Kasus: Tipikor

  • Prabowo Janji Percepat RUU Perampasan Aset dan Ketenagakerjaan

    Prabowo Janji Percepat RUU Perampasan Aset dan Ketenagakerjaan

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dan RUU Ketenagakerjaan disambut positif oleh Gerakan Buruh Indonesia. 

    Kedua RUU tersebut dinilai krusial, masing-masing dalam memperkuat pemberantasan korupsi dan memberikan kepastian hukum bagi pekerja.

    Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani menuturkan, dalam pertemuan di Istana Kepresidenan, Senin (1/9/2025) malam, Kepala negara berjanji akan menindaklanjuti aspirasi buruh sekaligus mempercepat agenda legislasi strategis.

    “Presiden berjanji ruang demokrasi tetap terjaga. Dan beliau berjanji yang pertama, RUU Perampasan Aset segera dibahas. Dan juga RUU Ketenagakerjaan yang diminta oleh buruh, beliau minta pada Ketua DPR untuk langsung dibahas segera oleh partai-partai, dan setuju untuk segera dibahas,” ujar Andi Gani.

    RUU Perampasan Aset sebelumnya berulang kali tertunda di parlemen meski telah lama masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). 

    Payung hukum ini dianggap penting untuk memperkuat pemberantasan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, sekaligus mengembalikan aset negara yang dirampas melalui tindak pidana.

    Adapun RUU Ketenagakerjaan menjadi perhatian utama serikat pekerja karena berkaitan langsung dengan kepastian kerja, perlindungan upah, hingga jaminan sosial. 

    Buruh mendesak agar pembahasan RUU tersebut lebih melibatkan partisipasi publik, khususnya serikat pekerja, agar substansinya tidak merugikan pekerja.

    Dengan adanya komitmen Kepala Negara, Gerakan Buruh Indonesia menilai ada peluang besar bagi kedua RUU itu untuk segera masuk tahap pembahasan bersama DPR.

    “Gerakan Buruh Indonesia mendukung penuh Presiden Prabowo Subianto. Dan kami menegaskan kami bukan berada di belakang Presiden, kami berada di bawah Presiden. Dan yang pasti, kami mendukung demonstrasi yang damai,” tandas Gani.

  • Kasus Korupsi CSR Bank Indonesia, KPK Panggil Heri Gunawan dan Satori

    Kasus Korupsi CSR Bank Indonesia, KPK Panggil Heri Gunawan dan Satori

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Heri Gunawan dan Satori, tersangka kasus dugaan korupsi CSR BI-OJK, untuk mendalami informasi dari perkara ini. 

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan keduanya diperiksa dengan kapasitas sebagai saksi. Mereka diperiksa di Gedung Merah Putih KPK.

    “Hari ini Senin (1/9), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan TPK dana CSR di Bank Indonesia. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK. Pertama, Satori Anggota komisi VIII DPR untuk periode 2024-2029 (Anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2023. Kedua, Heri Gunawan Anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2023,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Senin (1/9/2025).

    Budi belum bisa menjelaskan secara detail materi pemeriksaan, tetapi pemeriksaan bertujuan untuk mengulik lebih dalam perkara itu seperti keterlibatan pihak-pihak lainnya dan aliran dana.

    “Materi yang dikonfirmasi karena pemeriksaannya adalah sebagai saksi untuk tersangka lainnya tentu adalah hal-hal yang terkait dengan tersangka lainnya tersebut,” jelas Budi.

    Budi menyampaikan sampai saat ini penyidik masih fokus mendalami informasi dari kedua tersangka agar penyidikan dapat berkembang.

    Sebagai informasi, berdasarkan hasil pemeriksaan Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian, Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan Heri Gunawan diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, diantaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya, Kamis (7/8/2025).

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain.

    Sama seperti Heri Gunawan, Satori menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.

    Satori melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

    Atas perbuatannya, tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo.

    Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

  • Kejari Blitar Bongkar Korupsi Pengadaan Barang di PDAM, Kerugian Ratusan Juta

    Kejari Blitar Bongkar Korupsi Pengadaan Barang di PDAM, Kerugian Ratusan Juta

    Blitar (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Blitar kembali membongkar kasus korupsi pengadaan barang di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Penataran. Dalam kasus ini Kejari Blitar menetapkan 1 orang tersangka yakni HS pegawai PDAM Tirta Penataran.

