Kasus: Tipikor

  • Kejati Tetapkan 2 Pejabat Tersangka Kasus Skandal Zircon Rp 1,3 T

    Kejati Tetapkan 2 Pejabat Tersangka Kasus Skandal Zircon Rp 1,3 T

    Palangka Raya, Beritasatu.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng) menetapkan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalteng, Vent Christway, dan Direktur PT Investasi Mandiri (IM) Herbowo Seswanto sebagai tersangka kasus korupsi tambang zircon di Kabupaten Gunung Mas.

    Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1,3 triliun, angka yang disebut penyidik sebagai fantastis.

    Penetapan tersangka dilakukan setelah serangkaian pemeriksaan intensif terkait praktik penjualan zircon dan mineral turunannya oleh PT IM sepanjang 2020–2025.

    Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalteng Wahyu Eko Husudo menyampaikan, kedua tersangka telah resmi ditahan di rumah tahanan kelas IIA Palangka Raya selama 20 hari ke depan.

    “Kerugian negara berdasarkan hitungan sementara BPKP mencapai Rp 1,3 triliun,” ujar Wahyu Eko Husudo kepada wartawan, Jumat (12/12/2025).

    Vent Christway diduga menyetujui rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) PT IM dari 2020–2025 yang tidak sesuai ketentuan.

    Ia juga diduga menerima sesuatu yang berhubungan dengan jabatannya dalam penerbitan RKAB serta pertimbangan teknis perpanjangan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP).

    “Tersangka Vent Christway memberikan persetujuan RKAB yang tidak sesuai aturan dan diduga menerima pemberian terkait penerbitan dokumen tersebut,” jelasnya.

    Sementara itu, Herbowo Seswanto diduga mengajukan RKAB yang tidak memenuhi syarat dan melakukan penjualan zircon, baik untuk pasar domestik maupun ekspor, tidak sesuai ketentuan.

    “Tersangka juga memberi sesuatu kepada pegawai negeri terkait persetujuan RKAB dan perpanjangan IUP OP PT Investasi Mandiri,” lanjutnya.

    Penyidik Kejati Kalteng menegaskan, masih terus mendalami kasus ini dan membuka kemungkinan adanya tersangka tambahan.

    Keduanya dijerat pasal berlapis Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 18, dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Kejati Geledah Rumah dan Kantor Kadis ESDM Kalteng Terkait Korupsi Zirkon Rp 1,3 Triliun
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        12 Desember 2025

    Kejati Geledah Rumah dan Kantor Kadis ESDM Kalteng Terkait Korupsi Zirkon Rp 1,3 Triliun Regional 12 Desember 2025

    Kejati Geledah Rumah dan Kantor Kadis ESDM Kalteng Terkait Korupsi Zirkon Rp 1,3 Triliun
    Tim Redaksi
    PALANGKA RAYA, KOMPAS.com – Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali melakukan penggeledahan di tiga lokasi terkait dugaan tindak pidana korupsi penjualan atau ekspor zirkon oleh PT Investasi Mandiri.
    Dua dari tiga lokasi tersebut adalah rumah dan kantor tersangka Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalteng, Vent Christway (VC).
    “Kami langsung geledah rumah dan kantor tersangka (Kadis ESDM Kalteng),” ungkap Asisten Intelijen
    Kejati Kalteng
    , Hendri Hanafi, saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (12/12/2025).
    Hendri menjelaskan bahwa penggeledahan dilakukan di tiga lokasi, yaitu bangunan rumah di Jalan Ruting Suling, bangunan rumah di Jalan RTA Milono, dan Kantor Dinas ESDM Kalteng yang beralamat di Jalan Tjilik Riwut Km 5, Kelurahan Bukit Tunggal, Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangka Raya.
    “Dari ketiga lokasi tersebut, penyidik mengamankan satu buah laptop, dua buah flashdisk, dan dokumen-dokumen yang terkait dengan
    PT Investasi Mandiri
    ,” lanjut Hendri.
    Barang-barang yang disita akan dijadikan sebagai barang bukti dalam perkara ini.
    Hendri menjelaskan bahwa dugaan tindak pidana korupsi ini berawal dari PT Investasi Mandiri yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi komoditas zirkon seluas 2.032 hektar.
    Izin ini diterbitkan oleh Bupati Gunung Mas pada tahun 2010 dan diperpanjang oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kalteng pada tahun 2020.
    “Dalam melakukan penjualan, PT Investasi Mandiri menggunakan Persetujuan RKAB yang diterbitkan oleh Dinas ESDM Kalteng sebagai kedok seakan-akan komoditas zirkon yang dijual berasal dari lokasi pertambangan mereka, padahal mereka membeli dan menampung hasil tambang dari luar wilayah yang diizinkan,” jelas Hendri.
    Kasus ini melibatkan penyimpangan dalam penerbitan Persetujuan RKAB oleh Dinas ESDM Kalteng yang digunakan oleh PT Investasi Mandiri untuk menjual komoditas zircon, ilmenite, dan rutile baik lokal maupun ekspor sejak tahun 2020 hingga 2025.
    “Akibat penyalahgunaan persetujuan RKAB tersebut, seakan-akan melegalisasi penjualan zircon, ilmenite, dan rutile yang bukan berasal dari lokasi IUP OP PT Investasi Mandiri, negara dirugikan senilai Rp 1,3 triliun,” tambahnya.
    Selain kerugian negara, sektor pembayaran pajak daerah juga terdampak dari aktivitas tersebut.
    Aktivitas ini juga menyebabkan kerusakan lingkungan hidup, karena penambangan dilakukan di kawasan hutan tanpa adanya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

