Mendikti Bakal Cabut Status ASN Guru Besar UGM yang Lecehkan Mahasiswa
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (
Mendikti Saintek
)
Brian Yuliarto
akan mencabut status Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Guru Besar
Universitas Gadjah Mada
(
UGM
) berinisial EM yang melecehkan mahasiswa.
Brian mengatakan, proses pencabutan
status ASN
dari EM memerlukan sejumlah prosedur yang masih harus dilakukan.
“Ya nanti (kami cabut status ASN), intinya sesuai dengan prosedur yang ada, ketentuan yang ada, kita akan proses seperti itu,” ujar Brian saat ditemui di Kantor Kemendikti Saintek, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2025).
Brian menuturkan, sejauh ini pimpinan UGM telah melakukan proses sesuai aturan dalam menangani masalah tersebut.
“Ya tentu kan di UGM sudah ada komisi disiplin atau komisi etik,” ucapnya. “Pimpinan UGM sudah melakukan proses yang sesuai ketentuan, jadi nanti kita tentu akan bekerja sama dan menindaklanjuti,” tandas Brian.
Sebelumnya diberitakan, oknum guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta berinisial EM terjerat kasus
kekerasan seksual
dan telah diberhentikan dari jabatannya sebagai dosen.
Modus operandi yang dilakukan oleh EM disebutkan lebih banyak terjadi di rumahnya.
Sekretaris UGM Andi Sandi mengungkapkan bahwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh EM lebih sering terjadi di luar kampus.
“Modusnya kegiatannya dilakukan lebih banyak di rumah, mulai dari diskusi, bimbingan akademik baik itu skripsi, tesis, juga disertasi,” ujarnya saat ditemui di Balairung, UGM, Selasa (8/4) lalu.
Mereka menilai UGM seharusnya segera melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian dan ke instansi terkait, agar pendampingan terhadap korban bisa dilakukan secara optimal.
Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi, mengaku pihaknya belum memperoleh informasi yang utuh mengenai jumlah dan kondisi para korban karena tidak adanya laporan resmi dari UGM.
“Kami belum bisa mendapatkan akses terhadap para korban yang jelas, sehingga kami belum bisa mendatangi juga para korbannya,” ujar Erlina saat dihubungi pada Senin (14/4) kemarin.
Ia menegaskan, sesuai Undang-Undang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual
(TPKS), setiap dugaan kekerasan seksual wajib dilaporkan agar dapat ditindaklanjuti dengan pendampingan yang memadai.
Hal ini penting untuk memastikan penanganan korban berjalan dengan baik dan hak-haknya terlindungi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: ASN
-
/data/photo/2025/03/11/67cfc06bdbf63.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mendikti Bakal Cabut Status ASN Guru Besar UGM yang Lecehkan Mahasiswa Nasional 15 April 2025
-

Komisi II tidak siapkan revisi UU Pemilu, tetapi fokus pada RUU ASN
Ssubstansi perubahan yang hanya menyasar satu pasal, tetapi memiliki dampak besar pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menegaskan bahwa saat ini pihaknya tidak sedang menyiapkan perubahan terhadap Undang-Undang tentang Pemilihan Umum, tetapi fokus pada revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Wakil rakyat yang membidangi penegakan hukum memegang peran penting dalam memastikan terciptanya keadilan, kepastian hukum, dan supremasi hukum ini mengatakan bahwa fokus utama Komisi II tahun ini pada Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Aparatur Sipil Negara (ASN), sesuai dengan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
“Kelihatannya pada hari jadi ke-17 itu teman-teman penyelenggara pemilu, terutama dari Bawaslu, terlihat resah soal masa depan kelembagaan mereka, apakah tetap permanen atau kembali ke bentuk ad hoc,” kata Zulfikar dalam Tasyakuran HUT Ke-17 Bawaslu RI di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Selasa.
Zulfikar lantas berkata, “Saya ingin sampaikan bahwa informasi yang benar adalah Komisi II tidak sedang menyiapkan perubahan UU Pemilu … mohon maaf. Komisi II pada tahun ini, prolegnas tahun ini, diminta revisi UU ASN.”
