Kementrian Lembaga: ASN

  • DPD: Kolaborasi antar-OPD pemkab/pemkot tingkatkan pelayanan publik

    DPD: Kolaborasi antar-OPD pemkab/pemkot tingkatkan pelayanan publik

    data Ombudsman RI menyebutkan tingkat kepatuhan standar pelayanan publik di kabupaten dan kota se-Indonesia baru sekitar 54 persen pada tahun 2023

    Bantul (ANTARA) – Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas menyatakan kolaborasi antar-OPD (organisasi perangkat daerah) di lingkungan pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemkot) itu perlu untuk meningkatkan pelayanan publik secara optimal.

    GKR Hemas dalam kunjungan ke Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa, mengatakan data Ombudsman RI menyebutkan tingkat kepatuhan standar pelayanan publik di kabupaten dan kota se-Indonesia baru sekitar 54 persen pada tahun 2023.

    “Karena itu, dalam hal ini kita harus berkolaborasi untuk meningkatkan pelayanan publik secara optimal minimal di atas 70 persen,” kata anggota DPD wakil DIY tersebut.

    Oleh karenanya, kunjungan tersebut dilaksanakan dalam rangka inventarisasi materi pengawasan atas pelaksanaan dan manajemen pelayanan publik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul.

    “Kegiatan ini merupakan tekad bersama membangun daerah, khususnya kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk terus ditingkatkan agar bisa bersaing,” katanya.

    Dalam kunjungan tersebut, GKR Hemas yang didampingi Bupati Bantul Abdul Halim Muslih berdialog langsung dengan para kepala OPD dan camat di lingkungan Pemkab Bantul guna menyerap informasi serta masukan terkait berbagai aspek pelayanan publik.

    Sementara itu, Bupati Halim mengatakan Pemerintah Kabupaten Bantul memberikan penghargaan atas inovasi daerah dan kepada ASN sebagai inovator dalam hal pelayanan publik.

    Bupati juga mengatakan, upaya penyempurnaan digitalisasi layanan publik juga selalu disederhanakan di masing-masing OPD.

    “Hasil evaluasi kinerja pelayanan publik Kabupaten Bantul oleh Kemenpan RB pada 2024 di angka 4,18 kategori A- (sangat baik), sementara dari Ombudsman di angka 97,21 kategori A (kualitas tertinggi). Tren indeks survei kepuasan masyarakat dari 2020-2024 juga mengalami kenaikan,” katanya.

    Pewarta: Hery Sidik
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Polda Riau Bongkar 21 Kasus Perusakan Hutan, Lahan Terdampak Capai 2.360 Ha

    Polda Riau Bongkar 21 Kasus Perusakan Hutan, Lahan Terdampak Capai 2.360 Ha

    Kampar

    Kepolisian Daerah (Polda) Riau membongkar puluhan kasus perusakan hutan dan lahan sepanjang 2025. Lahan yang terdampak akibat perusakan lahan mencapai 2 ribu hektare lebih.

    “Tahun 2025 ini Polda Riau telah menangani 21 kejahatan kehutanan dengan total luas lahan yang terdampak 2.360 hektare,” kata Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan, dalam keterangannya, Senin (7/6/2025).

    Terbaru, Polda Riau membongkar kasus perambahan hutan di area Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung Siabu, Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar. Lahan seluas sekitar 60 hektare terdampak akibat perambahan hutan ini.

    Dalam kasus ini, Polda Riau menetapkan empat orang tersangka. Kasus ini melibatkan ketua adat dan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Kampar.

    Irjen Herry Heryawan menegaskan penegakan hukum terhadap pelaku perusakan hutan tidak berhenti sampai sini saja. Pihaknya berkomitmen untuk terus melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku perusakan hutan sebagai upaya untuk melestarikan alam dan menjaga keteraturan lingkungan.

    “Komitmen Polda Riau bersama stakeholder terkait terkait ini adalah terus melakukan upaya pelestarian lingkungan baik melalui pendekatan preventif maupun represif demi memastikan tuah tetap lestari dan marwah tetap terjaga,” tegasnya.

    “Hutan lindung batang ula satu ini dibabat, dilakukan pembunuhan massal, dilakukan ekosida terhadap pohon-pohon yang ada,” kata Irjen Herry.

    Herry Heryawan mengahatan penegakan hukum terhadap perambahan hutan ini adalah bentuk keseriusan Polda Riau dan Pemprov Riau serta instansi dalam melindungi keberlangsungan lingkungan hidup dan mencegah kerusakan ekosistem.

    4 Tersangka Dijerat

    Sementara itu, Dirkrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro Ridwan mengatakan dalam kasus ini pihaknya menetapkan 4 orang sebagai tersangka. Dua orang di antaranya, yakni tersangka Yoserizal merupakan ketua adat dan tersangka Buspami adalah seorang ASN.

    “(Tersangka) ASN di Disdik Kampar,” ujar Kombes Ade Kuncoro.

