Dugaan Korupsi Dana Hibah Rp 16,5 Miliar, Jaksa Geledah Kantor KPU Tanjungbalai Sumut
Tim Redaksi
MEDAN, KOMPAS.com
– Kejaksaan menggeledah kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Rabu (27/8/2025).
Proses penggeledahan berkaitan dengan dugaan korupsi dana hibah KPU Tanjungbalai bernilai Rp 16,5 miliar.
Kasi Intelijen Kejari Tanjungbalai, Juergen K. Marusaha, mengatakan, penggeledahan dilakukan sejak pukul 09.00 hingga pukul 14.00.
“Jadi, adapun penggeledahan yang dilakukan berkaitan dengan proses penyidikan perihal dugaan tindak pidana korupsi penggunaan belanja hibah uang oleh KPU Kota Tanjungbalai tahun anggaran 2023 dan 2024, dengan total pagu anggaran Rp 16,5 miliar,” ujar Juergen, saat dihubungi Kompas.com melalui telepon seluler, Kamis (28/8/2025).
Dia juga mengatakan, saat proses penggeledahan, pihaknya menyita sejumlah dokumen yang berkaitan dengan dugaan korupsi tersebut.
“Bahwa tim penyidik sudah membawa beberapa dokumen dan perangkat elektronik yang diperlukan dalam rangka mengungkap kasus dugaan tipikor tersebut, dan selanjutnya tim penyidik akan secara estafet melakukan pemeriksaan perkara yang dimaksud,” ujarnya.
Juergen lalu menjelaskan hingga saat ini pihaknya belum menetapkan tersangka.
Proses pemeriksaan terhadap perangkat kerja di sana terus dilakukan.
Namun, Juergen belum merinci identitas siapa saja yang diperiksa.
“Jadi, kurang lebih sudah 20 orang yang diperiksa,” tuturnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2025/08/28/68b034bb4e7e6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dugaan Korupsi Dana Hibah Rp 16,5 Miliar, Jaksa Geledah Kantor KPU Tanjungbalai Sumut Medan 28 Agustus 2025
-
/data/photo/2015/07/09/2039575IMG-20150709-182210780x390.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Modus Korupsi di Taspen: Aset Dijual ke Broker dan "Diputar-putar" Nasional 28 Agustus 2025
Modus Korupsi di Taspen: Aset Dijual ke Broker dan “Diputar-putar”
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Teguh Siswanto, mengungkapkan bahwa aset PT Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) dijual melalui broker terlebih dahulu untuk mengakali ketentuan hukum.
Informasi ini disampaikan Teguh saat dihadirkan sebagai ahli perhitungan kerugian negara dalam sidang dugaan korupsi investasi fiktif yang menjerat eks Direktur Utama PT Taspen, Antonius Kosasih, dan Direktur Utama Insight Investment Management, Ekiawan Heri Primaryanto.
Teguh menjelaskan bahwa aset PT Taspen itu berupa Sukuk Ijarah TPS Food II atau SIAISA 02 senilai Rp200 miliar.
Penjualan dilatarbelakangi oleh kondisi TPS Food II, perusahaan makanan, yang terancam pailit dan keputusan pimpinan PT Taspen untuk menginvestasikan uang pada reksadana I-Next G2 yang dikelola PT IIM senilai Rp1 triliun.
“Jadi Taspen itu akan menginjek dana Rp1 triliun untuk melakukan
subscription
di mana nanti oleh reksadana akan digunakan untuk membeli SIAISA 02 dari Taspen,” ujar Teguh di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025).
Adapun investasi Rp1 triliun itu terdiri dari nilai sukuk Rp 230 miliar dan dana dari Taspen Rp 770 miliar.
Namun, Direktur Keuangan PT Taspen, Helmi Imam Satriyono, meminta sukuk tidak menjadi bagian
underlying
reksadana karena akan mempengaruhi laporan keuangan.
Permintaan Helmi itu terhalang oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang melarang perusahaan manajer investasi membeli efek dari pemegang unit penyertaan kecuali pada harga wajar.
