Korupsi Dana Hibah Rp 6 Miliar, Ketua hingga Bendahara KPU Prabumulih Jadi Tersangka
Tim Redaksi
PRABUMULIH, KOMPAS.com
– Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Prabumulih berinisial MD ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah sebesar Rp 6 miliar yang dialokasikan untuk penyelenggaraan pilkada tahun 2024.
Selain MD, Sekretaris KPU yang berinisial YA dan Bendahara KPU berinisial SH juga ditetapkan sebagai tersangka.
Ketiganya kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Prabumulih.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Prabumulih, Safei menjelaskan, penyidik telah memeriksa ketiga tersangka terkait penggunaan anggaran dana hibah sebesar Rp 26 miliar yang berasal dari Pemerintah Kota Prabumulih.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya penyalahgunaan anggaran yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 6 miliar.
“Dana hibah yang seharusnya digunakan untuk mendukung pelaksanaan Pilkada justru dipakai di luar ketentuan. Ada indikasi
mark up
dan penyimpangan lainnya,” ungkap Safei kepada wartawan, Kamis (3/9/2025).
Safei menambahkan, ketiga tersangka akan ditahan selama 20 tahun ke depan untuk memudahkan proses pemeriksaan.
Penyidik saat ini masih mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
“Ketiganya kita jerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2025/10/03/68dfc59883762.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Korupsi Dana Hibah Rp 6 Miliar, Ketua hingga Bendahara KPU Prabumulih Jadi Tersangka Regional 3 Oktober 2025
-

Menteri Haji Serahkan 200 Nama Calon Pejabat Kemenhaj ke KPK
Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf atau akrab disapa Gus Irfan menyerahkan 200 lebih nama calon pejabat untuk Kementerian Haji dan Umrah ke KPK.
Gus Irfan menjelaskan, langkah ini diambil sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Kementerian tersebut. Terlebih Kementerian Haji dan Umrah baru resmi didirikan.
“Kami juga menyerahkan beberapa nama calon pejabat yang akan bergabung dengan Kementerian Haji untuk ditracking supaya tidak ada permasalahan di kemudian hari di Kementerian Haji,” katanya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (3/10/2025).
Dari 200 itu diantaranya berlatar belakang Penyelenggara Haji dan Umrah dari Kementerian Agama (Kemenag). Adapun jajaran Dirjen akan berasal dari internal Badan Penyenggara Haji dan satu perguruan tinggi.
“Dirjen dirjen tidak, dirjen tidak. Kita ambilkan dari internal kita badan penyelenggara haji dan ada satu yg dari kampus perguruan tinggi,” ucapnya.
Dia mengatakan nantinya untuk penambahan calon pejabat akan diambil dari kementerian atau lembaga lainnya.
Gus Irfan menyebut nantinya KPK akan memeriksa riwayat para calon pejabat Kementerian Haji dan Umrah.Dia menjelaskan pendampingan bersama KPK untuk memastikan penyelenggaraan proses haji sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dan dilakukan secara akuntabel serta transparan.
Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa, menuturkan dalam waktu dekat akan menggelar pembelakan kepada nama yang diserahkan oleh Gus Irfan.
“Dalam waktu dekat juga nanti akan ada pembekalan-pembekalan, sosialisasi kepada tim dari pak menteri supaya juga terus diingatkan khususnya nanti juga pada saat mendekati pelaksanaan nya diingatkan sekali lagi bahwa ini adalah tugas yang telah dibiayai negara sehingga diharapkan tidak menerima hal-hal lain yang tidak sah,” jelas Cahya.
Cahya menjelaskan bahwa KPK sudah pernah melakukan kajian-kajian dan bahkan penyelidikan terkait dengan kegiatan haji ini.
Sebagaimana diketahui, KPK tengah mengusut perkara dugaan korupsi kuota haji tambahan 2024. Kala itu, Indonesia mendapat 20 ribu kuota tambahan dari pemerintah Arab Saudi dengan pembagian 8 persen kuota khusus dan 92 persen kuota reguler.