    Ade Kuncoro menambahkan, Buspami juga dikenal sebagai tokoh adat di Desa Balung. Dia bersama dengan tersangka Mahadir alias Madir (40) mengelola lahan seluas 50 hektare di area HPT dan Hutan Lindung Siabu, atas persetujuan tersangka Yoserizal yang juga selaku Ninik Mamak atau ketua adat Desa Balung.

    “Buspami ini masih satu keluarga dengan tersangka Yoserizal,” imbuhnya.

    Dalam praktiknya tersangka Buspami dan Yoserizal memperjualbelikan dan membabat hutan lindung untuk perkebunan sawit yang diklaim sebagai tanah ulayat.

    “Mereka mencoba menyamarkan aktivitas ilegal ini dengan dokumen hibah dan surat adat. Tapi faktanya, seluruh aktivitas dilakukan di kawasan hutan lindung yang statusnya dilindungi oleh undang-undang,” jelas Ade Kuncoro.

    (mei/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Mister Clean Kementan Bongkar Skandal Proyek Rp 27 Miliar

    Mister Clean Kementan Bongkar Skandal Proyek Rp 27 Miliar

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman kembali menunjukkan ketegasannya sebagai “Mister Clean” Kementerian Pertanian (Kementan). Ia mengungkap skandal besar berupa dugaan permainan proyek senilai Rp 27 miliar yang melibatkan salah satu direktur di Kementan.

    Amran menyebut oknum tersebut telah meminta fee kepada mitra Kementan dengan janji akan memenangkan proyek pengadaan. Uang sebesar Rp 10 miliar sudah sempat diserahkan sebelum akhirnya kasus ini terbongkar.

    “Di Kementerian Pertanian baru saja yang bermain-main meminta fee, katanya bisa menangkan proyek, meminta Rp 27 miliar dan sudah terrealisasi Rp 10 miliar. Kami sudah pecat, dan direktur tersebut kini jadi tersangka,” ungkap Amran, Senin (9/6/2025).

    Tak hanya itu, Amran juga menegaskan oknum tersebut bahkan memalsukan tanda tangan sebagai bagian dari modus operandi.

    Amran dikenal dengan langkah tegasnya sejak menjabat sebagai menteri pertanian pada Kabinet Jokowi pertama. Selama menjabat, ia telah mencopot 844 pegawai karena terlibat penyelewengan atau praktik korupsi.

    “Jangan percaya ada yang mengaku bisa bantu menang proyek di Kementan. Kalau ada yang minta uang, laporkan langsung ke saya. Pasti ditindak dan dipecat,” tegasnya.

    Kasus ini bukan satu-satunya. Amran juga mengungkap permainan proyek lain senilai Rp 2 miliar oleh aparatur sipil negara (ASN) eselon III. Oknum tersebut telah dicopot dan dilaporkan ke aparat penegak hukum.

    Selain di internal kementerian, Amran juga membongkar dugaan praktik mafia pangan di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Ia menyebut ada kejanggalan data distribusi beras yang tak masuk akal selama lima tahun terakhir.

    “Biasanya volume beras masuk-keluar 1.000-3.500 ton per hari, tetapi ada satu hari yang tembus 11.000 ton, tepat saat BPS mau umumkan data,” beber Amran.

    Manipulasi data stok beras juga terdeteksi. Dari laporan yang ada, stok diklaim hanya 30.000 ton, padahal faktanya masih 46.000 ton, dan seharusnya mencapai 50.000 ton.

    Berbagai langkah bersih-bersih ini membuahkan hasil. Penilaian reformasi birokrasi Kementan naik dari 79 menjadi 85, sedangkan hasil survei penilaian integritas (SPI) KPK meningkat dari 66,79 menjadi 74,46. 

    Amran menyatakan komitmennya untuk terus menjaga integritas Kementan, melindungi petani, dan memastikan ketersediaan pangan nasional tanpa campur tangan mafia dan oknum korup.

  • Reformasi birokrasi: Pangkas lemak, bukan produktivitas

    Reformasi birokrasi: Pangkas lemak, bukan produktivitas

    Jakarta (ANTARA) – Dalam debat kebijakan publik, efisiensi anggaran sering kali dianggap sebagai pemangkasan belanja secara membabi buta. Padahal, pelajaran dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa efisiensi yang dirancang dengan baik justru bisa meningkatkan produktivitas, tanpa mengorbankan pelayanan publik atau pertumbuhan ekonomi.

    Indonesia, dengan birokrasi pemerintahan yang masih gemuk dan boros, dapat belajar banyak dari pengalaman ini, asalkan pendekatannya adaptif, bertahap, dan berbasis data.

    Amerika Serikat pada era 1950-an hingga 1980-an berhasil mengembangkan birokrasi yang lincah dalam mendukung inovasi dan pelayanan publik. Lembaga seperti Centers for Disease Control (CDC) dan NASA menjadi contoh efisiensi kelembagaan dengan jumlah pegawai yang ramping namun hasil kerja luar biasa.