    “Saat ini penyidik masih berupaya mengumpulkan alat bukti yang mendukung pembuktian perkara ini, yang juga memungkinkan penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), serta mencari dan mengumpulkan aset-aset milik PT Investasi Mandiri,” pungkasnya.
    Diketahui, Kadis ESDM Kalteng, VC, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam
    kasus korupsi
    tambang zirkon yang melibatkan PT IM.
    Selain VC, Direktur PT IM yang berinisial HS juga ditetapkan sebagai tersangka.
    Hendri Hanafi menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan rangkaian pemeriksaan dan menemukan dua alat bukti yang cukup untuk penyidikan perkara dugaan korupsi terkait
    penjualan zirkon
    dan mineral turunan lainnya oleh PT Investasi Mandiri dan entitas lainnya di Provinsi Kalimantan Tengah untuk periode 2020-2025.
    “Penyidik menetapkan tersangka VC selaku Kepala Dinas ESDM Kalteng, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Kalteng, dan tersangka HS selaku Direktur PT Investasi Mandiri,” jelas Hendri dalam konferensi pers di Kantor Kejati Kalteng usai penahanan tersangka, Jumat (11/12/2025).
    Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalteng, Wahyudi Eko Husodo, menjelaskan peran kedua tersangka dalam kasus ini, kerugian negara yang ditimbulkan, serta pasal yang disangkakan kepada keduanya.
    Eko menjelaskan, tersangka VC selaku Kadis ESDM Kalteng memberikan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Investasi Mandiri untuk tahun 2020 hingga 2025 yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    “Dia diduga menerima pemberian atau janji sehubungan dengan jabatannya terkait penerbitan persetujuan RKAB PT Investasi Mandiri dan penerbitan pertimbangan teknis dalam perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) perusahaan tersebut,” tuturnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Sita Hotel di Karet Kuningan Terkait Kasus TPPU Sritex

    Kejagung Sita Hotel di Karet Kuningan Terkait Kasus TPPU Sritex

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali mengambil langkah tegas dalam penyelidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan pidana asal korupsi pemberian kredit ke PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Pada Kamis (11/12/2025), penyidik menyita satu aset bernilai tinggi berupa sebuah hotel di kawasan Karet Kuningan, Jakarta Selatan.

    Aset yang disita tersebut diduga kuat terkait dengan perbuatan mantan Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), yang menjadi salah satu tersangka dalam perkara ini.

    Menurut Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, penyitaan dilakukan oleh tim gabungan penyidik dan penuntut umum Jampidsus Kejagung bersama Satgas Pemulihan Aset, serta disaksikan perwakilan Badan Pertanahan Nasional.

    “Tim telah melaksanakan tindakan penyitaan dan pemasangan plang sita terhadap aset berupa Hotel Ayaka Suites, yang berlokasi di Karet Pedurenan Nomor 45, Kuningan, Karet Kuningan, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan,” ujar Anang, Jumat (12/12/2025).

    Anang menjelaskan, penyidik memeriksa kondisi fisik hotel, meneliti kelengkapan administrasi, serta memasang plang sita di beberapa lokasi strategis. Pendataan aset juga dilakukan sebagai bagian dari proses hukum yang masih berjalan.

    “Tindakan penyitaan ini merupakan rangkaian penegakan hukum dalam perkara TPPU yang diduga dilakukan tersangka IKL, dengan pidana asal tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit,” tegasnya.

    Penyidik menduga aset hotel tersebut memiliki keterkaitan langsung maupun tidak langsung dengan tindak pidana. Hotel itu dinilai berpotensi berasal dari hasil kejahatan atau bahkan digunakan sebagai sarana melakukan tindak pidana.

    Terkait hal itu, penyitaan dianggap penting sebagai upaya memperkuat pembuktian sekaligus memulihkan potensi kerugian keuangan negara.

    Mengacu pada nilai ekonomis yang tinggi dan biaya perawatan yang besar, Kejagung menilai aset tersebut perlu dikelola secara profesional. Untuk itu, hotel telah diserahkan kepada Badan Pemulihan Aset.