Namun dalam realisasinya pembagian menjadi 50:50. Artinya kuota khusus memperoleh porsi lebih banyak dari seharusnya. Apalagi keputusan pembagian 50:50 diteken oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas
KPK menduga ada kongkalikong antara biro dengan Kementerian Agama agar pembagian kuota menjadi 50:50. Selain itu, KPK juga menemukan praktik jual beli kuota haji senilai Rp300 juta haji khusus dan Rp1 miliar haji furoda. Kerugian negara ditaksir lebih dari Rp1 triliun.
-

Kasus Dugaan Korupsi di Pacitan: Polres Lakukan Penyelidikan Intensif, Periksa 14 Orang
Pacitan (beritajatim.com) – Aroma kasus korupsi besar mulai tercium di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Polres Pacitan kini tengah melakukan penyelidikan intensif terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan lingkup pemerintahan daerah.
Penyidik dari Unit Tipikor Satreskrim Polres Pacitan telah memeriksa 14 orang sebagai saksi, namun hingga kini, pihak berwajib belum mengungkap siapa saja yang menjadi target dalam kasus ini.
Kasat Reskrim Polres Pacitan, AKP Choirul Maskanan, memberikan penjelasan terkait perkembangan kasus ini. “Masih menunggu gelar perkara di Polda. Yang dipanggil cukup banyak, sehingga harus detail mulai dari yang menyuruh melaksanakan sampai yang menerima,” ujar Choirul pada Jumat (3/10/2025).
Penetapan tersangka, lanjutnya, masih menunggu gelar perkara lanjutan di Polda Jawa Timur, sehingga publik masih harus menunggu kepastian terkait siapa yang terlibat.
Saat ini, polisi belum mengungkap lebih lanjut siapa saja yang sedang dibidik dalam penyelidikan ini, apakah berasal dari kalangan pejabat tinggi seperti kepala dinas atau kepala desa. Hal ini menambah spekulasi yang berkembang di masyarakat mengenai sejauh mana dampak dari kasus ini terhadap struktur pemerintahan di Pacitan.
Meski sudah ada 14 saksi yang diperiksa, nilai kerugian negara akibat kasus ini juga belum dipublikasikan oleh penyidik. Choirul Maskanan menegaskan bahwa saat ini fokus utama adalah mengumpulkan semua berkas perkara secara lengkap sebelum memutuskan langkah hukum selanjutnya. “Kami masih terus melakukan penyelidikan, nanti akan kami sampaikan,” tambahnya, menunjukkan bahwa kasus ini masih dalam tahap pendalaman.
Dengan semakin berkembangnya kasus ini, masyarakat Pacitan kini menunggu perkembangan lebih lanjut. Dugaan korupsi yang mencuat berpotensi menyeret sejumlah pejabat daerah, yang jika terbukti terlibat, akan memberikan dampak besar pada citra pemerintahan daerah tersebut. [tri/suf]
-
/data/photo/2025/02/05/67a32266eefbe.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 KPK Beberkan Keterkaitan Abdul Halim, La Nyalla, dan Khofifah di Kasus Dana Hibah Jatim Nasional
KPK Beberkan Keterkaitan Abdul Halim, La Nyalla, dan Khofifah di Kasus Dana Hibah Jatim
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan keterkaitan eks Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, anggota DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam kasus suap dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) Provinsi Jawa Timur periode 2019-2022.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, Abdul Halim Iskandar sempat menjabat sebagai Anggota DPRD Jawa Timur pada periode 2019-2024 sebelum akhirnya ditunjuk sebagai eks Mendes PDTT oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Asep mengatakan, tempus atau waktu dugaan korupsi dana hibah Jatim itu terjadi saat Abdul Halim masih menjabat sebagai anggota DPRD sehingga penyidik melakukan upaya paksa seperti penggeledahan dan pemeriksaan.
