Kasus: Tipikor

  • Divonis karena Korupsi tapi Lolos Perkara Cuci Uang

    Divonis karena Korupsi tapi Lolos Perkara Cuci Uang

    Jakarta

    Pemilik PT Lawu Agung Mining (LAM) Windu Aji Sutanto dinyatakan menikmati uang hasil korupsi terkait kasus pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Namun, Windu tidak dijatuhkan hukuman dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait kasus korupsi yang menjeratnya itu.

    Hal itu dinyatakan dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/9/2025). Windu tak dihukum terkait TPPU Rp 1,7 miliar terkait korupsi nikel tersebut.

    Meski begitu, ada hakim yang menyatakan dissenting opinion mengenai putusan itu. Simak rangkumannya di detikcom.

    Dituntut 6 Tahun Penjara

    Sebelum sidang putusan digelar, Windu Aji dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa. Jaksa meyakini Windu bersalah melakukan TPPU terkait kasus korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo.

    Sidang pembacaan vonis Windu Aji Sutanto dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo (Mulia/detikcom)

    “Menyatakan Terdakwa Windu Aji Sutanto terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagai orang yang melakukan dan turut serta melakukan perbuatan menempatkan, mengalihkan, mentransfer, dan membayarkan, menghibahkan, menitipkan membawa ke luar negeri, mengubah bentuk dengan mata uang atau surat berharga,” kata jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/8) lalu.

    “Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa Windu Aji Sutanto dengan pidana penjara selama 6 tahun,” imbuh jaksa.

    Dalam sidang ini, jaksa juga membacakan tuntutan untuk Glenn Ario Sudarto selaku pelaksana lapangan PT LAM. Glen dituntut dengan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider pidana badan selama 6 bulan.

    Divonis Korupsi Tapi Lolos Perkara TPPU

    Dalam sidang putusan, Windu Aji lolos di perkara TPPU. Hakim menyatakan perkara pencucian uang yang melibatkan Windu merupakan pengulangan atau nebis in idem.

    “Mengadili, menyatakan perkara Terdakwa atas nama Windu Aji Sutanto nebis in idem,” ujar ketua majelis hakim Sri Hartati saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/9).

    Hakim menyatakan perkara pencucian uang Windu merupakan pengulangan perkara korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo. Hakim mengatakan perkara korupsi yang menjerat Windu itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap.

    “Menimbang bahwa apabila dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) memiliki dasar dan pokok perkara yang sama dengan tindak pidana asal di perkara tipikor, serta semua bukti telah dipertimbangkan dan putusan terhadap perkara korupsi tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap. Maka perkara TPPU tersebut dapat dinyatakan asas nebis in idem dan seluruhnya tidak bisa diperiksa kembali,” kata hakim.

    “Asas ini merupakan perlindungan hukum bagi terdakwa untuk tidak dituntut dua kali atas perbuatan yang sama,” imbuh hakim.

    Terbukti Korupsi

    Meski demikian, hakim menyatakan Windu terbukti membelanjakan uang hasil korupsi penjualan nikel di Blok Mandiodo dengan membelikan tiga mobil mewah, yaitu Land Cruiser, Alphard, dan Mercedes-Benz yang diatasnamakan PT LAM. Hakim mengatakan Windu menggunakan rekening orang lain, yakni Supriono dan Opah Erlangga Pratama, untuk menerima duit penjualan nikel tersebut, yaitu sebesar Rp 1,7 miliar.

    “Menimbang bahwa Terdakwa Windu Aji Sutanto diduga telah menerima sejumlah uang melalui transfer bank yang dikirim dari rekening bank dengan nomor 33 dan seterusnya dengan total keseluruhannya sebesar Rp 1.708.773.000,” ujar hakim.

    Dalam sidang ini, hakim juga tidak menjatuhkan hukuman kepada Glenn Ario Sudarto selaku pelaksana lapangan PT LAM. Hakim menyatakan perkara pencucian uang Glenn juga pengulangan atau nebis in idem perkara korupsi pertambangan nikel yang sebelumnya menjerat Glenn.

    Ada Hakim Dissenting Opinion

    Vonis itu melibatkan pandangan berseberangan di antara majelis hakim. Hakim anggota, Hiashinta Fransiska Manalu, menyatakan dissenting opinion terkait vonis tersebut.

    “Hakim anggota II berpendapat tidak nebis in idem karena Terdakwa dalam pidana pokok terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor sedangkan dalam perkara a quo terdakwa didakwa melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 UU TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” kata hakim anggota Hiashinta Fransiska Manalu di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/9).

