasarkan informasi yang saya dapat. Kalau akhirnya dinyatakan bersalah di pengadilan, berarti laporan saya tidak salah. Tapi kenapa saya yang disalahkan?” ujarnya lagi.
    Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul
    Guru vs Mantan Siswa, Faisal Tanjung Pelapor 2 Guru Dipecat Ternyata Alumni SMAN 1 Lutra
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ribuan Guru dan Siswa Siap Jemput "Pahlawan Sekolah" Rasnal dan Abdul Muis di Luwu Sulsel
                
                    
                        
                            Makassar
                        
                        15 November 2025

    Ribuan Guru dan Siswa Siap Jemput "Pahlawan Sekolah" Rasnal dan Abdul Muis di Luwu Sulsel Makassar 15 November 2025

    Ribuan Guru dan Siswa Siap Jemput “Pahlawan Sekolah” Rasnal dan Abdul Muis di Luwu Sulsel
    Editor
    LUWU UTARA, KOMPAS.com
    – Guru dan siswa SMAN 1 Luwu Utara menyiapkan penyambutan meriah kedatangan Rasnal dan Abdul Muis.
    Keduanya akan dijemput ribuan guru dan siswa di perbatasan Luwu dan Luwu Utara, Selasa (18/11/2025).
    “Penjemputan Selasa siang. Batal penjemputan Senin karena mau ketemu dulu Pak Rasnal dan Pak Muis dengan Gubernur,” ujar Jusman, Ketua Media Infokom PGRI Luwu Utara.
    Selain Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara, para guru dan siswa
    SMAN 1 Luwu
    Utara juga akan turut menyambut keduanya.
    Prosesi penyambutan di lingkungan sekolah akan digelar pada Selasa (18/11/2025), sebagai bentuk kegembiraan keluarga besar sekolah atas dipulihkannya status Aparatur Sipil Negara (ASN)
    Rasnal dan Abdul Muis
    .
    “Kami senang sekali dengan dipulihkannya status ASN Pak Rasnal dan Pak Muis. Kegembiraan itu akan kami ungkapkan lewat penyambutan pada hari Selasa,” ujar Guru SMAN 1 Luwu Utara, Isnandar, saat ditemui di Masamba, Sabtu (15/11/2025).
    Meski Rasnal kini tidak lagi mengajar di SMAN 1 Luwu Utara, Isnandar memastikan pihak sekolah tetap mengundangnya untuk hadir karena kasus yang menimpa keduanya berawal dari sekolah yang berada di Kelurahan Kappuna, Kecamatan Masamba itu.
    “Saya sudah hubungi Pak Rasnal kemarin, dan beliau siap hadir pada prosesi penyambutan di sekolah,” katanya.
    Isnandar juga membocorkan sejumlah rangkaian acara yang akan digelar di SMAN 1 Luwu Utara.
    “Nanti kami akan sambut dengan tarian Paduppa. Kemudian Kepala Sekolah, atau yang mewakili, akan memasangkan baju Korpri kepada keduanya,” jelasnya.
    Kasus yang menjerat Rasnal dan Abdul Muis bermula dari polemik dana komite sekolah.
    Saat itu, pihak sekolah meminta sumbangan sukarela sebesar Rp20 ribu per bulan kepada orang tua siswa untuk membantu pembayaran insentif guru honorer.
    Namun, salah satu LSM melaporkan adanya dugaan pungutan liar (pungli) dalam pengelolaan dana tersebut.
    Laporan itu membuat mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, serta Bendahara Komite, Abdul Muis, ditetapkan sebagai tersangka.
    Keduanya sempat ditahan di Rutan Masamba dan menerima Surat Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari Gubernur Sulsel.
    Keputusan itu memicu penolakan dari kalangan guru.
    PGRI Luwu Utara menggelar aksi unjuk rasa menuntut keadilan, menilai kebijakan tersebut tidak proporsional.
    Pada Rabu (12/11/2025), Rasnal dan Abdul Muis bersama PGRI Luwu Utara mengadukan nasib mereka ke DPRD Sulsel, kemudian bertolak ke Jakarta untuk menemui Presiden.
    Presiden Prabowo menyetujui rehabilitasi dan memulihkan status ASN keduanya.
    Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul
    Ribuan Guru dan Siswa Siap Jemput ‘Pahlawan’ Sekolah Rasnal dan Abdul Muin di Batas Luwu – Lutra
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jejak Kebijakan Jokowi, Beri Konsensi Tanah IKN 190 Tahun yang Dihapus MK

    Jejak Kebijakan Jokowi, Beri Konsensi Tanah IKN 190 Tahun yang Dihapus MK

    Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan sejumlah ketentuan pasal 16A Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai sesuai batas waktu pemberian, perpanjangan dan pembaruan hak.