Ditegaskan pula bahwa saat ini Komisi II diarahkan untuk bahas revisi UU ASN meskipun dia tidak setuju terhadap rencana tersebut.
“Saya tidak tahu kenapa harus diubah lagi? Padahal, belum lama ada perubahan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara. Saya pribadi tidak setuju karena ada semangat sentralisasi dalam perubahan ini,” ujar Zulfikar.
Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023.
Ia menyoroti substansi perubahan yang hanya menyasar satu pasal, tetapi memiliki dampak besar pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Perubahan itu, kata dia, menyangkut pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pejabat pimpinan tinggi yang ditarik langsung ke Presiden.
“Ini menafikan negara kesatuan yang desentralisasi dan otonomi luas sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI Tahun 1945, termasuk menafikan kewenangan pejabat pembina kepegawaian di daerah,” jelasmya.
Lebih lanjut dia menyatakan keberatannya secara pribadi dan akan berupaya agar perubahan itu tidak terjadi.
“Saya termasuk yang tidak setuju, dan akan berusaha agar itu tidak disahkan. Mohon maaf … kalau sampai ini diketok oleh pimpinan DPR, apalagi oleh ketua umum partai,” ucap Zulfikar.
Terkait dengan rencana perubahan UU Pemilu, Zulfikar menambahkan bahwa proses tersebut sebenarnya sedang digodok oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Namun, Komisi II sedang berupaya agar pembahasan itu dikembalikan ke ranah Komisi II sebagai mitra langsung penyelenggara pemilu.
“Kami sudah melobi pimpinan DPR, dan terakhir saya bicara dengan Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, sudah ada sinyal positif untuk mengembalikannya ke Komisi II,” pungkasnya.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025 -

Sri Mulyani Ungkap Alasan Dosen di Kemendiktisaintek Tak Terima Tukin
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan sempat munculnya keresahan di kalangan dosen ASN Kemendiktisaintek terkait tunjangan kinerja alias Tukin.
Bendahara Negara tersebut menyampaikan bahwa tukin sebelumnya hanya diberikan kepada ASN nondosen (guru) dan dosen pada perguruan tinggi K/L (seperti Kemenkeu dan Kemenag). Sementara dosen di perguruan tinggi negeri (PTN) lainnya mendapatkan bonus berupa renumerasi.
Bagi dosen ASN di PTN yang belum melakukan renumerasi, PTN Satker, maupun Lembaga Layanan (LL) Dikti, hanya menerima penghasilan berupa gaji pokok, tunjangan melekat, dan tunjangan profesi (jika sudah lulus sertifikasi profesi).
“Untuk yang ASN di dalam Kemendiktisaintek yang bukan dosen, mereka mendapatkan tukin, yang dosen dapat tunjangan profesi. Kondisi itu masih diterima baik-baik saja waktu tunjangan profesi lebih tinggi dari tukin,” ujarnya dalam Taklimat Media, Selasa (15/4/2025).
Sebagaimana namanya, tukin diberikan sesuai dengan kinerja masing-masing kementerian.
Di saat tukin Kemendiktisaintek semakin hari semakin naik, tunjangan profesi tidak naik setinggi “bonus” para ASN nondosen tersebut.
Lantas, hal ini lah yang menurut Sri Mulyani membuat para dosen resah akan penghasilannya tersebut.
“Waktu liat tukin di Kemendiktisaintek naik terus, mereka menjadi khawatir maka muncul keresahan dan kemudian berdemonstrasi. ini lah yang kemudian Bapak Presiden Prabowo minta diperbaiki, kami diminta memperbaiki,” lanjutnya.
Adapun Prabowo Subianto Peraturan Presiden (Perpres) No. 19/2025 tentang Tukin Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), di mana pemerintah pada akhirnya memberikan Tukin secara merata kepada dosen ASN.
