Kasus: Tipikor

  • Riza Chalid dan Anaknya Didakwa Memperkaya Diri Rp 3,07 T, Negara Rugi Rp 285 Triliun dalam Korupsi Minyak Mentah – Page 3

    Riza Chalid dan Anaknya Didakwa Memperkaya Diri Rp 3,07 T, Negara Rugi Rp 285 Triliun dalam Korupsi Minyak Mentah – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Anak Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp285 triliun dalam kasus dugaan korupsi minyak mentah. Selain itu, Kerry juga dinyatakan memperkaya diri sendiri mencapai Rp3,07 triliun.

    “Memperkaya terdakwa Muhammad Kerry Andrianto Riza dan Dimas Werhaspati melalui PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN) sebesar USD9,860,514.31 dan Rp1.073.619.047,00 dalam pengaturan Pengadaan Sewa Tiga Kapal Milik PT. Jenggala Maritim Nusantara (PT. JMN),” ujar jaksa dalam membacakan dakwaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10).

    “Memperkaya terdakwa Muhammad Kerry Andrianto Riza, Gading Ramadhan Juedo dan Muhammad Riza Chalid melalui PT Orbit Terminal Merak (OTM) sebesar Rp 2.905.420.003.854,00 dalam Kegiatan Sewa Terminal Bahan Bakar (TBBM) Merak,” sambungnya.

    Kerugian negara sebesar USD 9,860,514.31 dan Rp 2,906,493,622,901 merupakan bagian dari total Kerugian Keuangan Negara sebesar USD 2,732,816,820.63 dan Rp 25.439.881.674.368,30, sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara atas Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang pada PT. Pertamina (Persero) dan Sub Holding, Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS).

    Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Instansi terkait lainnya Nomor : 26/SR/LH/DJPI/PKN.02/06/2025 tanggal 18 Juni 2025.

    Kemudian, kerugian perekonomian negara sebesar Rp 171.997.835.294.293,00 yang merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut dan illegal gain sebesar sebesar USD2,617,683,340.41 berupa Keuntungan ilegal didapat dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri.

    Sebagaimana Laporan Analisis Kerugian Perekonomian Negara Akibat Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Tata Kelola Minyak Mentah Dan Produk Kilang Pada Pt Pertamina (Persero), Sub Holding Dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKS) pada periode 2018-2023 dari Ahli di Bidang Tata kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang pada PT Pertamina (persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tanggal 19 Juni 2025.

  • Peran Riza Chalid yang Dicap ‘Trader Migas’ dalam Dakwaan Anaknya

    Peran Riza Chalid yang Dicap ‘Trader Migas’ dalam Dakwaan Anaknya

    Jakarta

    Nama Riza Chalid kembali muncul dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang diprediksi merugikan negara hingga Rp 285 triliun. Hal itu terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/10/2025).

    Dalam dakwaan tersebut, Riza Chalid dicap sebagai trader migas oleh JPU. Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman menilai pemberian label Riza Chalid sebagai trader migas nampaknya tidak berlebihan.

    Menrut Yusri, Riza Chalid memulai bisnis di Petral Energy Service (PES) tahun 2004. Saat itu merupakan titik awal Indonesia menjadi importir minyak, dari sebelumnya eksportir minyak.

    “Biang keroknya lifting migas kita turun terus yang saat ini sekitar 585.000 barel perhari, sementara konsumsi perhari 1,6 juta barel,” katanya saat dihubungi, Senin (13/10/2025).

    “Potensi itu menjadi menarik bagi trader minyak dunia, siapa tokoh yg dekat dgn penguasa lagi memerintah tentu mereka berkiblat kesana, Riza Chalid berkembang besar sejak era SBY dan Jokowi,” tambahnya.

    Bahkan dalam kasus minyak mentah oplosan Zatapi oleh perusahaan Gold Manor, Yusri mengatakan Riza Chalid lolos dari jeratan hukum tersebut.

    Ia mengatakan, hal tersebut menjadi pelajaran penting bagi Riza dalam menjalan bisnisnya. Sehingga tidak ada satupun perusahaan yang berkontrak dengan Pertamina untuk pengadaan minyak mentah dan BBM, LPG dan ekspor produk kilang pertamina yang yidak diserap dalam negeri berupa LSWR ( Low Sulfur Weight Residu) Decant oil serta Greencoke.

