Kasus: Tipikor

  • Nadiem Makarim Resmi Ajukan Praperadilan Status Tersangka pada Kasus Korupsi Chromebook

    Nadiem Makarim Resmi Ajukan Praperadilan Status Tersangka pada Kasus Korupsi Chromebook

    Bisnis.com, JAKARTA — Tersangka Nadiem Makarim mengajukan gugatan praperadilan melawan Kejaksaan Agung atas penetapan tersangka dan penahanan dirinya dalam kasus korupsi digitalisasi pendidikan.

    Penasihat Hukum Nadiem Makarim, Hana Pertiwi menilai bahwa penyidik Kejaksaan Agung tidak memiliki alat bukti yang cukup dan belum ada laporan kerugian negara dari lembaga yang berwenang untuk menetapkan Nadiem Makarim tersangka dan langsung ditahan.

    “Jadi yang kami permasalahkan itu belum ada 2 alat bukti yang cukup dan belum ada bukti kerugian negara dari lembaga yang berwenang,” tuturnya di PN Jaksel, Selasa (23/9/2025).

    Menurutnya, penetapan tersangka serta penahanan terhadap kliennya dianggap tidak sah karena tim penyidik Kejaksaan Agung belum memiliki alat bukti yang kuat terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek 

    “Jadi secara otomatis, penetapan klien saya menjadi tersangka dan penahanannya jadi tidak sah secara hukum,” katanya.

    Dia juga mengatakan ada substansi lainnya yang menjadi landasan tersangka Nadiem Makarim mengajukan gugatan praperadilan tersebut.

    “Kalau untuk substansi lainnya nanti saja di pengadilan,” ujarnya.

    Dia berharap Majelis Hakim Praperadilan mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan tersangka Nadiem Makarim di PN Jaksel dan membebaskan kliennya demi hukum.

    “Ya harapannya begitu, kita ikuti saja nanti prosesnya ya,” tuturnya.

    Hana pun mengaku belum mengetahui ihwal jadwal sidang perdana gugatan praperadilan tersebut digelar oleh PN Jaksel.

    “Belum tahu, tapi biasanya sih 2 minggu lagi ya mas,” katanya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, eks Menteri Dikbudristek Nadiem Makarim telah resmi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi digitalisasi pendidikan pengadaan Chromebook periode 2019-2022.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan pihaknya telah memiliki alat bukti yang cukup sebelum menetapkan Nadiem sebagai tersangka. 

    “Hari ini telah menetapkan tersangka inisial Nadiem selaku Menteri Kebudayaan Riset dan Teknologi periode 2019-2024,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Kamis (4/9/2025). 

    Nadiem, kata Nurcahyo, berperan penting dalam korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. 

    Pasalnya, founder Go-Jek tersebut diduga memerintahkan pemilihan ChromeOS untuk mendukung program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.

  • Kasus Korupsi Dermaga Gua Rangko Labuan Bajo, Polisi Tetapkan 3 Tersangka
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        23 September 2025

    Kasus Korupsi Dermaga Gua Rangko Labuan Bajo, Polisi Tetapkan 3 Tersangka Regional 23 September 2025