    Dua hakim menilai perkara Windu Aji di kasus TPPU bersifat nebis in idem atau berarti seseorang tidak bisa dituntut dua kali untuk perkara yang sama dan memiliki kekuatan hukum tetap. Atas dasar itu, hakim tidak menjatuhkan hukuman kepada Wisnu di kasus TPPU.

    Namun, hakim Hiashinta menilai dua perkara Wisnu Aji memiliki unsur pidana yang berbeda. Hakim Hiashinta mengatakan perbuatan pidana yang didakwakan terhadap Windu dalam kasus pencucian uang dan korupsi pertambangan nikel berbeda.

    “Bahwa masing-masing dakwaan tersebut telah mengandung unsur-unsur tindak pidana yang berbeda yang telah diatur dalam UU yang berbeda pula. Bahwa walaupun dakwaan tersebut didasarkan pada peristiwa yang sama, tetapi terdakwa didakwa dengan perbuatan pidana yang berbeda,” ujar hakim.

    Hakim Hiashinta mengatakan jaksa diberikan kebebasan oleh KUHAP untuk menyusun dakwaan dalam beberapa bentuk sebagaimana dalam surat edaran Jaksa Agung, baik dalam bentuk dakwaan tunggal, alternatif, subsider, kumulatif, maupun kombinasi. Menurut hakim Hiashinta, tidak ditemukan alasan pembenar atas perbuatan Windu.

    “Bahwa dalam persidangan tidak ditemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, serta terdakwa mampu bertanggung jawab maka Terdakwa harus dinyatakan bersalah serta dijatuhi pidana,” ujar hakim Hiashinta.

    Alasan Tak Dihukum di Perkara Cuci Uang

    Hakim mengungkapkan alasan Windu Aji tak dihukum terkait perkara TPPU tersebut. Hakim menilai inti dakwaan kasus pencucian uang ini sudah dipertimbangkan dalam putusan kasus korupsi pertambangan nikel tersebut.

    “Bahwa baik perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa membuka rekening atas nama Supriyono dan Opah Erlangga Pratama. Yang menjadi dasar perbuatan pencucian uang dalam perkara a quo serta pembelian tiga unit mobil, yaitu satu unit Toyota Land Cruiser, satu unit Mercy, satu unit Toyota Alphard dengan menggunakan rekening tersebut baik waktu dan tempat perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa ternyata telah dipertimbangkan dalam putusan perkara asal,” ujar hakim saat membacakan putusan Windu Aji di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/9).

    Putusan asal yang dimaksud adalah putusan MA Nomor 7918 K/Pid.Sus2024, putusan PT DKI Nomor 32/Pid.sus-TPK/2024/PT. DKI, dan putusan nomor 116/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt. Pst. Hakim menilai tiga mobil yang dibeli Windu menggunakan duit korupsi pertambangan nikel tersebut juga sudah dirampas untuk negara.

    “Dan pada saat persidangan Penuntut Umum juga menerangkan bahwa ketiga mobil tersebut telah dilelang untuk negara,” ujar hakim.

    Hakim menilai perkara pencucian uang yang didakwakan terhadap Windu adalah perkara dengan perbuatan yang sama dalam kasus korupsi nikel tersebut. Hakim menyatakan perkara pencucian uang Windu adalah pengulangan atau nebis in idem.

    “Menimbang bahwa karena dalam perkara a quo, baik uraian perbuatan dan hasil kejahatan yang dilakukan oleh Terdakwa telah diputus dalam perkara tipikor sebagaimana Putusan MA Nomor 7918 K/Pid.Sus2024 juncto Putusan PT DKI Nomor 32/Pid.sus-TPK/2024/PT DKI juncto Putusan Nomor 116/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt. Pst, dan putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap,” ujar hakim.

    “Hal ini dapat dilihat dalam Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jambi Nomor 282/Pid.Sus/2015/PN Jmb juncto Putusan Kasasi Nomor 321 K/PID.SUS/2016 maka majelis hakim berpendapat perkara ini berupa pengulangan persidangan tipikor sebelumnya,” tambah hakim.

    Hakim mengatakan asas nebis in idem merupakan perlindungan hukum bagi terdakwa untuk tidak dituntut dua kali atas perbuatan yang sama. Dalam sidang ini hakim juga tidak menghukum Glenn Ario Sudarto selaku pelaksana lapangan PT LAM dalam kasus TPPU yang didakwakan jaksa.

    “Menimbang bahwa dengan berpedoman kepada Pasal 76 ayat 1 dan 2 KUHPidana yang mengatur bahwa seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang baginya telah diputus oleh hakim dan putusan itu telah berkekuatan hukum tetap, asas nebis in idem,” ujar hakim.