    Salah satu prinsip utamanya adalah pembatasan jumlah manajer dan pejabat administratif, serta penekanan pada akuntabilitas kinerja, penggunaan teknologi, dan keberanian untuk bereksperimen. Pemerintah AS juga menerapkan alat evaluasi kinerja seperti Program Assessment Rating Tool (PART), yang mirip SAKIP di Indonesia, namun lebih konsisten dalam implementasi.

    Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Saat ini, birokrasi kita masih dihantui oleh masalah klasik yaitu struktur kelembagaan yang berlapis-lapis, alokasi anggaran yang tidak berbasis output, serta resistensi terhadap perubahan digital.

    Menurut Laporan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) 2023, potensi penghematan belanja negara bisa mencapai Rp121,9 triliun per tahun jika birokrasi dikelola dengan efisien. Bahkan, dalam laporan Kemenkeu terbaru, efisiensi belanja di tahun 2024 sudah mencapai Rp128,5 triliun.

    Namun penghematan ini baru permukaan. Masih banyak ruang untuk memperkuat fondasi kebijakan fiskal Indonesia melalui reformasi birokrasi yang lebih dalam dan terstruktur.

    Salah satu strategi yang perlu dipertimbangkan adalah delayering alias pengurangan lapisan manajerial yang tidak produktif. Banyak kementerian dan lembaga memiliki struktur hirarkis yang terlalu kompleks, yang tidak sejalan dengan prinsip kerja efektif. Di AS, jumlah manajer dalam satu lembaga dibatasi agar tidak lebih dari 20 persen dari total pegawai.

    Indonesia belum memiliki rasio resmi, tetapi data BKN menunjukkan bahwa sebagian besar kementerian memiliki rasio struktural yang tidak proporsional, sehingga memperlambat proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program.

    Namun efisiensi yang tidak didasarkan pada kajian dampak bisa menjadi bumerang. Salah satu contohnya adalah kebijakan Kementerian Dalam Negeri beberapa tahun lalu yang melarang seluruh instansi pemerintah, termasuk pemda, mengadakan rapat di hotel. Tujuannya adalah penghematan anggaran negara dan mendorong penggunaan fasilitas internal. Namun, dampaknya sangat besar terhadap sektor perhotelan, khususnya di kota-kota kedua seperti Padang, Manado, Balikpapan, dan Yogyakarta yang sangat mengandalkan kegiatan MICE (Meeting, Incentives, Convention, and Exhibition).

    Menurut data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), setelah larangan itu diterapkan, tingkat hunian hotel di beberapa daerah turun drastis hingga 40–60 persen dalam satu kuartal. Di Sumatera Barat misalnya, asosiasi hotel melaporkan bahwa lebih dari 700 karyawan hotel dirumahkan hanya dalam waktu tiga bulan pertama kebijakan berjalan. Rapat kementerian dan pelatihan aparatur sipil negara yang biasanya menghidupkan sektor jasa lokal tiba-tiba lenyap. Di Bali, yang biasanya mengandalkan tamu pemerintah di luar musim liburan, okupansi hotel sempat anjlok ke angka 20 persen.

    Kebijakan tersebut memang akhirnya direvisi beberapa tahun kemudian, namun pelajaran pentingnya tetap relevan yaitu efisiensi yang tidak memperhitungkan efek turunan ke sektor riil bisa memukul perekonomian lokal dan menyebabkan pengangguran. Ini bukan efisiensi, tetapi pemindahan beban dari negara ke masyarakat. Dalam konteks ini, kebijakan semestinya mempertimbangkan multiplier effect, bukan sekadar penghematan nominal.

    Langkah berikutnya dalam membenahi birokrasi adalah digitalisasi proses layanan dan administrasi yang benar-benar berdampak. Indonesia sudah memulai melalui GovTech INA Digital, tetapi penerapannya belum merata.

    Laporan Kominfo menunjukkan bahwa hanya sekitar 35 persen lembaga pemerintah yang memiliki SDM TI yang memadai. Padahal, transformasi digital tidak hanya soal teknologi, melainkan juga soal cara kerja, kultur organisasi, dan kemauan untuk mengubah paradigma birokrasi.

    Kementerian/lembaga perlu difokuskan pada proyek strategis berdampak tinggi, seperti digitalisasi rumah sakit, pelayanan sosial daring, dan proyek padat karya. Untuk itu, pemerintah bisa membentuk program “Ministry Strategic Projects” (ModSP), meniru model “Operation Warp Speed” di AS saat pandemi. Proyek-proyek ini harus memiliki timeline, indikator kinerja, dan audit independen agar tidak menjadi sekadar jargon.

    Efisiensi juga tidak boleh dilakukan secara serampangan. Pengurangan anggaran kementerian sebesar Rp306,7 triliun dalam RAPBN 2025, seperti dilansir berbagai media, harus dikaji dengan seksama agar tidak memukul kementerian yang sedang menjalankan reformasi penting.