Aturan tersebut membuat PT IIM harus membeli SIAISA 02 di bawah harga Rp 230 miliar yang terdiri dari Rp 200 miliar nilai aset dan Rp 30 miliar bunga.
Sementara, harga pasar berada di bawah nilai tersebut.
PT IIM ingin membeli dengan harga pasar, sementara PT Taspen tidak mau dengan harga pasar karena selisihnya akan dihitung sebagai kerugian negara.
“Maka yang ditempuh bagaimana? Di situ pihak IIM bekerja sama dengan beberapa broker,” kata Teguh.
Sejumlah broker itu adalah Sinarmas Sekuritas, Valbury Sekuritas, dan Pacific Sekuritas.
Mulanya, PT Taspen menjual sukuk SIAISA 02 pada PT Sinarmas Sekuritas dengan harga Rp228 miliar.
Kemudian, Sinarmas Sekuritas menjual sukuk itu ke lima reksadana yang dikelola PT IIM.
Selanjutnya, PT IIM menjual sukuk itu ke Pacific Sekuritas senilai Rp229 miliar.
Pacific Sekuritas lalu menjual SIAISA 02 itu ke Valbury Sekuritas seharga Rp 229 miliar.
“Dari Valbury baru dibeli Insight (PT IIM) tentu di harga Rp142 (miliar) atau di bawah harga pasar dari sukuk tersebut di tanggal 11 Juni, Rp142 miliar,” tutur Teguh.
Dalam transaksi itu, Valbury tampak mengalami kerugian Rp 87 miliar karena membeli sukuk Rp 229 miliar dan menjualnya di harga Rp 142 miliar.
Untuk menutupi kerugian ini, PT IIM melakukan jual beli saham melalui reksadana atas nama saham yang tidak dimiliki sebesar Rp89 miliar.
Tindakan ini juga melanggar ketentuan OJK. “Digunakan sebagai untuk transaksi jual beli dalam rangka mengganti kerugian Valbury,” ujar Teguh.
Namun, karena terdapat pembatasan kepemilikan instrumen, pada 2019 sukuk itu dibeli
nominee
(perusahaan atau nama yang dipinjam) yakni PT ARA atas nama Andi Asmoro.
Setelah itu, SIAISA 02 dijual kembali oleh PT ARA ke TPS Food, tempat asal mula sukuk tersebut.
“PT TPSF (TPS Food) itu melakukan
buy-back
atau dibeli kembali SIAISA 02 itu dari
nominee
PT IIM tadi, dari PT ARA dan saudara Andi Asmoro,” jelas Teguh.
“Para nominee itu menerima dana sebesar Rp69,4 miliar,” tambahnya.
Dalam perkara ini, Kosasih diduga berkongsi dengan Ekiawan dan kawan-kawan.
Perbuatan mereka diduga merugikan negara Rp1 triliun dan memperkaya Kosasih Rp34 miliar, Ekiawan 242.390 dollar Amerika Serikat (AS), eks Dirut PT Taspen Patar Sitanggang Rp200 miliar, PT IIM Rp44,2 miliar
Lalu, PT KB Valbury Sekuritas Indonesia Rp2,465 miliar, PT Pacific Sekuritas Indonesia Rp108 juta, PT Sinarmas Sekuritas Rp40 juta, dan PT TPS Food Rp150 miliar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2022/01/21/61e9e95688c5d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
MA Tegaskan Itong Isnaeni Sudah Dipecat Tidak Hormat Sebagai Hakim dan PNS Nasional 28 Agustus 2025
MA Tegaskan Itong Isnaeni Sudah Dipecat Tidak Hormat Sebagai Hakim dan PNS
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Yanto menegaskan bahwa terpidana kasus korupsi, Itong Isnaeni telah diberhentikan tidak hormat sebagai Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Jadi betul, jadi yang bersangkutan sudah diberhentikan, baik sebagai hakim maupun PNS,” tegas Yanto dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025).