    “Kami telah menyerahkan barang bukti tersebut ke Badan Pemulihan Aset guna dilakukan pengelolaan benda sitaan sesuai tugas dan kewenangan,” kata Anang mengakhiri.

  • KPK Ungkap Bupati Lampung Tengah Rancang Timsesnya Menangkan Proyek Pengadaan

    KPK Ungkap Bupati Lampung Tengah Rancang Timsesnya Menangkan Proyek Pengadaan

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya merancang pengondisian supaya tim suksesnya saat maju sebagai calon kepala daerah bisa memenangkan proyek pengadaan.

     

    Hal ini disampaikan pelaksana harian (Plh) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Mungki Hadipratikto saat mengumumkan penetapan dan penahanan lima tersangka pascaoperasi tangkap tangan (OTT) pada Senin dan Selasa, 9-10 Desember. Ardito diduga memerintahkan Riki Hendra Saputra selaku anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah untuk mengatur pemenang proyek pengadaan di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

     

    “Rekanan atau penyedia barang dan jasa yang harus dimenangkan adalah perusahaan milik keluarga atau milik tim pemenangan AW, saat AW mencalonkan diri sebagai Bupati Lampung Tengah periode 2025-2030,” kata Mungki dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 11 Desember.

     

    Perintah itu, sambung Mungki, muncul setelah Ardito dilantik atau sekitar Februari-Maret. Adapun postur APBD Kabupaten Lampung Tengah mencapai Rp3,19 triliun.

     

    Dalam proses berjalan, Ardito meminta Riki berkoordinasi dengan Iswantoro selaku Sekretaris Bapenda. “Yang selanjutnya akan berhubungan dengan para SKPD guna pengaturan pemenang PBJ,” tegasnya.

     

    “Atas pengkondisian tersebut, pada periode Februari-November 2025, AW diduga menerima fee senilai Rp5,25 miliar dari sejumlah rekanan atau penyedia barang dan jasa,” sambung Mungki.

     

    Mungki mengatakan pemberian ini dilakukan melalui Riki dan adik Ardito, Ranu Hari Prasetyo. Kemudian, pengondisian juga dilakukan Ardito terkait proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Lampung Tengah.

     

    Ardito diduga minta kepada Anton Wibowo selaku pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah yang juga kerabatnya membantu proses pengondisian. Hasilnya, PT Elkaka Mandiri memenangkan proyek pengadaan tiga paket alat kesehatan oleh Dinas Kesehatan Lampung Tengah dengan nilai Rp3,15 miliar.

     

    “Atas pengkondisian tersebut, AW diduga menerima fee sebesar Rp500 juta,” ujar Mungki sambil menambahkan duit itu diperoleh dari Mohamad Lukman Sjamsuri selaku Direktur PT Elkaka Mandiri.

     

    Adapun dalam kasus ini, KPK kemudian menetapkan Ardito sebagai tersangka bersama empat orang lainnya. Mereka adalah Riki Hendra Saputra selaku anggota DPRD Lampung Tengah; Ranu Hari Prasetyo selaku adik Ardito; Anton Wibowo selaku pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah sekaligus kerabat dekat Ardito; dan Mohamad Lukman Sjamsuri selaku pihak swasta atau Direktur PT Elkaka Mandiri.

     

    Akibat perbuatannya Ardito, Anton, Riki, dan Ranu selaku penerima disangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

     

    Sementara Mohammad Lukman selaku pihak pemberi  disangka telah melanggar ketentuan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Bupati Lampung Tengah Terjaring OTT, Mendagri Akan Evaluasi Pilkada

    Bupati Lampung Tengah Terjaring OTT, Mendagri Akan Evaluasi Pilkada

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menjadi peringatan serius bagi seluruh kepala daerah di Indonesia. 

    Tito menilai penangkapan tersebut membuktikan mekanisme pilkada langsung tidak otomatis menjamin pemimpin daerah bebas dari praktik korupsi.

    Tito menyampaikan keprihatinannya atas OTT yang dilakukan KPK pada Rabu (10/12/2025) tersebut. Menurutnya, meski belum menerima laporan lengkap mengenai perkara yang menjerat bupati Lampung Tengah, kejadian itu kembali menambah panjang daftar kepala daerah yang terlibat tindak pidana korupsi.

    Ia menjelaskan pemerintah akan melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk terkait sistem pilkada. Menurut Tito, pilkada langsung yang selama ini berjalan tidak selalu menghasilkan kepala daerah yang memiliki integritas tinggi, meski mereka telah melalui pembekalan seperti retret dan penanaman wawasan kebangsaan.