    Jika efisiensi tidak disertai dengan prioritas dan data dampak, maka justru bisa menurunkan PDB. Dalam proyeksi Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi tahun depan berada di kisaran 4,7 hingga 5,5 persen. Pemangkasan anggaran secara membabi buta bisa menghambat pemulihan ekonomi, terutama jika menyasar sektor produktif

    Yang juga penting adalah mengukur ulang efisiensi birokrasi bukan hanya dari jumlah pengeluaran, tetapi dari kualitas layanan dan dampaknya terhadap masyarakat.

    Pemerintah Australia mengevaluasi ribuan program setiap tahun dan hanya menyetujui sekitar 80–90 program yang benar-benar berdampak. Indonesia dapat mencontoh ini dengan memperkuat evaluasi lintas kementerian yang melibatkan Bappenas, Kemenkeu, dan Kantor Staf Presiden.

    Dari sisi pembiayaan, pemerintah dapat menata ulang struktur anggaran pegawai. Saat ini, belanja pegawai mencapai 14,62 persen dari APBN (data 2022), padahal produktivitasnya belum sebanding. Dengan mengurangi posisi manajerial tidak produktif dan menggantinya dengan SDM digital dan profesional, efisiensi bisa tercapai tanpa PHK besar-besaran.

    Rekomendasi kebijakan

    Agar efisiensi birokrasi Indonesia tidak menurunkan produktivitas dan pendapatan domestik bruto, maka setidaknya ada lima rekomendasi kebijakan yang perlu dipertimbangkan. Pertama, evaluasi dampak kebijakan secara holistik. Seperti kasus larangan rapat di hotel, setiap kebijakan efisiensi harus dievaluasi dengan mempertimbangkan dampak ke sektor riil dan lapangan kerja.

    Kedua, penyederhanaan struktur birokrasi. Tetapkan rasio struktural maksimum dan lakukan delayering bertahap berbasis kinerja.

    Ketiga, digitalisasi yang terpadu dan terukur. Bangun SDM digital di seluruh K/L dan percepat sistem layanan satu pintu daring.

    Keempat, prioritaskan proyek strategis nasional. Terapkan model impact-based budgeting, bukan across-the-board cuts. Impact-based budgeting adalah metode penganggaran yang memprioritaskan pendanaan berdasarkan kontribusi nyata suatu program atau proyek terhadap tujuan pembangunan nasional, seperti penciptaan lapangan kerja, peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, atau pencapaian target SDGs. Pendekatan ini menilai secara empiris dan kuantitatif apakah suatu proyek menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial yang tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

    Di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagai program prioritas untuk mendukung pertumbuhan jangka menengah-panjang. Hingga 2023, tercatat 200 PSN dengan nilai investasi mencapai Rp5.746 triliun, yang mencakup sektor infrastruktur, energi, teknologi, hingga ketahanan pangan.

    Proyek-proyek ini dirancang untuk memperluas konektivitas wilayah (jalan tol, pelabuhan, bandara), meningkatkan akses listrik dan energi bersih, meningkatkan produksi pangan dan ketahanan air, dan mendorong transformasi digital dan industri 4.0.

    Namun, jika pemotongan anggaran dilakukan tanpa melihat dampak proyek, maka proyek-proyek yang seharusnya menjadi mesin pertumbuhan justru bisa terhambat, dan akhirnya akan berdampak pada menurunnya PDB, meningkatnya pengangguran, serta hilangnya efek multiplier ke sektor swasta.

    Kelima, perkuat evaluasi program dan transparansi. Libatkan pihak ketiga dan audit independen untuk mengevaluasi efektivitas anggaran secara berkala.

    Indonesia perlu mengadopsi semangat reformasi ala Amerika Serikat bukan hanya dari sisi pemangkasan anggaran, tetapi dari cara berpikir yang mendasarinya yaitu hasil lebih penting dari prosedur, inovasi lebih penting dari formalitas.

    Efisiensi anggaran bukan sekadar menghemat, tapi tentang mengarahkan belanja ke hal yang benar, untuk hasil yang benar. Efisiensi anggaran bukan sekadar mengurangi pengeluaran, tetapi menata ulang pengeluaran agar menghasilkan dampak terbesar bagi rakyat dan perekonomian.

    Pendekatan impact-based budgeting, jika diterapkan dengan baik, bisa menjadi jawaban untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan lapangan kerja dan kesejahteraan sosial.

    Pemerintah Indonesia harus belajar dari kelemahan kebijakan pemotongan seragam dan mulai mengarahkan belanja negara ke program-program yang benar-benar strategis dan berdampak langsung Ini adalah momen langka untuk membenahi birokrasi dari akarnya dengan memangkas lemak, tapi menjaga otot ekonomi tetap kuat dan tumbuh.

    Jangan sampai niat baik efisiensi justru menekan sektor produktif dan memperbesar pengangguran, seperti yang sudah pernah terjadi. Mari kita belajar, bukan mengulang.