    Kasus ini mencuat setelah tim penyidik Kejari Kabupaten Blitar menemukan kejanggalan dalam pembelian suku cadang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) selama periode 2018 hingga 2020. Menurut pihak Kejaksaan, HS yang menjabat sebagai penanggung jawab bagian pembelian di PDAM Tirta Penataran, diduga memanipulasi prosedur untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

    “Sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 dalam melakukan pembelian suku cadang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) PDAM Tirta Bagian Pembelian PDAM Tirta Penataran Kabupaten Blitar, Tersangka HS selaku penanggung jawab bagian pembelian melakukan manipulasi prosedur pekerjaan terhadap Standar Operasional Perusahaan (SOP) yang berlaku pada PDAM Tirta Penataran Kabupaten Blitar untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri sejumlah Rp. 364.733.000,00,” kata Kasi Intel Kejari Blitar, Diyan Kurniawan pada Senin (1/9/2025).

    Modus Korupsi dan Kerugian Negara

    HS diduga memanipulasi Standar Operasional Perusahaan (SOP) yang berlaku di PDAM Tirta Penataran. Berdasarkan bukti yang dikumpulkan, tindakan tersebut merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp.364.733.000. Hasil penyelidikan diketahui bahwa HS telah melakukan transaksi fiktif pembelian suku cadang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) periode 2018-2020.

    “Tersangka HS disangka dengan pasal berlapis, yaitu pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.

    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, HS langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Blitar selama 20 hari ke depan untuk proses penyidikan lebih lanjut. Langkah ini menunjukkan komitmen Kejaksaan dalam mengusut tuntas kasus korupsi, terutama yang melibatkan kekayaan negara. (owi/ian)

  • Jubir sebut rekomendasi penonaktifan Bupati Pati bukan kewenangan KPK

    Jubir sebut rekomendasi penonaktifan Bupati Pati bukan kewenangan KPK

    “Surat itu kan bukan kewenangan KPK ya terkait dengan penonaktifan jabatan seorang kepala daerah,”

    Jakarta (ANTARA) – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo mengatakan penerbitan surat rekomendasi penonaktifan Bupati Pati, Jawa Tengah, Sudewo, bukan kewenangan lembaga antirasuah tersebut.

    “Surat itu kan bukan kewenangan KPK ya terkait dengan penonaktifan jabatan seorang kepala daerah,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.

    Budi menjelaskan fokus KPK adalah hanya penanganan perkara terkait Sudewo, yakni dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.

    “Kewenangan kami hanya dalam konteks penanganan perkaranya terkait dengan penegakan hukum dugaan tindak pidana korupsinya,” katanya menekankan.

    Sebelumnya, salah satu Koordinator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu Supriyono alias Botok di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, mengatakan telah berbicara dengan KPK untuk membahas surat rekomendasi penonaktifan Sudewo sebagai Bupati Pati.

    Botok mengatakan surat rekomendasi tersebut nantinya akan diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian, dan Presiden Prabowo Subianto.

    Nama Sudewo sempat muncul pada sidang kasus tersebut dengan terdakwa selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya dan pejabat pembuat komitmen BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jateng, pada 9 November 2023.

    Pada sidang itu, KPK disebut menyita uang dari Sudewo sekitar Rp3 miliar. Jaksa penuntut umum KPK menunjukkan barang bukti foto uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing yang disita dari rumah Sudewo.

    Namun, Sudewo membantah hal tersebut. Dia juga membantah menerima uang senilai Rp720 juta yang diserahkan pegawai PT Istana Putra Agung, serta Rp500 juta dari Bernard Hasibuan melalui stafnya yang bernama Nur Widayat.

    Sementara kasus tersebut terkuak berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub. Saat ini, BTP Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang.

    KPK lantas menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

    Setelah beberapa waktu atau hingga November 2024, KPK telah menetapkan sebanyak 14 tersangka. KPK juga telah menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus tersebut.