Yanto lalu menjelaskan bahwa terdapat syarat untuk bisa memberhentikan Itong sebagai PNS melalui mekanisme dan tata cara yang ditentukan oleh Undang-Undang.
“Secara formal itu harus diaktifkan terlebih dahulu dengan jabatan tadi, kemudian diikuti dengan permohonan pemberhentian dengan tidak hormat, itu syarat yang ditentukan oleh BKN (Badan Kepegawaian Negara),” ucap Yanto.
Karena itu, status ASN Itong di PN Surabaya diaktifkan kembali setelah kasusnya dinyatakan inkract oleh MA, untuk mempercepat proses pemberhentian secara tidak hormat Itong di BKN.
“Sama dengan pemberhentian yang lain, sama sebetulnya. Ya yang hakim-hakim yang lain yang kena masalah hukum sama prosesnya seperti itu,” ucapnya.
Syarat dari BKN, kata Yanto, status PNS Itong harus diaktifkan terlebih dahulu. Saat ini, status PNS eks hakim terpidana korupsi itu telah diberhentikan.
“Diaktifkannya kembali status PNS itu hanya sebagai syarat yang telah ditentukan oleh BKN bahwa untuk memberhentikan tidak dengan hormat, maka diaktifkan kembali dengan jabatan tertentu dan diikuti dengan pemberhentian. Dan sudah diberhentikan ya,” jelasnya.
Berdasarkan Pasal 1 Angka 16 PP 11/2017 tentang manajemen PNS pemberhentian Itong sebagai PNS dilakukan oleh Sekretaris Mahkamah Agung RI.
Pemberhentian itu kemudian dilakukan dengan Surat Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 24829/SEK/SK.KP 8.4/VIII/2025 tanggal 22 Agustus 2025 setelah mendapatkan rekomendasi dari BKN tanggal 13 Agustus 2025 dengan nomor surat 1909982/R.AK/ 02/03/SD.F/F.1 2025.
Sebelumnya diberitakan, Itong Isnaeni diangkat kembali menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di PN Surabaya.
Kabar ini juga dibenarkan Humas PN Surabaya, Pujiono.
“Sudah saya tanya ke Pak Wakil Ketua PN Surabaya, yang bersangkutan ditetapkan oleh Mahkamah Agung menjadi ASN di sini (PN Surabaya),” katanya saat dikonfirmasi, Rabu (27/8/2025).
Itong Isnaeni merupakan terpidana dalam kasus suap pengurusan perkara perdata pembubaran PT Soyu Giri Primedika (SGP).
Dalam perkara ini, ia divonis oleh Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya 5 tahun penjara pada 2022.
Itong juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 390 juta subsider 6 bulan.
Meski sempat mengajukan banding dan peninjauan kembali, Mahkamah Agung menolak upaya hukum tersebut. Dengan demikian, vonis 5 tahun penjara terhadap Itong berkekuatan hukum tetap.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Penjelasan Lengkap MA soal Hakim Terpidana Korupsi Diaktifkan untuk Diberhentikan
Jakarta –
Mantan hakim yang kini menjadi terpidana korupsi, Itong Isnaeni Hidayat, kembali tercatat sebagai ASN di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ternyata, Mahkamah Agung (MA) mengaktifkan Itong sebagai syarat diberhentikan dengan tidak hormat, seperti apa aturannya?
Itong Isnaeni sebelumnya adalah hakim PN Surabaya. Dia terjaring OTT KPK sekitar 2 Januari 2022 terkait dugaan tindak pidana korupsi. Itong pun dihukum 5 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan, dia juga dibebankan membayar uang pengganti Rp 390 juta subsider 6 bulan kurungan.
“MA memastikan yang bersangkutan telah diberhentikan dengan tidak hormat, baik sebagai hakim maupun sebagai PNS di MA,” kata Jubir MA, Yanto, saat jumpa pers, Kamis (28/8/2025).