    *) Dr. Aswin Rivai, SE., MM adalah Pemerhati Ekonomi dan Dosen FEB-UPN Veteran, Jakarta

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemkab Jember Petakan Ribuan Formasi PPPK Paruh Waktu

    Pemkab Jember Petakan Ribuan Formasi PPPK Paruh Waktu

    Jember (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Jember memetakan formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. PPPK Paruh Waktu berasal dari peserta seleksi PPPK yang tidak lulus dengan syarat disesuaikan regulasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi.

    Tes seleksi PPPK Jember tahap pertama diikuti 6.643 orang dan meluluskan 1.851 orang. Namun hanya 1.847 orang yang terbit nomor induk pegawainya, sehingga bisa mengikuti pelantikan di Watu Ulo, Minggu (1/6/2025).

    Sementara untuk seleksi tahap kedua diikuti 2.662 orang peserta pada 12-16 Mei 2025 akan memperebutkan 148 formasi. Pengumumkan hasil seleksi kompetensi akan dilaksanakan pada 16-30 Juni 2025.

    Dengan demikian ada ribuan orang yang bakal tak lulus tes seleksi PPPK. “Kami bersama perangkat daerah harus memetakan (analisis) jabatan,” kata Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Jember Suko Winarno, ditulis Senin (9/6/2025).

    “Misalkan di Dinas Pendidikan, setelah selesainya seleksi tahap pertama, ada berapa jumlah kekurangan guru? Kemudian dari peserta seleksi tahap pertama dan kedua yang tidak lulus, kita cek di situ,” kata Suko.

    “Kalau umpamanya di situ kebutuhan guru matematika 50 orang. Padahal pesertanya 75 orang, berarti ada sisa 25 orang. Maka untuk 25 orang ini kita carikan (formasi) yang linier dengan pendidikan matematika atau berada dalam satu rumpun,” kata Suko.

    Dengan pemetaan analisis beban kerja (ABK), Pemkab Jember bisa mengusulkan formasi yang tepat kepada Kementerian PAN-RB. “Jangan sampai pada saat kita mengusulkan formasi itu, nantinya tidak ada tempat (formasi),” kata Suko.

    “Formasi itu kan ibarat rumah. Jadi kalau rumahnya tidak dibuat secermat mungkin sesuai dengan stok yang ada, nanti mau ditaruh di mana yang bersangkutan? Padahal mengusulkan NIP (Nomor Induk Pegawai) itu harus sesuai dengan rumahnya,” kata Suko.

    Sebagai awal, Pemerintah Kabupaten Jember telah menyurati pemerintah pusat untuk meminta arahan. “Insyaallah kami sudah berkirim surat ke pusat, mohon arahan bagaimana untuk tindak lanjut berikutnya,” kata Suko Winarno.

    Menurut Suko, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi sebenarnya telah menerbitkan keputusan bernomor 16 Tahun 2025 yang mengatur persoalan ini. “Berdasarkan keputusan ini, peserta seleksi PPPK tahap pertama yang telah mengikuti seluruh proses tahapan seleksi namun tidak lulus, akan diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu,” katanya.

    “Namun sampai saat ini kami masih menunggu ketentuan teknis tentang tahapan pengangkatan PPPK Paruh Waktu yang dimaksud dari pemerintah pusat. Kami butuh secara detail petunjuk teknisnya, apa yang harus dilakukan Pemerintah Kabupaten Jember,” katanya,” kata Suko.

    “Mohon maaf, kita harus benar-benar cermat dalam menghitung itu. Bahasa sederhananya, jangan sampai rumah yang dibuat itu tidak bisa menampung semua non ASN paruh waktu itu,” kata Suko.

    Sementara untuk peserta seleksi PPPK tahap kedua yang dinyatakan tidak lulus, Pemerintah Kabupaten Jember sudah meluncurkan surat konsultasi kepada pemerintah pusat.

    “Apakah mereka bisa diangkat jadi PPPK Paruh Waktu, dan bagaimana keberlajutan gaji non ASN-nya apakah masih boleh atau tidak boleh dianggarkan dan dialokasikan, kami menunggu jawaban,” kata Suko.[wir]

  • Lewat Banyuwangi Berbagi, Pemkab Salurkan Ribuan Paket Sedekah Daging

    Lewat Banyuwangi Berbagi, Pemkab Salurkan Ribuan Paket Sedekah Daging

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Pemkab Banyuwangi kembali menggelar aksi sosial melalui program Banyuwangi Berbagi dengan menyalurkan ribuan paket sedekah daging kepada warga pra sejahtera. Program ini menjadi wujud nyata solidaritas dari Aparatur Sipil Negara (ASN) bersama berbagai elemen masyarakat menjelang Hari Raya Iduladha 1446 H.

