Kasus: Tipikor

  • Kejari Tetapkan 6 Tersangka Korupsi Gedung Setda Balai Kota Cirebon, Rugikan Rp 26 Miliar
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        27 Agustus 2025

    Kejari Tetapkan 6 Tersangka Korupsi Gedung Setda Balai Kota Cirebon, Rugikan Rp 26 Miliar Bandung 27 Agustus 2025

    Kejari Tetapkan 6 Tersangka Korupsi Gedung Setda Balai Kota Cirebon, Rugikan Rp 26 Miliar
    Tim Redaksi
    CIREBON, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon, Jawa Barat, menetapkan enam orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Gedung Sekretariat Daerah Kota Cirebon tahun anggaran 2016 hingga 2018.
    Tiga orang tersangka berasal dari pegawai negeri sipil (PNS) yang menjabat sebagai kepala dinas, sementara tiga lainnya merupakan swasta atau kontraktor.
    Kasi Intel Kejari Kota Cirebon, Slamet Haryadi, menyampaikan penetapan terhadap enam orang tersangka ini dilakukan setelah proses penyelidikan dan penyidikan tim Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, yang dimulai pada September 2024 lalu.
    Penetapan tersangka terhadap enam orang ini dilakukan setelah tim penyidik menemukan adanya kerugian negara mencapai Rp 26,52 miliar berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, dari total pagu anggaran senilai Rp 86,7 miliar.
    “Tim penyidik telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Gedung Setda Pemda Kota Cirebon tahun 2016-2018,” kata Slamet saat membuka konferensi pers di kantor Kejari pada Rabu (27/8/2025) malam.
    Selama hasil penyidikan, Slamet bersama tim ahli menemukan pekerjaan pembangunan gedung tidak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB) dan spesifikasi teknis sebagaimana tercantum dalam kontrak.
    Temuan itu diperkuat oleh hasil penghitungan fisik yang dilakukan Politeknik Negeri Bandung, yang menemukan banyak ketidaksesuaian.
    Feri Nopiyanto, Kasi Pidsus Kejari Kota Cirebon, menerangkan bahwa enam tersangka terdiri dari tiga orang pegawai negeri sipil (PNS), sedangkan tiga lainnya dari swasta, yaitu kontraktor.
    Keenamnya langsung ditetapkan sebagai tersangka dan mengenakan rompi merah, usai menjalani pemeriksaan maraton sejak Rabu (27/8/2025) petang.
    BR (67), Kepala Dinas PUTR tahun 2017 merangkap pengguna anggaran.
    PH (50), selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
    IW (58), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Bidang PUTR tahun 2018 yang kini menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga.
    HM (62), Team Leader PT Bina Karya.
    AS (52), Kepala Cabang Bandung PT Bina Karya.
    FR (53), Direktur PT Rivomas Pentasurya periode 2017–2018.
    Feri menambahkan, dari pemeriksaan fisik maupun kualitas bangunan, perbuatan keenam tersangka ini terbukti tidak sesuai kontrak.
    Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 26,52 miliar dari total pagu Rp 86 miliar.
    Petugas juga mengamankan uang tunai Rp 788 juta dari tangan beberapa orang tersangka.
    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair Pasal 3 Undang-Undang yang sama dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tokoh Antikorupsi Ajukan Amicus Curiae di Uji Materi UU Tipikor

    Tokoh Antikorupsi Ajukan Amicus Curiae di Uji Materi UU Tipikor

    Bisnis.com, JAKARTA — Sebanyak 24 tokoh antikorupsi menyampaikan pandangannya sebagai amicus curiae (sahabat pengadilan) soal uji materi (judicial review) Undang-Undang No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

    Permohonan uji materi atas Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 beleid tersebut diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Syahril Japarin (mantan Direktur Utama Perum Perindo), Kukuh Kertasafari (mantan pegawai Chevron Indonesia), Nur Alam (mantan Gubernur Sulawesi Tenggara), dan Hotashi Nababan (mantan Direktur Utama Merpati Airlines).

    Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Erry Riyana Hardjapamekas, yang tergabung dalam Gerakan Pemberantasan Korupsi Berkeadilan mengatakan para tokoh secara prinsip setuju dengan permohonan yang diajukan.

