Kebijakan Sekolah 5 Hari di Sumut Dikritik: Anak Sekolah Bukan PNS Medan 7 Juni 2025

Kebijakan Sekolah 5 Hari di Sumut Dikritik: Anak Sekolah Bukan PNS
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        7 Juni 2025

Kebijakan Sekolah 5 Hari di Sumut Dikritik: Anak Sekolah Bukan PNS
Tim Redaksi
MEDAN, KOMPAS.com
– Komisi E DPRD Sumatera Utara akan memanggil Dinas Pendidikan Sumut untuk menjelaskan kebijakan sekolah lima hari bagi jenjang SMA, SMK, dan SLB yang rencananya akan diterapkan mulai tahun ajaran baru 2025–2026.
Anggota Komisi E DPRD Sumut, Fajri Akbar, mengatakan bahwa pihaknya belum pernah diajak berdiskusi terkait kebijakan ini. Padahal, menurut dia, keputusan seperti ini seharusnya dibicarakan terlebih dahulu dengan mitra kerja.
“Terkait program ini ya, kita melihat sejauh ini masih pandangan pribadi masing-masing. Jadi belum ada pandangan kelembagaan. Tapi, Komisi E akan memanggil Dinas Pendidikan untuk menjelaskan sekolah lima hari,” kata Fajri saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Sabtu (7/6/2025).
Fajri menilai, DPRD Sumut sering kali hanya menerima keputusan tanpa keterlibatan dalam perencanaan.
“Nggak boleh begitu. DPRD ini harus tahu apa yang menjadi rencana kerja pemerintah, apa programnya, bagaimana pelaksanaannya. Itu semua kan harus kita bahas bersama,” tegas politisi Partai Demokrat tersebut.
Pemprov Sumut meyakini bahwa skema sekolah Senin–Jumat dengan jam belajar lebih panjang akan menekan tawuran pelajar, penggunaan narkoba, dan kejahatan geng motor. Sementara Sabtu dan Minggu dimaksudkan sebagai waktu berkualitas bagi siswa dan keluarga.
Namun menurut Fajri, asumsi tersebut belum tentu tepat.
“Kalau kita tadi bicara tentang SD, sekolah lima hari mungkin bisa efektif. Tapi kalau SMA atau SMK, saya pribadi kurang yakin, saya kurang setuju,” ujarnya.
Menurut dia, yang terpenting adalah efektivitas pembelajaran, bukan jumlah hari. Ia mencontohkan bahwa di negara lain, fokus bukan pada lama hari belajar, melainkan kualitas proses belajar.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan (UNIMED), Dr. Bakhrul Khair Amal, menilai bahwa kebijakan ini semestinya disusun berbasis kajian ilmiah.
“Sebenarnya kebijakan harus berbasis keilmuwan. Ada nggak analisis naskah akademiknya sebelum mengambil kebijakan? Ada tidak hasil penelitian dalam mengambil keputusan, misalnya bagaimana perspektif siswa, guru, dan orangtua,” kata Bakhrul, Rabu (4/6/2025).
Menurut dia, naskah akademik dapat memotret berbagai sudut pandang, termasuk dampak fisik dan psikis pada siswa dan guru jika waktu belajar diperpanjang.
“Jika jam di sekolah ditambah, maka kualitas belajar akan menurun. Siswa jadi lelah. Itu akan melelahkan pikiran,” tuturnya.
Ia menilai, solusi terhadap kekerasan remaja tidak relevan jika dikaitkan langsung dengan pengurangan hari sekolah.
“Misalnya masalah geng motor diselesaikan dengan lima hari sekolah, itu tidak berkorelasi,” ujar Bakhrul.
Sejumlah orangtua siswa juga menolak kebijakan tersebut. Ferdinand (51), warga Kecamatan Medan Tuntungan, mempertanyakan efektivitasnya.
“Anak sekolah ini bukan PNS (pegawai negeri sipil). Jadi, nanti kalau dua hari libur (Sabtu–Minggu), apa kegiatannya?” kata Ferdinand, Rabu (4/6/2025).
Ia menyatakan bahwa dirinya sudah setiap hari berkumpul dengan anak-anaknya, sehingga alasan mempererat hubungan keluarga menurutnya tidak masuk akal.
Kritik serupa disampaikan Amorta (50), warga Medan Area. Ia menilai kebijakan ini bisa menambah beban fisik siswa dan ekonomi keluarga.
“Masalah geng motor itu, ya tergantung sekolahnya lah mendidiknya macam mana. Kalau mendidiknya bagus, bagusnya itu,” ucap Amorta saat ditemui Kompas.com di warung sambil menunggu anaknya pulang sekolah.
Menurut dia, jika jam belajar ditambah, maka biaya makan dan uang jajan otomatis meningkat.
“Keadaan ekonomi kita juga lagi susah. Penambahan jam itu pasti menambah beban orangtua,” ujar Amorta yang memiliki tiga anak di jenjang SMA dan SMP.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Alexander Sinulingga, menyampaikan bahwa kebijakan ini sedang dalam penyusunan kajian teknis dan akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub).
“Ini sedang kami susun kajian teknisnya, nantinya ini kan dituangkan dalam bentuk pergub,” ujar Alex dalam keterangan pers, Selasa (3/6/2025).
Dalam skema tersebut, siswa akan belajar dari Senin hingga Jumat, sementara Sabtu dan Minggu menjadi hari libur. Namun akan ada penyesuaian waktu belajar di hari aktif.
“Sabtu itu nantinya kosong (libur), artinya di hari-hari Senin sampai Jumat akan ada penambahan jam sekolah, artinya pulang sekolah akan lebih lama daripada biasanya,” ujarnya.
Alex menyebutkan, waktu akhir pekan yang bebas diharapkan meningkatkan interaksi siswa dengan keluarga dan memperkuat pengawasan orangtua.
“Kita tahu tingkat kriminalitas cukup tinggi di Sumatera Utara, jadi ini salah satu komitmen Bapak Gubernur Sumatera Utara untuk menekan tingginya tawuran, narkoba, dan kejahatan geng motor, salah satunya lewat sekolah lima hari ini,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.