    “Pilkada langsung tidak menjamin kepala daerah itu baik dan bebas dari korupsi, padahal mereka sudah ikut pembinaan dan retret wawasan kebangsaan,” ujar Tito, di kantor Kemendagri, Kamis (11/12/2025).

    KPK diketahui melakukan OTT di Kabupaten Lampung Tengah pada 10 Desember. Dari operasi tersebut, lima orang ditangkap, termasuk Bupati Ardito Wijaya. Mereka diduga terlibat dalam praktik suap terkait proyek-proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah.

  • Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya Terima Suap Rp 5,75 M, dari Siapa dan untuk Apa?

    Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya Terima Suap Rp 5,75 M, dari Siapa dan untuk Apa?

    Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya Terima Suap Rp 5,75 M, dari Siapa dan untuk Apa?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah.
    Selain Ardito, adiknya bernama Ranu Hari Prasetyo dan anggota DPRD
    Lampung Tengah
    Riki Hendra Saputra setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
    “Tersangka RHS (Riki Hendra Saputra) dan MLS (Mohamad Lukman Sjamsuri) ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung Merah Putih
    KPK
    . Sementara, Tersangka AW (Ardito Wijaya); RNP (Ranu Hari Prasetyo) dan ANW (Anton Wibowo) ditahan di Rutan Cabang Gedung ACLC KPK,” kata Plh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Mungki Hadipratikto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.
    Ardito diketahui menerima aliran uang Rp 5,75 miliar dari hasil mengatur pemenangan proyek paket pekerjaan untuk perusahaan milik tim pemenangan saat Pilkada.
    Lantas, dari siapa uang tersebut berasal? Dan uang tersebut digunakan Ardito untuk apa? Berikut rangkumannya dari Kompas.com:
    Ardito menerima dana sebesar Rp 5,25 miliar setelah mengondisikan sejumlah rekanan proyek melalui Riki Hendra Saputra, anggota DPRD Lampung Tengah, serta adiknya, Ranu Hari Prasetyo.
    Selain itu, Ardito juga memperoleh fee sebesar Rp 500 juta dari Direktur PT EM, Muhamad Lukman Sjamsuri.
    Fee
    tersebut diberikan sebagai imbalan atas pengaturan pemenangan lelang tiga paket pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Lampung Tengah, dengan total nilai proyek mencapai Rp 3,15 miliar.
    Berdasarkan hal tersebut, KPK menetapkan lima orang tersangka, yaitu
    Bupati Lampung Tengah
    Ardito Wijaya; Riki Hendra Saputra selaku Anggota DPRD Lampung Tengah; Ranu Hari Prasetyo selaku adik Bupati Lampung Tengah; Anton Wibowo selaku Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah sekaligus kerabat dekat Bupati; dan Mohamad Lukman Sjamsuri selaku Direktur PT Elkaka Mandiri.
    Mungki kemudian menjelaskan, Rp 500 juta di antaranya digunakan Ardito untuk dana operasional Bupati.
    Sedangkan, Rp 5,25 miliar sisanya dipakai untuk melunasi utang kebutuhan kampanye yang dananya diperolehnya dari bank.
    “Total aliran uang yang diterima Ardito Wijaya mencapai kurang lebih Rp 5,75 miliar, yang di antaranya diduga digunakan untuk dana operasional Bupati sebesar Rp 500 juta; pelunasan pinjaman bank yang digunakan untuk kebutuhan kampanye di tahun 2024 sebesar Rp 5,25 miliar,” ujar Mungki.
    KOMPAS.com/HARYANTI PUSPA SARI Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya dan empat orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus penerimaan hadiah/janji terkait pengadaan barang/jasa serta penerimaan lainnya (gratifikasi) di lingkungan Pemkab Lampung Tengah Tahun 2025 pada Kamis (11/12/2025).
    Atas perbuatannya, Ardito Wijaya, Anton Wibowo, Riki Hendra Saputra, dan Ranu Hari Prasetyo selaku pihak penerima disangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Sementara itu, Mohamad Lukman Sjamsuri selaku pihak pemberi disangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama, sejak tanggal 10-29 Desember 2025 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung Merah Putih KPK dan Gedung C1 KPK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jaksa Tahan 2 Tersangka Korupsi Tambang Zircon di Kalteng

    Jaksa Tahan 2 Tersangka Korupsi Tambang Zircon di Kalteng

    Palangka Raya, Beritasatu.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng) tetapkan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Direktur PT PT Investasi Mandiri (IM) tersangka korupsi tambang Zircon. Negara rugi fantastis mencapai Rp 1,3 triliun.

    Setelah melalui serangkaian pemeriksaan mendalam, penyidik Kejati Kalteng menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi tambang di Kabupaten Gunung Mas. Kasus ini berkaitan dengan penjualan Zircon dan mineral turunan lainnya oleh PT Investasi Mandiri (PT IM) sepanjang tahun 2020 hingga 2025.