Yanto mengatakan kabar tentang Itong aktif kembali sebagai PNS di PN Surabaya itu tidak benar. Dia mengatakan status Itong aktif hanya sebagai syarat untuk diberhentikan tidak dengan hormat.
“Setiap pemberhentian PNS harus melalu mekanisme dan tata cara yang ditentukan oleh UU, begitu juga dengan pemberhentian seorang hakim sebagai pejabat negra yang terbukti melakukan tindak pidana, maka untuk sampai pada putusan pemberhentian dengan tdk hormat ada mekanisme dan tahapan yang harus dilalui,” jelas Yanto.
Kemudian, setelah Itong dinyatakan pengadilan terbukti bersalah melakukan korupsi, MA langsung memberhentikannya dengan tidak hormat. Pemberhentian Itong itu berdasarkan usulan Ketua MA lewat surat nomor 80/KMA/KPB.4/3/2025 tanggal 10 Maret 2025.
“Saudara Itong diberhentikan dengan tidak hormat sebagai hakim Pengadilan Negeri terhitung mulai 30 November 2023, sebagaimana dinyatakan dalam Keppres ri 50/2025 tanggal 2 Januari 2025,” ungkapnya.
“Pemberhentian saudara itong sebagai hakim tidak serta merta meninggalkan status yang bersangkutan sebagai PNS, sebagaimana ditentukan dalam pasal 14 ayat 1 PP 26/1991,” ucapnya.
Yanto menjelaskan dalam Pasal 14 ayat 1 PP Nomor 26 tahun 1991 yaitu pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan hakim berdasarkan alasan dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan dapat diikuti dengan pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Kemudian ada juga ketentuan Pasal 250 huruf D PP Nomor 11 tahun 2017 yang menyatakan bahwa PNS yang diberhentikan tidak dengan hormat apabila melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling sedikit dua tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.
Lalu, pada Pasal 1 angka 16 pada PP yang sama tentang Manajemen PNS, disebut untuk memberhentikan Itong dengan tidak hormat maka diperlukan surat keputusan Sekretaris MA. Untuk mengeluarkan surat keputusan itu, BKN perlu memberikan rekomendasi tentang pemberhentian tidak hormat, oleh karena itu status Itong diaktifkan lagi karena syarat rekomendasi itu.
“Untuk mendapatkan rekomendasi pemberhentian tidak dengan hormat dari BKN lewat aplikasi I-MUT, diminta jabatan pelaksananya, sebagaimana ditentukan Pasal 47 PP 11/2017 tentang Manajemen PNS,” pungkasnya.
(zap/imk)
-
/data/photo/2025/08/28/68afe08fae640.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Prabowo Malu dengan Tingkah Immanuel Ebenezer: Tangan Diborgol, Baju Oranye, Enggak Ingat Anak Istri? Nasional
Prabowo Malu dengan Tingkah Immanuel Ebenezer: Tangan Diborgol, Baju Oranye, Enggak Ingat Anak Istri?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden Prabowo Subianto bertanya-tanya mengapa eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel tidak ingat anak dan istrinya ketika memutuskan terlibat dalam kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3 di Kemenaker.
Hal ini disampaikannya saat menyinggung kasus Noel dalam peresmian pembukaan Apkasi Otonomi Expo di ICE BSD, Tangerang, Banten, Kamis (28/8/2025).
“Apakah tidak ingat istri dan anaknya? Kalau tangannya diborgol pakai baju oranye, apa tidak ingat anak dan istrinya?” tanya Prabowo, Kamis.
Prabowo juga mengaku malu atas perbuatan Noel. Pasalnya, Noel anggota Partai Gerindra, meski belum menjadi kader Partai yang dibesutnya itu.
Noel juga menjadi anggota Kabinet Merah Putih pertama yang ditangkap KPK di masa pemerintahannya.
“Dia anggota, dia belum kader. Kalau kader itu ikut pendidikan. Aduh dia enggak keburu ikut kaderisasi. Tapi tetap, tetap saya agak malu saya,” tuturnya.