    Pada 12 Agustus 2025, KPK menetapkan dan menahan tersangka ke-15 kasus tersebut, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenhub atas nama Risna Sutriyanto (RS).

    Kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso; proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat; dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.

    Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut, diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kredit Fiktif BRI Ponorogo: Kejari Resmi Tahan Tersangka SPP, Terancam Pasal Berlapis Tipikor

    Kredit Fiktif BRI Ponorogo: Kejari Resmi Tahan Tersangka SPP, Terancam Pasal Berlapis Tipikor

    Ponorogo (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo resmi menahan tersangka berinisial SPP, dalam perkara dugaan korupsi kredit fiktif di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Kantor Unit Pasar Pon, Ponorogo. Penahanan dilakukan setelah tahap II, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti dari jaksa penyidik ke jaksa penuntut umum, pada Kamis (28/8/2025) lalu.

    “Setelah proses penelitian oleh Jaksa Penuntut Umum, tersangka SPP ditahan di Rutan Klas IIB Ponorogo selama 20 hari, terhitung mulai 28 Agustus 2025 hingga 16 September 2025,” kata Kasi Intel Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, Senin (1/9/2025).

    Dalam kasus ini, tersangka SPP dijerat dengan pasal berlapis. Secara primair, Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Secara subsidair, SPP juga didakwa dengan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua pasal tersebut mengatur ancaman pidana bagi setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan atau melawan hukum sehingga merugikan keuangan negara. Agung menegaskan, seluruh rangkaian pelaksanaan Tahap II berjalan aman dan tertib. “Proses penyerahan tersangka maupun barang bukti berlangsung lancar tanpa kendala berarti,” kata Agung.

    Kasus kredit fiktif di BRI Unit Pasar Pon ini menjadi perhatian publik Ponorogo karena diduga merugikan keuangan negara. Dengan penahanan tersangka SPP, Kejari Ponorogo memastikan penanganan perkara ini terus berjalan sesuai aturan hukum. (end/kun)

  • Tuntutan Rakyat 17+8 Viral di Media Sosial, Begini Isinya

    Tuntutan Rakyat 17+8 Viral di Media Sosial, Begini Isinya

    Daftar Isi

    Tuntutan dalam 1 Minggu

    Tuntutan Dalam 1 Tahun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Muncul unggahan tuntutan rakyat di media sosial baru-baru ini menyusul serangkaian aksi demonstrasi yang terjadi di beberapa kota dan juga secara online. Unggahan itu diberi judul “17+8 Tuntutan Rakyat” dengan serangkaian tuntutan dengan deadline 5 September 2025 serta 31 Agustus 2026.

    Pada Minggu (31/8/2025), Presiden Prabowo Subianto didampingi sejumlah ketua umum partai politik memberikan sejumlah keterangan termasuk terkait larangan anggota DPR untuk berkunjung ke luar negeri dan mencabut besaran tunjangan anggota DPR. Selain itu juga meminta proses pemeriksaan kepada aparat yang melanggar dan menyebabkan korban jiwa dilakukan secara transparan.

    Pernyataan itu ramai ditanggapi oleh banyak pengguna media sosial. Termasuk di kolom komentar unggahan terkait kegiatan yang sama di akun Prabowo.

    Beberapa pengguna menyuarakan tuntutan mereka usai pidato tersebut. Salah satunya menyinggung tak ada permintaan maaf dalam keterangan tersebut.

    Selain itu juga ada yang mendesak mencabut pendapatan pensiun DPR seumur hidup. Mereka juga menilai sejumlah tuntutan rakyat tidak didengar dan minta untuk dipertimbangkan.

    “Tuntutan 17+8” juga beredar di media sosial X. Banyak pengguna langsung me-mention akun Prabowo serta DPR untuk menyampaikan tuntutan tersebut.

    Salah satu unggahan terlihat dalam akun Instagram youtuber Jerome Polin. Dalam postingan disebutkan masyarakat menunggu dan meminta dibuktikan jika suara rakyat didengar.

    Masyarakat juga diminta berfokus pada poin tuntutan dan mengawal serta memperjuangkannya. Selain itu diminta tidak terpecah fokusnya oleh narasi lain.