    Program sedekah daging kali ini menjadi bagian khusus dari Banyuwangi Berbagi yang biasanya rutin digelar pada tanggal-tanggal cantik. Dalam momentum Idul Adha, distribusi menyasar warga yang masuk dalam database UGD Kemiskinan Banyuwangi. Penyaluran telah dilakukan sejak Jumat (6/6/2025) dan dijadwalkan berlangsung hingga Senin (9/6/2025).

    “Alhamdulilah. Ini bisa untuk keluarga di rumah. Semoga tahun depan program ini bisa dilakukan kembali,” ujar Supandik, pengemudi becak yang biasa mangkal di depan Kantor Bupati Banyuwangi, usai menerima paket sedekah daging.

    Pj Sekda Banyuwangi Guntur Priambodo menyampaikan bahwa paket daging juga disalurkan ke sejumlah panti asuhan. “Termasuk juga warga prasejahtera yang masuk dalam database UGD Kemiskinan Banyuwangi,” ujarnya.

    Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda Banyuwangi, Yusdi Irawan menambahkan, penyaluran sedekah daging ini merupakan hasil gotong royong dari berbagai pihak, termasuk ASN tingkat kecamatan hingga OPD, organisasi profesi, kelompok masyarakat, pelaku usaha, dan elemen lainnya.

    “Untuk hari ini terdapat sekitar 600 paket daging yang disalurkan. Penyaluran sedekah daging ini akan kembali dilakukan hingga Senin,” kata Yusdi.

    Paket daging disalurkan secara langsung kepada masyarakat, termasuk para pengemudi becak yang tersebar di Jalan Adi Sucipto hingga Jalan Ahmad Yani. Program ini diharapkan dapat meringankan kebutuhan masyarakat serta memperkuat semangat berbagi di momen Iduladha. [alr/beq]

  • Gaji ke-13 Sudah Cair Rp30,5 Triliun, Banyak PNS Pemda Belum Terima

    Gaji ke-13 Sudah Cair Rp30,5 Triliun, Banyak PNS Pemda Belum Terima

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan telah mencairkan Rp30,52 triliun gaji ke-13 kepada Aparatur Sipil Negara atau ASN pusat maupun daerah, serta pensiunan. 

    Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro menyampaikan bahwa perkembangan realisasi pembayaran gaji ke-13 per tanggal 5 Juni 2025 pukul 16.00 WIB atau pada hari kerja pembayaran keempat, sebanyak 99,7% satuan kerja telah membayar kewajibannya. 

    “Aparatur negara pada pemerintah pusat, jumlah realisasi gaji ketiga belas yang telah dibayarkan adalah sebesar Rp12.762,7 miliar untuk 1.977.942 pegawai/personel,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (8/6/2025). 

    Secara perinci, pembayaran gaji ketiga belas PNS/Pejabat Negara senilai Rp7,14 triliun untuk 838.572 pegawai, senilai Rp416,7 miliar untuk 107.431 PPPK, serta sejumlah Rp177,4 miliar untuk 28.072 Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN). 

    Adapun, pembayaran gaji ketiga belas anggota Polri telah mencapai Rp1,92 triliun untuk 488.248 personel/pegawai. Sementara pembayaran gaji ketiga belas prajurit TNI sebesar Rp3,10 triliun untuk 515.619 personel/pegawai.

    Sementara itu, pembayaran gaji ketiga belas pensiunan telah disalurkan sejumlah Rp11,4 triliun untuk 3.506.346 pensiunan atau mencakup 95,8% dari total penerima. 

    Uang tersebut mengalir melalui ⁠PT Taspen senilai Rp10,2 triliun untuk 3.085.407 pensiunan (97,6%) dan ⁠melalui PT Asabri sejumlah Rp1,2 triliun untuk 420.939 pensiunan (84,4%).

    Di saat ASN Pusat dan pensiunan sudah menikmati tambahan gaji tersebut, realisasi di daerah justru masih minim. 

    Pada hari pertama penyaluran atau 2 Juni 2025, baru tiga pemerintah daerah yang menyalurkan gaji ke-13. 

    Sementara pada hari keempat penyaluran atau 5 Juni 2025, Kementerian Keuangan merespon pertanyaan Bisnis soal data dan alasan rendahnya penyaluran di daerah dengan memberikan data Juni 2024, bukan tahun ini. 

    Tercatat gaji ke-13 untuk ASN Daerah terealisasi senilai Rp6,36 triliun untuk 1.258.400 Pegawai yang telah dilakukan oleh 194 Pemda dari 546 Pemda (35,5%).

    Bisnis masih menanti respons otoritas fiskal terkait tersebut, apakah memang benar data tersebut per Juni 2024 atau terdapat kesalahan penulisan tahun. 

    Gaji ke-13 mulai dicairkan pada Juni 2025 diharapkan agar dapat memberikan efek berganda bagi perekonomian nasional karena dapat mendorong konsumsi masyarakat, khususnya di bidang pendidikan. 

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan bahwa pemerintah segera mencairkan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara (ASN), TNI-Polri, dan pensiunan dengan total anggaran mencapai Rp49,3 triliun.  

