JAKARTA – Penundaan pengangkatan CPNS yang sedianya dilakukan Maret 2025 menjadi Oktober 2025 atau Maret 2026 menjadi kabar buruk bagi para calon Aparatur Sipil Negara (ASN) dan menjadi pukulan bagi perekonomian lantaran akan menimbulkan kerugian.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara memperkirakan bahwa dengan adanya penundaan pengangkatan CPNS total pendapatan ASN yang berpotensi hilang sebesar Rp6,76 triliun.
Menurutnya calon pegawai abdi negara yang sudah berharap pengangkatan CPNS pada Maret 2025, terlanjur resign lebih dulu dari pekerjaan sebelumnya, namun dikecewakan karena jadi pengangguran semu selama 9 bulan, dan pemerintah tidak mampu menjadi shock absorber disaat sektor swasta dilanda PHK massal.
Bhima menjelaskan total angka tersebut muncul jika asumsinya rata-rata gaji pokok ASN sebesar Rp3,2 juta untuk masa kerja 0-3 tahun serta kemudian diambil 80 persen gaji pokok, dikurangi pajak dan ditambah berbagai tunjangan sehingga didapatkan sekitar Rp3 juta per bulan.
“Kalau ada 9 bulan penundaan pengangkatan CPNS artinya ada potensi pendapatan per orang ASN yang hilang sebesar Rp27 juta. Sementara ada 250.407 formasi yang dibutuhkan baik di pusat dan daerah,” ujarnya dalam keterangannya, dikutip Selasa, 11 Maret.
Bhima menyampaikan bahwa hal itu baru kerugian yang dialami para calon ASN karena tidak menerima pendapatan. Namun, penundaan pengangkatan CPNS juga berdampak bagi ekonomi.
“Sementara dampak berganda yang hilang karena penundaan pengangkatan CPNS bisa lebih besar lagi ke total ekonomi,” jelasnya.
Bhima menyampaikan Pemerintah sedang mengalami dua masalah akut yaitu pertama, pembukaan formasi CPNS sebanyak 250.407 posisi dilakukan sebelum masa pemerintahan baru Prabowo.
“Artinya, perubahan prioritas program, dan perombakan alokasi belanja pemerintah era Prabowo berdampak signifikan terhadap formasi kebutuhan ASN,” jelasnya.
Berikutnya masalah kedua yaitu, efisiensi belanja pemerintah (austerity measures) jadi alasan utama pemerintah menunda pengangkatan CPNS dengan target efisiensi belanja APBN sebesar Rp306 triliun dimana belum termasuk modal Danantara, sehingga belanja pegawai menjadi salah satu sasaran penghematan ekstrem.
Bhima menyampaikan efisiensi anggaran yang berdampak pada penundaan pengangkatan CPNS tidak terlepas dari tiga faktor utama yaitu kegagalan penerimaan negara terutama paska Coretax bermasalah dan jatuhnya harga komoditas.
Selanjutnya, pemborosan pembangunan infrastruktur era Jokowi berdampak pada pelebaran defisit APBN dan beban utang yang menembus Rp1.350 triliun termasuk utang jatuh tempo dan bunga utang harus dicari dari penghematan (meski tak cukup).