    Dalam unggahan disebutkan semuanya adalah hasil rangkuman sejumlah tuntutan yang beredar di media sosial beberapa hari terakhir. Berikut daftar tuntutan tersebut yang dilihat CNBC Indonesia pada Senin (1/9/2025):

    Tuntutan dalam 1 Minggu

    Berikut adalah tuntutan dengan deadline 1 pekan yaitu pada 5 September 2025:

    Tugas Presiden Prabowo

    Tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.
    Bentuk Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, maupun semua korban kekerasan aparat selama demonstrasi 28-30 Agustus dengan mandat jelas dan transparan.

    Tugas Dewan Perwakilan Rakyat

    Bekukan kenaikan gaji/ tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru (termasuk pensiun)
    Publikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR)
    Dorong Badan Kehormatan DPR periksa anggota yang bermasalah (termasuk selidiki melalui KPK)

    Tugas Ketua Umum Partai Politik

    Pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader DPR yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.
    Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.
    Libatkan kader dalam ruang dialog publik bersama mahasiswa serta masyarakat sipil.

    Tugas Kepolisian Republik Indonesia

    Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan
    Hentikan tindakan kekerasan polisi dan taati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia
    Tangkap dan proses hukum secara transparan anggota dan komandan yang melakukan dan memerintahkan tindakan kekerasan dan melanggar HAM

    Tugas TNI (Tentara Nasional Indonesia)

    Segera kembali ke barak, hentikan keterlibatan dalam pengamanan sipil
    Tegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri
    Komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi

    Tugas Kementerian Sektor Ekonomi

    Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (termasuk namun tidak terbatas pada guru, buruh, nakes, dan mitra ojol) di seluruh Indonesia
    Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak
    Buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimum dan outsourcing

    Tuntutan Dalam 1 Tahun

    Berikut adalah tuntutan dengan tenggat 1 tahun, yaitu 31 Agustus 2026:

    Bersihkan dan Reformasi DPR Besar-Besaran

    Lakukan audit independen yang diumumkan ke publik. Tinggikan standar prasyarat anggota DPR (tolak mantan koruptor) dan tetapkan KPI untuk evaluasi kinerja. Hapuskan perlakuan istimewa: pensiun seumur hidup, transportasi dan pengawalan khusus, dan pajak ditanggung APBN

    Reformasi Partai Politik dan Kuatkan Pengawasan Eksekutif

    Partai politik harus mempublikasikan laporan keuangan pertama mereka dalam tahun ini, dan DPR harus memastikan oposisi berfungsi sebagai mana mestinya

    Susun Rencana Reformasi Perpajakan yang Lebih Adil

    Pertimbangkan kembali keseimbangan transfer APBN dari pusat ke daerah; batalkan rencana kenaikan pajak yang memberatkan rakyat dan susun rencana reformasi perpajakan yang lebih adil.

    Sahkan dan Tegakkan UU Perampasan Aset Koruptor

    DPR harus segera mengesahkan RUU Perampasan Aset dalam masa sidang tahun ini untuk menunjukkan komitmen serius memberantas korupsi, diiringi dengan penguatan independensi KPK dan UU Tipikor.

    Reformasi Kepemimpinan dan Sistem di Kepolisian agar Profesional dan Humanis

    DPR harus merevisi UU Kepolisian. Desentralisasi fungsi polisi: ketertiban umum, keamanan, dan lalu lintas dalam 12 bulan sebagai langkah awal.

    TNI Kembali ke Barak, Tanpa Pengecualian

    Pemerintah harus mencabut mandat TNI dari proyek sipil seperti pertanian skala besar (food estate) tahun ini, dan DPR harus mulai revisi UU TNI.