    UU IKN peninggalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas mengenai batas waktu penggunaan Hak Atas Tanah (HAT) dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN). Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (13/11/2025), MK menyatakan sejumlah ketentuan Pasal 16A UU IKN bertentangan dengan UUD 1945.

    Diketahui undang-Undang No.3/2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) merupakan regulasi peninggalan Presiden Joko Widodo menjelang lengser. Tujuan utama pemberian izin adalah untuk menarik investasi sebesar-besarnya ke proyek Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur.

    Skema konsesi berupa Hak Guna Usaha (HGU), hak pakai, dan Hak Guna Bangunan (HGB) diberikan maksimal dua siklus, masing-masing 95 tahun, sehingga total bisa mencapai 190 tahun jika lolos evaluasi di setiap periodenya.

    Saat kebijakan ini muncul tahun lalu, sejumlah toko memberikan kritikan karena dinilai merugikan Indonesia.

    Media Malaysia, Daily Express, menulis bahwa media tersebut sepakat dengan Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika yang menyatakan jika aturan tersebut sarat dengan pelanggaran.

    Dewi Kartika mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2023 yang baru saja disahkan Presiden Joko  Widodo atau Jokowi merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Pokok Agraria dan putusan Mahkamah Konstitusi. 

    Yang dinilai Dewi berbahaya adalah aspek pencabutan hak sama sekali tidak diatur dalam PP 12. Ia menegaskan, dengan besarnya masa konsesi yang hampir dua abad, sanksi harus dinyatakan secara jelas dan tegas.

    Sementara itu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) periode Oktober 2014 – Agustus 2015, Andrinof Chaniago menilai keputusan pemerintah memberi HAT 190 tahun sebagai langkah yang keliru. Menurutnya, siasat pemerintah untuk mendatangkan investor ke IKN lewat pemberian HGU, Hak Guna Bangunan (HGB) hingga Hak Pakai dengan jangka waktu sangat panjang itu dinilai kebablasan. 

    “Tidak perlu [pemberian HGU sampai 190 tahun], tidak perlu. Itu kebablasan,” kata Andrinof.

    Pasalnya, Andrinof menilai bahwa para investor akan datang dengan sendirinya seiring dengan makin matangnya pembangunan IKN. Atas dasar hal itu, yang seharusnya menjadi fokus pemerintah adalah bagaimana menyelesaikan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) terlebih dahulu.

    Pada saat yang sama, Andrinof juga menilai bahwa titah Jokowi yang menghendaki investasi mengalir deras ke IKN pada saat ini diprediksi sulit untuk terealisasi. 

    “Kecuali, investasi berupa rumah sakit itu relevan, sekolah relevan, supermarket relevan, taman rekreasi untuk ASN relevan. Tapi mencari investor yang mau menaruh dana Rp50 triliun itu tidak logis, mohon maaf saja tidak logis,” tegasnya.

    Dihapus MK

    Dalam perkembangan terbaru, Majelis hakim memberikan tafsir baru atas pengaturan jangka waktu Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP). Tafsir ini menegaskan bahwa mekanisme penggunaan HAT harus mengikuti tahapan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan, bukan diberikan sekaligus dalam dua siklus sebagaimana frasa yang tercantum dalam UU IKN.

    Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan amar Putusan Nomor 185/PUU-XXII/2024 menyampaikan ketentuan yang dinilai bertentangan dengan konstitusi. Ia membacakan amar putusan: “Menyatakan Pasal 16A ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara […] bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Dalam hal HAT yang diperjanjikan […] dalam bentuk hak guna usaha, diberikan hak, paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun; perpanjangan hak, paling lama 25 (dua puluh lima) tahun; dan pembaruan hak, paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi,” kata Suhartoyo dikutip dari laman MK, Jumat (14/11/2025).

    Istana Presiden di IKN

    Suhartoyo juga membacakan dua amar serupa untuk HGB dan HP, masing-masing dengan jangka waktu maksimal 30 tahun untuk pemberian, 20 tahun untuk perpanjangan, dan 30 tahun untuk pembaruan. Ia kemudian menegaskan: “Menyatakan Penjelasan Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UndangUndang Nomor 3 Tahun 2022 […] bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.” Permohonan ini diajukan oleh Stephanus Febyan Babaro dari suku Dayak, yang mempersoalkan potensi penyalahartian pengaturan HAT di wilayah IKN.

    Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut. Menurut dia, ketentuan Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 menimbulkan ambiguitas karena menyebutkan HGU diberikan melalui satu siklus dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua, yang jika dijumlahkan mencapai 190 tahun.

    “Sehingga hal demikian menimbulkan norma yang ambigu yang berpeluang disalahartikan,” ujarnya.