    Menurutnya, langkah ini merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tekanan global. 

  • Otorita IKN: Indikasi Investasi Tembus Rp63,6 Triliun untuk Sektor Hunian

    Otorita IKN: Indikasi Investasi Tembus Rp63,6 Triliun untuk Sektor Hunian

    Bisnis.com, JAKARTA — Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mencatat indikasi nilai investasi sektor hunian di IKN telah mencapai Rp63,6 triliun dari berbagai investor asing maupun domestik. 

    Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono mengatakan saat ini pihaknya juga sedang mendorong skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang menunjukkan geliat positif. 

    Menurut Basuki, skema KPBU di IKN bukan hanya untuk mempercepat pembangunan, tetapi juga memperkuat akuntabilitas publik jangka panjang. 

    “Proses due diligence yang kami terapkan melibatkan banyak pihak dari swasta, Kementerian terkait, hingga auditor intern pemerintah untuk menjamin good governance. Transparansi dan tata kelola yang baik adalah fondasi utama dalam semua tahapan investasi,” ujar Basuki dalam keterangan resminya, Minggu (8/6/2025).

    Adapun, implementasi KPBU unsolicited sektor hunian juga telah dimulai dengan tuntasnya proses mendapat persetujuan Availability Payment (AP) dan penjaminan pemerintah dari Kementerian Keuangan dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) untuk dua proyek utama. 

    Proyek pertama yaitu pembangunan 8 Tower Hunian ASN oleh PT Nindya Karya di WP 1A, mencakup 288 unit hunian bertipe 190 meter persegi. Kedua, pembangunan 109 Unit Rumah Tapak oleh PT Intiland di WP 1B dan 1C, dengan tipe bangunan 390 meter persegi. 

    Kedua proyek tersebut ditargetkan mulai transaksi pada kuartal kedua tahun 2025 dan memulai konstruksi pada tahun yang sama. Hal ini menjadi awal dari pelaksanaan KPBU di IKN yang sebelumnya masih berada dalam tahap penyiapan.

    Di sisi lain, terdapat investor nasional yaitu Ciputra Nusantara dan Konsorsium Triniti Truba serta investor asing yaitu Konsorsium IJM – CHEC dan Maxim. 

    Ciputra Nusantara dan Konsorsium IJM – CHEC telah menyelesaikan Feasibility Study dan kini tengah menjalani evaluasi FS dan dokumen pendukung sebagai tahap lanjutannya. Sementara, Konsorsium Triniti – Truba dan Maxim dalam proses finalisasi Feasibility Study sebelum memasuki tahapan evaluasi. 

    Selain enam proyek yang telah berjalan tersebut, saat ini terdapat tiga proyek tambahan yang digawangi oleh Adhi Karya, Konsorsium Samsung C&T – Brantas Abipraya, dan Konsorsium PJ-IC Bee Invest – Promec – Ozturk Holdings saat ini juga telah mendapatkan Letter-to-Proceed (LtP) dan tengah dalam tahap penyusunan Feasibility Study.

    Investor-investor ini berasal dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Turki, Spanyol, dan Brunei Darussalam, dengan indikasi nilai investasi mencapai Rp63,3 triliun untuk sektor hunian.

    Deputi Bidang Pendanaan & Investasi Otorita IKN Agung Wicaksono mengatakan saat ini masih terdapat sembilan calon investor lain di sektor hunian yang belum dapat diberikan lampu hijau untuk menjadi pemrakarsa KPBU unsolicited dengan skema AP. 

    “Hal ini karena minat KPBU sektor hunian di IKN perlu memperhatikan sektor lain yang akan dibiayai melalui skema KPBU AP. Kami akan mengundang mereka nantinya mengikuti KPBU sebagai peserta tender, atau melalui skema KPBU solicited”, jelasnya.

    Tak hanya itu, KPBU Sektor Jalan dan Terowongan Multi Utilitas (MUT) juga menunjukkan perkembangan menjanjikan. Tercatat ada lima calon investor dari China, Malaysia, dan Indonesia yang saat ini dalam proses penyusunan Feasibility Study dan evaluasi dokumen dengan indikasi total nilai investasi mencapai Rp71,8 triliun, di mana Rp55 triliun di antaranya berasal dari luar negeri.

    Agung menerangkan bahwa KPBU kini menjadi tulang punggung percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara yang berkelanjutan, inklusif, dan terbuka bagi dunia.

    Peningkatan minat dari investor dalam dan luar negeri terus terlihat, seiring dengan penguatan tata kelola serta penyederhanaan proses yang dilakukan dalam beberapa kuartal terakhir.

  • Ini Cara Cek Penerima BSU Rp600.000 Juni dan Juli 2025

    Ini Cara Cek Penerima BSU Rp600.000 Juni dan Juli 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan mencairkan bantuan subsidi upah (BSU) senilai Rp300.000 per bulan untuk dua periode Juni—Juli 2025. Adapun, BSU 2025 senilai Rp600.000 akan dibayarkan sekaligus pada Juni.