    Kasus Korupsi Dermaga Gua Rangko Labuan Bajo, Polisi Tetapkan 3 Tersangka
    Tim Redaksi
    LABUAN BAJO, KOMPAS.com
    – Kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan lanjutan pembangunan Dermaga Wisata Gua Rangko, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), memasuki babak baru.
    Kasat Reskrim Polres Manggarai Barat, AKP Lufthi Darmawan Aditya menjelaskan, proyek yang dikerjakan oleh Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif, dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat dengan nilai kontrak Rp 737.163.398 itu menyeret tiga orang sebagai tersangka.
    Awalnya, pada bulan Februari 2025, Polres Manggarai Barat menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini. Namun, seiring pendalaman penyidikan, pada bulan Maret 2025 jumlah tersangka bertambah menjadi tiga orang.
    Mereka adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berinisial TS, Kuasa Direktur CV berinisial FT, serta FBS selaku konsultan perencana.
    “Kerugian negara nilainya Rp 737 juta lebih karena proyek ini total loss,” ungkap Lufthi Senin (22/9/2025).
    Ia menambahkan, pekan ini pihaknya akan kembali menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Manggarai Barat.
    “Minggu ini akan dilakukan penyerahan berkas kembali ke Kejari. Dan pengiriman ini bukan pemenuhan P-19, tetapi penyerahan kembali berkas yang sudah kami lengkapi sesuai petunjuk jaksa,” jelasnya.
    Ia menyebut, sebagai langkah penegakan hukum, Polres Manggarai Barat juga telah melakukan pemblokiran terhadap aset para tersangka.
    “Upaya terakhir yang kami lakukan adalah pemblokiran aset milik tersangka. Nantinya, setelah proses sidang, aset-aset tersebut akan disita oleh jaksa untuk mengganti kerugian negara,” beber dia.
    Ia menyebut tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
    “Terkait potensi penambahan tersangka, khususnya apakah melibatkan pihak dinas pengguna anggaran, kami masih melakukan pengembangan. Sampai saat ini belum ada petunjuk lebih lanjut dari jaksa. Kami akan cek lagi secara detail,” ujarnya.
    Ia menegaskan bahwa Polres Manggarai Barat berkomitmen untuk menuntaskan perkara itu hingga tuntas.
    “Kami berharap proses penanganan kasus ini dapat segera rampung dan cepat mendapat status P-21 agar bisa segera dilimpahkan ke tahap persidangan,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Masih Enggan Ungkap Sosok Juru Simpan Uang Korupsi Haji

    KPK Masih Enggan Ungkap Sosok Juru Simpan Uang Korupsi Haji

    GELORA.CO -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih enggan mengungkapkan sosok juru simpan uang korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah Haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023-2024.

    Jurubicara KPK Budi Prasetyo menegaskan penyidikan terkait kasus ini masih terus berjalan. 

    “Dalam kesempatan kali ini tentu kami belum bisa mendeclare secara detil ya, pihak-pihak yang diduga terkait dalam konstruksi perkara ini, peran-perannya seperti apa,” kata Budi kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 23 September 2025.

    Ia juga mengakui, hingga saat ini KPK masih terus menelusuri aliran uang dari pihak biro perjalanan haji kepada oknum-oknum di Kemenag. “Nah ini yang terus kami telusuri dan dalami,” pungkas Budi.

    Tim penyidik telah melakukan penyitaan dari beberapa pihak terkait, yakni uang dengan total 1,6 juta Dolar AS, 4 unit kendaraan roda empat, dan 5 bidang tanah dan bangunan.

    Penyidikan perkara ini sudah dimulai KPK sejak Jumat, 8 Agustus 2025 dengan menggunakan Sprindik Umum, namun belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. 

    KPK menggunakan sangkaan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Perkara ini diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara lebih dari Rp1 triliun.

    Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota haji adalah sebesar 92 persen untuk kuota reguler, dan 8 persen untuk kuota khusus. Namun nyatanya, 20 ribu kuota tambahan dari pemerintah Arab Saudi malah dibagi menjadi 50 persen untuk haji reguler, dan 50 persen untuk haji khusus

  • Kuasa Hukum Notaris Nafiaturrohmah Nilai Proses Hukum Kejari Ngawi Cacat Formil

    Kuasa Hukum Notaris Nafiaturrohmah Nilai Proses Hukum Kejari Ngawi Cacat Formil

    Ngawi (beritajatim.com) – Sidang lanjutan praperadilan Notaris Nafiaturrohmah, tersangka kasus dugaan manipulasi dan gratifikasi pajak dalam pengadaan lahan PT GFT, kembali digelar di Pengadilan Negeri Ngawi pada Senin (22/9/2025). Dalam sidang ini, kuasa hukum Nafiaturrohmah, Heru Nugroho, menyoroti sejumlah kejanggalan pada proses hukum yang dijalankan kejaksaan.

    Heru menilai, sejak awal penyidikan, kejaksaan tidak melampirkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebagaimana diwajibkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 039 Tahun 2010. Ia menyebut hal ini merupakan cacat formil yang seharusnya membatalkan proses hukum.

