Kaum Ibu Diajak Mengumpulkan Minyak Jelantah untuk Bahan Baku EBT

Kaum Ibu Diajak Mengumpulkan Minyak Jelantah untuk Bahan Baku EBT

Jakarta, Beritasatu.com – Pengumpulan minyak jelantah atau minyak goreng bekas oleh para ibu di berbagai daerah perlu terus didorong sebagai bahan baku dalam produksi energi baru terbarukan (EBT). Selain itu, inisiatif ini juga berfungsi sebagai edukasi agar masyarakat hanya menggunakan minyak goreng sekali demi menjaga kesehatan keluarga di Indonesia.

“Minyak jelantah dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku sustainable aviation fuel (SAF) atau bahan bakar penerbangan berkelanjutan. Oleh karena itu, disarankan bagi ibu-ibu untuk tidak menggunakan minyak goreng secara berulang demi kesehatan serta sebagai langkah mendukung pertumbuhan industri energi terbarukan,” ungkap Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi dalam acara Beritasatu Economic Outlook 2025 di Jakarta pada Kamis (30/1/2025).

Dari segi kesehatan, penggunaan minyak goreng secara berulang hingga berubah warna menjadi coklat atau kehitaman dapat berdampak buruk bagi tubuh.

Dokter Spesialis Kecantikan sekaligus Edukator Kesehatan dr Nadia Alaydrus menjelaskan, konsumsi makanan yang digoreng menggunakan minyak jelantah bisa memicu berbagai gangguan kesehatan. Namun, minyak jelantah bisa digunakan untuk menjadi bahan EBT.

“Minyak yang sudah berwarna hitam bisa menjadi tempat berkembangnya bakteri berbahaya seperti Clostridium botulinum, yang dapat menyebabkan botulisme atau gangguan otot,” ujar dr Nadia melalui akun TikTok-nya @nadialaydrus.

Selain itu, penggunaan minyak jelantah juga berpotensi meningkatkan risiko kanker. Hal ini disebabkan oleh kandungan radikal bebas yang dapat merusak sel tubuh.

Tak hanya itu, konsumsi minyak bekas juga berkontribusi pada peningkatan kadar kolesterol dan lemak trans dalam tubuh, yang berisiko menyebabkan obesitas, penyumbatan pembuluh darah, penyakit jantung, dan stroke.

Karena dampak negatifnya, minyak jelantah sebaiknya tidak digunakan kembali untuk memasak. Namun, minyak bekas ini masih memiliki nilai guna jika didaur ulang menjadi bahan baku EBT, seperti biodiesel, bioetanol, sabun, lilin, dan produk lainnya.

Menurut Eniya, kebutuhan bioetanol nasional pada 2024 mencapai 2,2 juta ton, tetapi hanya 1,2 juta ton yang dapat dipenuhi. Diperkirakan pada 2025, kebutuhan tersebut meningkat menjadi 8,5 juta ton.

Berdasarkan data dari International Council on Clean Transportation (ICCT), Indonesia memiliki potensi produksi minyak jelantah sebesar 1,6 miliar liter per tahun. Jumlah ini dapat memenuhi sekitar 32% dari kebutuhan biodiesel nasional.

Sayangnya, upaya pengumpulan minyak jelantah masih menghadapi tantangan. Kesadaran masyarakat, khususnya ibu-ibu, untuk mengumpulkan minyak bekas masih rendah.

Meskipun ada yang menjual minyak jelantah ke pengepul, sebagian besar masih membuangnya ke selokan atau tanah. “Oleh karena itu, gerakan pengumpulan minyak jelantah harus terus digalakkan,” tegas Eniya dalam menanggapi bahan baku EBT.