    Kedua tersangka yang ditetapkan adalah Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalteng Vent Christway, dan Herbowo Seswanto selaku Direktur PT IM.

    Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalteng Wahyu Eko Husudo mengungkapkan, tim penyidik menemukan sejumlah perbuatan melawan hukum yang dilakukan kedua tersangka.

    Wahyu Eko Husudo menyatakan, kerugian negara akibat perbuatan ini sangat fantastis. Berdasarkan hasil perhitungan sementara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Pusat, kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun.

    Peran Kedua Tersangka

    Vent Christway, yang menjabat sebagai Kepala Dinas ESDM Kalteng, diduga menyalahgunakan wewenang dengan menyetujui RKAB PT IM periode 2020 hingga 2025 yang tidak memenuhi ketentuan. Pelanggaran ini, termasuk dugaan penerimaan janji atau imbalan, telah berlangsung sejak ia menjabat sebagai Kepala Bidang Mineral dan Batubara.

    Sementara itu, Herbowo Seswanto, Direktur PT IM, diduga memalsukan syarat pengajuan RKAB dan melakukan penjualan Zircon ilegal di pasar domestik maupun internasional. Herbowo juga diketahui memberikan suap kepada sejumlah pegawai ESDM untuk memuluskan persetujuan RKAB dan perpanjangan IUP OP perusahaannya.

    “Ini tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lainnya, karena kami masih mendalami kasus ini,” ungkap Wahyu Eko Husudo, Kamis (11/12/2025) malam.

    Penahanan dan Pasal Berlapis

    Untuk kepentingan penyidikan, kedua tersangka, Vent Christway dan Herbowo Seswanto, langsung ditahan di Rumah Tahanan Kelas IIA Palangka Raya selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 11 Desember 2025.

    Keduanya dijerat dengan pasal berlapis Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Vent Christway dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sementara Herbowo Seswanto dikenakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Kejati Geledah Rumah dan Kantor Kadis ESDM Kalteng Terkait Korupsi Zirkon Rp 1,3 Triliun
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        12 Desember 2025

    Kadis ESDM Kalteng Jadi Tersangka Kasus Korupsi Tambang Zirkon, Rugikan Negara Rp 1,3 Triliun Regional 12 Desember 2025