    “Jadi sah sah saja Jaksa menyebut sebagai trader migas, bahkan gelar sebagai ” The Godfather of Gasoline” tetapi secara hukum sulit dibuktikan dia bersalah tanpa pengakuan dari elit Pertamina dan Kementerian BUMN,” katanya.

    Yusri mengatakan, penetapan tersangka Riza Chalid sebagai benfecial ownership oleh Penyidik perlu didukung alat bukti yang kuat secara hukum. Terlebih kata Yusri Riza Chalid memiliki jaringan yang kuat selama 20 tahun terakhir.

    “Riza Chalid secara hukum susah tersentuh, karena dia menguasai jaringan sumber pasokan minyak mentah dan BBM di manca negera. Nama dia lebih dipercaya dari pejabat Pertamina, dalam komunitas mereka menjuluki sebagai “mester mester” kata Yusri.

    Bersambung ke halaman berikutnya tentang dakwaan anak Riza Chalid. Langsung klik

    Dikutip dari detiknews, Jaksa mengungkap pengusaha Riza Chalid dicap sebagai trader migas dalam dakwaan anaknya, Muhamad Kerry Adrianto Riza. Kerry sendiri didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 285 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah.

    Berdasarkan berkas dakwaan Kerry yang dilihat detikcom, Senin (13/10/2025), Kerry disebut terlibat dalam pengaturan sewa tiga kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara (PT JMN) dan sewa terminal bahan bakar minyak (TBBM).

    Dalam dakwaan itu, jaksa mengungkap janji akuisisi sewa TBBM yang disampaikan Kerry dipercaya Dany Subrata selaku Direktur PT Oiltanking Merak karena reputasi Riza Chalid. Jaksa mengatakan Riza Chalid, yang juga tersangka kasus korupsi tata kelola minyak, dicap sebagai trader migas.

    “Terkait akuisisi TBBM Merak Terdakwa Muhamad Kerry Adrianto Riza menjanjikan Dany Subrata selaku Direktur PT Oiltanking Merak tahun 2006 sampai dengan 2014 yaitu nanti setelah PT Tangki Merak melakukan akuisisi TBBM Merak, akan disewakan kepada PT Pertamina (Persero) dengan jangka panjang dan TBBM akan bisa okupansi penuh, sehingga Dany Subrata percaya karena reputasi ayah terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza yaitu Mohammad Riza Chalid sebagai trader migas,” demikian tertulis dalam surat dakwaan Kerry.

    Kerry disebut melakukan negosiasi terkait penyewaan fasilitas TBBM PT Oiltanking Merak sebelum memberikan janji soal akuisisi TBBM Merak. Kontrak negosiasi itu tertulis akan ditandatangani pada 6 Maret 2014.

    Kerry juga disebut telah diperkaya dalam kasus ini. Rinciannya:

    – Memperkaya Kerry dan Dimas Werhaspati melalui PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN) sebesar USD 9.860.514,31 dan Rp 1.073.619.047 dalam pengaturan pengadaan sewa tiga kapal milik PT JMN.

    – Memperkaya Kerry, Gading Ramadhan Juedo dan Riza Chalid melalui PT Orbit Terminal Merak (OTM) sebesar Rp 2.905.420.003.854 dalam Kegiatan Sewa Terminal Bahan Bakar (TBBM) Merak.

    Jaksa mendakwa Kerry Adrianto Riza melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara, Riza Chalid masih menjadi buron Kejagung.

    Halaman 2 dari 2

    (hns/hns)

  • Kuasa hukum Nadiem tetap tuntut bukti kerugian usai praperadilan

    Kuasa hukum Nadiem tetap tuntut bukti kerugian usai praperadilan

    Jakarta (ANTARA) – Tim kuasa hukum Nadiem Anwar Makarim menegaskan tetap menuntut bukti sah adanya kerugian negara, meski hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan mantan Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Indonesia itu.

    “Bagaimana mungkin seseorang ditetapkan sebagai tersangka korupsi, sementara hasil audit untuk menghitung kerugian negaranya belum ada,” kata kuasa hukum Nadiem, Dodi S Abdulkadir di Jakarta, Senin.

    Permohonan praperadilan itu terkait dugaan kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2020-2022.

    Menurut Dodi pihaknya akan terus menuntut bukti sah yang menunjukkan adanya kerugian negara secara nyata dan pasti (actual loss), bukan sekadar dugaan atau potensi (potential loss) dalam kasus yang dipersangkakan terhadap Nadiem.