    Halaman 2 dari 4

    (fca/fca)

  • Dasco Pastikan RUU Perampasan Aset Tidak Bertabrakan dengan UU Lain – Page 3

    Dasco Pastikan RUU Perampasan Aset Tidak Bertabrakan dengan UU Lain – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – DPR RI tengah menggodok draf RUU Perampasan Aset. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memastikan pihaknya akan memperbaharui draf lama peninggalan pemerintah Presiden ketujuh Joko Widodo.

    Menurut Dasco, pembaharuan bertujuan agar tidak bertentangan dengan sejumlah undang-undang yang mengatur perampasan aset pelaku tindak pidana korupsi.

    “Kan draft yang ada itu kan harus update kan. Kita sudah ada Undang-Undang Perampasan Aset, TPPU, KUHP, Tipikor, dan terakhir KUHAP. Dan itu kan undang-undang tentang bagaimana merampas aset koruptor itu kan juga sebagian sudah diatur di situ. Nah sehingga itu gak boleh bertabrakan satu dengan sama lain,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).

    Dasco menyebut, saat ini draf RUU Perampasan Aset sedang dikompilasi dan disinkronisasi oleh Badan Keahlian DPR.

    “Itu kan sedang dikompilasi supaya gak bertabrakan satu sama lain. Itu supaya bisa efektif jalan. Tujuannya sih supaya jalan, bukan tujuannya gak jalan,” tegasnya.

     

  • Kasus DJKA, KPK Masih Dalami Hasil Pemeriksaan Bupati Pati Sudewo – Page 3

    Kasus DJKA, KPK Masih Dalami Hasil Pemeriksaan Bupati Pati Sudewo – Page 3

    Sementara kasus tersebut terkuak berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub. Saat ini, BTP Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang.

    KPK lantas menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

    Setelah beberapa waktu atau hingga November 2024, KPK telah menetapkan sebanyak 14 tersangka. KPK juga telah menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus tersebut.

    Pada 12 Agustus 2025, KPK menetapkan dan menahan tersangka ke-15 kasus tersebut, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenhub atas nama Risna Sutriyanto (RS).

    Kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso; proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat; dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.

    Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut, diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.

  • Korupsi Chromebook, Mantan MenPAN RB Abdullah Azwar Anas Diperiksa Kejagung

    Korupsi Chromebook, Mantan MenPAN RB Abdullah Azwar Anas Diperiksa Kejagung

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan MenPAN RB Abdullah Azwar Anas diperiksa tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan chromebook di Kemendikbudristek.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna mengemukakan mantan MenPAN RB Abdullah Azwar Anas tersebut diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi terkait perkara yang melibatkan tersangka Nadiem Makarim.

    “Benar yang bersangkutan diperiksa jadi saksi,” tuturnya di Jakarta, Rabu (24/9).

    Dia membeberkan pemeriksaan terhadap Abdullah Azwar Anas tersebut dilakukan tim penyidik Kejagung karena Azwar Anas juga pernah menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). 

    Sayangnya, Anang tidak menjelaskan lebih rinci mengenai peluang Azwar Anas menjadi tersangka menyusul nama Nadiem Makarim dalam perkara tersebut.

    “Jadi diperiksa dalam jabatannya saat itu sebagai Kepala LKPP tahun tahun 2022,” katanya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, tersangka Nadiem Makarim mengajukan gugatan praperadilan melawan Kejaksaan Agung atas penetapan tersangka dan penahanan dirinya dalam kasus korupsi digitalisasi pendidikan. 

    Penasihat Hukum Nadiem Makarim, Hana Pertiwi menilai bahwa penyidik Kejaksaan Agung tidak memiliki alat bukti yang cukup dan belum ada laporan kerugian negara dari lembaga yang berwenang untuk menetapkan Nadiem Makarim tersangka dan langsung ditahan. 

    “Jadi yang kami permasalahkan itu belum ada 2 alat bukti yang cukup dan belum ada bukti kerugian negara dari lembaga yang berwenang,” tuturnya di PN Jaksel, Selasa (23/9/2025). 

    Menurutnya, penetapan tersangka serta penahanan terhadap kliennya dianggap tidak sah karena tim penyidik Kejaksaan Agung belum memiliki alat bukti yang kuat terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek  

    “Jadi secara otomatis, penetapan klien saya menjadi tersangka dan penahanannya jadi tidak sah secara hukum,” katanya.

    Sebelumnya, mantan Menteri Dikbudristek Nadiem Makarim telah menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi digitalisasi pendidikan pengadaan Chromebook periode 2019-2022. 

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan pihaknya telah memiliki alat bukti yang cukup sebelum menetapkan Nadiem sebagai tersangka.  

    “Hari ini telah menetapkan tersangka inisial Nadiem selaku Menteri Kebudayaan Riset dan Teknologi periode 2019-2024,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Kamis (4/9/2025). 