Melalui beleid tersebut, tukin diberikan kepada pegawai di lingkungan Kemendiktisaintek, termasuk untuk dosen. Besaran tukin dosen, yakni selisih tukin pada kelas jabatannya dengan tunjangan profesi pada jenjangnya.
Adapun tukin ini diberikan kepada 31.066 dosen PTN Satker, PTN BLU yang belum renumerasi, dan pada dosen di LL Dikti.
Sri Mulyani menekankan bahwa pelaksanaan pembayaran akan diproses sesuai mekanisme pembayaran tunjangan kinerja.
Nantinya, Kemendiktisaintek akan menetapkan Permendiktisaintek mengenai ketentuan teknis pemberian tukin bagi dosen serta menentukan kelas jabatan dan kriteria penilaian kinerja.
Ratusan dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang tergabung dalam Koalisi Dosen Universitas Mulawarman ini merasa hanya dituntut untuk menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat) dengan dedikasi penuh tanpa ada timbal balik.
Dengan tegas, pihak koalisi menuntut pemerintah untuk memenuhi hak Tukin seluruh Dosen ASN tanpa diskriminasi status perguruan tinggi dan membayarkan Tukin sesuai kelas jabatan fungsional dosen.
Kemudian, Kementerian Keuangan diminta mengakomodir Tukin untuk seluruh dosen ASN Kemendikbudristek tanpa terkecuali dan Kemendikbudristek agar segera membayarkan Tukin sejak tahun 2020.
Simak daftar 29 kampus atau PTN BLU yang dosennya akan menerima tukin, klik di Link Berikut.
-

Dosen ASN Dapat Tukin Rp2,5 Juta hingga Rp33 Juta lewat Pengesahan Perpres 19/2025
PIKIRAN RAKYAT – Kepastian tunjangan kinerja (tukin) untuk dosen ASN yang berada di bawah naungan pemerintah semakin saklek lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025.
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) kini wajib menurunkan tunjangan tersebut tanpa kecuali. Demikian menurut Mendiktisaintek Brian Yuliarto, dalam taklimat media di kantor Kemdiktisaintek, Jakarta, Selasa, 15 April 2025.
“Pada tanggal 27 Maret kemarin secara resmi telah ditandatangani Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2025 tentang tunjangan kinerja di lingkungan Kemdiktisaintek,” kata dia.
“Tunjangan kinerja ini diberikan sebagai pengakuan atas capaian reformasi birokrasi di kementerian ini serta juga nantinya adalah kinerja individu, ASN, dosen, maupun pegawai lainnya,” ujar Menteri Brian lagi.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini, menjelaskan bahwa tunjangan kinerja ini bukan hanya sekadar tambahan pendapatan.
Lebih dari itu, tukin ini adalah alat strategis untuk mendorong birokrasi agar lebih adaptif, produktif, dan fokus pada pencapaian hasil.
“Tentunya ada tiga hal utama yang menjadi pertimbangan atau yang mendasari pemberian tunjangan kinerja ini. Pertama adalah untuk mendorong budaya kinerja dan profesionalisme ASN. Kedua, untuk menghapuskan berbagai honorarium dan tunjangan-tunjangan lainnya, dan yang ketiga adalah memacu percepatan reformasi birokrasi di seluruh instansi,” kata Rini.
Rini menyatakan, tunjangan kinerja juga membawa tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas kinerja dan mendukung reformasi birokrasi berkelanjutan.
Ia juga menambahkan bahwa evaluasi dan monitoring pelaksanaan reformasi birokrasi, termasuk tunjangan kinerja bagi dosen ASN, akan dilakukan secara berkala.
“Oleh karena itu kami berharap kebijakan tunjangan kinerja ini tentunya menjadi pemicu semangat untuk terus bekerja lebih baik, melayani lebih cepat, dan memberikan dampak yang nyata kepada masyarakat,” ucap Menteri PANRB Rini Widyantini.