    Menurutnya, korupsi tidak lagi dilihat sebagai perbuatan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan dengan cara-cara yang tidak sah, namun sebatas pada semua perbuatan yang dipandang merugikan keuangan negara.

    “Orang-orang yang beriktikad baik dan tidak punya niat untuk korupsi, dan orang yang menjalankan kewajibannya tanpa menerima suap, bisa menjadi terpidana korupsi. Hal ini terjadi karena perkara korupsi lebih fokus pada unsur kerugian keuangan negara yang perhitungannya kerap tidak nyata dan tidak pasti, bahkan menggunakan asumsi atau prediksi,” kata Erry dalam keterangannya, Rabu (27/8/2025).

    Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menekankan pada dua elemen utama, yaitu perbuatan melawan hukum dan dampak berupa kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Sementara Pasal 3 UU Tipikor mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatannya, yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

    Dia berpendapat dalam praktiknya, penanganan perkara korupsi di Indonesia cenderung lebih menekankan pada aspek kerugian negara daripada unsur memperkaya diri secara melawan hukum. Padahal potensi rugi atau untung merupakan konsekuensi dari pengambilan keputusan, misalnya dalam konteks bisnis BUMN.

    Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menambahkan, salah fokus dalam pemberantasan korupsi berdampak buruk pada kualitas penegakan hukum, menciptakan ketidakpastian bagi mereka yang bekerja di sektor publik, dan menjadikan upaya pencegahan bukan sebagai prioritas.

    “Dengan banyaknya contoh kasus yang ada, para pejabat termasuk direksi BUMN menjadi takut untuk membuat keputusan strategis yang dapat membawa risiko keuangan, meskipun keputusan tersebut bertujuan untuk kebaikan publik,” ujarnya.

    Pakar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan, definisi korupsi dalam UU Tipikor yang menekankan kerugian negara sebagai indikasi korupsi tidak diakui negara lain.

    Mengacu pada Konvensi PBB Anti Korupsi (UNCAC) 2003, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau orang lain secara melawan hukum.

    “Kelemahan ini membuat proses mutual legal assistance [MLA] sulit dijalankan karena syaratnya adalah perbuatan tersebut harus dianggap sebagai kejahatan di kedua negara yang bekerja sama,” ujarnya.

  • Anies Baswedan: Masalah yang Besar di Negara Ini adalah Korupsi 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Agustus 2025

    Anies Baswedan: Masalah yang Besar di Negara Ini adalah Korupsi Nasional 27 Agustus 2025

    Anies Baswedan: Masalah yang Besar di Negara Ini adalah Korupsi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, tindak pidana korupsi masih menjadi masalah yang paling besar di negara ini.
    “Kalau kita lihat salah satu masalah yang besar di Republik ini salah satunya masalah korupsi,” kata Anies, saat ditemui usai peresmian Gedung Kampus Utama Universitas Paramadina Cipayung, Jakarta Timur, Rabu (27/8/2025).
    Anies mengatakan, korupsi adalah gejala.
    Ia menilai, maraknya kasus korupsi merupakan imbas dari rendahnya nilai integritas di Indonesia.
    “Korupsi itu gejala, penyakitnya integritas yang minim,” ucap Anies.
    Menurut Anies, PR di sektor pendidikan saat ini untuk mengatasi korupsi adalah mengajarkan dan menumbuhkan integritas, termasuk di perguruan tinggi.
    “Jadi, diperbaikinya dengan cara menumbuhkan integritas di masa pendidikan, termasuk universitas,” kata dia.
    Mantan Rektor Universitas Paramadina itu berharap agar mata kuliah antikorupsi diterapkan di kampus-kampus yang ada di Indonesia.
    “Harapannya mengirim pesan bahwa salah satu nilai yang harus ditumbuhkuatkan di dunia pendidikan adalah nilai integritas,” ucap dia.
    Dengan mata kuliah antikorupsi, Anies berharap nantinya Indonesia dapat mencetak generasi yang berintegritas.
    “Dengan integritas itulah kita berharap nantinya semua yang melewati proses pendidikan akan menjadi pribadi yang bisa berintegritas,” ujar Anies.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Divonis 5 Tahun Bui, Hak Politik Eks Walkot Semarang Mbak Ita Tak Dicabut

    Divonis 5 Tahun Bui, Hak Politik Eks Walkot Semarang Mbak Ita Tak Dicabut

    Jakarta

    Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) divonis hukuman lima tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Semarang. Kendati demikian, hak politik Mbak Ita dicabut karena faktor usia.