    Terlebih, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menyatakan bahwa pengadaan laptop chromebook dinyatakan normal dan tidak ditemukan adanya selisih antara harga jual produk atau jasa dengan harga pokoknya (mark-up).

    “Artinya, hingga hari ini, tidak ada unsur kerugian negara sebagaimana ditegaskan oleh BPKP, lembaga yang sah menurut undang-undang untuk melakukan audit keuangan negara,” ucapnya.

    Maka itu, kuasa hukum menyebut keputusan hakim hanya menilai aspek prosedural tanpa mempertimbangkan substansi perkara.

    Kemudian, Dodi juga menjelaskan bahwa praperadilan hanya menilai formil dan prosedural penetapan tersangka, bukan bagian dari pokok perkara.

    “Sebagai bagian dari proses hukum dan penghormatan atas hak asasi tersangka, seharusnya hakim juga mempertimbangkan berbagai aspek yang dinilai penting dalam penetapan tersangka korupsi,” ucapnya.

    Bahkan, dua ahli hukum pidana yang dihadirkan oleh jaksa maupun tim kuasa hukum memiliki beberapa argumen yang sama terkait materi kerugian negara.

    Pakar hukum pidana Suparji Ahmad dari Universitas Al Azhar Indonesia, sebagai saksi ahli yang dihadirkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), dalam sidang praperadilan tegas menyatakan kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi harus bersifat nyata (actual loss), bukan sekadar potensi (potential loss).

    Pandangan ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa unsur kerugian negara harus benar-benar terjadi dan dapat dihitung secara pasti.

    Sementara itu, Ahli Hukum Pidana Dr Khairul Huda dari Universitas Muhammadiyah Jakarta menegaskan alat bukti yang paling relevan untuk menetapkan tersangka dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) adalah adanya kerugian negara.

    Sebelumnya, hakim tunggal PN Jakarta Selatan (Jaksel), I Ketut Darpawan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.

    Kejagung telah menetapkan mantan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek pada 2019-2022.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 2 Terdakwa Korupsi Tata Kelola BBM Pertamina Ajukan Eksepsi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Oktober 2025

    2 Terdakwa Korupsi Tata Kelola BBM Pertamina Ajukan Eksepsi Nasional 13 Oktober 2025

    2 Terdakwa Korupsi Tata Kelola BBM Pertamina Ajukan Eksepsi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono, dan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi, kompak mengajukan eksepsi atau sanggahan terhadap dakwaan sidang kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero.
    Hal ini disampaikan Agus dan Yoki usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) selesai membacakan dakwaan untuk para terdakwa.
    “Saya serahkan ke penasehat hukum untuk mengajukan eksepsi, terima kasih yang mulia,” ujar Agus dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
    Agus mengaku mengerti atas dakwaan yang dibacakan oleh jaksa.
    Namun, ia membantah telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang seperti yang dituduhkan padanya.
    “Selama saya mengabdi di Pertamina, saya bekerja berdasarkan pedoman dan tugas fungsi pokok (tupoksi) yang berlaku. Saya tidak mendapatkan keuntungan pribadi secara melawan hukum selama melakukan pekerjaan saya,” tegas Agus.
    Hal serupa juga disampaikan oleh Yoki Firnandi.
    Namun, ia mengaku ada beberapa bagian dalam dakwaan jaksa yang tidak dipahaminya.
    Bahkan, ada beberapa bagian yang menurutnya menjadi pengetahuan baru setelah mengikuti sidang perdana ini.
    “Terdapat beberapa hal yang saya tidak paham, khususnya untuk hal-hal yang baru saya ketahui saat ini. Dan, khususnya, pada peran saya yang dinilai melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang,” ujar Yoki dalam sidang.
    Sementara itu, tiga terdakwa lainnya tidak mengajukan eksepsi.
    Mereka adalah Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
    Usai mendengar pernyataan Yoki dan Agus, Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji menjadwalkan agar eksepsi dilaksanakan pada Senin (20/10/2025).