    “Dari 41 bukti surat yang diajukan termohon (Kejaksaan Negeri Ngawi) tidak ada satu pun SPDP. Padahal itu syarat formil yang wajib ada. Kalau tidak dibuat, berarti proses penyidikan cacat hukum dan seharusnya batal demi hukum,” tegas Heru.

    Selain itu, Heru juga menyoroti ketiadaan izin Majelis Kehormatan Notaris (MKN) sebelum penetapan tersangka. Menurutnya, klaim kejaksaan yang menyebut pernah mengirim surat ke MKN pada 23 Juli 2025 tidak terbukti dalam persidangan.

    “Kami sudah tanyakan, dan surat itu memang tidak ada. Jadi baik SPDP maupun izin MKN tidak pernah dibuat. Logikanya, jika benar ada, pasti sudah ditunjukkan di persidangan,” jelasnya.

    Lebih jauh, Heru menuding kejaksaan sengaja mengulur waktu agar praperadilan kehilangan relevansi begitu pokok perkara bergulir di Pengadilan Tipikor.

    “Ini bukan sekadar menzalimi klien kami, tapi juga menzalimi kami sebagai kuasa hukum. Kalau memang yakin dengan bukti, kenapa harus mengulur waktu?” pungkasnya. [fiq/beq]

  • Dugaan Korupsi Dana PI, 3 Petinggi PT LEB Ditahan Kejati Lampung Bikin Negara Rugi Rp 200 Miliar

    Dugaan Korupsi Dana PI, 3 Petinggi PT LEB Ditahan Kejati Lampung Bikin Negara Rugi Rp 200 Miliar

    Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara,” tutup Armen.

    Sebelumnya, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menggeledah rumah mantan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10 persen di Wilayah Kerja Offshore South East Sumatera (WK OSES) senilai USD 17,286 juta atau sekira Rp 270 miliar.

    Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya, mengatakan tim penyidik telah melakukan penggeledahan di kediaman Arinal di Jalan Sultan Agung No. 50, Kelurahan Sepang Jaya, Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, Rabu (3/9). Dari lokasi itu, penyidik mengamankan sejumlah aset bernilai fantastis.

    “Pengamanan aset yang dilakukan antara lain 7 unit mobil, logam mulia seberat 645 gram senilai Rp1,29 miliar, uang tunai Rp 1,35 miliar dalam bentuk rupiah dan mata uang asing, deposito di beberapa bank Rp 4,4 miliar, serta 29 sertifikat tanah dengan estimasi nilai Rp 28 miliar. Total nilai aset yang diamankan mencapai Rp 38,5 miliar,” kata Armen, Kamis 4 September 2025.

    Selain itu, Kejati Lampung juga mendalami aliran dana PI 10 persen sebesar USD 17,286 juta yang diterima Pemerintah Provinsi Lampung dari Pertamina Hulu Energi (PHE) melalui PT Lampung Energi Berjaya (LEB), anak perusahaan dari BUMD PT Lampung Jasa Utama (LJU).

  • Kejagung Tetapkan Bos Navayo Internasional jadi DPO

    Kejagung Tetapkan Bos Navayo Internasional jadi DPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan CEO Navayo International AG, Gabor Kuti Szilard (GK) sebagai buron atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) RI, Anang Supriatna mengatakan Gabor telah menjadi DPO sejak 22 Juli 2025. Adapun, Gabor merupakan pria kelahiran Hungaria pada 12 Agustus 1975.

    “Benar [Gabor Kuti] sudah dinyatakan DPO,” ujar Anang saat dihubungi, Senin (22/9/2025).

    Dia menambahkan alasan Gabor menjadi DPO karena tidak pernah mengindahkan panggilan penyidik dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit di Kemhan.

    Absennya Gabor itu dilakukan pada saat dirinya menjadi saksi maupun saat menjadi tersangka. Alhasil, Gabor kini telah ditetapkan sebagai buronan Kejaksaan RI.