    Perkuat Komnas HAM dan Lembaga Pengawas Independen

    DPR harus merevisi UU Komnas HAM untuk memperluas kewenangannya terhadap kebebasan berekspresi. Presiden harus memperkuat Ombudsman serta Kompolnas

    Tinjau Ulang Kebijakan Sektor Ekonomi & Ketenagakerjaan

    Tinjau serius kebijakan PSN & prioritas ekonomi dengan melindungi hak masyarakat adat dan lingkungan. Évaluasi UU Ciptakerja yang memberatkan rakyat khususnya buruh evaluasi audit tata kelola Danantara dan BUMN

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Korupsi Dana Desa, Kades di Tulungagung Divonis 3,5 Tahun Penjara

    Korupsi Dana Desa, Kades di Tulungagung Divonis 3,5 Tahun Penjara

    Tulungagung (beritajatim.com) – Kepala Desa (Kades) non aktif Kradinan, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, Eko Sujarwo divonis hukuman penjara selama 3,5 tahun. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya menyatakan terdakwa terbukti menyalahgunakan jabatannya untuk melakukan tindak pidana korupsi yang bersumber dari Dana Desa (DD) dan Anggaran Dana Desa (ADD) tahun 2020-2021.

    Dalam persidangan yang dipimpin hakim ketua Ni Putu Sri Indayani pada Jumat (29/8/2025), terdakwa dinyatakan tidak terbukti dalam dakwaan primer, namun terbukti bersalah dalam dakwaan subsider. Selain pidana badan, Eko juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp539.493.953 dengan tenggat waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

    Apabila tidak membayar dalam batas waktu tersebut, harta benda miliknya akan disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi kewajiban tersebut. Jika harta bendanya tidak mencukupi, maka terdakwa akan menjalani pidana tambahan berupa penjara selama dua tahun.

    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan pidana denda sejumlah Rp100 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan,” ucap hakim Ni Putu Sri Indayani.

    Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Tulungagung, Amri Rahmanto Sayekti, menyebut vonis tersebut sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, besaran uang pengganti lebih tinggi dari tuntutan yang diajukan.
    “Untuk sementara kami masih pikir-pikir dulu, sembari melaporkan hasil putusan ini ke pimpinan,” ujarnya.

    Kasus dugaan korupsi ini bermula ketika penyidik Tipikor Polres Tulungagung menahan Eko sejak 15 April 2025, sebelum akhirnya melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan pada 24 April 2025. Berdasarkan hasil penyidikan, praktik korupsi terjadi pada tahun anggaran 2020-2021 dengan modus pencairan dana yang tidak sesuai prosedur, penyaluran yang menyimpang dari peruntukan, serta proyek-proyek fiktif.

    Akibat perbuatannya, negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp743 juta yang sebagian besar digunakan terdakwa untuk membayar utang pribadi. Selain Eko, Bendahara Desa Kradinan, Wiji Subagyo, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun hingga kini Wiji masih berstatus daftar pencarian orang (DPO). [nm/ian]

  • Buntut Demo Warga, Polisi Selidiki Dugaan Penyalahgunaan Keuangan Desa Dempelan Madiun

    Buntut Demo Warga, Polisi Selidiki Dugaan Penyalahgunaan Keuangan Desa Dempelan Madiun

    Madiun (beritajatim.com) – Polres Madiun melalui Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres Madiun mulai bergerak melakukan penyelidikan terkait dugaan penyalahgunaan keuangan di Desa Dempelan, Kecamatan/Kabupaten Madiun. Langkah kepolisian ini dilakukan setelah adanya aksi demonstrasi besar-besaran dari warga desa yang merasa kecewa terhadap pengelolaan keuangan desa.

    Kasat Reskrim Polres Madiun AKP Agus Andi Anto Prabowo membenarkan bahwa penyidik Tipikor telah turun tangan untuk menindaklanjuti kasus tersebut. “Penyidik Tipikor Polres Madiun sudah melaksanakan penyelidikan,” ujar AKP Agus Andi, Jumat (29/8/2025).

    Ia menjelaskan, proses penyelidikan tidak hanya akan berhenti pada temuan awal, namun bisa meluas terhadap berbagai aspek pengelolaan keuangan desa. “Akan lebih kita dalami. Ke depan, kami juga akan berkoordinasi dengan inspektorat,” tegasnya.

    Dugaan penyalahgunaan keuangan desa ini pertama kali mencuat setelah warga Desa Dempelan menyoroti keterlambatan penyetoran dana oleh bendahara desa, Tatik Puji Rahayu. Ia diduga tidak menyetorkan hasil sewa kios pasar dan tanah kas desa ke rekening desa secara tepat waktu.