    Kerry, Gading, dan Dimas juga akan kembali menjalani persidangan pada Senin depan.
    Namun, karena mereka tidak mengajukan eksepsi, hakim memerintahkan agar jaksa penuntut umum (JPU) langsung memanggil beberapa saksi untuk memulai proses pembuktian.
    Dalam dakwaan, kelima orang ini punya peran masing-masing.
    Mereka tidak hanya terlibat dalam satu proyek, tetapi bisa bersinggungan pada beberapa pengadaan.
    Misalnya, dalam pengadaan impor minyak mentah, Yoki, Agus, bersama beberapa terdakwa lain melakukan pengadaan impor berbasis spot.
    Padahal, Pertamina sudah memiliki data kebutuhan minyak mentah setiap tahunnya.
    Pengadaan impor ini menyebabkan harga yang digunakan menjadi lebih mahal.
    Untuk membuat harga pengadaan menjadi lebih tinggi, Yoki, Agus, dan terdakwa lainnya menambahkan komponen Pertamina Market Differential (PMD) dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS).
    Penambahan ini dilakukan untuk mengakomodasi harga penawaran dari sejumlah mitra usaha yang memiliki nilai tinggi dan punya riwayat pertimbangan dalam proses lelang sebelumnya.
    Akibat perbuatan para terdakwa, 10 perusahaan asing diperkaya hingga senilai 570,267,741.36 dollar Amerika Serikat.
    Namun, baik Agus, Yoki, maupun terdakwa lain terlibat pada beberapa pengadaan lain di dalam rangkaian kasus korupsi ini.
    Secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anak Riza Chalid Cs Didakwa Raup Cuan Rp3 Triliun di Kasus Tata Kelola Minyak

    Anak Riza Chalid Cs Didakwa Raup Cuan Rp3 Triliun di Kasus Tata Kelola Minyak

    Bisnis.com, JAKARTA — Anak Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza dkk mendapatkan keuntungan sekitar Rp3 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Hal tersebut terungkap dalam sidang pembacaan dakwaan Kerry Adrianto Riza di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).

    Selain Kerry, tersangka yang didakwa dalam sidang ini adalah Agus Purwono selaku eks VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi selaku eks Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; serta Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Mulanya, Agus Purwono dan Sani Dinar Saifuddin selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional telah menerima permintaan Kerry Ardianto dan Dimas Werhaspati.

    Permintaan itu berkaitan dengan pengaturan sewa kapal Suezmax milik PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN) dengan cara menambahkan kalimat kebutuhan “pengangkutan domestik” agar kapal tersebut hanya bisa disewa PT Pertamina Internasional Shipping (PIS).

    “Dengan maksud agar dalam proses pengadaan tersebut kapal asing tidak dapat mengikuti tender, yang tujuannya untuk memastikan hanya kapal Suezmax milik PT JMN yang dapat disewa PT PIS,” ujar jaksa dalam dakwaan Kerry Adrianto.

    Selanjutnya, Agus dan Sani bersama Kerry dan Dimas melakukan proses pengadaan sewa kapal Jenggala Bango jenis MRGC yang bersifat formalitas untuk syarat izin usaha pengangkutan migas. Padahal, kapal Jenggala Bango itu tidak memiliki izin usaha pengangkutan migas.

    Selain Jenggala Bango, kapal VLGC Gas Beryl dan Suezmax Ridgebury Lessley B juga turut disewakan dalam dugaan proses tender fiktif ini.

    Dalam kegiatan sewa kapal ini, Kerry dan Dimas didakwa telah mendapatkan untung melalui perusahaannya PT JMN sebesar US$9,8 juta (Rp163 miliar dalam kurs Rp16.560) dan Rp1,07 miliar.

    “Memperkaya terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza dan Dimas Werhaspati melalui PT Jenggala Maritim Nusantara sebesar USD9,860,514.31 dan Rp1.073.619.047,00 dalam pengaturan Pengadaan Sewa Tiga Kapal Milik PT. Jenggala Maritim Nusantara,” dalam dakwaan jaksa.

    Selanjutnya, Kerry bersama ayahnya Riza Chalid melalui Gading selaku PT Tangki Merak menawarkan kerja sama ke pihak Pertamina melalui Hanung Budya selaku direktur pemasaran.

    Kerry dkk kemudian mendesak Hanung dan Alfian Nasution untuk mempercepat proses kerja sama ini dengan meminta Dirut PT Pertamina untuk penunjukan langsung kepada PT Oiltanking Merak meskipun kerja sama terminal dengan PT OTM tidak memenuhi kriteria pengadaan.