    Ketentuan tersebut dinilai serupa dengan pengaturan yang sebelumnya dibatalkan dalam Putusan MK Nomor 21-22/PUU-V/2007.

    Enny menekankan bahwa norma dua siklus melemahkan posisi negara dalam penguasaan tanah sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Padahal, perubahan UU IKN dimaksudkan untuk menciptakan jangka waktu HAT yang kompetitif guna menarik investasi. Ia menyebut pengaturan khusus yang berlaku hanya di IKN juga berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap daerah lain dalam hal penanaman modal.

    Enny menegaskan MK tetap mengakui mekanisme tiga tahapan yakni pemberian, perpanjangan, dan pembaruan yang selama ini menjadi praktik pertanahan nasional dan telah ditegaskan dalam putusan MK sebelumnya. Ia menyatakan bahwa pemberian HAT sekaligus dalam dua siklus tidak sesuai dengan prinsip evaluasi berkala yang wajib dilakukan negara. Karena itu, frasa tentang “siklus pertama” dan “siklus kedua” harus dibatalkan. “Artinya, batasan waktu paling lama 95 tahun dimaksud dapat diperoleh sepanjang memenuhi persyaratan selama memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi,” ujarnya.

    Dengan pemaknaan baru tersebut, Penjelasan Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 dinyatakan tidak lagi diperlukan dan otomatis tidak berlaku. Dalam konteks penanaman modal, Enny menilai bahwa rujukan yang tepat adalah UU 25/2007 tentang Penanaman Modal yang telah dimaknai MK. Ketentuan ini menggarisbawahi bahwa perpanjangan atau pembaruan hak harus melalui evaluasi atas penggunaan tanah.

    Dia menambahkan bahwa peraturan yang memberikan kemudahan investasi harus tetap sejalan dengan konstitusi dan tidak melemahkan posisi negara.

    “Substansi Penjelasan Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 dan praktik yang diterapkan dalam pemberian HGU telah mengikuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21-22/PUU-V/2007,” kata Enny.

  • Ponorogo kaji ulang mutasi 138 ASN pastikan layanan publik stabil

    Ponorogo kaji ulang mutasi 138 ASN pastikan layanan publik stabil

    Ponorogo, Jawa Timur (ANTARA) – Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur mengkaji secara menyeluruh terhadap mutasi 138 aparatur sipil negara (ASN) yang dilakukan Bupati nonaktif Sugiri Sancoko sesaat sebelum operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (8/11).

    Kajian ini dilakukan untuk memastikan seluruh proses berjalan sesuai ketentuan, sekaligus menjaga keberlanjutan pelayanan publik di lingkungan Pemkab Ponorogo.

    “Mutasi kemarin jalan, tapi kami mau lihat lagi, pelajari dulu seperti apa. Yang terpenting pelayanan tetap berjalan,” ujar Pelaksana Tugas Bupati Ponorogo, Lisdyarita di Ponorogo, Sabtu.

    Mutasi tersebut sebelumnya dijadwalkan berlaku per 10 November sesuai terhitung mulai tanggal (TMT).

    Namun hingga kini para ASN masih menempati jabatan lama sambil menunggu keputusan resmi pemerintah daerah.

    Lisdyarita mengatakan, pemerintah daerah berkewajiban memastikan setiap kebijakan kepegawaian memiliki dasar hukum yang kuat agar tidak berdampak pada stabilitas pelayanan kepada masyarakat.

    Senada, Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Ponorogo Sugeng Prakoso, menegaskan seluruh ASN yang masuk dalam daftar mutasi tetap melaksanakan tugas seperti biasa.

    Menurut dia, evaluasi diperlukan karena mutasi dilakukan hanya sekitar satu jam sebelum OTT, sehingga perlu verifikasi legalitas demi menjaga tertib administrasi pemerintahan.

    “Kami lihat dulu seperti apa. Sementara masih dalam kajian. Yang jelas pemerintahan tidak boleh berhenti,” katanya.

    Dari 138 ASN yang dimutasi, dua merupakan pejabat eselon II. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Hery Sutrisno, dipindahkan menjadi Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispertahankan).

    Sedangkan pejabat sebelumnya di dinas tersebut, Supriyanto, dipindahkan menjadi Kepala BKPSDM Ponorogo.

    Mutasi lainnya mencakup sekretaris dinas, camat, kepala bidang hingga lurah.

    Pemkab Ponorogo memastikan evaluasi dilakukan secara objektif dan mengedepankan integritas agar tidak mengganggu jalannya pelayanan publik di seluruh satuan kerja.

    Pemerintah daerah menegaskan setiap langkah penataan ASN akan mempertimbangkan prinsip legalitas, akuntabilitas, dan keberlanjutan layanan kepada masyarakat.

    Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.