    Untuk diketahui, pemerintah telah mengalokasikan anggaran senilai Rp10,72 triliun untuk paket stimulus BSU yang ditujukan kepada pekerja/buruh dengan upah Rp3,5 juta per bulan.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyatakan bahwa bantuan BSU 2025 diharapkan dapat disalurkan kepada 17,3 juta pekerja dengan upah di bawah Rp3,5 juta dan 288.000 guru honorer sebelum pekan kedua Juni 2025.

    Saat ini, Kemnaker tengah melakukan pemadanan data penerima BSU, sesuai dengan data yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, salah satu syarat penerima BSU adalah peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan April 2025 dengan upah di bawah Rp3,5 juta per bulan.

    Kemnaker menyampaikan bahwa syarat tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Berupa Subsidi Gaji/Upah bagi Pekerja/Buruh (Permenaker 5/2025).

    Syarat Penerima BSU Rp600.000

    Melansir dari situs resmi BPJS Ketenagakerjaan, Minggu (8/6/2025), penerima BSU 2025 terlebih dahulu harus memenuhi syarat sebagai berikut:

    1. Warga Negara Indonesia (WNI) yang dibuktikan dengan kepemilikan Nomor Induk Kependudukan (NIK)

    2. Peserta aktif program jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan April 2025

    3. Menerima gaji/upah paling banyak Rp3,5 juta per bulan

    4. Bukan merupakan aparatur sipil negara (ASN), prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan anggota Kepolisian Negara

    5. BSU 2025 diprioritaskan kepada pekerja yang tidak sedang menerima program keluarga harapan pada tahun anggaran berjalan

    Cek Daftar Penerima BSU Rp600.000

    Penerima BSU 2025 dapat melakukan pengecekan di situs resmi Kemnaker maupun BPJS Ketenagakerjaan Berikut adalah cara mengecek apakah Anda terdaftar sebagai penerima BSU 2025 atau tidak:

    Situs Kemnaker

    1. Buka situs https://bsu.kemnaker.go.id

    2. Daftar akun jika belum memiliki akun atau login jika sudah punya akun. Nantinya, akan ada notifikasi apakah Anda penerima atau bukan

    Situs BPJS Ketenagakerjaan

    1. Buka situs https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id 

    2. Pilih “Cek Status Calon Penerima BSU” pada layar.

    3. Gulir layar ke bawah hingga terlihat tulisan “Cek Apakah Kamu Termasuk Calon Penerima BSU?”

    4.  Masukkan NIK, nama lengkap sesuai KTP, tanggal lahir, nama ibu kandung, nomor handphone terkini, dan email terkini

    5. Klik tombol “Lanjutkan”

    6. Ikuti petunjuk hingga tahapan selesai

    Jika Anda bukan penerima BSU 2025, maka layar di situs resmi BPJS Ketenagakerjaan akan memuat tulisan, “Mohon maaf, Anda belum termasuk dalam kriteria calon penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU).”

  • Melly Goeslaw Minta Pemerintah Pikirkan Atlet Indonesia Seusai Pensiun

    Melly Goeslaw Minta Pemerintah Pikirkan Atlet Indonesia Seusai Pensiun

    Jakarta, Beritasatu.com – Penyanyi sekaligus anggota DPR, Melly Goeslaw mengaku sedih dengan banyaknya atlet-atlet yang hidup terlunta-lunta dan hidup miskin seusai pensiun dari dunia olahraga. Padahal selama berkarier, mereka telah berjasa mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia lewat prestasi yang didapatnya.

    Melly meminta pemerintah serius memperhatikan masa depan para atlet di Indonesia sesudah mereka pensiun. Hal itu diungkapkan Melly Goeslaw dikutip dari akun Instagram @Baladmelly yang dikutip Beritasatu.com, Minggu (8/6/2025).

    “Karena selama mereka jadi atlet mereka sudah menunjukkan dedikasinya kepada bangsa lewat bidang olahraga yang mereka geluti. Terlebih saat ini mereka banyak belum tersalurkan lewat jalur aparatur sipil negara (ASN),” terangnya.

    Melly juga menyinggung masalah administratif yang dirasakan para mantan atlet lantaran tidak punya ijazah karena tidak menyelesaikan pendidikan formalnya akibat mereka fokus pada pelatihan sejak dini olahraga yang digelutinya.

    “Banyak mereka yang tidak punya ijazah bahkan tidak lulus SD atau SMP. Ketika sudah tidak jadi atlet, mereka terhalang masalah itu saat ingin melamar pekerjaan di luar dunia olahraga yang mereka geluti,” tambahnya.

    Melly juga mengimbau kepada pemerintah bisa memikirkan masalah yang mereka hadapi setelah memutuskan pensiun. “Kita minta pemerintah memikirkan bagaimana solusi dan nasibnya setelah para atlet ini pensiun dan tidak jadi atlet lagi,” tutupnya.