Besaran Tukin per Kelas Jabatan
Efektif sejak Januari 2025, berikut adalah rincian jumlah tukin (Tunjangan Kinerja) yang ditentukan berdasarkan kelas jabatan:
Kelas Jabatan 1: Rp2.531.250 Kelas Jabatan 2: Rp2.708.250 Kelas Jabatan 3: Rp2.898.000 Kelas Jabatan 4: Rp2.985.000 Kelas Jabatan 5: Rp3.134.250 Kelas Jabatan 6: Rp3.510.400 Kelas Jabatan 7: Rp3.915.950 Kelas Jabatan 8: Rp4.595.150 Kelas Jabatan 9: Rp5.079.000 Kelas Jabatan 10: Rp5.979.200 Kelas Jabatan 11: Rp8.757.600 Kelas Jabatan 12: Rp9.896.000 Kelas Jabatan 13: Rp10.936.000 Kelas Jabatan 14: Rp17.064.000 Kelas Jabatan 15: Rp19.280.000 Kelas Jabatan 16: Rp27.577.500 Kelas Jabatan 17: Rp33.240.000. ****
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

Sri Mulyani Ungkap Biang Kerok Dosen Demo soal Tukin
Jakarta –
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan yang memicu demonstrasi para dosen perguruan tinggi di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) beberapa waktu lalu. Hal itu dikarenakan masalah komponen tunjangan profesi dan tunjangan kinerja (tukin).
Sri Mulyani mengatakan ada perbedaan mencolok antara besaran tukin yang lebih tinggi dari tunjangan profesi. Sementara dosen di lingkungan Kemendiktisaintek tidak mendapatkan tukin, melainkan dapatnya tunjangan profesi.
“Ini para dosen jadi resah, kalau begitu enakan dapat tukin daripada tunjangan profesi. Ini yang mentrigger berbagai demo,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Auditorium Graha Diktisaintek, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Sri Mulyani menyebut tukin di Kemendiktisaintek untuk pejabat struktural terus meningkat sesuai indikator penilaian kinerja dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Sementara yang statusnya profesi dosen hanya mendapatkan tunjangan profesi yang kenaikannya tidak secepat tukin.
Sri Mulyani mencontohkan guru besar atau profesor yang bekerja pada PTN Satker memiliki tunjangan profesi Rp 6,73 juta, sementara jika setara dengan pejabat struktural adalah eselon II yang tukinnya Rp 19,28 juta.
“Mereka (dosen) merasa saya dapat tunjangan profesi dan waktu dilihat tukinnya di Kemendikbud atau Kemendiktisaintek naik terus, mereka menjadi worst off. Muncul keresahan dan berdemonstrasi,” ucapnya.
Dengan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kemendiktisaintek, tukin juga diberikan kepada dosen ASN yang bekerja pada Satker PTN, Satker PTN BLU yang belum menerima remunerasi dan Lembaga Layanan Dikti.
“Kalau seorang profesor guru besar sudah mendapat tunjangan profesi Rp 6,7 juta, sementara tunjangan kinerjanya untuk yang setara eselon II di Kemendiktisaintek adalah Rp 19,2 juta, maka guru besar ini tetap dapat tunjangan profesi, ditambah tukin tapi tidak sebesar Rp 19,2 juta, tapi selisihnya. Jadi dia mendapat tambahan dalam bentuk tukinnya,” jelas Sri Mulyani.
Kenapa dosen di lingkungan Kemendiktisaintek tidak mendapatkan tukin dan dapatnya tunjangan profesi? Sri Mulyani menyebut sejak tahun 2013 tukin tidak diberikan untuk pejabat fungsional dosen, melainkan dapatnya tunjangan profesi.
“Waktu itu saya tidak tahu di 2013 antara tukin dengan tunjangan profesi barangkali masih sama atau bahkan tunjangan profesi lebih tinggi dikit daripada tukin. Ini diatur oleh pak menterinya sendiri waktu itu, bahwa dosen yang ada dan bekerja di kementerian memang tidak mendapatkan tukin, tapi mereka sudah mendapatkan tunjangan profesi. Jadi komponen gajinya mereka gaji pokok, tunjangan melekat dan tunjangan profesi. Sedangkan aparat Kemendiktisaintek itu yang non dosen mendapatkan tunjangan pokok, tunjangan melekat dan tukin,” jelas Sri Mulyani.