    Nadiem, kata Nurcahyo, berperan penting dalam korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. Pasalnya, founder Go-Jek tersebut diduga memerintahkan pemilihan ChromeOS untuk mendukung program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.

  • RUU Perampasan Aset, Dasco Sebut Masih Perlu Sikronisasi UU TPPU hingga KUHAP

    RUU Perampasan Aset, Dasco Sebut Masih Perlu Sikronisasi UU TPPU hingga KUHAP

    Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad membeberkan perkembangan Rancangan Undang Perampasan Aset. Dia mengatakan RUU masih perlu sinkronisasi dengan Undang-Undang lainnya agar tak saling tumpang tindih.

    Dia menyebut sinkronisasi itu mencakup Undang-Undang Perampasan Aset, TPPU, KUHP, Tipikor, dan KUHAP sehingga isi RUU Perampasan dapat lebih komprehensif.

    “Kita sudah ada Undang-Undang Perampasan Aset, TPPU, KUHP, TIPIKOR, dan terakhir KUHAP, dan itu kan Undang-Undang tentang bagaimana merampas aset koruptor itu kan juga sebagian sudah diatur di situ. Nah sehingga itu gak boleh bertabrakan satu dengan sama lain,” katanya kepada wartawan di Komplek Parlemen, Rabu (24/9/2025).

    Sufmi Dasco mengatakan UU itu perlu dikompilasi dan disinkronisasi oleh badan keahlian supaya menjadi satu undang-undang yang kuat. 

    “Nah kalau nanti ada bertabrakan satu sama lain justru nanti rentan untuk menjadi celah pada saat menjalani proses hukum,” jelasnya.

    Sehingga nantinya RUU Perampasan aset berjalan secara efektif. Pengesahan RUU, katanya, juga masih memerlukan banyak partisipasi publik dan menunggu selesainya pembahasan RKUHAP.

    Mengingat RUU ini memegang peran penting dan strategis dalam memberantas tindak pidana korupsi. Terlebih RUU Perampasan aset termasuk salah satu tuntutan 17+8 yang digaungkan oleh publik melalui media sosial.

    Lebih lanjut, Dasco menyebut RUU akan selesai dalam jangka waktu dekat setelah UU lainnya rampung dibahas.

    “Nah mungkin kalau sudah gak ada lagi dalam waktu tidak berapa lama lagi itu akan disahkan. Setelah itu baru kita mulai dengan Perampasan Aset,” terangnya.

  • Diadukan ke DPRD Jember Soal Surat ke KPK, Wabup Djoko Saya Hanya Menjalankan Tugas

    Diadukan ke DPRD Jember Soal Surat ke KPK, Wabup Djoko Saya Hanya Menjalankan Tugas

    Jember (beritajatim.com) – Wakil Bupati Djoko Susanto mengapresiasi pertemuan antara sejumlah pendukung Bupati Muhammad Fawait dan aktivis LSM dengan Ketua DPRD Jember Ahmad Halim, di gedung parlemen, Rabu (24/9/2025).

    “Itu bentuk kepedulian kepada daerah,” kata Djoko saat ditemui Beritajatim.com.

    Dalam pertemuan dengan Halim, mereka mempersoalkan tindakan Djoko yang menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga membuat Kabupaten Jember menjadi pemberitaan nasional dan memicu kegaduhan. Mereka juga DPRD Jember mengambil sikap dan memediasi Bupati Fawait dengan Wabup Djoko.

    Namun Djoko mempertanyakan tudingan kegaduhan yang diarahkan kepadanya. “Itu terkait dengan mindset yang harus kita betulkan,” katanya.

    “Misalkan ada maling. Lalu yang jaga di pos kamling itu teriak-teriak” ‘maling, maling, maling’. Yang dinilai bikin gaduh itu yang mana? Yang secara eksplisit berteriak tadi, atau justru malingnya yang senyap-senyap saja?” kata Djoko tersenyum.

    Djoko kembali menegaskan, surat yang dilayangkannya ke KPK, Mendagri, dan Gubernur berisi permohonan pembinaan terhadap Pemkab Jember. “Ini bentuk tanggung jawab saya sebagai wakil bupati,” katanya.

    Ada enam butir laporan dalam surat itu. Pertama, soal inkonsistensi kebijakan yang ditandai dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati Nomor 100.3.3.2/126/1.12/2025 tentang Tim Pengarah Percepatan Pembangunan Daerah (TP3D).

    Kedua, soal tidak berjalannya meritokrasi kepegawaian aparatur sipil negara, yang berpotensi pada rendahnya profesionalitas aparatur dan kerawanan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.

    Laporan berikutnya adalah mengenai pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Jember, yang dipandang Djoko, tidak menggambarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.