    “Sudah dipanggil sebagai saksi sebanyak 3 kali tidak pernah hadir dan sudah dipanggil sebagai tersangka sebanyak 2 kali,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, selain Gabor, korps Adhyaksa telah menetapkan dua tersangka lain dalam perkara koneksitas ini.

    Mereka yakni Laksda TNI (Purn) Leonardi (L) selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan perantara proyek satelit, Anthony Thomas van der Hayden (ATVDH).

    Adapun, para tersangka dipersangkakan primair sebagaimana Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No.31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP. 

  • Wabup Djoko Wadul KPK dan Mendagri Soal Kondisi Pemkab Jember, Ini Isi Suratnya

    Wabup Djoko Wadul KPK dan Mendagri Soal Kondisi Pemkab Jember, Ini Isi Suratnya

    Jember (beritajatim.com) – Wakil Bupati Djoko Susanto wadul alias mengadukan persoalan di tubuh Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, melalui surat tertanggal 4 September 2025, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur Jawa Timur.

    Isinya perihal ‘permohonan pembinaan dan pengawasan khusus dalam penerapan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik’.

    “Ini tindak lanjut audiensi kami dengan KPK pada Juni 2025. KPK menyampaikan kepada saya bahwa tugas wabup lebih banyak di bidang pengawasan. Tentu dalam rangka menjalankan itu, kita juga sudah bersurat kepada pada Gubernur, Mendagri, dan salah satunya juga ke KPK,” kata Djoko saat dimintai konfirmasi, Senin (22/9/2025).

    Djoko menegaskan bahwa dirinya sedang menjalankan tugas dan fungsi selaku wakil bupati yang diatur oleh undang-undang. “Itu pun cara yang saya tempuh adalah cara kedinasan. Tentu semua tadi dengan tujuan untuk tercapainya pemerintahan yang yang baik dan akuntabel,” katanya.

    Ada enam pengabaian regulasi yang dinilai Djoko telah berdampak pada performa kinerja dalam pemerintahan di Kabupaten Jember. Pertama, inkonsistensi kebijakan yang ditandai dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati Nomor 100.3.3.2/126/1.12/2025 tentang Tim Pengarah Percepatan Pembangunan Daerah (TP3D).

    Djoko dalam suratnya mengatakan, tim itu tidak memiliki dasar hukum yang mengatur pembentukannya. Keberadaan tim itu juga dinilai tidak selaras atau tidak sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2025.

    Tugas TP3D dinilai Djoko tumpang tindih dengan tugas dan fungsi wakil bupati. “Tugas wakil bupati memberikan saran. TP3D juga memberikan saran. Yang punya tugas yang diatur oleh undang-undang tidak diakomodir, tapi bikin bentukan baru yang tugasnya memberikan masukan,” kata Djoko.

    Djoko mendengar TP3D leluasa memanggil kepala organisasi perangkat daerah. “Apalagi dengan acara-acara formal. Bisa kita lihat di foto-foto yang kalian tampilkan di media masing-masing, bagaimana formasi berdirinya sejumlah pejabat di situ, justru yang paling sentral itu kan TP3D,” katanya.

    Hal kedua yang dilaporkan Djoko adalah tidak berjalannya meritokrasi kepegawaian aparatur sipil negara, yang berpotensi pada rendahnya profesionalitas aparatur dan kerawanan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.

    Djoko menyebutkan tiga indikasi, yakni pengabaian prosedur dan kompetensi dalam pengisian jabatan struktural, pejabat definitif merangkap lebih dari satu jabatan sebagai pelaksana tugas, dan lemahnya independensi dan profesionalitas Inspektorat dalam menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan.

    Laporan berikutnya adalah mengenai pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Jember, yang dipandang Djoko, tidak menggambarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.

    “Ini berpotensi tidak memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan pembangunan daerah, serta rawan terjadinya tindak pindana korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Djoko dalam suratnya.

    Djoko menyebutkan tiga indikasi. Pertama, tidak dibuatnya pedoman pelaksanaan teknis pengadaan barang dan jasa, khususnya pengadaan langsung. Kedua, penundaan pelaksanaan APBD awal tahun anggaran 2025 dengan melakukan pergeseran anggaran yang tidak memiliki dasar usulan dan perencanaan.