    Faktor Mbak Ita yang berumur 59 tahun menjadi pertimbangan hakim. Hakim yakin terdakwa tak melakukan perbuatannya lagi.

    “Kedua terdakwa memasuki usia lansia dan para terdakwa adalah orang yang berpendidikan sehingga Majelis Hakim berkeyakinan para terdakwa tidak akan mengulangi perbuatan yang tercela dan kejadian ini dapat dijadikan pembelajaran bagi para terdakwa,” kata ketua majelis hakim Gatot Sarwadi di pengadilan Tipikor Semarang, dilansir detikJateng, Rabu (27/8/2025).

    “Menghukum kepada terdakwa I Hevearita Gunaryanti Rahayu untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 683 juta paling lama dalam kurun 1 bulan sesudah putusan,” lanjutnya.

    Jika tidak dibayarkan selama 1 bulan setelah inkrah, uang pengganti itu diganti kurungan 6 bulan. Dalam kasus ini, majelis hakim menilai Mbak Ita bersalah melakukan korupsi sesuai dengan pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

    (rdp/idh)

  • Suami Eks Walkot Semarang Mbak Ita Divonis 7 Tahun Penjara di Kasus Korupsi

    Suami Eks Walkot Semarang Mbak Ita Divonis 7 Tahun Penjara di Kasus Korupsi

    Jakarta

    Suami mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita, Alwin Basri, divonis 7 tahun penjara. Hakim menyatakan Alwin bersalah melakukan korupsi di lingkungan Pemkot Semarang.

    “Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, berlanjut dan sebagaimana dalam dakwaan,” kata Hakim ketua Gatot saat membacakan amar putusan, di Pengadilan Tipikor Semarang, dikutip detikJateng, Rabu (27/8/2025).

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa II Alwin Basri dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sejumlah Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” imbuhnya.

    Alwin juga dihukum membayar uang pengganti Rp 4 miliar. Alwin dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

    Hal yang memberatkan vonis yakni terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara hal yang meringankan yaitu terdakwa belum pernah dihukum dan pernah mendapatkan penghargaan.

    (whn/idh)

  • Ary Bakri Ungkap Wahyu Gunawan Pernah Minta Kerjaan Sebelum Kasus CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Agustus 2025

    Ary Bakri Ungkap Wahyu Gunawan Pernah Minta Kerjaan Sebelum Kasus CPO Nasional 27 Agustus 2025

    Ary Bakri Ungkap Wahyu Gunawan Pernah Minta Kerjaan Sebelum Kasus CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengacara Ariyanto Bakri mengungkapkan bahwa Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, pernah menyinggung tentang permintaan kerjaan sebelum kasus korupsi terkait perusahaan crude palm oil (CPO) bergulir.
    Hal ini terungkap saat Ary Bakri, sapaan Ariyanto Bakri, dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang penanganan perkara kasus korupsi suap hakim yang memberikan vonis ontslag atau vonis lepas kepada korporasi crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng (migor).
    “Dan, beliau (Wahyu) sering katakan, ‘Kalau ada kerjaan kasih saya’. Dia bilang gitu,” ujar Ariyanto saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (27/8/2025).
    Ary Bakri mengatakan bahwa dirinya pertama kali mengenal Wahyu melalui media sosial.
    Saat itu, Ary Bakri yang sering membuat konten dan menjadi influencer juga menarik perhatian Wahyu.
    “Sebelum Covid, mungkin 2-3 tahun, saudara Wahyu sering
    sounding
    sama saya di medsos,” cerita Ariyanto.
    Sejak sebelum Covid-19 melanda dunia pada tahun 2019, Wahyu sudah pernah menghubungi Ariyanto dan memperkenalkan diri sebagai Panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
    Awalnya berkomunikasi melalui medsos, Ariyanto dan Wahyu bertemu dalam satu acara motor.
    Keduanya diketahui sama-sama penyuka motor Harley Davidson.
    “Kemudian pada pagi Minggu, itu berapa tahun lalu, saya lupa, ya kita ketemu di perkumpulan motor, sebatas obrolan motor,” kata Ariyanto.