Di sisi lain, ia juga merasa kasihan. Terlebih, Noel adalah orang yang menarik.
“Sebetulnya orangnya itu menarik, mungkin dia khilaf. Saya kasihan kadang-kadang, tapi apa boleh buat,” bebernya.
Lebih lanjut Prabowo menyatakan sudah berpesan kepada menteri untuk menghindari korupsi. Ia bahkan menyatakan tidak akan melindungi anggota partai yang terlibat korupsi.
Prabowo bilang, wanti-wanti itu tidak disampaikannya sekali dua kali. Melainkan sering kali di setiap kesempatan, dan di setiap pidato.
Pesan untuk tidak korupsi dia sampaikan sejak sebelum ia dilantik menjadi Presiden pada 20 Oktober 2024 lalu. Begitu pun pada saat dirinya baru saja dilantik.
“(Saya) dapat laporan dari Jaksa Agung, dapat laporan dari penegak-penegak hukum lain, ‘Pak, datanya begini, Pak’. PPATK laporan. Saya ingatkan, tapi kadang-kadang khilaf manusia itu, mungkin,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, KPK menetapkan eks Wamenaker Immanuel Ebenezer sebagai tersangka terkait kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3 di Kemenaker.
Noel, sapaan akrab Immanuel Ebenezer, ditetapkan sebagai tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (20/8/2025) malam.
“KPK kemudian menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 11 orang sebagai tersangka, yakni IBM, kemudian GAH, SB, AK, IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan), FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Setyo menyebutkan, dalam perkara ini, Noel diduga menerima aliran dana sebesar Rp 3 miliar.
Uang tersebut berasal dari praktik pemerasan terkait pengurusan sertifikat K3.
Saat ini, Noel bersama 10 orang lainnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan mengenakan rompi tahanan.
Para tersangka dipersangkakan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Noel kini sudah dipecat dari jabatan Wamenaker dan dikeluarkan dari Gerindra usai ditetapkan sebagai tersangka.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/28/68afde2123507.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Prabowo soal Immanuel Ebenezer: Dia Belum Kader tapi Saya Tetap Malu Nasional 28 Agustus 2025
Prabowo soal Immanuel Ebenezer: Dia Belum Kader tapi Saya Tetap Malu
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden Prabowo Subianto menyatakan eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel belum menjadi kader Partai Gerindra, namun Noel tetap membuat Prabowo malu karena dia menjadi tersangka pemerasan dan ditangkap KPK.
“Dia anggota, dia belum kader. Kalau kader itu ikut pendidikan. Aduh, dia enggak keburu ikut kaderisasi. Tapi tetap, tetap saya agak malu saya,” kata Prabowo saat meresmikan pembukaan Apkasi Otonomi Expo di ICE BSD, Tangerang, Banten, Kamis (28/8/2025).
Noel menjadi orang pertama yang ditangkap KPK dari Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo.
Kepala Negara sendiri sudah memecat Noel usai KPK mengumumkan ketua relawan itu sebagai tersangka.
Prabowo menyatakan, penangkapan Noel terjadi setelah beberapa hari sebelumnya ia telah mewanti-wanti jajarannya.
Bahkan, imbauan itu disampaikannya dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 15 Agustus 2025.
Saat itu, mantan Menteri Pertahanan (Menhan) ini bahkan menyatakan tidak akan melindungi anggota partai yang terlibat korupsi.
“Di MPR tanggal 15 Agustus, inget pidato saya? Saya katakan kalaupun ada anggota Gerindra yang melanggar, saya tidak akan lindungi. Eh, beberapa hari kemudian ada anggota Gerindra,” ucap Prabowo yang merupakan Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Prabowo mengungkapkan, wanti-wanti itu tidak disampaikannya sekali dua kali, melainkan sering kali di setiap kesempatan dan di setiap pidato.
Pesan untuk tidak korupsi dia sampaikan sejak sebelum ia dilantik menjadi Presiden pada 20 Oktober 2024 lalu.