“Jadi, untuk mantan Menteri Desa ini, yang bersangkutan itu pernah menjadi anggota DPRD Jawa Timur. Tentunya masih di lingkup waktu tersebut sehingga kami juga membutuhkan informasi terkait dengan masalah pokir ini. Seperti itu,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Sementara itu, KPK mengatakan, La Nyalla sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jatim.
Asep mengatakan, KPK mendalami program-program yang dilakukan KONI yang berkaitan dengan dana hibah pokir tersebut.
“Jadi, ada (dana hibah) yang dititipkan di beberapa SKPD (satuan kerja perangkat daerah). Makanya termasuk ke dinas-dinasnya tersebut kita memanggil kepala dinas maupun wakil kepala dinas dan juga beberapa pejabat struktural di dinas tersebut untuk mengonfirmasi terkait dengan penerimaan pokir dimaksud,” ujar dia.
Sedangkan untuk Gubernur Jawa Timur Khofifah, KPK menggali keterangan keterkaitan dana hibah yang digunakan DPRD dengan pihak pemerintah daerah (pemda).
Asep mengatakan, KPK menelusuri alur aturan pembagian dana hibah pokir tersebut dan pertemuan antara Pemprov Jatim dan DPRD terkait dana yang dikorupsi tersebut.
“Jadi, kami juga menyusuri asal dana pokir ini. Menyusuri bagaimana pembagiannya, pengaturannya, dan lain-lainnya. Seperti itu, bagaimana pertemuan-pertemuan antara eksekutif dengan legislatif. Bagaimana pembagiannya, presentasinya, dan lain-lainnya,” ucap dia.
Sebelumnya, KPK menetapkan 21 tersangka terkait kasus dugaan suap pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) Provinsi Jawa Timur tahun 2019-2022.
“Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, maka berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan 21 tersangka,” kata Asep.
Asep mengatakan, dari puluhan tersangka itu terdapat beberapa nama, yaitu eks Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi dan Anwar Sadad selaku Anggota DPR RI yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Jatim.
Dia mengatakan, kasus suap ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Sahat Tua P Simanjuntak selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024.
Selanjutnya, KPK menahan empat tersangka pemberi suap terhadap Kusnadi.
Mereka adalah Hasanuddin, yang merupakan Anggota DPRD Jatim periode 2024-2029 dan sebelumnya berstatus pihak swasta dari Kabupaten Gresik, Jatim; Jodi Pradana Putra selaku pihak swasta dari Kabupaten Blitar, Jawa Timur; Sukar, yang merupakan eks Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur; dan Wawan Kristiawan selaku pihak swasta dari Tulungagung.
“Terhadap keempat tersangka tersebut, dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 2 sampai dengan 21 Oktober 2025 di Rutan Cabang KPK, Merah Putih,” ujar dia.
Atas perbuatannya, empat tersangka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/05/67a32266eefbe.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 KPK Beberkan Keterkaitan Abdul Halim, La Nyalla, dan Khofifah di Kasus Dana Hibah Jatim Nasional
KPK Beberkan Keterkaitan Abdul Halim, La Nyalla, dan Khofifah di Kasus Dana Hibah Jatim
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan keterkaitan eks Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, anggota DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam kasus suap dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) Provinsi Jawa Timur periode 2019-2022.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, Abdul Halim Iskandar sempat menjabat sebagai Anggota DPRD Jawa Timur pada periode 2019-2024 sebelum akhirnya ditunjuk sebagai eks Mendes PDTT oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Asep mengatakan, tempus atau waktu dugaan korupsi dana hibah Jatim itu terjadi saat Abdul Halim masih menjabat sebagai anggota DPRD sehingga penyidik melakukan upaya paksa seperti penggeledahan dan pemeriksaan.
“Jadi, untuk mantan Menteri Desa ini, yang bersangkutan itu pernah menjadi anggota DPRD Jawa Timur. Tentunya masih di lingkup waktu tersebut sehingga kami juga membutuhkan informasi terkait dengan masalah pokir ini. Seperti itu,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Sementara itu, KPK mengatakan, La Nyalla sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jatim.
Asep mengatakan, KPK mendalami program-program yang dilakukan KONI yang berkaitan dengan dana hibah pokir tersebut.
“Jadi, ada (dana hibah) yang dititipkan di beberapa SKPD (satuan kerja perangkat daerah). Makanya termasuk ke dinas-dinasnya tersebut kita memanggil kepala dinas maupun wakil kepala dinas dan juga beberapa pejabat struktural di dinas tersebut untuk mengonfirmasi terkait dengan penerimaan pokir dimaksud,” ujar dia.
Sedangkan untuk Gubernur Jawa Timur Khofifah, KPK menggali keterangan keterkaitan dana hibah yang digunakan DPRD dengan pihak pemerintah daerah (pemda).
Asep mengatakan, KPK menelusuri alur aturan pembagian dana hibah pokir tersebut dan pertemuan antara Pemprov Jatim dan DPRD terkait dana yang dikorupsi tersebut.
“Jadi, kami juga menyusuri asal dana pokir ini. Menyusuri bagaimana pembagiannya, pengaturannya, dan lain-lainnya. Seperti itu, bagaimana pertemuan-pertemuan antara eksekutif dengan legislatif. Bagaimana pembagiannya, presentasinya, dan lain-lainnya,” ucap dia.
Sebelumnya, KPK menetapkan 21 tersangka terkait kasus dugaan suap pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) Provinsi Jawa Timur tahun 2019-2022.
“Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, maka berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan 21 tersangka,” kata Asep.
Asep mengatakan, dari puluhan tersangka itu terdapat beberapa nama, yaitu eks Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi dan Anwar Sadad selaku Anggota DPR RI yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Jatim.
Dia mengatakan, kasus suap ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Sahat Tua P Simanjuntak selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024.
Selanjutnya, KPK menahan empat tersangka pemberi suap terhadap Kusnadi.
Mereka adalah Hasanuddin, yang merupakan Anggota DPRD Jatim periode 2024-2029 dan sebelumnya berstatus pihak swasta dari Kabupaten Gresik, Jatim; Jodi Pradana Putra selaku pihak swasta dari Kabupaten Blitar, Jawa Timur; Sukar, yang merupakan eks Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur; dan Wawan Kristiawan selaku pihak swasta dari Tulungagung.
“Terhadap keempat tersangka tersebut, dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 2 sampai dengan 21 Oktober 2025 di Rutan Cabang KPK, Merah Putih,” ujar dia.
Atas perbuatannya, empat tersangka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/05/67a32266eefbe.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Duduk Perkara Kasus Dana Hibah Jatim yang Jerat Eks Ketua DPRD hingga Anggota DPR
Duduk Perkara Kasus Dana Hibah Jatim yang Jerat Eks Ketua DPRD hingga Anggota DPR
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan 21 tersangka terkait kasus suap dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2019-2022 pada Kamis (2/10/2025).
KPK langsung menahan empat orang dari total 21 tersangka di Rumah Tahanan (Rutan) Gedung Merah Putih, Jakarta, untuk 20 hari ke depan.
Keempat tersangka adalah Hasanuddin, Jodi Pradana Putra, Sukar, dan Wawan Kristiawan.
“Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, maka berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan 21 orang sebagai tersangka,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.
Asep mengatakan, 21 tersangka dalam perkara dana hibah Pemprov Jatim ini terdiri dari dua klaster, yaitu pihak penerima suap dan pihak pemberi suap.
Pihak penerima suap yaitu Kusnadi (Ketua DPRD Jatim); Achmad Iskandar (Wakil Ketua DPRD Jatim); Anwar Sadad (Wakil Ketua DPRD Jatim, sekarang Anggota DPR RI); dan Bagus Wahyudyono (Staf AS dari Anggota DPRD).
Lalu, sebanyak 17 tersangka lainnya berada di klaster pemberi suap.
Mereka di antaranya, Mahud (Anggota DPRD Jatim 2019-2024); Fauzan Adima (Wakil Ketua DPRD Sampang 2019-2024); Jon Junadi (Wakil Ketua DPRD Probolinggo 2019-2024); Ahmad Affandy, Ahmad Heriyadi, Abdul Motollib (Swasta Semarang); Moch Mahrus (Swasta Probolinggo); A Royan dan Wawan Kristiawan (Swasta Tulungagung); Ra Wahid Ruslan dan Mashudi (Swasta Bangkalan); M Fathullah dan Achmad Yahya (Swasta Pasuruan); Ahmad Jailani (Swasta Sumenep); Hasanuddin (Swasta Gresik); Jodi Pradana Putra (Swasta Blitar); dan Sukar (Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung).
KPK mengatakan, keempat tersangka yang ditahan KPK adalah koordinator lapangan (korlap) yang memegang dana hibah untuk kelompok masyarakat (Pokmas).
Hasanuddin memegang dana hibah Pokmas untuk enam daerah di Jatim, yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pacitan.
Jodi Pradana Putra memegang dana hibah Pokmas untuk Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung.
Sedangkan Sukar, A Royan, dan Wawan Kristiawan bertugas memegang dana Pokmas untuk Kabupaten Tulungagung.
“Masing-masing Koordinator Lapangan (Korlap) membuat proposal permohonan dana hibah dengan menentukan jenis pekerjaannya sendiri, membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) sendiri, dan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) sendiri,” ujar Asep.
KPK mengatakan, keempat tersangka mengetahui bahwa dana hibah diberikan rutin setiap tahun, sehingga mereka sengaja memberikan ijon terlebih dahulu kepada Anggota DPRD agar dana hibah dicairkan ke daerah mereka.
“Untuk mendapatkan proyek tersebut, mendapatkan ya atau proposalnya tersebut disetujui. Nah, para korlap ini pada akhirnya memberikan sejumlah uang. Jadi, istilahnya diijon dulu nih, kepada anggota dewan, maka terjadilah penyuapan,” tutur dia.
KPK menemukan terjadinya kesepakatan pembagian
fee
antara eks Ketua DPRD Kusnadi dengan para Korlap.
Rinciannya, sebanyak 15-20 persen atau Rp 79,7 miliar diberikan untuk Kusnadi; korlap mendapat 5-10 persen; pengurus pokmas mendapat 2,5 persen; dan admin pembuatan proposal dan LPJ mendapat sekitar 2,5 persen.
“Sehingga dana pokir yang betul-betul digunakan untuk program masyarakat hanya sekitar 55 persen sampai 70 persen dari anggaran awal,” kata dia.
KPK mengatakan, dana hibah yang telah disetujui dicairkan melalui rekening di Bank Jatim atas nama Kelompok Masyarakat atau Lembaga yang mengajukan proposal.
Dari pencairan tersebut, seluruh dananya diambil oleh para Korlap.
Para Korlap kemudian membagi jatah kepada pengurus Pokmas serta admin pembuatan dan LPJ.
“Sedangkan untuk Kusnadi (sudah) diberikan di awal atau sebagai ijon,” tutur dia.
KPK menduga, selama periode 2019-2022, Kusnadi menerima
fee
dari beberapa Korlap melalui rekening istrinya dan staf pribadi, dan dalam bentuk tunai sebanyak Rp 32,2 miliar.
Rinciannya, dari Jodi Pradana Putra sebesar Rp 18,6 miliar, dari Hasanuddin Rp 11,4 miliar, dari Sukar, Wawan, dan A Royan sebesar Rp 2,1 miliar.
Atas perbuatannya, empat tersangka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Eks Ketua DPRD Jatim Kusnadi Terima Suap Rp32,2 M dari Dana Hibah Pokmas
Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi (KUS) menerima suap Rp32,2 miliar dari dana hibah Kelompok Masyarakat (Pokmas) tahun anggaran 2019-2022.
Perkara ini merupakan pengembangan dari kegiatan tangkap tangan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019-2024, Sahat Tua P. Simanjuntak (STS).
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan KUS menerima suap dari 5 koordinator lapangan (Korlap) yang bertugas menyalurkan dana hibah ke wilayah yang diembannya.
“Pada rentang 2019 – 2022, saudara KUS telah menerima komitmen fee secara transfer melalui rekening istrinya dan staf pribadinya ataupun tunai yang berasal dari beberapa Korlap mencapai total Rp32,2 miliar,” kata Asep dalam Konferensi Pers, Kamis (2/10/2025).
Asep menyampaikan terjadi pengkondisian penyaluran dana Pokmas di beberapa daerah melalui Koordinator Lapangan (Korlap) dari total dana yang diterima KUS untuk hibah Pokmas Rp398,7 miliar
Para Korlap tersebut adalah HAS selaku Korlap Pokmas menyalurkan anggaran ke Kabupaten Gresik, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pacitan.
Begitupun JPP sebagai Korlap untuk wilayah Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung. Sedangkan SUK, WK, dan AR mengkondisikan dana Pokmas untuk Kabupaten Tulungagung.
Asep merincikan KUS mendapat dana dari JPP sebesar Rp18,6 miliar; HAS sebesar Rp11,5 miliar, dan SUK, WK, serta AR sebesar Rp21 miliar.
“Sehingga dana pokir yang betul-betul digunakan untuk program masyarakat hanya sekitar 55% sampai dengan 70% dari anggaran awal,” ujar Asep.
Para Korlap membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) sendiri, dan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) sendiri pengkondisian anggaran.
Selain itu, KPK juga telah melakukan penyitaan terhadap aset milik KUS yakni 3 bidang tanah dengan total luas mencapai 10.566 m2 di Kabupaten Tuban; 2 bidang tanah beserta bangunan dengan total seluas 2.166 m2 di Kabupaten Sidoarjo; dan 1 unit kendaraan roda empat (Mitsubishi Pajero).
Atas perbuatannya, Tersangka JPP, HAS, SUK, dan WK, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
-
/data/photo/2025/09/04/68b96b1e314a5.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hari Ini, Nadiem Makarim Lawan Status Tersangka Kejagung
Hari Ini, Nadiem Makarim Lawan Status Tersangka Kejagung
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan bakal menggelar sidang perdana gugatan praperadilan yang dilayangkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.
PN Jakarta Selatan telah meregister gugatan praperadilan Nadiem melawan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI cq Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus).
Dilansir dari Sistem Informasi Penelurusan Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, gugatan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka ini terdaftar dengan nomor 119/Pid.Pra/2025/PN.JKT.SEL.
“Jumat, 3 Oktober 2025, pukul 13.00, sidang perdana di ruang utama,” demikian agenda sidang, yang dilansir dari SIPP PN Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).
Nadiem mengajukan gugatan praperadilan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan.
Dalam gugatan ini, tim hukum Nadiem mempersoalkan proses penetapan tersangka dan penahanan oleh Korps Adhyaksa.
Mereka menilai, Kejagung tidak sah menetapkan Nadiem sebagai tersangka.
Salah satunya, dugaan kerugian negara yang disebut terdapat pada proyek Chromebook di era Nadiem harusnya dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Penetapan tersangkanya karena tidak ada dua alat bukti permulaan yang cukup, salah satunya bukti audit kerugian negara dari instansi yang berwenang,” kata kuasa hukum Nadiem, Hana Pertiwi, saat mendaftarkan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Selasa (23/9/2025).
“Instansi yang berwenang itu kan BPK atau BPKP, dan penahanannya kan otomatis kalau penetapan tersangka tidak sah, penahanan juga tidak sah,” ucap dia.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan, siap menghadapi sidang praperadilan yang diajukan, yang dijadwalkan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna memastikan tim jaksa dari penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) akan hadir dalam sidang tersebut.
“Insya Allah siap hadir,” kata Anang, di Kejagung, Kamis (2/10/2025).
Dalam permohonan praperadilan, salah satu yang dipersoalkan pihak Nadiem adalah terkait Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Pemohon menilai seharusnya SPDP juga diberikan kepada Nadiem sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menanggapi hal itu, Anang menegaskan SPDP telah disampaikan sesuai aturan.
“SPDP sudah dikasih, selama ini SPDP kan tidak kewajibannya. Kewajiban SPDP kan diberikan kepada penuntut umum,” ujar dia.
Ketika disinggung soal dasar pemohon yang mengacu pada putusan MK, Anang menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum di pengadilan.
“Ya silakan saja nanti, di praperadilan,” imbuh dia.
Nadiem telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook, pada Kamis (4/9/2025).
Menurut Kejaksaan Agung, kebijakan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 mengunci penggunaan sistem operasi Chrome OS, sehingga diduga merugikan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Nadiem dijerat Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor dan kini ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

KPK Tahan 4 Tersangka Pemberi Suap Dana Hibah Pokmas di Jawa Timur
Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dan menahan 4 tersangka dalam kasus dugaan korupsi suap dana hibah Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Jawa Timur 2019-2022.
Keempat tersangka, yaitu Hasanuddin (HAS) anggota DPRD Jatim 2024-2029; Jodi Pradana Putra (JPP) selaku pihak swasta dari Kabupaten Blitar; Sukar (SUK) mantan Kepala Desa Kabupaten Tulungagung; Wawan Kristiawan (WK) pihak swasta dari Tulungagung. Adapun satu tersangka lainnya A. Royan (AR) yang tidak ditahan hari ini karena berhalangan sakit.
“Terhadap keempat Tersangka tersebut, dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 2 s.d. 21 Oktober 2025 di Rutan Cabang KPK, Merah Putih,” kata Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers, Kamis (2/10/2025).
Asep mengatakan mereka merupakan pemberi suap kepada Kusnadi (KUS) mantan Ketua DPRD Jawa Timur. Dalam konstruksi perkaranya, KUS mulanya memperoleh APBD untuk hibah Pokmas sebesar Rp398,7 miliar dengan rincian; Rp54,6 miliar (tahun 2019); Rp84,4 miliar (tahun 2020); Rp124,5 miliar (tahun 2021); Rp135,2 miliar (tahun 2022).
Dia menyampaikan terjadi pengkondisian penyerapan dana Pokmas di beberapa daerah melalui Koordinator Lapangan (Korlap).
HAS selaku Korlap Pokmas menyalurkan anggaran ke Kabupaten Gresik, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pacitan.
Begitupun JPP sebagai Korlap untuk wilayah Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung. Sedangkan SUK, WK, dan AR mengkondisikan dana Pokmas untuk Kabupaten Tulungagung.
Masing-masing Korlap memanipulasi proposal pengajuan dana hingga laporan pertanggungjawaban. Adapun dalam hal ini KUS bersama Korlap membuat perjanjian komitmen fee saat anggaran telah cair.
Dalam rentang 2019-2022, KUS menerima komitmen fee dari masing-masing Korlap yang ditransfer melalui rekening istri dan staf pribadi KUS. Total yang didapatkan KUS sebesar Rp32,2 miliar.
Dari JPP sebesar Rp18,6 miliar dari total dana hibah Rp91,7 miliar; HAS sebesar Rp11,5 miliar dari total dana Rp30 miliar; dan SUK, WK, serta AR sebesar Rp21 miliar dari anggaran yang dikelola Rp10 miliar.
Atas perbuatannya, Tersangka JPP, HAS, SUK, dan WK, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