    Saat itu, kasus perkara CPO belum terjadi. Namun, keduanya masih saling menjaga komunikasi.
    Kemudian, ketika ada perkara korporasi CPO, komunikasi antara Ary Bakri dan Wahyu menjadi lebih intens.
    Dalam kasus ini, Ary Bakri menjadi pihak yang mewakili tiga korporasi CPO.
    Melalui Ary Bakri, tiga korporasi ini menyuap para hakim agar mendapatkan vonis ontslag.
    Kelima terdakwa diduga menerima uang suap senilai Rp 40 miliar.
    Rinciannya, Eks Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, menerima Rp 15,7 miliar; satu orang menerima Rp 2,4 miliar.
    Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar.
    Lalu, para hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
    Dalam perkara ini, para hakim diduga menerima suap untuk menjatuhkan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging terhadap terdakwa tiga korporasi dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
    Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
    Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
    Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
    Majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas itu diketuai oleh hakim Djuyamto dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan hakim Ali Muhtarom.
    Putusan diketok di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
    Atas perbuatannya, para terdakwa diancam dengan Primair Pasal 12 huruf c subsider Pasal 12 huruf a, jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Kejar Pihak yang Pindahkan Mobil Mewah dari Rumah Dinas Immanuel Ebenezer

    KPK Kejar Pihak yang Pindahkan Mobil Mewah dari Rumah Dinas Immanuel Ebenezer

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengejar pihak yang sengaja memindahkan mobil mewah dari rumah dinas milik eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer. 

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan penyidik masih menelusuri keberadaan mobil mewah yang dipindahkan serta pihak-pihak yang terlibat.

    “Saat ini, penyidik masih melakukan penelusuran lokasi keberadaan kendaraan-kendaraan tersebut,” katanya, dikutip Rabu (27/8/2025).

    Budi menegaskan agar pihak yang terlibat dalam pemindahan mobil bersikap kooperatif dan menyerahkan kepada penyidik untuk keperluan penyidikan lebih lanjut. Mengingat adanya potensi aliran dana dugaan pemerasan penerbitan sertifikat K3.

    “Kepada pihak-pihak yang memindahkan, KPK mengimbau agar kooperatif dan secara menyerahkan kendaraan tersebut untuk diperiksa dan diteliti oleh penyidik,” jelasnya.

    Sebelumnya, penyidik KPK mendapatkan informasi mengenai adanya tiga mobil mewah milik Noel yang sengaja dipindahkan dari rumah dinas usai KPK menggelar OTT terhadap mantan Wamen itu.

    “Bahwa penyidik mendapatkan informasi terdapat sejumlah mobil, yaitu Land Cruiser, Mercy, dan BAIC yang dipindahkan dari rumah dinas Wamen, pasca kegiatan tangkap tangan,” kata Budi.

    Dalam penggeledahan rumah dinas Noel beberapa waktu lalu, KPK telah mengamankan empat ponsel di plafon rumah dan satu mobil Toyota Alphard.

    Sebagaimana diketahui, pada Kamis (21/8/2025) KPK menyita 15 mobil dan 7 motor dari perkara ini. Kendaraan diamankan dari berbagai pihak yang terlibat.

    KPK juga telah menetapkan 11 tersangka dari lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak swasta.

    Mereka melakukan penggelembungan tarif dari yang seharusnya mengurus sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebesar Rp275.000 menjadi Rp6 juta.

    “Para tersangka dengan cara memperlambat, mempersulit, dan tidak memproses permohonan sertifikat,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam keterangan tertulis, Jumat (23/8/2025).

    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

  • Dicari KPK, 3 Mobil Immanuel Ebenezer Tiba-tiba "Lenyap" Usai OTT
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Agustus 2025

    Dicari KPK, 3 Mobil Immanuel Ebenezer Tiba-tiba "Lenyap" Usai OTT Nasional 27 Agustus 2025