“Pada saat saya dilantik, terus saya ingatkan semua lembaga bersihkan dirinya sebelum kau akan dibersihkan. Dan kau akan dibersihkan pasti,” tuturnya.
Lebih lanjut, Prabowo menyayangkan perbuatan Noel.
Ia juga bertanya-tanya apakah Noel tidak ingat anak istrinya saat melakukan hal tercela itu.
“Sebetulnya orangnya itu menarik, mungkin dia khilaf. Saudara-saudara, apakah tidak ingat istri dan anaknya? Kalau tangannya diborgol pakai baju oranye, apa tidak ingat anak dan istrinya?” tanya Prabowo.
“Saya kasihan kadang-kadang, tapi apa boleh buat,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, KPK menetapkan Wamenaker Immanuel Ebenezer sebagai tersangka terkait kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3 di Kemenaker.
Noel, sapaan akrab Immanuel Ebenezer, ditetapkan sebagai tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (20/8/2025) malam.
“KPK kemudian menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 11 orang sebagai tersangka, yakni IBM, kemudian GAH, SB, AK, IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan), FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Setyo menyebutkan, dalam perkara ini, Noel diduga menerima aliran dana sebesar Rp3 miliar.
Uang tersebut berasal dari praktik pemerasan terkait pengurusan sertifikat K3.
Saat ini, Wamenaker Noel bersama 10 orang lainnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan mengenakan rompi tahanan.
Para tersangka dipersangkakan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/01/13/6784ea212e2e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hari Ini, MK Putuskan 13 Perkara, Salah Satunya Terkait Rangkap Jabatan Wakil Menteri Nasional 28 Agustus 2025
Hari Ini, MK Putuskan 13 Perkara, Salah Satunya Terkait Rangkap Jabatan Wakil Menteri
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan untuk 13 perkara pengujian undang-undang, Kamis (28/8/2025).
Pengucapan putusan tersebut dijadwalkan dimulai pukul 13.30 WIB di Ruang Sidang Pleno Gedung I Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat.
Salah satu perkara yang menjadi sorotan publik adalah terkait pengujian Undang-Undang Kementerian Negara Nomor 39 Tahun 2008.
Perkara tersebut diajukan oleh seorang advokat, Viktor Santosa Tandiasa, dan seorang pengemudi ojek, Didi Supandi.
Mereka meminta MK agar mengubah Pasal 23 UU Kementerian Negara dengan mencantumkan frasa “wakil menteri” di dalamnya terkait larangan rangkap jabatan menteri.
Selain itu, terdapat juga gugatan uji materi terkait pemisahan pemilu yang diputuskan MK dalam putusan 135/PUU-XXIII/2025.
Gugatan yang dilayangkan oleh Muhammad Adam Arrofiu Arfah itu meminta MK menganulir putusannya sendiri terkait pemisahan pemilu lokal dan nasional dalam UU Pemilu 2017.
Berikut 13 perkara yang akan diputuskan MK pada hari ini:
1. Perkara 32/PUU-XXIII/2025 terkait Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.
2. Perkara 129/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
3. Perkara 128/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
4. Perkara 127/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
5. Perkara 54/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
6. Perkara 97/PUU-XXII/2024 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
7. Perkara 119/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
8. Perkara 118/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
9. Perkara 120/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
10. Perkara 126/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
11. Perkara 124/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
12. Perkara 125/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Eks Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Dihukum 10 Tahun Penjara di Kasus Gratifikasi dan Pemerasan
JAKARTA – Mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dihukum 10 tahun penjara dengan denda Rp700 juta subsider enam bulan penjara terkait kasus gratifikasi dan pemerasan.
“Menyatakan terdakwa Rohidin Mersyah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana sesuai dalam dakwaan dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 10 tahun penjara,” kata Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Bengkulu Paisol saat membacakan vonis di Kota Bengkulu, Rabu, disitat Antara.
