TRIBUNJATENG.COM, SOLO – Keluarga Sogol Ardianto histeris mendengar putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Solo, Jawa Tengah.
Sogol yang berasal dari Nayu, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari Solo, Kamis (28/11/2024) siang diputus bersalah atas kasus asusila terhadap anak di bawah umur berinisial SE (12).
Diketahui, SE tak lain adalah teman putri Sogol.
Majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua Erlina Widikartikawati dan dua hakim anggota Bambang Ariyanto serta Aris Gunawan menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada pedagang mie ayam tersebut.
Selang tak lama vonis dibacakan oleh majelis hakim, protes pun dilayangkan pihak keluarga terdakwa.
Tangis histeris keluarga terdakwa pun tak terbendung.
Mereka tidak terima dengan keputusan tersebut dan menganggap hukuman itu terlalu berat.
Selain hukuman kurungan 10 tahun, Sogol juga divonis untuk membayar denda sebesar Rp 60 juta atau diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan.
Dalam pembacaan putusan, hakim menegaskan bahwa terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 81 ayat 1 juncto Pasal 76D Undang-Undang Perlindungan Anak.
Fakta persidangan menunjukkan bahwa terdakwa menggunakan tipu daya untuk melakukan persetubuhan dengan korban, seorang anak di bawah umur, di teras rumah terdakwa.
“Perbuatan terdakwa telah merusak masa depan korban. Selain itu, terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan kerap memberikan keterangan berbelit-belit,” terang Ketua Majelis Hakim, Erlina Widikartikawati dalam sidang.
Namun, hakim juga mencatat sejumlah hal yang meringankan terdakwa, yaitu bahwa terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya dan bersikap sopan selama persidangan.
Bahkan tangis keluarga tak berhenti di ruang sidang saja, keluarga yang menyertai sosok Sogol menuju ruang tahanan sementara pun tak henti-hentinya meneriakkan kata-kata bernada tak terima.
Dengan dipeluk oleh keluarganya sembari menuju ruang tahanan sementara.
Raut wajah Sogol pun juga nampak terpukul atas vonis Majelis Hakim tersebut.
Ditemui usai sidang, kuasa hukum terdakwa Chrisma Wijayanto mengaku kecewa atas putusan hakim.
Chris menilai menilai bahwa putusan tersebut lebih banyak berdasarkan pertimbangan subjektif daripada bukti objektif yang ada.
“Kami menghormati keputusan majelis hakim, tetapi kami sangat menyayangkan bahwa beberapa bukti yang kami ajukan tidak dipertimbangkan. Salah satunya adalah keterangan korban yang menyebut kejadian terjadi sepulang sekolah, padahal berdasarkan surat resmi, sekolah sedang libur pada tanggal tersebut,” kata dia.
Menurutnya, putusan hakim kurang tepat lantaran tidak adanya keterangan ahli yang secara tegas mendukung klaim kehamilan dari pihak korban. Padahal klaim tersebut dijadikan salah satu dasar pertimbangan hukum.
“Tidak ada alat bukti yang secara langsung menunjukkan terdakwa sebagai pelaku. Namun, majelis hakim lebih banyak menggunakan asumsi dalam putusan ini,” urainya.
Atas putusan majelis hakim tersebut, kuasa hukum akan mengambil langkah banding dengan tujuan menguji ulang seluruh fakta dan bukti yang ada.
“Kami percaya, kebenaran harus ditegakkan. Kami akan berjuang hingga ke tingkat yang lebih tinggi,” tutup Chrismawijayanto.
(TribunSolo.com)