    Kadis ESDM Kalteng Jadi Tersangka Kasus Korupsi Tambang Zirkon, Rugikan Negara Rp 1,3 Triliun
    Tim Redaksi
    PALANGKA RAYA, KOMPAS.com –
    Kepala Dinas (Kadis) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Vent Christway (VC) ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng dalam kasus korupsi tambang zirkon yang melibatkan PT Investasi Mandiri.
    Selain Vent, Kejati turut menetapkan Direktur PT Investasi Mandiri berinisial HS menjadi tersangka kasus ini.
    Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Kalteng Hendri Hanafi menjelaskan, pihaknya telah melakukan rangkaian pemeriksaan dan telah menemukan dua alat bukti yang cukup terhadap penyidikan perkara dugaan tipikor terkait penjualan zirkon dan mineral turunan lainnya oleh PT Investasi Mandiri dan entitas lainnya di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2020-2025 ini.
    “Penyidik menetapkan tersangka VC selaku Kepala Dinas ESDM Kalteng, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Kalteng, dan tersangka HS selaku Direktur PT Investasi Mandiri,” beber Hendri dalam konferensi pers di Kantor Kejati Kalteng usai penahanan tersangka, Jumat (11/12/2025).
    Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalteng, Wahyudi Eko Husodo, menjelaskan peran kedua tersangka,
    kerugian negara
    , dan pasal yang disangkakan terhadap keduanya.
    Eko menjelaskan, tersangka VC selaku
    Kadis ESDM Kalteng
    yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Mineral dan Batubara pada Dinas ESDM Kalteng memberikan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Investasi Mandiri Tahun 2020 s/d 2025 yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    “Dia diduga menerima pemberian atau janji sehubungan dengan jabatannya terkait dengan penerbitan persetujuan RKAB PT Investasi Mandiri dan penerbitan pertimbangan teknis dalam perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) perusahaan tersebut,” jelas Eko.
    Kemudian, tersangka HS selaku Direktur PT Investasi Mandiri telah melakukan perbuatan mengajukan permohonan RKAB yang tidak memenuhi syarat dan tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
    “Tersangka HS juga melakukan penjualan zirkon dan mineral turunan lainnya baik domestik maupun luar negeri yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tambahnya.
    Tak hanya itu, HS juga memberikan sesuatu kepada pegawai negeri sehubungan dengan penerbitan persetujuan RKAB dan penerbitan pertimbangan teknis dalam perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT Investasi Mandiri.
    “Akibat adanya perbuatan melawan hukum dalam pemberian persetujuan RKAB dan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) kepada PT Investasi Mandiri ini, telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 1.300.000.000.000,00 (Rp 1,3 triliun) dan saat ini dalam proses penghitungan oleh BPKP Pusat,” jelasnya.
    Tersangka VC selaku Kadis ESDM Kalteng, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Provinsi Kalteng, disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Kemudian, tersangka HS selaku Direktur PT Investasi Mandiri disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    “Untuk kepentingan penyidikan, tersangka VC dan tersangka HS dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan sejak tanggal 11 Desember 2025 di Rutan Kelas IIA Palangka Raya,” pungkas Eko.
    Sebelum ditetapkan menjadi tersangka, Kadis ESDM Kalteng
    Vent Christway
    dan Direktur PT Investasi Mandiri HS sudah beberapa kali mengikuti pemeriksaan sebagai saksi oleh Kejati Kalteng.
    Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kalteng Dodik Mahendra, membenarkan pemeriksaan kadis hingga sejumlah pejabat Dinas ESDM Kalteng itu.
    “Itu diperiksa dengan kapasitas sebagai saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi penjualan zirkon oleh PT IM,” beber Dodik kepada wartawan melalui sambungan telepon, Jumat (19/9/2025).
    Dodik menjelaskan bahwa pemeriksaan itu dilakukan tidak hanya terhadap Kepala Dinas ESDM Kalteng, tetapi juga sejumlah pejabat lainnya.
    “(Kadis ESDM) bersama beberapa pejabat lain (ke Kejati Kalteng hari ini), di bawah (kadis), sekitar Dinas ESDM,” tambahnya.
    Kejati Kalteng mengendus dugaan tindak pidana korupsi bernilai fantastis pada sektor usaha pertambangan zirkon.
    Nilai korupsi dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 1,3 triliun lebih jika dihitung dari sisi kerugian keuangan, perekonomian negara, hingga dampak lingkungan yang dihasilkan.
    Asintel Hendri Hanafi menjelaskan, pihaknya sudah menggeledah Kantor PT Investasi Mandiri di Palangka Raya untuk melakukan penyidikan atas dugaan korupsi oleh perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan zirkon itu.
    “Kami sudah melakukan penggeledahan kantor PT Investasi Mandiri berdasarkan surat perintah penyidikan terhadap dugaan adanya penyimpangan dalam penjualan komoditas zirkon, ilmenit, dan rutil ke berbagai negara yang disinyalir dilakukan sejak 2020-2025 oleh PT Investasi Mandiri,” beber Hendri saat melangsungkan konferensi pers di Kantor Kejati Kalteng, Kamis (4/9/2025).
    Hendri menjelaskan bahwa berdasarkan bukti awal yang ditemukan oleh penyidik, kasus ini berpotensi merugikan keuangan negara senilai Rp 1,3 triliun lebih.
    “Negara rugi Rp 1,3 triliun, angka ini masih akan bertambah karena belum ditambahkan potensi kehilangan pendapatan negara dan daerah terhadap kewajiban di sektor pertambangan, termasuk adanya potensi penggunaan lahan dan perusakan lingkungan berdasarkan Undang-Undang Lingkungan Hidup,” jelas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Drama OTT Bupati Lampung Tengah, Korupsi Jadi Jalan Pintas Lunasi Utang Kampanye

    Drama OTT Bupati Lampung Tengah, Korupsi Jadi Jalan Pintas Lunasi Utang Kampanye

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dan menetapkan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya sebagai tersangka korupsi, sejumlah proyek di lingkungan pemerintah kabupaten Lampung Tengah.

    Ardianto tidak sendiri, KPK juga menangkap empat orang lainnya terkait kasus ini. Barang bukti yang diamankan berupa uang dan emas.

    “Kegiatan tertangkap tangan ini terkait dengan proyek-proyek pengadaan di wilayah Lampung Tengah, dan yang diamankan dari penyelenggara negara dan juga pihak swasta,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Kamis (11/12/2025).

    Total lima tersangka yang ditangkap KPK. Pertama Ardito Wijaya. Kedua, RHS (Riki Hendra Saputra) anggota DPRD Lampung Tengah. Ketiga, RHP (Ranu Hari Prasetyo) adik Bupati Lampung Tengah.

    Keempat, ANW (Anton Wibowo) Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah sekaligus kerabat dekat Bupati. Kelima, MLS (Mohamad Lukman Sjamsuri) pihak swasta atau Direktur PT EM.

    Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungky Hadipratikto mengungkapkan Ardito Wijaya mematok fee 15 hingga 20 persen kepada vendero dari setiap proyek yang ada di wilayahnya, diduga untuk memperkaya diri.