Rohidin Mersyah juga divonis pidana tambahan berupa uang pengganti kepada negara sebesar Rp39,6 miliar, 72,15 dolar Amerika dan 349 dolar Singapura dan jika tidak mampu membayar maka hartanya akan disita atau diganti dengan pidana hukuman penjara tiga tahun dan dicabut hak politiknya selama dua tahun setelah menjalani pidana pokok.
Barang bukti yang disita oleh JPU KPK untuk dilelang dalam upaya pengembalian kerugian negara yang ditimbulkan dan dirampas untuk negara, serta vonis hukuman dikurangi masa penahanan yang telah dilakukan sejak November 2024.
Untuk terdakwa mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu Isnan Fajri divonis hukuman pidana penjara selama tujuh tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara.
Serta mantan ajudan gubernur Evriansyah alias Anca divonis hukuman pidana penjara selama lima tahun dengan denda Rp250 juta subsider tiga bulan penjara.
Untuk hal-hal yang meringankan hukuman keduanya yaitu belum pernah dihukum, sopan selama persidangan dan memiliki keluarga, sedangkan hal yang memberatkan tidak mendukung program pemerintah pusat dalam pemberantasan korupsi.
Vonis tersebut diberikan karena ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf B dan E Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Usai mendengarkan vonis, terdakwa Rohidin Mersyah dan Isnan Fajri akan fikir fikir terlebih dahulu terkait keputusan kedepan yang akan diambil, sedangkan terdakwa Evriansyah alias Anca menerima vonis tersebut.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI menuntut mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dituntut hukuman pidana pokok selama delapan tahun penjara dan denda Rp700 juta subsider enam bulan penjara terkait kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan.
Rohidin juga dituntut pidana tambahan berupa uang pengganti kepada negara sebesar Rp39,6 miliar, 72,15 dolar Amerika dan 349 dolar Singapura dan jika tidak mampu membayar maka hartanya akan disita atau diganti dengan pidana hukuman penjara tiga tahun dan dicabut hak politiknya selama dua tahun setelah menjalani pidana pokok.
Untuk terdakwa mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dituntut dengan hukuman pidana penjara selama enam tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara dan bebas dari pidana uang pengganti.
Sedangkan terdakwa mantan ajudan Gubernur Bengkulu Evriansyah alias Anca dituntut dengan hukuman pidana penjara selama lima tahun dengan denda Rp250 juta subsider tiga bulan penjara.
-

Sosok Miki Mahfud, Suami Pegawai KPK Jadi Tersangka Korupsi Sertifikasi K3
GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi dengan menetapkan 11 orang sebagai tersangka terkait dugaan pemerasan pada proses pengurusan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.
Dalam daftar tersangka tersebut, terdapat nama Miki Mahfud (MM) yang diketahui merupakan perwakilan dari PT KEM Indonesia sekaligus suami dari salah satu pegawai KPK.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan bahwa kasus ini ditangani secara serius tanpa memandang hubungan personal maupun status keluarga di internal lembaga antirasuah.
“Nantinya tentu kepada yang bersangkutan yaitu pihak istri tetap akan dilakukan pemeriksaan oleh inspektorat dan juga Dewan Pengawas,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (26/8/2025).
Ia menambahkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan terhadap pegawai KPK tersebut bertujuan untuk memastikan tidak ada pelanggaran kode etik ataupun kedisiplinan dalam lingkup aparatur sipil negara.
“Jadi KPK selain memastikan bahwa tindakan-tindakan atau perbuatan perilaku pegawai itu mengacu pada kode etik ASN, yaitu melalui pemeriksaan di inspektorat tentang kedisiplinan pegawai, KPK juga memastikan bahwa setiap sikap perbuatan dari insan komisi juga sesuai dengan kode etik KPK,” ujarnya.
Budi menegaskan, dari hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap istri tersangka, tidak ada indikasi keterlibatan maupun bukti yang mengaitkan dirinya dalam perkara dugaan korupsi tersebut.
“Dans konstruksi perkara tersebut bahwa perbuatan dugaan tindak pidana korupsi murni hanya dilakukan oleh pihak suami,” ucapnya.