    Keempat, soal lemahnya sistem tata kelola aset milik daerah. Djoko mencontohkan penggunaan kendaraan bermotor oleh orang yang tidak berhak.

    Kelima, soal terhambatnya koordinasi antara wakil bupati dengan organisasi perangkat daerah, yang ditandai dengan adanya ketidakpatuhan dan pembangkangan ASN kepada wakil bupati.

    Terakhir, soal tidak direalisasikannya hak keuangan dan protokoler Djoko sebagai wakil bupati Jember.

    “Waktu kami, bupati, saya, dan beberapa kepala dinas diundang KPK, KPK mengatakan bahwa tugas wakil bupati lebih banyak di bidang pengawasan. Lah kalau saya melakukan pengawasan, apa yang salah?” kata Djoko.

    Djoko sendiri tidak pernah merasa mengungkapkan isi surat itu ke publik sebelum media massa memberitakannya. “Justru kemarin saya ngomong itu karena kalian tanya. Dimintai konfirmasi. Artinya sumber terbukanya surat itu bukan saya. Tapi KPK pun ya sah-sah saja mengungkap fakta,” katanya.

    “Sesuatu yang faktual, apa yang salah? Justru yang diam-diam itu yang menurut saya cara berpikirnya salah,” kata Djoko.

    Djoko kemudian mempertanyakan wacana mediasi antara dirinya dengan Bupati Muhammad Fawait oleh DPRD Jember. “Kalau mau dimediasi, yang dimediasi apanya? Saya bekerja sebagaimana amanah konstitusi. Saya bekerja karena saya disumpah. Kalau saya menjalankan amanah undang-undang, apa yang salah?” katanya. [wir]

  • Pendukung Bupati Fawait dan Aktivis LSM Curhat Soal Wabup ke Ketua DPRD Jember

    Pendukung Bupati Fawait dan Aktivis LSM Curhat Soal Wabup ke Ketua DPRD Jember

    Jember (beritajatim.com) – Sejumlah pendukung Bupati Muhammad Fawait dan aktivis lembaga swadaya masyarakat menemui Ahmad Halim, Ketua DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu (24/9/2025), untuk mencurahkan isi hati alias curhat soal Wakil Bupati Djoko Susanto.

    Mereka mempersoalkan tindakan Djoko yang menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga membuat Kabupaten Jember menjadi pemberitaan nasional. Kustiono Musri, salah satu pendukung Fawait, menyayangkan kegaduhan yang dibuat oleh Djoko.

    Menurut Kustiono, selama masa Reformasi, hubungan antara bupati dan wakil bupati tidak selamanya harmonis. “Apa yang terjadi antara (Wakil Bupati) Pak Bagong (Sutrisnadi) dengan (Bupati) Pak Samsul (Hadi Siswoyo) waktu itu tidak sampai membuat gaduh,” katanya. Bupati Samsul dan Wabup Bagong memimpin Jember pada periode 2000-2005.

    Hal serupa, kata Kustiono, juga ditunjukkan Bupati MZA Djalal dan Wakil Bupati Kusen Andalas yang menjabat 2005-2015. “Mereka tidak mesra-mesra amat sebetulnya. Bahwa ada persoalan-persoalan,tetapi beliau-beliau mampu memberikan rasa tenteram pada masyarakat Jember sehingga tidak ada kegaduhan,” katanya.

    Saat Bupati Faida berseberangan dengan Wabup Abdul Muqit Arief, Kustiono menyebut keduanya tidak memperkeruh suasana. “Tidak membongkar aib hubungan keduanya itu ke ruang publik,” katanya.

    Kustiono mengatakan, seharusnya Wabup Djoko tidak mengambil cara aktivis. “Yang penting gaduh dulu agar menjadi perhatian. Kalau sebagai aktivis, itu mungkin satu-satunya cara yang bisa kami ambil. Tapi dengan status wakil bupati enggak bisa begitu,” katamya.

    Ribut Supriadi, pendukung Bupati Fawait lainnya, merasa malu karena Jember menjadi sorotan di media sosial. “Seharusnya kedua belah pihak meredam diri saat ini, menunjukkan prestasi yang telah dicapai selama ini ataupun menunjukkan capaian-capaian yang belum terlaksana. Bukan menunjukkan kekisruhan,” katanya.

    Tak cukup curhat, Ribut berpantun soal konflik tersebut. “Nonton bioskop di akhir pekan, iklannya kok pemerintahan. Harusnya capaian yang dibuktikan, bukan kisruh yang dipertontonkan,” katanya.

    Sementara itu, politisi Partai Gerindra yang juga mantan anggota DPRD Jember, Sumpono, prihatin dengan kondisi saat ini. “Disharmoni antara para pimpinan membuat kami menangis,” katanya.