Kebijakan itu terus berlanjut sampai beberapa kali ganti nama. Sebagaimana diketahui, pada 2016 Dikti pindah dari Kemendikbud menjadi Kemendikti, kemudian pada 2018 menjadi Kemenristekdikti, pada 2019 balik lagi menjadi Kemendikbud, sampai akhirnya di era Presiden Prabowo Subianto diganti menjadi Kemendiktisaintek.
“2018 Perpres 131, Kemenristekdikti digabung lagi nih tukinnya dinaikkan atau mendapatkan perbaikan sesuai dengan Menpan-RB. Dosen juga tetap tidak diberikan tukin, tapi mendapatkan tunjangan profesi. Jadi setiap bolak dan balik ini dosen tetap hanya mendapat tunjangan profesi, dia tidak pernah di-treat sebagai aparat seperti ASN non-dosen yang mendapat tukin. Inilah yang kemudian Bapak Presiden Prabowo meminta diperbaiki,” ungkap Sri Mulyani.
(aid/rrd)
-

Simak! Ini Hitungan Terbaru Tukin dan Tunjangan Profesi Dosen di 2025
Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kini para dosen ASN tak lagi mendapatkan tunjangan kinerja (tukin) dan tunjangan profesi secara full atau utuh. Hal ini disebabkan adanya perhitungan terbaru untuk tukin dan tunjangan profesi dosen berdasarkan Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2025.
Aturan ini menegaskan besaran tukin selisih tunjangan kinerja pada kelas jabatannya dengan tunjangan profesi pada jenjangnya (jika sudah menerima tunjangan profesi), jika tunjangan profesi lebih besar, maka yang dibayarkan adalah tunjangan profesi
“Kalau ada seorang guru besar, dia sudah mendapatkan tunjangan profesi sebesar Rp 6.733.000. Sementara tunjangan kinerja untuk jabatan yang setara eselon II di Kemendikbudristek adalah Rp 19.288.000 maka guru besar ini tidak akan menerima keduanya secara penuh,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Selasa (15/4/2025).
Secara rinci, jika guru besar dalam contoh tersebut mendapatkan tunjangan profesi sebesar Rp 6.733.000 juta dan tunjangan kinerja sebesar Rp 19.288.000 maka total yang diterima bukanlah Rp 26.021.000.
Namun, dosen hanya akan menerima tunjangan profesi sebesar Rp 6.733.000 dan selisih dari tukin sebesar Rp 12.542.000. Jadi bukan memilih mana yang lebih besar. Tunjangan profesi tetap dibayar, tapi tunjangan kinerja adalah tambahan sampai setara dengan yang struktural. Kalau lebih rendah daripada tunjangan profesi, ya tidak ditambahin,” ujar Sri Mulyani.
Berdasarkan Perpres No 19 Tahun 2025, berikut besaran tukin pegawai di lingkungan Kemendiktisaintek terbaru per bulan:
Tukin kelas jabatan 17: Rp 33.240.000
Tukin kelas jabatan 16: Rp 27.577.500
Tukin kelas jabatan 15: Rp 19.280.000
Tukin kelas jabatan 14: Rp 17.064.000
Tukin kelas jabatan 13: Rp 10.936.000
Tukin kelas jabatan 12: Rp 9.896.000
Tukin kelas jabatan 11: Rp 8.757.600
Tukin kelas jabatan 10: Rp 5.979.200
Tukin kelas jabatan 9: Rp 5.079.000
Tukin kelas jabatan 8: Rp 4.595.150
Tukin kelas jabatan 7: Rp 3.915.950
Tukin kelas jabatan 6: Rp 3.510.400
Tukin kelas jabatan 5: Rp 3.134.250
Tukin kelas jabatan 4: Rp 2.985.000
Tukin kelas jabatan 3: Rp 2.898.000
Tukin kelas jabatan 2: Rp 2.708.250
Tukin kelas jabatan 1: Rp 2.531.250Sementara itu, tukin Mendiktisaintek adalah 150% dari tukin dengan kelas jabatan tertinggi di Kemendiktisaintek, atau Rp 49.860.000. Sedangkan, tukin Wamendiktisaintek adalah 90% dari tukin Mendiktisaintek atau Rp 44.874.000.