Meski salah satu tersangka memiliki hubungan keluarga dengan pegawai KPK, lembaga ini memastikan bahwa jalannya penyidikan tetap berjalan sesuai aturan dan tidak dipengaruhi kepentingan internal.
“Benar, bahwa salah satu pihak yang diamankan, belakangan diketahui merupakan suami salah satu pegawai KPK,” kata Budi Prasetyo yang dikutip Selasa (26/8/2025).
Ia menjelaskan, prinsip zero tolerance terhadap tindak pidana korupsi menjadi pijakan utama lembaga antirasuah, sehingga setiap individu yang terbukti terlibat akan diproses hukum secara transparan.
“Hal ini sebagai bentuk sikap zero tolerance KPK terhadap perbuatan-perbuatan melawan hukum,” ujarnya.
Kasus dugaan pemerasan terkait sertifikasi K3 di Kemnaker ini menjadi perhatian publik karena menyangkut proses yang seharusnya menjamin keselamatan tenaga kerja namun justru diperdagangkan dengan cara melawan hukum.
Sebanyak 11 orang tersangka kini tengah menjalani proses hukum setelah ditetapkan secara resmi oleh KPK berdasarkan hasil pengembangan penyidikan.
KPK menegaskan, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tidak hanya berfokus pada institusi pemerintahan tetapi juga menyasar pihak swasta yang terlibat dalam praktik ilegal.
Lembaga antikorupsi itu juga menekankan pentingnya integritas dari seluruh pegawai agar tidak terlibat dalam kasus yang dapat merusak kepercayaan masyarakat.
Penerapan pemeriksaan internal melalui inspektorat dan Dewan Pengawas diharapkan mampu menjaga profesionalisme serta mencegah konflik kepentingan dalam penanganan perkara.
Kasus ini juga menunjukkan bagaimana korupsi bisa menyentuh sektor vital seperti keselamatan kerja, sehingga penindakan tegas menjadi langkah penting menjaga keadilan bagi seluruh pekerja.
KPK berkomitmen melanjutkan penyidikan dengan menghadirkan bukti yang kuat agar setiap tersangka dapat diproses hingga pengadilan.
Pihak lembaga juga mengimbau masyarakat untuk terus mendukung gerakan antikorupsi dan melaporkan jika menemukan indikasi praktik pemerasan serupa di instansi manapun.
Dengan demikian, penegakan hukum diharapkan tidak hanya memberi efek jera tetapi juga memperkuat sistem agar praktik korupsi tidak mudah terjadi di kemudian hari.***
-

Hakim Putuskan Tidak Cabut Hak Politik Mbak Ita dan Suami, Beralasan Kategori Lansia
JAKARTA – Hakim memutuskan tidak mencabut hak politik mantan Wali Kota (Walkot) Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, dalam putusan kasus korupsi di pemerintah kota tersebut pada kurun waktu 2022–2024 dengan pertimbangan keduanya sudah masuk kategori lanjut usia.
“Terdakwa Hevearita Gunaryanti Rahayu sudah berusia 59 tahun dan terdakwa Alwin Basri berusia 61 tahun. Keduanya termasuk lanjut usia,” kata Hakim Ketua Gatot Sarwadi pada sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, Rabu, disitat Antara.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum meminta hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik atau sebagai pejabat politik selama dua tahun kepada terdakwa.
Hakim berkeyakinan kedua terdakwa tidak akan mengulangi perbuatan tercela tersebut. Selain itu, perkara tindak pidana korupsi ini menjadi pembelajaran bagi para terdakwa.
“Mendasarkan pada rasa keadilan, tidak perlu dilakukan pencabutan terhadap hak untuk dipilih dalam jabatan publik sebagaimana tuntutan penuntut umum,” kata Hakim Ketua.
Sebelumnya, mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dalam perkara tindak perkara korupsi di Kota Semarang pada 2022-2024.
Sementara suami Mbak Ita, Alwin Basri, dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dalam perkara yang sama.
Kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.