    Indikasi ketiga, menurut Djoko, adalah alokasi program kegiatan pembangunan yang tidak mencerminkan pemerataan dan proprosionalitas, serta tidak sesuai dengan identifikasi kebutuhan dan pengkajian perencanaan yang harus dilakukan.

    Pelaporan berikutnya adalah soal lemahnya sistem tata kelola aset milik daerah. Djoko mencontohkan penggunaan kendaraan bermotor oleh orang yang tidak berhak.

    Djoko juga melaporkan terhambatnya koordinasi antara wakil bupati dengan organisasi perangklat daerah, yang ditandai dengan adanya ketidakpatuhan dan pembangkangan ASN kepada wakil bupati.

    Terakhir, Djoko melaporkan tidak direalisasikannya hak keuangan dan protokolernya sebagai wakil bupati Jember. “Mulai kapan? Sejak saya dilantik. Justru kalau ngomong soal bantuan operasional pimpinan (BOP), justru awalnya saya tidak paham kalau wakil bupati ada hak itu,” katanya.

    Hingga saat ini, Djoko mengaku tidak pernah mendapatkan bantuan operasional. “Kalau gaji ya dapat,” katanya.

    Djoko berharap tiga lembaga yang disuratinya bisa memberikan jawaban dengan mengirimkan aparat ke Jember. “Tapi saya juga tidak akan menyesal, kalaupun nanti permohonan saya kepada KPK untuk melakukan pembinaan itu berubah menjadi penindakan,” katanya.

    Respons Pemkab Jember
    Sementara itu, Bupati Muhammad Fawait, Pejabat Sekretaris Daerah Jupriono, dan Inspektur Pemkab Jember Ratno Cahyadi Sembodo masih belum menjawab pertanyaan Beritajatim.com via pesan WhatsApp.

    Namun sejumlah butir laporan dalam surat tersebut sudah pernah dijelaskan oleh Bupati Fawait. Soal TP3D, dia memastikan pembentukannya sudah dikaji sebaik mungkin. “Insyaallah tidak melanggar apapun. Apalagi saya kadernya Pak Prabowo, tidak mungkin saya melanggar anjuran dari pemerintah pusat,” katanya, diberitakan Beritajatim.com, 19 Maret 2025.

    Kepala Bagian Hukum Pemkab Jember Ahmad Zaenurrofik mengatakan, anggota TP3D memiliki latar belakang profesi beragam, termasuk akademisi dan praktisi. “Tugasnya secara umum membantu tugas-tugas bupati, memberikan saran terkait kebijakan-kebijakan,” katanya.

    Kendati mengantongi surat keputusan bupati, Nyoman Aribowo, seorang anggota TP3D Jember, memastikan tidak ada gaji dan biaya operasional dari APBD Jember. “Tidak ada gaji. Tidak ada (biaya) operasional,” katanya, dikutip Beritajatim.com, 25 Agustus 2025.

    Sementara soal penataan kepegawaian di tubuh Pemkab Jember, Bupati Fawait dalam beberapa kali pelantikan pejabat eselon menegaskan kepatuhannya terhadap aturan. “Yakinlah komitmen saya, bahwa dalam pergeseran ini insyaallah kami akan berusaha seobjektif mungkin,” katanya.

    Pemkab Jember, menurut Fawait, juga telah melakukan efisiensi terhadap APBD 2025 sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/833/SJ tertanggal; 23 Februari 2025 tentang Penyesuaian Pendapatan dan Efisiensi Belanja Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.

    Respons KPK

    Sementara itu, Juru bicara KPK Budi Prasetyo membenarkan adanya surat terkait pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi di pemerintah daerah.

    Menurut Budi, dalam pelaksanaan fungsi tersebut, KPK berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan dan pengawasan kepada pemerintah daerah dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi.

    “Salah satunya melalui instrumen Monitoring Controling Surveilance for Prevention (MCSP), yang berfokus pada delapan area,” ujarnya.