    Dicari KPK, 3 Mobil Immanuel Ebenezer Tiba-tiba “Lenyap” Usai OTT
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mencari tiga mobil yang “hilang” dari rumah dinas eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel (IEG) pasca operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (20/8/2025) malam.
    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, tiga mobil yang dicari penyidik itu yakni Land Cruiser, Mercy, dan BAIC.
    “Saat ini penyidik masih melakukan penelusuran lokasi keberadaan kendaraan-kendaraan tersebut,” kata Budi, Selasa (26/8/2025).
    KPK mengimbau para pihak yang memindahkan mobil-mobil tersebut dapat kooperatif dan menyerahkan kendaraan tersebut.
    “Kepada pihak-pihak yang memindahkan, KPK mengimbau agar kooperatif dan segera menyerahkan kendaraan tersebut untuk diperiksa dan diteliti oleh penyidik,” ucap dia.
    Sementara itu, pada penggeledahan yang dilakukan di rumah dinas Noel, di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2025), penyidik menyita sebuah mobil Toyota Alphard. 
    Mobil itu sudah dibawa ke Gedung KPK pada hari itu juga. Mobil berplat B 2364 UYQ itu ditempatkan di area parkir belakang Gedung KPK.
    Budi mengatakan, penyidik sudah memiliki informasi awal dugaan kendaraan tersebut merupakan hasil dari tindak pidana korupsi.
    Meski demikian, dia belum bisa menjelaskan asal-usul kendaraan tersebut.
    Selain itu, penyidik juga menemukan 4 buah ponsel di plafon rumah dinas Noel. 
    KPK akan memeriksa Noel untuk menanyakan apakah ponsel tersebut sengaja disembunyikan di plafon rumah atau tidak.
    Penyidik juga akan membuka isi dari ponsel tersebut untuk mengetahui informasi-informasi terkait kasus korupsi yang menjerat Noel.
    “Tentu nanti dalam proses pemeriksaan kepada yang bersangkutan itu juga akan ditanyakan termasuk juga isi dari BBE tersebut nanti akan kita buka, kita akan melihat informasi-informasi dalam BBE tersebut,” ucap dia.
    Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pungutan liar sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.
    Salah satu adalah Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI Immanuel Ebenezer.
    “KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 11 orang sebagai tersangka, yakni IBM, kemudian GAH, SB, AK, IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan), FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung KPK, Jumat (22/8/2025).
    Setyo mengatakan, Irvian Bobby Mahendro selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 Kemenaker tahun 2022-2025 menerima aliran uang Rp 69 miliar terkait kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3.
    Uang tersebut diterima Irvian Bobby Mahendro selama kurun waktu 2019-2024 melalui perantara.
    Setyo mengatakan, uang tersebut digunakan untuk
    down payment
    (DP) rumah, belanja, dan hiburan.
    Sementara itu, Wamenaker Immanuel Ebenezer alias Noel juga menerima aliran uang tersebut.
    “Sejumlah uang tersebut mengalir kepada pihak penyelenggara negara yaitu Saudara IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan) sebesar Rp 3 miliar pada Desember 2024,” kata Setyo.
    Akibat perbuatannya, Noel dan 10 tersangka lainnya dipersangkakan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        KPK akan Minta Klarifikasi Noel, Kenapa Sembunyikan 4 Ponselnya di Plafon
                        Nasional