    Keterlambatan penyetoran itu berdampak cukup serius, karena disebut menjadi penyebab batalnya perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI di Desa Dempelan. Padahal, acara tersebut merupakan agenda rutin tahunan yang selalu ditunggu oleh warga.

    Kekecewaan warga yang sudah menumpuk akhirnya meledak menjadi aksi demonstrasi pada Kamis (29/8/2025) pagi. Ratusan warga, mulai dari kalangan pemuda hingga ibu-ibu, mendatangi kantor Desa Dempelan untuk menyuarakan protes. Dalam aksi tersebut, mereka mendesak agar bendahara desa segera mengundurkan diri dari jabatannya.

    Gelombang protes warga ini menjadi sorotan publik karena menyangkut transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa yang notabene berasal dari uang rakyat. Aparat kepolisian pun kini diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan keuangan desa secara profesional. [rbr/beq]

  • KPK Tahan 1 Tersangka Korupsi LPEI yang Rugikan Negara Rp 11,7 T

    KPK Tahan 1 Tersangka Korupsi LPEI yang Rugikan Negara Rp 11,7 T

    Jakarta

    KPK kembali menahan satu tersanga kasus korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Tersangka yang ditahan hari ini ialah Hendarto (HD) selaku pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MA).

    “KPK kembali menetapkan dan menahan satu orang tersangka yakni saudara HD,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/8/2025).

    Dalam kasus ini Hendarto berperan sebgai penerima manfaat kredit LPEI. Dia akan menjalani penahanan 20 hari pertama di Rutan KPK.

    Hendarto diduga bersengkongkol dengan pejabat LPEI untuk memuluskan pencairan kredit. Dalam proses pembiayannya, PT SMJL memakai agunan kebun sawit di kawasan hutang lindung tanpa izin sah.

    “HD selaku pemilik PT SMJL dan PT MAS, diduga melakukan pertemuan dengan saudara KW (Kukuh Wirawan) selaku Kadiv Pembiayaan I dan saudara DW (Dwi Wahyudi) selaku Direktur Pelaksana I LPEI untuk membahas dan memuluskan proses pencairan fasilitas kredit oleh LPEI,” ucapnya.

    “Sementara terkait PT MAS, diketahui tidak layak mendapat pembiayaan sebesar USD 50 juta,” kata dia.

    “Pihak LPEI sebagai kreditur melakukan penghitungan cash flow berdasarkan hasil konsolidasi dengan grup PT BJU. Sehingga dalam perhitungan, debitur dinyatakan layak mendapatkan persetujuan pembiayaan atas pengajuan permohonan pembiayaan,” tambahnya.

    “Berdasarkan penghitungan awal oleh penyidik, perkara ini diduga telah merugikan keuangan negara mencapai Rp 1,7 triliun,” ucapnya.

    Tersangka HD disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

    Diketahui, KPK sudah lebih dulu menetapkan lima tersangka lain dalam kasus kredit fiktif. Kelimanya adalah Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho (NN), kemudian Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal merangkap Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin (JM), lalu Direktur Keuangan PT Petro Energy Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD) yang telah ditahan sejak Maret 2025.

    Selanjutnya tersangka lainnya adalah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan (AS). Kedua tersangka itu belum belum ditahan.

    Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo menyebutkan LPEI memberikan kredit kepada 11 debitur. KPK mengatakan potensi kerugian negara dari pemberian kredit kepada 11 debitur itu berjumlah Rp 11,7 triliun.

    (ial/ygs)

  • KPK Tetapkan Pemilik PT SMJL Hendarto Tersangka Baru di Kasus Korupsi LPEI
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Agustus 2025

    KPK Tetapkan Pemilik PT SMJL Hendarto Tersangka Baru di Kasus Korupsi LPEI Nasional 28 Agustus 2025

