Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kebijakan Donald Trump Dinilai Akan Pengaruhi Perekonomian Global – Halaman all

Kebijakan Donald Trump Dinilai Akan Pengaruhi Perekonomian Global – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Chief Investment Officer DBS Bank Hou Wey Fook melihat perekonomian dunia akan dipengaruhi oleh lanskap geopolitik dan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Hou Wey melihat tahun 2025, terutama lanskap geopolitik dan ekonomi global tetap kompleks dan penuh nuansa hingga sulit dipahami. Secara khusus, pemilihan presiden AS yang baru saja selesai diperkirakan akan memberikan dampak luas terhadap pasar dan aset berisiko di seluruh dunia.

“Dengan Partai Republik menguasai baik Senat maupun Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintahan Trump kini memiliki mandat jelas dan kekuatan besar untuk mendorong agenda kebijakan apa pun di Capitol Hill, baik itu pemotongan pajak, perubahan iklim, maupun keamanan perbatasan,” ujar Hou Wey dalam diskusi, Senin (13/1/2025).

Asumsi yang berlaku umum, menurut Hou Wey, bahwa resesi akan segera terjadi dan pemotongan suku bunga oleh Bank Sentral AS (the Fed) secara tajam, kini tidak berlaku lagi. 

Sebaliknya, momentum makroekonomi AS diperkirakan akan meningkat pesat seiring dengan upaya Trump mewujudkan janji kebijakannya terkait pemotongan pajak dan pengeluaran fiskal ekspansionis.

“Meskipun optimisme pertumbuhan tetap ada, terdapat ketidakpastian besar terkait kehadiran Trump 2.0, yaitu kesinambungan fiskal (atau kebalikannya) dari rencana kebijakannya dan kemungkinan perang dagang akibat rencana kenaikan tarif yang diusulkan Trump,” tutur Hou Wey.

Dalam konteks kebijakan fiskal ekspansionis dan ketegangan geopolitik, yang meningkat, dia meyakini bahwa pendekatan barbell (strategi investasi yang dilakukan dengan menggabungkan aset berisiko tinggi dan aset tanpa risiko) dalam konstruksi portofolio merupakan strategi tepat. Ini dapat dicapai dengan mengambil posisi ekstrem.

“Misal, mencari paparan pada sektor-sektor dengan beta tertinggi dan memanfaatkan potensi dari kebijakan ekspansionis Trump, dan mencari eksposur pada kelas aset paling defensif untuk melindungi kinerja portofolio dari dampak negatif kebijakan Trump,” tuturnya.

Untuk menghadapi kebijakan ekspansionis Trump, ucap Hou Wey, DBS CIO telah meningkatkan peringkat untuk ekuitas, dari kinerja di bawah rata-rata menjadi netral.

“DBS CIO tetap mempertahankan peringkat kinerja membaik untuk saham AS karena pemotongan pajak yang akan datang diperkirakan akan meningkatkan margin perusahaan,” ucap Hou Wey.

Secara sektoral, DBS CIO terus mendukung saham teknologi AS karena potensi pertumbuhannya sekuler dan nilai betanya tinggi, sebesar 1,4 kali saham global dalam kurun 10 tahun.

“Ini akan memungkinkan investor meraih keuntungan yang signifikan seiring dengan penerapan kebijakan pemotongan pajak dan deregulasi oleh pemerintahan baru,” imbuhnya.

Sedangkan, untuk mengurangi risiko perang dagang, DBS CIO mempertahankan porsi yang besar untuk pendapatan tetap karena memberikan perlindungan terhadap penurunan harga jika ketegangan perdagangan meningkat lebih dari yang diperkirakan, rasio risiko imbal hasil juga menarik, dengan imbal hasil obligasi kembali ke angka 4,4 persen.

DBS CIO juga mempertahankan peringkat kinerja di bawah rata-rata untuk ekuitas Eropa karena diperkirakan akan memberikan kinerja di bawah rata-rata mengingat kenaikan tarif AS akan memaksa eksportir Tiongkok untuk mengalihkan barang-barang mereka ke pasar non-AS, yang pada gilirannya akan meningkatkan persaingan.

“Di luar pasang surut kebijakan di Capitol Hill, kita juga perlu memperhatikan faktor-faktor makro jangka panjang yang akan menentukan arah pasar di luar kebisingan jangka pendek seputar kepresidenan Trump.

Hou Wey mengatakan, DBS CIO yakin bahwa aset berisiko akan tetap didukung dengan baik oleh faktor-faktor berikut pada 2025

1. Perlambatan terkendali perekonomian AS, pasar tenaga kerja kuat, dan rasio suku bunga rendah, yang melindungi perusahaan dari ketegangan perdagangan, mendukung margin perusahaan tetap tangguh;

2. Meningkatnya kekayaan bersih rumah tangga dan utang rumah tangga terendah selama ini sebagai persentase dari PDB (71 persen) mendukung konsumsi domestik; dan

3. Kemajuan pesat kecerdasan buatan (AI) diperkirakan akan mendorong kenaikan produktivitas secara berarti.