(haa/haa)
-

31.066 Dosen Kemendiktisaintek Bakal Dapat Tukin, Sri Mulyani Siapkan Rp 2,66 T
Jakarta –
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan 31.066 dosen di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) bisa mendapatkan tunjangan kinerja (tukin). Sebelumnya mereka mendapatkan tunjangan profesi.
Kebijakan ini sebagai tindaklanjut terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kemendiktisaintek. Anggaran disiapkan Rp 2,66 triliun terhitung dari Januari-Desember 2025, ditambah tunjangan hari raya (THR) dan gaji 13.
“Walaupun Perpres ini baru keluar di April, untuk teman-teman dosen 31.066 ini akan dapatnya mulai 1 Januari 2025. Ini berarti mereka dapat 14 bulan karena 12 bulan Januari-Desember + THR + gaji 13. Nilainya adalah Rp 2,66 triliun yang akan kami bayarkan sesudah Mendiktisaintek mengeluarkan peraturan menteri untuk pelaksanaannya,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Auditorium Graha Diktisaintek, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Sebanyak 31.066 dosen di bawah Kemendiktisaintek itu bekerja pada Satker PTN (8.725 dosen), satker PTN BLU yang belum menerima remunerasi (16.540 dosen) dan lembaga layanan Dikti (5.801 dosen). Mereka yang awalnya mendapatkan gaji pokok + tunjangan melekat + tunjangan profesi, kini bisa mendapatkan gaji dengan perhitungan gaji pokok + tunjangan melekat + tukin jika besaran tunjangan profesi lebih kecil.
“Kalau tunjangan profesinya lebih tinggi, sementara tukinnya lebih rendah, tidak berarti bahwa harus nurunin tukinnya. Jadi kalau lebih besar nggak apa, kalau lebih kecil kita tambahkan,” ucapnya.
Sri Mulyani menyebut aturan ini tidak hanya untuk meningkatkan kinerja, melainkan memberikan prinsip keadilan. Pasalnya yang terjadi di lapangan selama ini dosen di Kemendiktisaintek mendapat tunjangan profesi yang besarannya lebih kecil dari tukin.
“Ini para dosen jadi resah, kalau begitu enakan dapat tukin daripada tunjangan profesi. Ini yang mentrigger berbagai demo,” ucapnya.
Sri Mulyani mencontohkan guru besar atau profesor dari PTN Satker memiliki tunjangan profesi Rp 6,7 juta, sementara jika setara dengan struktur adalah eselon II yang tukinnya Rp 19,28 juta. Dengan lahirnya Perpres Nomor 19 Tahun 2025, tukin juga diberikan kepada dosen ASN yang bekerja pada Satker PTN, Satker PTN BLU yang belum menerima remunerasi dan Lembaga Layanan Dikti.
“Kalau seorang profesor guru besar sudah mendapat tunjangan profesi Rp 6,7 juta, sementara tunjangan kinerjanya untuk yang setara eselon II di Kemendiktisaintek adalah Rp 19,2 juta, maka guru besar ini tetap dapat tunjangan profesi, ditambah tukin tapi tidak sebesar Rp 19,2 juta, tapi selisihnya. Jadi dia mendapat tambahan dalam bentuk tukinnya,” jelas Sri Mulyani.