    Budi menjelaskan, delapan area tersebut yaitu: perencanaan dan penganggaran, perizinan, pengadaan barang dan jasa (PBJ), manajemen ASN, penguatan aparat pengawas internal, manajemen aset (BMD), optimalisasi pendapatan daerah, dan pelayanan publik.

    “KPK juga terus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta dalam pembangunan daerah, sebagai salah satu bentuk collaborative governance melalui partisipasi aktif publik,” katanya. [wir]

  • KPK Dukung Komite TPPU Meski Tak Masuk Kepengurusan

    KPK Dukung Komite TPPU Meski Tak Masuk Kepengurusan

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi pemerintah yang membentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) meski tidak masuk kepengurusan.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menyampaikan bahwa KPK mendukung upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi untuk menegakan hukum di Indonesia.

    “Pertama KPK menyampaikan dukungannya dalam pembentukan tim tersebut,” katanya kepada wartawan, Senin (22/9/2025).

    Budi tidak menjawab secara pasti mengenai apakah KPK akan masuk ke dalam kepengurusan komite. Namun menurutnya pembentukan Komite TPPU mampu membantu upaya aset recovery.

    “Bagaimana kita bisa memulihkan keuangan negara secara maksimal dari tindak pidana korupsi yang dilakukan,” jelasnya.

    Dia mencontohkan ketika KPK menangani kasus dugaan korupsi CSR Bank Indonesia-OJK, di mana KPK mengenakan pasal gratifikasi dan TPPU kepada dua tersangka.

    Langkah itu, kata Budi, diambil agar penyidik dapat melakukan aset recovery sehingga mampu mengembalikan uang negara secara optimal

    “Supaya apa? Supaya dalam asset recovery nya itu juga maksimal sehingga bicara soal penegakan hukum, tindak pidana korupsi, maka tidak hanya untuk memberikan efek jera kepada para pelaku, tapi juga bagaimana kita bisa secara optimal memulihkan keuangan negaranya,” jelasnya.

    Sebagaimana diketahui, seperti dilansir Bisnis, Presiden Prabowo Subianto telah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 6 Tahun 2012 mengenai Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Regulasi ini resmi diundangkan pada 25 Agustus 2025 dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 136.

    Dalam struktur kepengurusan, Wakil Ketua dijabat Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Sekretaris dijabat oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    Sedangkan, keanggotaan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga strategis, di antaranya Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kapolri, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, Kepala BIN, hingga Kepala BNN 

    Perpres ini juga menata ulang struktur Tim Pelaksana Komite TPPU, yang melibatkan pejabat eselon I di kementerian/lembaga terkait, mulai dari Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Deputi di PPATK, hingga pejabat tinggi di kepolisian, kejaksaan, BIN, BNPT, dan BNN.

     

  • Beredar Foto Pertemuan Yaqut, Fuad Maktour dan Pelaku Bisnis Haji Umroh, Terkait Apa ?

    Beredar Foto Pertemuan Yaqut, Fuad Maktour dan Pelaku Bisnis Haji Umroh, Terkait Apa ?

    GELORA.CO – Di tengah alotnya penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pembagian kuota tambahan dan penyelenggaraan haji 2023–2024 di Kementerian Agama, beredar foto pertemuan Eks Menag Yaqut Cholil Qoumas, Fuad Maktour dan sejumlah pelaku bisnis haji dan umroh. Belum jelas apa yang mereka bahas, tetapi kalangan pengamat menyayangkan pertemuan itu karena berpotensi melanggar hukum dan etik. 

    Sejauh ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) PK baru mencegah tiga pihak bepergian ke luar negeri sejak 11 Agustus 2025 hingga 11 Februari 2026. Di antaranya, mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) dan pemilik Maktour Travel, Fuad Hasan Mansyur.

    Berdasarkan foto yang diperoleh Inilah.com di Jakarta, Senin (22/9/2025), Yaqut Cholil Qoumas saat masih menjabat sebagai Menteri Agama diduga sempat melakukan pertemuan dengan Fuad Maktour dan sejumlah pemilik biro travel seperti CEO Alisan Hajj & Umrah Ali Mohammad Amin,  Ketua Harian Forum SATHU Artha Hanif, Stafsus Yaqut Gus Alex. Pertemuan diperkirakan berlangsung  di Kantor Maktour Jakarta pada 2024 lalu.

    Dalam foto pertama, terlihat Yaqut berpose bersama sejumlah orang, termasuk Fuad dan Ali Mohammad Amin, di depan Wisma Maktour di Jalan Otista Raya, Jatinegara, Jakarta Timur, pada 2024 lalu. Yaqut mengenakan kemeja hitam, Fuad berkemeja biru, dan di sebelah Yaqut tampak pria dengan kemeja hitam yang diketahui sebagai Ali Mohammad Amin.

    Dalam foto kedua, tampak Yaqut, Fuad, dan Ali Mohammad Amin duduk bersama di meja makan.

    Inilah.com telah berupaya meminta konfirmasi kepada Fuad, juru bicara Yaqut Anna Hasbie, maupun pihak Alisan Hajj & Umrah terkait kabar pertemuan tersebut. Namun, hingga berita ini diturunkan, Fuad maupun pihak Alisan Hajj & Umrah belum memberikan respons. Kami akan memberikan kesempatan pertama bagi pihak pihak yang disebut dalam informasi ini, untuk menyampaikan klarifikasi.  

    Hanya juru bicara Yaqut Anna Hasbie yang memberikan tanggapan. Anna membantah terkait pertemuan Yaqut dan Fuad sejumlah pengusaha biro Travel di Wisma Maktour di Jalan Otista Raya, Jatinegara, Jakarta Timur,  2024 lalu.

    “Tidak benar. Jangan mengada-ada Tidak pernah ada pertemuan di Wisma Maktour apalagi semasa menjabat sebagai Menteri Agama,” kata Anna ketika dihubungi Inilah.com, Senin (22/9/2025).

    Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto meminta agar pertanyaan mengenai pertemuan tersebut disampaikan langsung kepada Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

    “Silakan ke Jubir,” kata Setyo saat dikonfirmasi Inilah.com, Senin (22/9/2025).

    Budi menyampaikan pihaknya belum dapat memberikan penjelasan secara rinci.

    “Terkait foto ataupun pertemuan tersebut, kami belum bisa merespon secara rinci,” ujar Budi.

    Lebih lanjut, Budi menegaskan KPK fokus pada penanganan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembagian kuota dan penyelenggaraan haji 2023–2024 di Kemenag. Menurutnya, ranah etik terkait pertemuan Yaqut dengan pihak biro travel bukan kewenangan KPK.

    “Termasuk soal dugaan pelanggaran etiknya, karena bukan kewenangan KPK. Kami fokus terkait dugaan tindak pidana korupsinya,” ucap Budi.

    Budi memastikan penyidik terus mendalami praktik lobi-lobi pembagian kuota haji tambahan yang diduga menabrak Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Aturan itu mengatur komposisi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus namun dilanggar dengan pembagian kuota tambahan 50:50 persen. Selain itu, diduga terjadi praktik jual beli kuota antara oknum pejabat Kemenag dengan pengusaha travel melalui asosiasi.

    “Kami pastikan, KPK masih terus menelusuri dan mendalami, apakah dalam pembagian kuota haji tambahan menjadi kuota reguler 50 persen dan kuota khusus 50 persen ini murni dilakukan oleh Kemenag, atau juga ada dorongan dari bawah,” jelas Budi.

    Menurut Budi, sejumlah saksi dari Kemenag maupun pengusaha travel telah dimintai keterangan untuk mendalami kasus tersebut.

    Diketahui, Yaqut sebelumnya sudah pernah diperiksa saat kasus ini masih di tahap penyelidikan pada Kamis (7/8/2025), serta setelah naik ke tahap penyidikan pada Senin (1/9/2025). Sementara Fuad Hasan Mansyur diperiksa penyidik KPK pada Kamis (28/8/2025).

    “Sehingga dalam perjalanan perkara ini, penyidik tidak hanya meminta keterangan dari pihak-pihak di Kemenag, namun juga para pihak lain, seperti dari asosiasi ataupun biro travel haji,” tutur Budi.

