Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Keluarga Dokter Aulia Desak Polisi Periksa Dekan dan Rektor Undip dalam Kasus Pemerasan – Halaman all

Keluarga Dokter Aulia Desak Polisi Periksa Dekan dan Rektor Undip dalam Kasus Pemerasan – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM – Kasus pemerasan yang menimpa dr. Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah telah menarik perhatian publik.

Keluarga korban mendesak pihak kepolisian untuk tidak hanya berhenti pada tiga tersangka yang telah ditetapkan, tetapi juga meminta pemeriksaan terhadap dekan dan rektor Undip.

Keluarga Aulia, melalui kuasa hukum Misyal Achmad, menekankan pentingnya keterlibatan pihak manajemen universitas dalam kasus ini.

“Saya ingin Dekan Fakultas Kedokteran Undip, dokter Yan (Yan Wisnu Prajoko), untuk diperiksa karena dia melakukan pembiaran terjadinya tindak pidana di wilayah tanggung jawabnya,” kata kuasa hukum keluarga Aulia, Misyal Achmad, Jumat (10/1/2025).

Misyah menilai jika ada kejahatan di suatu lembaga, pihak pemimpin harus bertanggung jawab.

“Kami lihat dulu dari Dekannya. Misal (dekan) ada pembiaran, nanti dampaknya apakah Rektor juga melakukan pembiaran,” tambahnya.

Selain itu, pihak keluarga juga meminta agar polisi menelusuri aliran dana terkait pemerasan dalam program PPDS.

“Tindak pidana itu kan tidak harus menerima uang, tapi dia membiarkan itu termasuk menyetujui pemerasan itu terjadi,” jelas Misyal.

Kronologi Kasus

Kasus pemerasan ini mulai terungkap setelah penetapan tiga tersangka pada Selasa (24/12/2024)

Tersangka terdiri dari TEN, Ketua Program Studi Anestesiologi; SM, staf administrasi; dan ZY, senior korban.

Polisi menemukan indikasi adanya perputaran uang senilai Rp2 miliar setiap semester, meskipun hanya berhasil mengantongi bukti uang tunai sebesar Rp97,7 juta.

Ketiga tersangka dijerat tiga pasal berlapis meliputi kasus pemerasan pasal 368 ayat 1 KUHP, penipuan pasal 378 KUHP,  pasal 335 soal pengancaman atau teror terhadap orang lain.

Ancaman hukumannya maksimal 9 tahun penjara.

Meskipun tidak ditahan, ketiga tersangka dicekal untuk bepergian ke luar negeri.

Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).