    10 KPK akan Minta Klarifikasi Noel, Kenapa Sembunyikan 4 Ponselnya di Plafon Nasional

    KPK akan Minta Klarifikasi Noel, Kenapa Sembunyikan 4 Ponselnya di Plafon
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
     – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel (IEG) terkait temuan 4 buah ponsel di plafon rumah dinasnya. 
    Ponsel tersebut ditemukan saat penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah dinas Nodel di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, pada Selasa (26/8/2025). 
    “Ya, penyidik menemukan 4
    handphone
    di plafon rumah yang bersangkutan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa. 
    Pemeriksaan Noel untuk mendalami, apakah ponsel yang ditemukan di plafon rumah tersebut sengaja disembunyikan atau tidak. 
    Penyidik juga akan membuka isi dari ponsel tersebut untuk mengetahui informasi-informasi terkait kasus korupsi yang menjerat Noel.
    “Tentu nanti dalam proses pemeriksaan kepada yang bersangkutan itu juga akan ditanyakan termasuk juga isi dari BBE tersebut nanti akan kita buka, kita akan melihat informasi-informasi dalam BBE tersebut,” ucap dia.
    Selain ponsel, penyidik KPK juga menyita sebuah mobil Toyota Alphard. 
    Mobil itu sudah dibawa ke Gedung KPK hari itu juga. Mobil berplat B 2364 UYQ itu ditempatkan di area parkir belakang Gedung KPK.
    Budi mengatakan, penyidik sudah memiliki informasi awal dugaan kendaraan tersebut merupakan hasil dari tindak pidana korupsi. Meski demikian, dia belum bisa menjelaskan asal-usul kendaraan tersebut.
    “Ya, nanti secara perinci terkait dengan asal-usul kendaraan yang diamankan pada penggeledahan hari ini nanti kami akan informasikan,” ucap dia.
    KPK juga sedang mencari tiga mobil lainnya yaitu Land Cruiser, Mercy, dan BAIC yang dipindahkan dari rumah dinas Wamen, pasca operasi tangkap tangan (OTT), pada Rabu (20/8/2025) malam.
    KPK mengimbau para pihak yang memindahkan mobil-mobil tersebut agar kooperatif dan menyerahkan kendaraan tersebut.
    Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pungutan liar sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.
    Salah satu adalah Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI Immanuel Ebenezer.
    “KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 11 orang sebagai tersangka, yakni IBM, kemudian GAH, SB, AK, IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan), FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung KPK, Jumat (22/8/2025).
    Setyo mengatakan, Irvian Bobby Mahendro selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 Kemenaker tahun 2022-2025 menerima aliran uang Rp 69 miliar terkait kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3.
    Uang tersebut diterima Irvian Bobby Mahendro selama kurun waktu 2019-2024 melalui perantara.
    Setyo mengatakan, uang tersebut digunakan untuk
    down payment
    (DP) rumah, belanja, dan hiburan.
    Sementara itu, Wamenaker Immanuel Ebenezer alias Noel juga menerima aliran uang tersebut.
    “Sejumlah uang tersebut mengalir kepada pihak penyelenggara negara yaitu Saudara IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan) sebesar Rp 3 miliar pada Desember 2024,” kata Setyo.
    Akibat perbuatannya, Noel dan 10 tersangka lainnya dipersangkakan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Panggil Komisaris Utama Inhutani V jadi Saksi Dugaan Suap Pengelolaan Hutan

    KPK Panggil Komisaris Utama Inhutani V jadi Saksi Dugaan Suap Pengelolaan Hutan

    Bisnis.com, JAKARTA – KPK memanggil beberapa pihak sebagai saksi kasus dugaan suap pengelolaan lahan di lingkungan PT Inhutani V, salah satunya adalah Komisaris Utama Inhutani V berinisial AK.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan pemanggilan ini untuk mengusut perkara yang menyeret Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady sebagai tersangka penerima suap izin pengelolaan hutan di Lampung.

    “Hari ini Selasa (26/8), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait suap pengelolaan kawasan hutan di lingkungan Inhutani V,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Selasa (26/8/2025).

    Saksi yang akan diperiksa KPK adalah, WAR staf PT Paramitra Mulia Langgeng, OL staf Sungai Budi grup, AK PNS/Komisaris Utama PT. Inhhtani V, dan MH Karyawan PT Inhutani V.

    Budi menyampaikan materi pemeriksaan baru dapat disampaikan setelah pemeriksaan dilakukan. Pada perkara ini, KPK menemukan dugaan suap dari pihak swasta ke PT Inhutani V untuk pengelolaan izin hutan di Lampung.

    KPK menetapkan 3 tersangka, yaitu; Direktur PT INH V Dicky Yuana Rady (DIC); Direktur PT PML Djunaidi (DJN); dan staf perizinan SB Grup Aditya (ADT).

    “Tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, berupa uang tunai senilai SGD189.000 [atau sekitar Rp2,4 miliar], uang tunai senilai Rp8,5 juta, satu unit mobil RUBICON di rumah DIC; serta satu unit mobil Pajero milik Sdr. DIC di rumah ADT,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, Kamis (14/8/2025).

    PT PML melalui DJN memberikan Rp4,2 miliar untuk pengamanan tanaman ke rekening PT Inhutani V. Adapun dari dana tersebut, DIC diduga menerima uang tunai dari DJN sebesar Rp100 juta.

    Alhasil, DIC menyetujui permintaan PT PML dengan mengelola hutan tanaman seluas lebih dari 2 juta hektare di wilayah register 42 dan lebih dari 600 hektare di register 46.

    Atas perbuatannya, DJN dan ADT sebagai pihak pemberi, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sedangkan DIC, sebagai pihak penerima, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

    KPK selanjutnya melakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 14 Agustus s.d 1 September 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih.