Mobil Bersejarah BJ Habibie: Dibeli Ridwan Kamil, Disita KPK, Bakal Kembali ke Keluarga
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ilham Akbar Habibie, putra sulung Presiden ke-3 RI BJ Habibie, merampungkan penyerahan uang Rp 1,3 miliar yang ia terima dari eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Uang tersebut adalah pembayaran sebagian dari pembelian mobil Mercedes Benz 280 SL milik BJ Habibie, yang diduga bersumber dari hasil korupsi.
“Jadi beberapa, dua minggu yang lampau saya telah serahkan uang kepada KPK yang sesuai dengan permintaan mereka,” kata Ilham di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Secara terpisah, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, dengan disitanya uang Rp 1,3 miliar tersebut, KPK setuju mengembalikan mobil yang berstatus barang bukti tersebut kepada keluarga Habibie.
“Betul. Nantinya mobil itu akan dikembalikan ke saudara IH karena saudara IH sudah mengembalikan dan sudah dilakukan penyitaan yaitu uang Rp 1,3 miliar,” kata Budi.
Budi menjelaskan, transaksi mobil tersebut antara Ridwan Kamil dan Ilham Habibie belum lunas sehingga status kepemilikan mobil itu berada pada dua orang.
Selain itu, KPK menilai Ilham Habibie memiliki iktikad baik menyerahkan uang yang diberikan Ridwan Kamil karena mobil Mercy itu bernilai sejarah.
“Kepemilikannya masih dua pihak. Sehingga karena saudara IH (Ilham Habibie) menyatakan bahwa kendaraan tersebut juga memiliki nilai historis, kendaraan antik,” ujarnya.
Budi mengatakan, mobil tersebut saat ini berada di bengkel yang berlokasi di Kota Bandung, Jawa Barat.
“Posisi mobilnya saat ini belum berada di Rupbasan, masih berlokasi di Bandung,” tuturnya.
Adapun kehadiran Ilham Akbar Habibie di Gedung Merah Putih KPK pada hari Selasa kemarin hanya sekitar 30 menit.
Setelah menyelesaikan urusannya, dia mengatakan, kehadirannya di KPK bukan diperiksa sebagai saksi, melainkan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai formalitas penyerahan uang dari transaksi mobil tersebut.
“Hari ini (Selasa) saya dipanggil untuk menandatangani berita acara terkait dengan proses pengembalian mobil,” kata Ilham.
Ilham juga menyatakan, dengan penyerahan uang tersebut, mobil antik milik sang ayah akan dikembalikan KPK pada pekan ini.
“Minggu ini (mobil dikembalikan KPK),” ujarnya.
Kasus yang melatarbelakangi transaksi mobil tersebut adalah kasus dugaan korupsi dugaan pengadaan iklan di Bank BJB periode 2021-2023.
KPK mengungkapkan, modus utama dari kasus korupsi ini adalah pengalihan realisasi anggaran iklan ke pos dana non-bujeter yang tak bisa dipertanggungjawabkan sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 222 miliar.
“Kerugian negara pada perkara ini dalam proses penyelidikan sebesar kurang lebih Rp 222 miliar,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
KPK pun telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini, yakni Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi, Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB Widi Hartoto, Pengendali Agensi Antedja Muliatama, dan Cakrawala Kreasi Mandiri Kin Asikin Dulmanan.
Kemudian, Pengendali Agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) Suhendrik, serta Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) Raden Sophan Jaya Kusuma.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2025/09/30/68dc0a3a71237.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Ungkap Alasan Belum Limpahkan Kasus Topan Ginting ke Pengadilan Medan 1 Oktober 2025
KPK Ungkap Alasan Belum Limpahkan Kasus Topan Ginting ke Pengadilan
Tim Redaksi
MEDAN, KOMPAS.com
– Tiga bulan sudah mantan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Ginting, ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi hingga kini berkasnya belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Pimpinan KPK, Johannis Tannak, mengatakan lembaganya dalam menjalankan tugas harus profesional dan tidak buru-buru.
“Untuk apa kita buru-buru melaksanakan hal itu, sementara nantinya kita tidak bisa buktikan,” kata Johannis usai diskusi tentang penguatan sinergi dan kolaborasi anti korupsi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara, Selasa (30/9/2025) sore.
Dalam kasus dugaan korupsi jalan yang melibatkan Topan Ginting, komisi antirasuah masih mengumpulkan data sebanyak-banyaknya, alat bukti, dan bukti untuk memperkuat unsur tindak pidana yang disangkakan.
“Ketika kita menyidik dan melimpahkan perkara di Pengadilan, harapan kami tentunya akan sepemikiran dengan pengadilan untuk memutus sesuai tuntutan jaksa,” tambah Johannis.
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara pada 28 Juni 2025.
Mereka adalah Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES), kemudian Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (HEL), Direktur Utama PT DNG, M Akhirun Efendi Siregar (KIR), dan Direktur PT RN, M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).
Penindakan ini menyeret pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
Mereka ditangkap dalam dua operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek jalan di Sumatera Utara.
Total nilai proyek yang diduga bermasalah mencapai Rp 231,8 miliar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Sudah Ada Perintah Hakim, KPK Masih Saja Pikir-pikir Hadirkan Bobby Mantu Jokowi di Sidang Korupsi
GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mempertimbangkan permintaan hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang meminta Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut.
Keputusan akhir mengenai kehadiran Bobby akan ditentukan setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan analisis mendalam terhadap relevansi kesaksiannya.
“Nanti kalau sudah ada keputusan, kami tentu akan sampaikan. Kita lihat dulu hasil analisis dari tim JPU,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (30/9/2025).
Menurut Budi, perkara korupsi ini dibagi ke dalam tiga klaster. Sidang yang saat ini berlangsung termasuk dalam klaster pemberi suap. Ia menyebut permintaan hakim untuk menghadirkan saksi tambahan bertujuan menggali fakta-fakta baru yang relevan untuk memperkuat alat bukti.
“Ketika hakim meminta dihadirkannya saksi tambahan, tentu ada fakta atau keterangan tambahan yang dibutuhkan untuk melengkapi bukti-bukti yang telah disampaikan JPU,” kata dia.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan meminta jaksa dari KPK menghadirkan Gubernur Sumut Bobby Nasution dalam sidang lanjutan kasus korupsi proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut.
Permintaan tersebut muncul setelah terungkap adanya pergeseran anggaran melalui Peraturan Gubernur (Pergub) dalam sidang yang digelar pada Rabu (24/9/2025).
Permintaan untuk menghadirkan Bobby disampaikan Ketua Majelis Hakim, Khamozaro Waruwu, usai mendengar keterangan saksi Muhammad Haldun, Sekretaris Dinas PUPR Sumut.
Haldun mengakui anggaran untuk dua proyek jalan yang menjadi objek korupsi, yakni ruas Sipiongot–Batas Labuhanbatu dan Sipiongot–Hutaimbaru di Padang Lawas Utara dengan total nilai Rp165 miliar, tidak dialokasikan dalam APBD murni 2025.
Anggaran itu justru muncul dari pergeseran dana sejumlah dinas yang dilegalkan melalui Pergub.
“Kalau ada risiko terhadap pergeseran anggaran, siapa yang bertanggung jawab? Ketika mekanisme pergeseran anggaran tidak berjalan, maka gubernur harus bertanggung jawab,” kata hakim Khamozaro Waruwu dalam persidangan.
Selain Bobby, majelis hakim juga meminta jaksa menghadirkan Pj Sekda Sumut saat itu, Effendy Pohan, untuk dimintai keterangan mengenai dasar hukum Pergub yang disebut telah diubah hingga enam kali.
Sidang ini mengadili dua terdakwa pihak swasta, yaitu Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang, dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.
Sementara itu tersangka lain dalam perkara ini masih dalam proses penyidikan diduga menerima suap yaitu: mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut sekaligus PPK
Rasuli Efendi Siregar dan PPK Satker PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto.
Mereka terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara pada Kamis (26/6/2025) malam.
-

ICW: Penanganan Korupsi Turun Drastis, 364 Kasus Tak Disidik di 2024
Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis hasil pemantauan Tren Penindakan Kasus Korupsi tahun 2025. Hasilnya, kinerja Aparat Penegak Hukum (APH) dalam menangani kasus korupsi di tahun 2024 menurun drastis.
Staf Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Zararah Azhim mengungkapkan sepanjang tahun 2024, ICW menemukan 364 kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) yang disidik oleh APH, yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.
Terdapat penurunan 427 kasus atau 54% lebih rendah dari tahun sebelumnya. Adapun jumlah tersangka yang berhasil diungkap sejumlah 888 orang. Jumlah tersangka juga berkurang sebanyak 807 orang atau sekitar 48% lebih rendah dari tahun 2023.
“Estimasi kerugian negara yang berhasil diungkap meningkat mencapai Rp279,9 triliun, angka yang secara signifikan dipengaruhi oleh perkara korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di lingkungan PT Timah Tbk, dengan kontribusi sekitar Rp271 triliun atau 96,8% dari total kerugian tersebut,” ungkap Zararah dalam rilis ICW, Selasa (30/9/2025).
Menurut Zararah, ironisnya, di tengah eskalasi nilai kerugian negara yang demikian fantastis, penerapan pasal pemulihan aset hasil Tipikor baik melalui Pasal pencucian uang maupun Pasal 18 UU Tipikor tidak dijadikan instrumen utama dalam memulihkan aset hasil tindak pidana korupsi.
“Dari 364 kasus yang ditangani hanya terdapat 48 kasus yang ditangani dengan Pasal 18 UU Tipikor dan 5 kasus yang ditangani dengan Pasal pencucian uang,” katanya
Apabila ditinjau lebih jauh, distribusi perkara korupsi pada tahun 2024 memperlihatkan kerentanan yang tinggi pada sektor yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat.
Lebih lanjut, dari data ICW, kasus di sektor desa menempati urutan tertinggi dengan 77 kasus dan 108 tersangka, diikuti sektor utilitas 57 kasus 198 tersangka, kesehatan 39 kasus 104 tersangka, pendidikan 25 kasus 64 tersangka.
Sementara itu, dari sisi aktor, pelaku dominan berasal dari pegawai pemerintah daerah sejumlah 261 tersangka, pihak swasta 256 tersangka, serta kepala desa 73 tersangka, dengan catatan bahwa keterlibatan swasta menyumbang kerugian negara paling besar.
“Fakta ini menyingkap rapuhnya desain pencegahan korupsi dan mekanisme pengawasan di sektor privat,” papar Zararah.
Kondisi ini diperburuk oleh minimnya transparansi APH dalam membuka data penanganan perkara kepada publik. Ketiadaan akses informasi yang memadai menyebabkan masyarakat tidak memiliki basis yang cukup untuk mengevaluasi kinerja penindakan, sehingga akuntabilitas kelembagaan semakin lemah.
Jumlah kasus dan tersangka yang diungkap APH menurun dan tercatat sebagai yang terendah dalam kurun lima tahun terakhir.
ICW menilai penurun kinerja APH salah satunya disebabkan karena minimnya informasi mengenanai penanganan kasus korupsi. Hal ini patut diduga berimplikasi pada banyaknya satuan kerja di Kejaksaan dan Kepolisian yang tidak melakukan penindakan korupsi.
Dari data ICW, tercatat terdapat 6 Kejaksaan Tinggi, 292 Kejaksaan Negeri, 63 Cabang Kejaksaan Negeri, 14 Kepolisian Daerah, dan 445 Kepolisian Resor yang informasinya minim sehingga patut diduga tidak menangani perkara korupsi di tahun 2024.
Selain itu, dari total 200 penindakan perkara yang ditargetkan KPK pada tahun 2024, KPK hanya mampu menangani 48 perkara, dan terdapat 158 perkara yang belum ditangani oleh KPK.
Menurut ICW, faktor lain penyebab turunnya kinerja APH adalah karena adanya kebijakan yang kontraproduktif dikeluarkan oleh Kejaksaan dan Kepoisian. Jaksa Agung dan Kapolri mengeluarkan kebijakan untuk menunda penindakan korupsi yang melibatkan peserta pemilihan umum 2024. Padahal, sirkulasi elit merupakan arena yang potensi korupsinya sangat besar.
“Penindakan terhadap peserta pemilu seharusnya justru bisa menjadi filter, agar masyarakat tidak disuguhkan oleh calon-calon pemimpin yang kotor dan diduga terlibat korupsi,” ungkap Zararah.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
-
/data/photo/2025/07/30/6889fffbba855.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Eks Direktur Keuangan TaniHub Jadi Tersangka TPPU Dana Investasi Megapolitan 30 September 2025
Eks Direktur Keuangan TaniHub Jadi Tersangka TPPU Dana Investasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan Direktur Keuangan Tanihub Group berinisial ETPLT ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang pengelolaan dana investasi oleh PT Metra Digital Investama (MDI Ventures) pada PT Tani Group Indonesia (TaniHub) beserta afiliasinya periode 2019–2023.
“Penyidik kembali menetapkan tersangka TPPU atas nama saudara ETPLT,” kata Kepala Kejari Jakarta Selatan, Iwan Catur Karyawan, dalam keterangannya, Selasa (30/9/2025).
Iwan mengatakan penyidik menemukan bukti bahwa ETPLT menyamarkan hasil tindak pidana korupsi dengan cara melakukan penarikan tunai dan penerimaan fee secara tunai serta rekanan PT TGI.
Selain itu, empat perusahaan juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tersebut.
Empat perusahaan rekanan PT TGI, yaitu PT THI, PT TSI, dan PT TFMI.
“Peran korporasi yaitu korupsi a quo dikendalikan oleh personel korporasi, dan keempat korporasi memperoleh manfaat dari tindak pidana korupsi yang terjadi,” kata Iwan.
Saat ini jumlah tersangka korupsi baik perseorangan maupun korporasi sebanyak 10 orang. Sedangkan total tersangka TPPU sebanyak dua orang
Dalam perkara ini, penyidik juga menyita sejumlah barang bukti elektronik berupa handphone, buku rekening, atm dan tiga bidang tanah yang tersebar di Jabodetabek.
Total aset yang disita mencapai Rp.80.000.000.000 miliar yang berupa tanah, kendaraan bermotor, surat berharga dan lain sebagainya.
“Penyidik juga sudah memeriksa lebih dari 60 saksi serta memeriksa ahli dan dilakukan beberapa kegiatan untuk mencari dan menemukan bukti-bukti tambahan atas perkara tersebut,” ucap dia.
Sebelumnya, Kejari Jaksel menetapkan IAS selaku mantan Direktur Utama PT Tani Group Indonesia (TaniHub) sebagai tersangka bersama Direktur PT MDI berinisial DW dan mantan Direktur PT TaniHub lainnya berinisial ET pada 28 Juli 2025 lalu.
Lalu tiga tersangka lain yakni CEO BRI Venture, berinisial NW, Vice President of Investment BRI Ventures, berinisial WG, dan Vice President of Investment MDI Ventures 2021, berinisial AAH.
Dalam perkara ini, peran DW selaku Direktur PT MDI menyetujui investasi. Sedangkan peran IAS dan ET adalah memanipulasi data perusahaan dalam rangka mendapatkan dana investasi untuk kepentingan pribadi.
Ketiganya diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi dan TPPU dalam mencairkan dana investasi PT MDI Venture sebesar 25 juta Dolar Amerika Serikat. Dana investasi ini sudah dikelola sejak 2019 hingga 2023.
Sementara NW berperan sebagai pihak yang memutuskan investasi secara melawan hukum dari BRI Venture kepada Tahihub sebesar USD 5.000.000.
Sedangkan WG berperan sebagai Tim Investasi yang melakukan analisis atas proposal investasi dari BRI Venture.
Peran AAH selaku VP Of Investment MDI Venture 2021 melakukan anasisis atas rencana investasi PT MDI kepada Tanihub Group.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
ASN Disbud DKI Minta Dibelikan 2 Mobil Tua, Jaksa: Kenapa Bukan Mercy? Nasional 30 September 2025
ASN Disbud DKI Minta Dibelikan 2 Mobil Tua, Jaksa: Kenapa Bukan Mercy?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud DKI nonaktif, Mohamad Fairza Maulana (MFM), mengaku meminta dibelikan dua mobil tua sebagai penghargaan atas kinerjanya.
Informasi ini terungkap saat Fairza diperiksa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan korupsi Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta tahun 2022-2024.
“(Dalam BAP) Bapak ada mengatakan, saya tidak menerima uang, tapi saya ada dibelikan mobil Civic 2010 dan Yaris tahun 2006, siapa yang beliin?” tanya salah satu jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (30/9/2025).
Fairza mengaku, dua mobil itu dibelikan oleh Pemilik Event Organizer (EO) GR-Pro, Gatot Arif Rahmadi, atas perintah dari Mantan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana.
“Waktu itu Pak Gatot yang memberikan. Itu atas perintah Pak Kadis (Iwan), tolong perhatikan Pak Keta (panggilan Fairza),” jelas Fairza kepada jaksa.
Jaksa mempertanyakan jawaban terdakwa yang hari ini diperiksa sebagai saksi mahkota.
Fairza pun memperdalam maksud “perhatian” yang diberikan Iwan kepadanya.
“Karena saya mungkin sudah banyak bantu pekerjaan, (kata Iwan saat itu) ‘Tolong bantu Pak Keta, kasih penghargaan,’” lanjut Fairza.
Di muka persidangan, Fairza mengaku saat itu tidak mau diberi uang, tapi lebih memilih untuk dibelikan mobil tua.
“Saya enggak mau (di) kasih uang, sudah, kebetulan saya suka mobil-mobil tua, akhirnya, (kata Fairza kepada Gatot)
cariin
mobil saja deh, saya bilang gitu,” imbuh terdakwa.
Fairza tidak menjelaskan kapan mobil ini diserahkan kepadanya.
Tapi, dua mobil ini sudah diserahkan oleh Gatot.
Namun, keduanya tidak ada dalam daftar aset yang disita karena sudah dijual oleh Fairza sebelum kasus perkara ini bergulir.
“Kenapa enggak minta
Mercy
?” tanya jaksa.
Fairza mengaku tidak berani meminta mobil mewah.
“Saya enggak berani, saya takut, karena itu bukan uang… Itu sebenarnya bukan hak saya,” kata Fairza.
Jaksa pun mencecar pernyataan terdakwa.
Pasalnya, ia sempat meminta mobil dan menerima sejumlah uang dari terdakwa lainnya.
Fairza mengaku, ia tahu kalau uang-uang itu sebenarnya adalah milik pemerintah alias hak negara.
Perbuatan Mantan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, dan dua terdakwa lainnya, menyebabkan negara mengalami kerugian hingga Rp 36,3 miliar.
Dalam dakwaannya, jaksa menjabarkan bahwa selama tahun 2022-2024, Iwan membuat ratusan kegiatan seni palsu untuk mencairkan anggaran dari pemerintah provinsi.
Dalam rinciannya, selama dua tahun itu, Dinas Kebudayaan Jakarta membayar Rp 38.658.762.470,69 kepada Gatot.
Padahal, uang yang secara nyata digunakan untuk kegiatan hanya sebesar Rp 8.196.917.258.
Selain itu, terdapat nilai pembayaran ke Swakelola Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan DKJ sebesar Rp 6.770.674.200.
Sementara, nilai penggunaan riilnya hanya Rp 913.474.356, yang berarti terdapat selisih Rp 5.857.199.844.
Secara keseluruhan, nilai anggaran yang dibayarkan adalah Rp 45.429.436.670,69 dan hanya digunakan secara nyata sebesar Rp 9.110.391.614.
Karena perbuatannya, Iwan, Fairza, dan Gatot didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/30/68db52d305b49.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Dulu Dikawal Paspamdes, Kini Penampakan Kades Kohod Jadi Terdakwa Kasus Pagar Laut Tangerang Regional
Dulu Dikawal Paspamdes, Kini Penampakan Kades Kohod Jadi Terdakwa Kasus Pagar Laut Tangerang
Tim Redaksi
SERANG, KOMPAS.com
– Kepala Desa (Kades) Kohod, Kabupaten Tangerang, Arsin kini duduk di kursi pesakitan tanpa ada pengawalan dari Pasukan Pengawal Kepala Desa atau Paspamdes.
Pantauan Kompas.com di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Serang, Selasa (30/9/2025) pukul 09.30 WIB, Arsin sudah duduk di kursi terdakwa di ruang sidang utama.
Arsin tak sendiri, ia bersama tiga terdakwa lainnya masih memakai rompi berwarna pink bertuliskan Tahanan Kejaksaan menunggu sidang dimulai.
Ketiganya adalah Sekretaris Desa Kohod, Ujang Karta, pengacara bernama Septian Prasetyo, dan Chandra Eka Agung Wahyudi sebagai wartawan.
Keempatnya akan menghadapi sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan kasus dugaan korupsi pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang.
Arsin kini tak dikawal oleh Paspamdes lagi seperti saat kasus pagar laut yang ramai pada awal tahun 2025.
Saat itu, Arsin sulit untuk ditemui dan diwawancara oleh awak media karena dikawal ketat oleh sejumlah orang yang diduga pengawal pribadinya.
Arsin kini tak dikawal Paspamdes, tetapi didampingi tim berjumlah tujuh orang pengacara untuk membelanya.
Keempatnya kini sudah ditahan di Rutan Serang untuk menjalani proses persidangan.
Diketahui, para tersangka itu bersama-sama membuat dan menggunakan surat palsu berupa girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat keterangan pernyataan kesaksian, hingga surat kuasa pengurusan sertifikat atas nama warga Desa Kohod.
Surat-surat tersebut digunakan oleh Arsin dan ketiga tersangka untuk mengurus penerbitan 263 SHGB ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang dari Desember 2023 hingga November 2024 lalu.
Kementerian ATR/BPN menemukan dari 263 tersebut, terdiri dari 234 bidang SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perseorangan.
Selain itu, ditemukan juga 17 bidang sertifikat hak milik (SHM) di kawasan tersebut.
Adapun indikasi tindak pidana korupsi dalam perkara ini adalah adanya penerimaan suap atau gratifikasi dalam penerbitan sertifikat dan atau perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/09/30/68db839350f15.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