    Pelanggaran Hukum dan Etik

    Sejumlah pakar hukum pidana turut mengomentari foto tersebut. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai pertemuan Yaqut dengan sejumlah pengusaha travel mengandung unsur pelanggaran hukum maupun etik.

    “Kalau dalam perspektif hukum, ya pelanggaran hukum. Tetapi dalam konteks ini, seorang pejabat publik setingkat menteri seharusnya tidak bertemu di luar kantor,” ujar Fickar kepada Inilah.com.

    Menurut Fickar, pertemuan itu pasti ada urusan yang berkaitan dengan tupoksi pejabat tersebut untuk keuntungan pihak yang bertemu.

    “Jika memang tidak ada apa-apanya, mengapa tidak bertemu di kantor saja? Ini sudah indikasi pelanggaran etik yang menjurus pada pelanggaran hukum,” tegas Fickar.

    Fickar juga menyoroti Maktour mendapatkan kuota tambahan khusus dalam jumlah besar dari Kemenag pada 2024 yang merugikan calon jemaah haji yang masih mengantre. Hal ini sebelumnya juga pernah disampaikan Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.

    “Ya, pasti itu sudah termasuk pelanggaran hukum. Karena ada bukti lain yang mendukung bahwa Maktour mendapatkan kuota tambahan yang banyak, yang merugikan para calon jemaah yang mengantri,” ujar Fickar.

    Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, menilai foto pertemuan tersebut bisa dijadikan petunjuk yang perlu didalami penyidik KPK.

    “Masalah foto itu hanya dapat menjadi petunjuk karena foto hanya diam. Namun petunjuk ini dapat menjadi alat bukti apabila dalam perjalanannya pemilik pemberangkatan umroh dan haji itu terlibat dalam kasus tersebut,” kata Hudi saat dihubungi Inilah.com.

    “Karena orang yang tidak saling kenal tiba-tiba ada dalam foto tersebut, apalagi dengan menteri dan terlihat sangat akrab. Menurut saya, apabila PT yang bersangkutan mendapat kuota haji, maka foto itu dapat dijadikan petunjuk bahwa pertemuan itu telah terjadi dan perlu didalami hasil dari pertemuan tersebut,” sambung Hudi menerangkan.

    Lebih lanjut, kata Hudi, penyidik harus mendalami apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu, apakah terkait praktik lobi-lobi maupun jual beli kuota haji.

    “Oleh karena itu KPK memang harus mendalami apa yang dibicarakan dari pertemuan tersebut dan hasilnya apa? Apabila hasil pembicaraan terkait dengan kuota haji maka sudah ada indikasi kuat ikut terlibat dalam kasus tersebut,” ujar Hudi.

    Kasus ini naik ke tahap penyidikan sejak 8 Agustus 2025 berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum tanpa penetapan tersangka. KPK berjanji segera mengumumkan pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam waktu dekat. Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan lebih dari Rp1 triliun.

  • Bupati Pati Sudewo Irit Bicara Usai Diperiksa KPK 5 Jam soal Korupsi DJKA – Page 3

    Bupati Pati Sudewo Irit Bicara Usai Diperiksa KPK 5 Jam soal Korupsi DJKA – Page 3

    Sudewo diperiksa penyidik KPK dalam kapasitasnya sebagai mantan Anggota Komisi V DPR RI dan bukan sebagai Bupati Pati.

    KPK ingin mengetahui, apa dan bagaimana peran Sudewo saat duduk di Komisi V DPR terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek rel kereta api. Pasalnya, diduga Sudewo menerima aliran uang sebesar Rp 3 miliar.

    Menurut KPK, memang uang tersebut sudah dikembalikan dari Sudewo. Namun pihaknya tidak akan menyetop pendalaman dilakukan karena pengembalian tidak menghilangkan tindak pidana yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Tipikor.

    Terkait uang Rp 3 miliar, Sudewo membantah disebut dikembalikan. Justru dia menyebut uang itu disita oleh KPK saat mengeledah rumahnya. Sudewo mengklaim, uang itu bukan dari kasus korupsi yang sedang diusut KPK, melainkan hasil gaji dan usahanya sebagai anggota dewan.