    “Pada Juni 2025, Ardito Wijaya Bupati Lampung Tengah periode 2025-2030 diduga mematok fee sebesar 15%-20% dari sejumlah proyek di Pemkab Lampung Tengah. Di mana diketahui postur belanja berdasarkan APBD Kabupaten Lampung Tengah tahun 2025 mencapai sekitar Rp 3,19 triliun. Dari anggaran tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, hingga program prioritas daerah,” kata Mungky saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (11/12/2025).

    Mungky menjelaskan, pada Februari-Maret 2025 atau tepatnya setelah dilantik menjadi Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya memerintahkan Riki Hendra Saputra untuk mengatur pemenang pengadaan barang dan jasa (PBJ) di sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Lampung Tengah melalui mekanisme penunjukkan langsung di e-Katalog.

    “Adapun rekanan atau penyedia barang dan jasa yang harus dimenangkan adalah perusahaan milik keluarga, atau milik tim pemenangan (saat kampanye) Ardito Wijaya saat mencalonkan diri sebagai Bupati Lampung Tengah periode 2025-2030,” jelas Mungky.

    Perbesar

    Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya berjalan menuju mobil tahanan usai dihadirkan pada rilis penetapan status tersangka sekaligus penahanan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (11/12/2025). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)… Selengkapnya

    Dalam pelaksanaan pengkondisian tersebut, Ardito meminta Riki untuk berkoordinasi dengan Anton Wibowo dan Iswantoro selaku sekretaris dari Anton untuk berhubungan dengan para SKPD guna pengaturan pemenang PBJ.

    “Atas pengkondisian tersebut, pada periode Februari-November 2025, Ardito diduga menerima fee senilai Rp 5,25 miliar dari sejumlah rekanan atau penyedia barang dan jasa melalui RHS (Riki Hendra Sapura) dan RNP (Ranu Hari Prasetyo) selaku adik Bupati Lampung Tengah,” jelas Mungky.

    Tidak cukup sampai di situ, Ardito juga minta fee terhadap proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Lampung Tengah. Dia memerintahkan Anton Wibowo untuk mengkondisikan pemenang pengadaan proyek tersebut.

    “ANW (Anton Wibowo) kemudian berkoordinasi dengan pihak-pihak di Dinkes Lampung Tengah untuk memenangkan PT EM (PT Elkaka Mandiri). Pada akhirnya, PT EM memperoleh 3 paket pengadaan alat kesehatan di Dinkes Kabupaten Lampung Tengah dengan total nilai proyek Rp 3,15 miliar. Atas pengkondisian tersebut, Anton diduga menerima fee sebesar Rp 500 juta dari MLS (Mohamad Lukman Sjamsuri) selaku Direktur PT EM (pihak swasta) melalui perantara ANW,” ungkap Mungky.

    Perbesar

    Sebelumnya, KPK menetapkan dan menahan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya sebagai tersangka dalam kasus penerimaan hadiah/janji terkait pengadaan barang/jasa serta penerimaan lainnya (gratifikasi) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2025. Tampak dalam foto, petugas memperlihatkan barang bukti penangkapan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (11/12/2025). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)… SelengkapnyaTerima Rp 5 Miliar Dipakai buat Bayar Utang

    Mungky merinci, total aliran uang yang diterima sang bupati Lampung Tengah itu mencapai kurang lebih Rp 5,75 miliar. Uang itu diduga digunakan untuk dana operasional bupati sebesar Rp 500 juta dan pelunasan pinjaman bank yang digunakan untuk kebutuhan kampanye di Pilkada 2024 sebesar Rp 5,25 miliar.

    KPK langsung menahan mereka selama 20 hari pertama. Penahanan dimulai per tanggal 10 sampai dengan 29 Desember 2025. Meski demikian, penahanan dilakukan secara terpisah.

    Atas perbuatan Ardito Wijaya, Anton Wibowo, Riki Hendra Saputra dan Ranu Hari Prasetyo selaku pihak penerima, disangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sementara itu, Mohamad Lukman Sjamsuri selaku pihak pemberi, disangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “RHS dan MLS ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung Merah Putih KPK. Sementara, Tersangka AW; RNP; dan ANW ditahan di Rutan Cabang Gedung ACLC KPK,” Mungky menandasi.