    Sementara itu aktivis LSM Formasi Miftahul Rahman menilai, pernyataan Wabup Djoko menurunkan reputasi pemerintah Jember.

    “Mendowngrade pemerintahan bahwa seolah-olah Jember ini pada posisi yang tidak on the track menjalankan pemerintahan. Kalau itu dibaca oleh banyak kepentingan, saya kira akan menjadi semakin buruk: bahwa pemerintahan Jember ini seolah-olah menjadi terbiarkan,” kata Miftahul.

    Miftahul ingin DPRD Jember meminta penjelasan lebih lanjut kepada Djoko soal butir-butir laporan ke KPK dan Mendagri. Pertama, soal inkonsistensi kebijakan yang ditandai dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati Nomor 100.3.3.2/126/1.12/2025 tentang Tim Pengarah Percepatan Pembangunan Daerah (TP3D).

    Kedua, soal tidak berjalannya meritokrasi kepegawaian aparatur sipil negara, yang berpotensi pada rendahnya profesionalitas aparatur dan kerawanan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.

    Laporan berikutnya adalah mengenai pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Jember, yang dipandang Djoko, tidak menggambarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.

    Keempat, soal lemahnya sistem tata kelola aset milik daerah. Djoko mencontohkan penggunaan kendaraan bermotor oleh orang yang tidak berhak.

    Kelima, soal terhambatnya koordinasi antara wakil bupati dengan organisasi perangkat daerah, yang ditandai dengan adanya ketidakpatuhan dan pembangkangan ASN kepada wakil bupati.

    Terakhir, soal tidak direalisasikannya hak keuangan dan protokoler Djoko sebagai wakil bupati Jember.

    Setelah mengkritik habis Wabup Djoko, Kustiono memuji sikap Bupati Fawait dalam menyikapi konflik tersebut. “Untungnya kita itu punya bupati yang meskipun muda tapi masih mampu memenej emosinya,” katanya.

    “Tapi balik lagi kami ke sini hari ini tidak dalam rangka membela Bupati atau membela wakil Bupati. Kami ingin agar persoalan yang memalukan dan merugikan masyarakat Jember secara umum ini bisa segera disikapi secara konstitusional, secara elegan oleh wakil rakyat di DPRD,” kata Kustiono.

    Minta DPRD Jember Memediasi
    Ribut Supriadi mendesak DPRD Jember memediasi konflik antara Bupati Fawait dan Wabup Djoko. “Kita harapkan DPRD bisa menjadi penengah di antara keduanya dan bisa memanggil keduanya untuk memberikan penjelasan,” katanya.

    “Kami mohon kepada pimpinan DPRD untuk segera mengambil sikap. Yang kami pedulikan adalah sustainable development. Pembangunan Jember yang berkelanjutan yang pada akhirnya bertumpu pada satu gol, satu tujuan yaitu Jember lebih baik. Jember makmur. Jember baru. Jember maju,” kata Sumpono.

    Menurut Kustiono, publik Jember membutuhkan upaya DPRD Jember untuk menyelesaikan persoalan. “Statement dari DPRD secara institusi, itu yang dibutuhkan oleh publik Jember, bahwa persoalan ini sudah menjadi atensi,” katanya.

    Kustiono berharap DPRD Jember menggunakan hak parlemen. “Wakil rakyat itu memungkinkan dan punya hak konstitusi, hak bertanya. Agar publik mengetahui secara utuh, wakil rakyat mengundang mereka berdua, ditakoni (ditanyai). Istilahnya di diundang-undang itu kan hak interpolasi, medeni (menakutkan),” kata Kustiono.

    Namun Kustiono menyarankan agar tidak menggunakan istilah hak interpelasi. “Memungkinkan untuk memanggil atau mengundang ngopi bareng seperti itu. Saya pikir publik akan menangkap itu sebagai upaya yang elegan yang ‘oh ya wis mari’ (oh sudah selesai, red),” katanya.

    Sikap Ketua DPRD Jember
    Ketua DPRD Jember Ahmad Halim berterima kasih kepada Kustiono dan kawan-kawan yang telah menyampaikan aspirasi kepada parlemen. Namun dia mengingatkan posisi DPRD Jember dengan bupati dan wakil bupati yang sejajar.

    Mediasi, menurut Halim, justru bisa dilakukan oleh level pemerintah yang lebih tinggi. “Misalkan dimediasi oleh gubernur atau Mendagri, karena Mendagri adalah penanggung jawab pemerintahan yang berlangsung,” katanya.

    DPRD Jember hanya bisa melayangkan surat kepada Menteri Dalam Negeri untuk memfasilitasi pertemuan DPRD dengan Bupati dan Wakil Bupati.

