TRIBUNNEWS.COM – Keluarga korban asusila mantan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, menyatakan kemarahan dan kekecewaan mendalam atas tindakan keji yang dilakukan oleh tersangka.
Ibu korban mengecam tindakan pelecehan seksual yang dilakukan Fajar terhadap anaknya yang masih di bawah umur.
“Orang tuanya (korban) sangat terpukul, marah, dan sebenarnya mereka sangat kecewa dengan situasi yang terjadi saat ini,” kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, Veronika Ata, Minggu (16/3/2025) dikutip dari tayangan YouTube KompasTV.
Veronika menjelaskan bahwa keluarga korban baru mengetahui anak mereka menjadi korban setelah polisi datang ke rumah mereka.
Mereka tidak menyangka bahwa perantara yang menghubungkan korban dengan tersangka adalah orang yang dikenal baik oleh mereka.
“Ibunya sendiri sangat mengecam atas situasi ini, apalagi anaknya masih sangat kecil dan yang menjadi perantara itu juga adalah orang yang dikenal sangat baik, bahkan tinggal di situ,” katanya.
Veronika mengatakan, keluarga korban meminta, agar tersangka dihukum berat.
“Mereka sangat marah, mereka menuntut untuk hukuman yang seberat-beratnya, hukuman harus maksimal, bahkan harus hukuman seumur hidup atau hukuman mati, mereka berharap seperti itu,” tegasnya.
AKBP Fajar diketahui telah mencabuli empat orang korban, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.
Modus F Ajak Korban Main
Aksi keji Fajar ini dibantu oleh seorang wanita berinisial F sebagai perantara dengan korban.
F membawakan anak seperti permintaan Fajar.
F membawa anak di bawah umur tersebut ke kamar sebuah hotel di Kupang yang telah dipesan oleh Fajar.
Setelah membawakan anak untuk Fajar, F mendapatkan bayaran sebanyak Rp3 juta.
Veronika Ata, mengatakan bahwa F mengenal baik dengan keluarga korban.
Oleh karena itu, keluarga selama ini tak menaruh curiga kepada F.
“Ibunya sendiri sangat mengecam atas situasi ini, apalagi anaknya masih sangat kecil dan yang menjadi perantara itu juga adalah orang yang dikenal sangat baik, bahkan tinggal di situ,” kata Veronika Ata.
Veronika mengatakan bahwa modus F adalah dengan mengajak korban bermain.
F meminta izin langsung kepada orang tua korban untuk mengajak korban.
“Kalau menurut keluarga korban, awalnya terjadi seperti apa itu tidak tahu sama sekali karena ketahuan ketika mereka didatangi oleh teman-teman dari Polda NTT untuk menginformasikan.”
“Dan menurut mamanya setelah kejadian itu baru dia tahu bahwa selama ini si F yang jadi perantara, dia datang ke rumahnya dan kemudian setelah datang dia minta izin secara baik dengan mama dan bapaknya si anak itu,” jelas Veronika.
Alih-alih diajak bermain, korban justru diajak untuk bertemu AKBP Fajar.
“Mau jalan-jalan, mau pergi untuk bermain, nah diluar dugaan sama sekali bahwa ternyata dia mengajak untuk pergi untuk makan dan bertemu si pelaku,” kata Veronika.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).