  • Lelang Proyek Pengadaan, Pintu Masuk Kepala Daerah Korupsi Uang Rakyat

    Lelang Proyek Pengadaan, Pintu Masuk Kepala Daerah Korupsi Uang Rakyat

    Lelang Proyek Pengadaan, Pintu Masuk Kepala Daerah Korupsi Uang Rakyat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekali lagi melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana korupsi lewat pintu masuk pengadaan proyek.
    Kepala daerah tersebut adalah Bupati Lampung Tengah,
    Ardito Wijaya
    , yang ditangkap di daerah tempat ia memimpin, pada Rabu (10/12/2025).
    Plh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi
    KPK
    Mungki Hadipratikto mengatakan, Ardito berperan mengatur pemenang lelang pengadaan proyek, salah satu perusahaannya adalah milik tim kampanyenya.
    Ardito meminta bantuan Anggota DPRD, Riki Hendra Saputra, dan Iswantoro selaku Sekretaris Bapenda.
    “Atas pengondisian tersebut, pada periode Februari-November 2025, Ardito Wijaya diduga menerima
    fee
    senilai Rp 5,25 miliar dari sejumlah rekanan atau penyedia barang dan jasa melalui adiknya dan Riki Hendra Saputra,” kata Mungki, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (10/12/2025).
    Selain itu, KPK menemukan bahwa Ardito menerima
    fee
    Rp 500 juta dari Mohamad Lukman Sjamsuri selaku Direktur PT EM untuk memenangkan paket pengadaan alat kesehatan Dinkes Lampung Tengah.
    “Sehingga total aliran uang yang diterima AW mencapai kurang lebih Rp 5,75 miliar,” ujar dia.
    Modus korupsi yang dilakukan Ardito ini bukan kali pertama terjadi.
    Terdapat beberapa kepala daerah yang juga melakukan hal yang sama.
    Misalnya, eks Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang dijatuhi vonis 10 tahun penjara oleh PN Bandung.
    Pria yang akrab disapa Pepen itu dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam suap
    pengadaan barang dan jasa
    serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
    Kemudian, ada Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.
    Kasus ini bermula pada 2021 ketika Pemerintah Kabupaten PPU mengagendakan beberapa proyek pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang serta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga.
    Nilai kontrak proyek-proyek tersebut sekitar Rp 112 miliar, antara lain untuk proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp 58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
    Ada lagi nama Budhi Sarwono yang menjabat Bupati Banjarnegara.
    Ia ditetapkan sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara, Jawa Tengah, tahun 2019-2021, serta dugaan penerimaan gratifikasi.
    Kemudian, ada Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, tersangka pengadaan barang dan jasa di Tulungagung, Jawa Timur, pada 2018.
    Indonesia Corruption Watch (
    ICW
    ) mencatat ada 1.189 kasus korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa dengan 2.898 tersangka selama empat tahun terakhir, yaitu periode 2019-2023.
    “Data dari ICW menunjukkan bahwa sepanjang 2019 hingga 2023, terdapat 1.189 kasus
    korupsi pengadaan barang
    dan jasa, dengan 2.898 tersangka,” kata Peneliti ICW Erma Nuzulia Syifa, dalam konferensi pers di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
    Erma mengatakan, mayoritas tersangka yang ditetapkan dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa adalah penyelenggara negara, swasta, kepala desa, serta direktur/karyawan BUMN dan BUMD.
    Erma mengatakan, modus kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di antaranya adalah proyek fiktif, penyalahgunaan anggaran,
    mark up
    , laporan fiktif, dan penggelapan.
    Selain itu, terdapat modus suap-menyuap, penyalahgunaan wewenang, pemotongan anggaran, perdagangan pengaruh, dan pungutan liar.
    Ketua IM57+ Lakso Anindito mengatakan, modus korupsi ini dilakukan karena sektor pengadaan barang dan jasa yang masih longgar dan menimbulkan kerawanan kecurangan serta permainan.
    Karena sistem transparansi dinilai tidak cukup, masih ada proses tender yang bersifat formalitas untuk menunjuk pemenang yang sudah ditetapkan di awal lelang.
    “Nah, itu menandakan bahwa sektor ini masih merupakan sektor yang signifikan untuk diperhatikan dan perlu ada tindakan segera untuk melakukan proses reformasi,” kata dia, pada 6 November 2025.
    Ribuan kasus yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa ini dinilai perlu segera diatasi dengan perbaikan regulasi.
    ICW menyebut, regulasi saat ini belum bisa melakukan pencegahan korupsi dengan baik, sehingga perlu ada tata kelola yang lebih ketat lagi.
    Misalnya, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) yang dinilai justru tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan.
    Erma menyoroti Pasal 38 Ayat 5 Perpres Nomor 46 Tahun 2025 yang mengatur tentang metode penunjukan langsung pengadaan barang dan jasa dengan syarat keadaan tertentu.
    Erma mengatakan, aturan tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan karena syarat penunjukan langsung itu untuk melaksanakan program prioritas presiden.
    Erma juga menyoroti Pasal 77 dalam Perpres Nomor 46 Tahun 2025 yang menuangkan peran masyarakat dalam pelaporan dugaan penyelewengan pengadaan barang/jasa. Namun, aturannya tidak spesifik.
    “Perpres baru justru tidak memperkuat pengawasan publik. Kemudian beberapa kasus PBJ yang justru melibatkan menteri/kepala daerah, sehingga seharusnya mereka dulu yang diperkuat pengawasannya,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.