    “Walaupun tergantung kepada niat nanti. Kalau niatnya enggak pengin damai susah juga, kan ya? Kalau niatnya enggak ada yang pengin ketemu antara hati sama hati. ya, agak susah juga,” kata Halim.

    Sementara itu sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra Jember yang mengusung pasangan Fawait-Djoko saat pilkada, Ahmad Halim akan melaporkan persoalan ini kepada induk partai.

    Halim menyarankan kepada para aktivis lembaga swadaya masyarakat untuk membuat petisi kepada masyarakat umum untuk mendapatkan legitimasi. “Walaupun hanya bersifat imbauan. Walaupun saya meyakini tetap kembali kepada individu masing-masing. antara bupati dan wakil bupati,” katanya.

    Halim mengaku sudah ditelepon oleh dewan pimpinan sejumlah partai pengusung soal surat Wabup Djoko ke KPK dan Mendagri. Dia tak ingin situasi berlarut-larut.

    “Ibaratnya Jember ini sudah punya karpet merah dalam perhatian dari pemerintah pusat untuk kemajuan masyarakat maupun ekonominya. Kesempatannya sekarang. Untuk itu kita saling menahan diri, menahan diri, menahan emosi sambil berikhtiar, berdoa mungkin malam Maulid Nabi bisa menggugah hati para pimpinan-pimpinan kita,” kata Halim.

    Tanggapan Wabup Djoko Susanto
    Wabup Djoko Susanto mengapresiasi pertemuan antara sejumlah pendukung Bupati Fawait dan aktivis LSM dengan Ketua DPRD Jember Ahmad Halim. “Itu bentuk kepedulian kepada daerah,” katanya kepada Beritajatim.com.

    Namun Djoko mempertanyakan tudingan kegaduhan yang diarahkan kepadanya. “Itu terkait dengan mindset yang harus kita betulkan,” katanya.

    “Misalkan ada maling. Lalu yang jaga di pos kamling itu teriak-teriak” ‘maling, maling, maling’. Yang dinilai bikin gaduh itu yang mana? Yang secara eksplisit berteriak tadi, atau justru malingnya yang senyap-senyap saja?” kata Djoko tersenyum.

    Djoko kembali menegaskan, surat yang dilayangkannya ke KPK, Mendagri, dan Gubernur berisi permohonan pembinaan terhadap Pemkab Jember. “Ini bentuk tanggung jawab saya sebagai wakil bupati,” katanya.

    “Waktu kami, bupati, saya dan beberapa kepala dinas diundang, KPK mengatakan bahwa tugas wakil bupati lebih banyak di bidang pengawasan. Lah kalau saya melakukan pengawasan, apa yang salah?” kata Djoko.

    Djoko juga tidak pernah merasa mengungkapkan isi surat itu ke publik sebelum media massa memberitakannya. “Justru kemarin saya ngomong itu karena kalian tanya. Dimintai konfirmasi. Artinya sumber terbukanya surat itu bukan saya. Tapi KPK pun ya sah-sah saja mengungkap fakta,” katanya.

    “Sesuatu yang faktual, apa yang salah? Justru yang diam-diam itu yang menurut saya cara berpikirnya salah,” kata Djoko.

    Djoko kemudian mempertanyakan wacana mediasi antara dirinya dengan Bupati Muhammad Fawait oleh DPRD Jember. “Kalau mau dimediasi, yang dimediasi apanya? Saya bekerja sebagaimana amanah konstitusi. Saya bekerja karena saya disumpah. Kalau saya menjalankan amanah undang-undang, apa yang salah?” katanya. [wir]

  • KPK Siap Kerja Sama dengan Kemenkeu, Kejar Tunggakan Pajak Mencapai Rp 60 T
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 September 2025

    KPK Siap Kerja Sama dengan Kemenkeu, Kejar Tunggakan Pajak Mencapai Rp 60 T Nasional 24 September 2025