    KPK Tetapkan Pemilik PT SMJL Hendarto Tersangka Baru di Kasus Korupsi LPEI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hendarto, pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (PT SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (PT MAS), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
    “KPK kembali menetapkan dan menahan satu orang tersangka yakni Sdr. HD selaku pemilik PT SMJL dan PT MAS pada grup BJU (PT Bara Jaya Utama) sebagai penerima manfaat kredit,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (28/8/2025).
    Asep mengatakan, kasus korupsi ini bermula saat Hendarto selaku pemilik PT SMJL dan PT MAP ingin mendapatkan pencairan fasilitas kredit dari LPEI.
    Hendarto melakukan pertemuan dengan Kukuh Wirawan selaku Kadiv Pembiayaan I dan Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI untuk memuluskan proses pencairan fasilitas kredit oleh LPEI.
    “Permohonan tersebut ditanggapi positif oleh Sdr. DW yang selanjutnya memerintahkan Sdr. KW untuk memproses pemberian pembiayaan melalui pengkondisian pengajuan Memorandum Analisis Pembiayaan (MAP) atas perusahaan milik Sdr. HD,” ujarnya.
    Kemudian, PT SMJL dan PT MAP mendapatkan fasilitas kredit dari LPEI berupa Kredit Investasi Ekspor (KIE) dan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE).
    Rinciannya, pada periode Oktober 2014 hingga Oktober 2015, PT SMJL mendapatkan fasilitas KIE sebanyak dua kali dengan total Rp950 miliar untuk refinancing kebun kelapa sawit dengan luas lahan inti sekitar 13.075 Ha di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, dengan jangka waktu 9 tahun sejak 25 November 2014 hingga 25 Oktober 2023.
    Sementara itu, PT SMJL mendapat KMKE senilai Rp115 miliar, yang diperuntukkan untuk refinancing kebun kelapa sawit milik PT SMJL.
    Kemudian, untuk PT MAS, pada April 2015, mendapat fasilitas dari LPEI sebesar USD 50 juta (sekitar Rp670 miliar – berdasarkan kurs dollar di tahun 2015).
    Asep mengatakan, Hendarto tetap mengajukan permohonan fasilitas kredit untuk kedua perusahaannya.
    Padahal, lahan sawit PT SMJL berada di kawasan hutan lindung yang tidak mengantongi izin dan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU).
    “Bahwa dalam pemberian fasilitas pembiayaan kepada PT SMJL diketahui adanya niat jahat (mens rea), baik dari pihak debitur maupun dari pihak kreditur,” ujarnya.
    Di sisi lain, LPEI memproses dan menyetujui MAP untuk PT SMJL.
    Padahal, isi dari MAP tersebut sengaja mengabaikan ketentuan dan prinsip-prinsip pembiayaan yang telah diatur dalam peraturan LPEI.
    “Sementara PT MAS, diketahui tidak layak mendapat pembiayaan sebesar USD 50 juta salah satunya karena terjadi eksposur dana besar-besaran kepada grup PT BJU pada saat harga batu bara sedang mengalami penurunan yang berpotensi ketidakmampuan membayar kewajiban pinjaman,” tuturnya.
    Asep juga mengatakan, KPK menemukan bahwa Hendarto menggunakan fasilitas kredit itu untuk kebutuhan pribadi, membeli aset, dan bermain judi.
    “Saudara HD tidak menggunakan pembiayaan dimaksud sepenuhnya untuk kebutuhan dua perusahaan miliknya, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti: pembelian aset, kendaraan, kebutuhan keluarga, hingga bermain judi,” kata dia.
    Atas kejahatannya, Hendarto disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Selanjutnya, Hendarto dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan mulai 28 Agustus sampai dengan 16 September 2025 di Rutan KPK Gedung Merah Putih.
    Dalam perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada Senin (3/3/2025).
    Lima tersangka tersebut yaitu Dwi Wahyudi (DW) selaku Direktur Pelaksana LPEI; Arif Setiawan (AS) selaku Direktur Pelaksana LPEI; Jimmy Masrin (JM) selaku pemilik PT Petro Energy; Newin Nugroho (NN) selaku Direktur Utama PT Petro Energy; dan Susy Mira Dewi (SMD) selaku Direktur Keuangan PT Petro Energy.
    Mereka ditetapkan sebagai tersangka lantaran melakukan perbuatan melawan hukum sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar 60 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 900 miliar.
    KPK mengatakan, masih ada debitur lainnya yang masih dalam proses penyidikan dan penyelidikan lanjut oleh KPK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.