Berikut daftar tukin di Kemendiktisaintek:
– Kelas jabatan 17 Rp 33.240.000
– Kelas jabatan 16 Rp 27.577.500
– Kelas jabatan 15 Rp 19.280.000
– Kelas jabatan 14 Rp 17.064.000
– Kelas jabatan 13 Rp 10.936.000
– Kelas jabatan 12 Rp 9.896.000
– Kelas jabatan 11 Rp 8.757.600
– Kelas jabatan 10 Rp 5.979.200
– Kelas jabatan 9 Rp 5.079.200
– Kelas jabatan 8 Rp 4.595.150
– Kelas jabatan 7 Rp 3.915.950
– Kelas jabatan 6 Rp 3.510.400
– Kelas jabatan 5 Rp 3.134.250
– Kelas jabatan 4 Rp 2.985.000
– Kelas jabatan 3 Rp 2.898.000
– Kelas jabatan 2 Rp 2.708.250
– Kelas jabatan 1 Rp 2.531.250(aid/rrd)
-

13.710 Penyelenggara Negara Belum Lapor Kekayaan, KPK Minta Evaluasi Internal di Masing-masing Instansi
PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan bahwa sebanyak 13.710 Penyelenggara Negara belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) hingga batas akhir pelaporan pada Senin, 11 April 2025. Temuan ini menjadi sorotan tajam atas pentingnya transparansi dan integritas pejabat publik.
“Sampai dengan batas akhir pelaporan LHKPN untuk tahun pelaporan 2024, yakni pada 11 April 2025, KPK telah menerima sejumlah 402.638 LHKPN, dari total 416.348 Wajib Lapor, atau persentase pelaporan tepat waktunya mencapai 96,71 persen,” kata Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Selasa, 15 April 2025.
KPK menyampaikan apresiasi kepada para penyelenggara negara yang telah patuh melaksanakan kewajibannya dalam pelaporan LHKPN. Kepatuhan ini sebagai komitmen nyata sekaligus teladan baik dalam pencegahan korupsi oleh seorang pejabat publik.
Meski tingkat kepatuhan cukup tinggi, KPK tetap menyoroti 13.710 pejabat yang belum melaporkan kekayaannya. Para pejabat ini tetap diimbau untuk segera menyampaikan laporan meskipun statusnya tercatat sebagai pelaporan terlambat.
“Bagi para PN/Wajib lapor yang belum menyelesaikan kewajibannya, tetap diimbau untuk melaporkan LHKPN-nya sebagai bentuk transparansi atas kepemilikan aset atau harta seorang pejabat publik,“ ujar Budi.
Verifikasi Laporan LHKPN
Budi menyampaikan, KPK akan melakukan verifikasi administratif atas laporan yang telah masuk. Jika dinyatakan lengkap, data kekayaan para pejabat akan dipublikasikan melalui laman resmi elhkpn.kpk.go.id.
Lebih lanjut, KPK meminta agar pimpinan lembaga dan satuan pengawas internal di setiap instansi melakukan pemantauan dan evaluasi atas kepatuhan pelaporan LHKPN di lingkungan masing-masing.
Data Pelaporan LHKPN
Berdasarkan data, tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN di bidang eksekutif sebesar 96,99 persen. Dengan perincian, jumlah wajib lapor sebanyak 332.822, dari angka itu yang sudah menyerahkan LHKPN sebanyak 322.807 orang, dan yang belum sebanyak 10.015.
Sementara itu, tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN di rumpun legislatif sebesar 85,85 persen. Jumlah wajib lapor sebanyak 20.787, dari angka itu yang sudah menyerahkan LHKPN 17.846 orang, dan yang belum sebanyak 2.941.
Kemudian tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN di wilayah yudikatif mencapai 99,98 persen. Jumlah wajib lapor sebanyak 17.931, dari angka itu yang sudah menyerahkan LHKPN 17.928 orang, dan yang belum sebanyak 3 orang.
Lalu, tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN di BUMN/BUMD berada di angka 98,32 persen. Jumlah wajib lapor sebanyak 44.808, dari angka itu yang sudah menyerahkan LHKPN 44.057 orang, dan yang belum sebanyak 751 orang.
“Kepatuhan LHKPN ini dapat digunakan sebagai salah satu basis data dukung dalam manajemen ASN, seperti promosi bagi para pegawai yang patuh, maupun penjatuhan sanksi administratif bagi yang lalai,” ucap Budi.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