    KPK Siap Kerja Sama dengan Kemenkeu, Kejar Tunggakan Pajak Mencapai Rp 60 T
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap berkolaborasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengejar tunggakan 200 wajib pajak besar yang mencapai Rp 50-60 triliun.
    Hal itu disampaikan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat ditanya soal rencana Kemenkeu menggandeng KPK untuk mengejar tunggakan pajak yang telah
    inkracht
    atau berkekuatan hukum tetap tersebut.
    “KPK tentu sangat terbuka untuk melakukan sinergi dan kolaborasi terhadap pihak siapa pun dalam konteks pemberantasan korupsi,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/9/2025), dikutip dari Antaranews.
    “Dalam hal dengan Kementerian Keuangan, yakni terkait dengan bagaimana kami mengoptimalkan pendapatan negara khususnya dari penerimaan pajak,” katanya lagi.
    Budi menjelaskan bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi pada sektor anggaran tidak hanya berpotensi terjadi di pos penganggaran maupun pembiayaan, tetapi juga dapat terjadi di pos penerimaan.
    “Kita ketahui pos-pos penerimaan anggaran negara itu kan ada dari pajak, biaya cukai, juga dari PNBP atau penerimaan negara bukan pajak. Artinya, memang perlu dilakukan pendampingan dan pengawasan supaya penerimaan-penerimaan negara ini bisa kita sama-sama jaga sehingga bisa optimal memberikan penerimaan bagi negara,” ujarnya.
    Sementara itu, terkait optimalisasi penerimaan pajak, Budi mengatakan, KPK melalui fungsi koordinasi dan supervisi telah secara intens melakukan pendampingan dan pengawasan, terutama kepada pemerintah daerah.
    Sebelumnya, pada 22 September 2025, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan pemerintah bakal mengejar 200 wajib pajak besar untuk menagih tunggakan pajak yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah dengan potensi serapan mencapai Rp 60 triliun.
    Menkeu Purbaya menyebut bahwa dirinya segera mengeksekusi rencana tersebut dalam waktu dekat.
    Kemudian, dia mengatakan bakal bekerja sama dengan sejumlah instansi untuk mengoptimalkan kepatuhan pajak. Instansi-instansi itu di antaranya Polri, Kejaksaan Agung, KPK, hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Blak-blakan Isran Noor soal Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah DBON – Page 3

    Blak-blakan Isran Noor soal Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah DBON – Page 3

    Terkait penetapan tersangka yang merupakan mantan bawahannya, yakni Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kaltim berinisial AHK dan Kepala Pelaksana Sekretariat DBON Kaltim berinisial ZZ, Isran menyatakan keprihatinannya.

    “Ya, kita yang namanya musibah itu semua orang kan pasti prihatin, mudah-mudahan lah mereka diberikan sebuah kemudahan, kelancaran,” katanya.

    Kejati Kaltim telah menahan AHK dan ZZ terkait dugaan tindak pidana korupsi dana hibah DBON senilai Rp 100 miliar dari APBD 2023.

    Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim Toni Yuswanto, perbuatan para tersangka dalam proses pengelolaan dana hibah tersebut diduga telah menimbulkan kerugian keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah.

    Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

     

  • Ditanya Soal Pelaporan Wabup Jember ke KPK, Bupati Fawait Tersenyum Lebar

    Ditanya Soal Pelaporan Wabup Jember ke KPK, Bupati Fawait Tersenyum Lebar

    Jember (beritajatim.com) – Wakil Bupati Djoko Susanto melaporkan sejumlah persoalan di tubuh Pemerintah Kabupaten Jember ke Komisi Pemebrantasan Korupsi, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur Jawa Timur.

    Namun Bupati Muhammad Fawait tak menanggapi hal itu saat ditanya wartawan, di sela-sela acara penerbangan komersial perdana Jember-Jakarta, Selasa (23/9/2025). Dia hanya tersenyum lebar mendengar pertanyaan tersebut.

    Djoko melayangkan surat tertanggal 4 September 2025, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur Jawa Timur, perihal ‘permohonan pembinaan dan pengawasan khusus dalam penerapan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik’.

    Djoko melaporkan enam hal. Pertama, inkonsistensi kebijakan yang ditandai dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati Nomor 100.3.3.2/126/1.12/2025 tentang Tim Pengarah Percepatan Pembangunan Daerah (TP3D).

    Kedua, yang dilaporkan Djoko adalah tidak berjalannya meritokrasi kepegawaian aparatur sipil negara, yang berpotensi pada rendahnya profesionalitas aparatur dan kerawanan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.

    Laporan berikutnya adalah mengenai pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Jember, yang dipandang Djoko, tidak menggambarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.

    Keempat, soal lemahnya sistem tata kelola aset milik daerah. Djoko mencontohkan penggunaan kendaraan bermotor oleh orang yang tidak berhak.

    Djoko juga melaporkan terhambatnya koordinasi antara wakil bupati dengan organisasi perangklat daerah, yang ditandai dengan adanya ketidakpatuhan dan pembangkangan ASN kepada wakil bupati.

    Terakhir, Djoko melaporkan tidak direalisasikannya hak keuangan dan protokolernya sebagai wakil bupati Jember.

    Djoko berpesan kepada masyarakat untuk ikut mengawasi jalannya pemerintahan. “Kalau memang ada yang mengetahui penyedia-penyedia lapak-lapak jabatan, laporkan kepada kami. Kalau perlu laporkan pada aparat penegak hukum supaya pemerintahan ini berjalan dengan baik, dan kesejahteraan masyarakat Jember segera terealisasi,” katanya. [wir].