    Tak hanya itu, Kerry dan Gading juga telah meminta kepada Hanung agar memasukan seluruh aset PT Oiltanking Merak sebagai komponen dalam perhitungan biaya thruput fee yang harus dibayar Pertamina. Namun, hal itu justru mengakibatkan biaya penyewaan BBM menjadi lebih mahal.

    Kerry dan Gading juga meminta Alfian Nasution agar menghilangkan klausul kepemilikan aset OTM dalam kerja sama dengan Pertamina agar pada akhir perjanjian aset terminal BBM itu tidak menjadi milik Pertamina.

    Dalam hal ini, jaksa telah mendakwa Kerry, Gading, dan Riza Chalid melalui PT OTM telah diutungkan Rp2,9 triliun dalam Kegiatan Sewa terminal bahan bakar Merak.

    Alhasil, jika ditotal dengan keuntungan saat penyewaan tiga kapal dan penyewaan terminal BBM total keuntungan yang diperoleh Kerry Cs ini mencapai sekitar Rp3 triliun.

    Selain itu, seluruh terdakwa juga telah didakwa merugikan kerugian negara Rp285 triliun akibat dari praktik dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023 ini.

  • Negara Rugi Rp 2,9 T karena Permintaan Riza Chalid Sewa Terminal BBM
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Oktober 2025

    Negara Rugi Rp 2,9 T karena Permintaan Riza Chalid Sewa Terminal BBM Nasional 13 Oktober 2025

    Negara Rugi Rp 2,9 T karena Permintaan Riza Chalid Sewa Terminal BBM
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Permintaan dari pengusaha minyak Mohamad Riza Chalid membuat PT Pertamina (Persero) mengalami kerugian senilai Rp 2,9 triliun hanya untuk penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM).
    Hal ini terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan untuk anak Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza, selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
    “Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara selama periode tahun 2014-2024 sebesar Rp 2.905.420.003.854,00 yang merupakan pengeluaran PT Pertamina dan/atau PT Pertamina Patra Niaga yang seharusnya tidak dikeluarkan,” ujar salah satu jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Jaksa menyebutkan, PT Pertamina memenuhi permintaan Riza Chalid untuk menyewa terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak (nama lama PT Orbit Terminal Merak).
    Pembelian ini diduga terjadi pada periode April 2012-November 2014.
    Padahal, saat itu, Pertamina belum membutuhkan terminal BBM.
    “Pihak PT Pertamina (Persero) periode April 2012-November 2014 telah memenuhi permintaan pihak Mohamad Riza Chalid agar PT Pertamina (Persero) menyewa Terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak, meskipun PT Pertamina (Persero) tidak membutuhkan terminal BBM tersebut,” lanjut jaksa.
    Pembelian terminal BBM ini tidak melalui tangan Riza Chalid maupun Kerry.
    Mereka menunjuk Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo, untuk melakukan penawaran kerja sama dengan Hanung Budya Yuktyanta yang saat itu menjabat Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina.
    Penyampaian kerja sama ini dilakukan meski saat itu terminal BBM Merak belum menjadi milik Riza maupun Kerry.
    Proses kerja sama ini berhasil diteken karena Riza menjadi
    personal guarantee
    dalam pengajuan kredit kepada Bank BRI untuk melakukan akuisisi dan menjadikan PT Oiltanking Merak sebagai jaminan kredit.
    Riza dan anaknya juga mendesak pihak Pertamina untuk mempercepat proses kerja sama penyewaan terminal BBM.
    Hal ini ditindaklanjuti Hanung dan Alfian Nasution selaku Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina tahun 2011-2015 untuk melakukan penunjukan langsung kepada perusahaan PT Oiltanking Merak.
    Padahal, perusahaan afiliasi Riza Chalid ini tidak memenuhi kriteria pengadaan.
    Selain itu, Kerry dan Gading meminta Alfian untuk menghilangkan klausul kepemilikan aset terminal BBM ini dalam nota kerja sama.
    Akhirnya, dalam perjanjian yang ditandatangani, aset terminal BBM Merak ini tidak bisa menjadi milik PT Pertamina, tapi milik PT OTM.
    Dalam perkara ini, baik Riza Chalid, Hanung, hingga Alfian Nasution belum masuk ke persidangan.
    Untuk hari ini, ada lima orang yang duduk di kursi terdakwa, yaitu Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
    Sementara, empat tersangka lainnya sudah lebih dahulu mengikuti sidang pembacaan dakwaan pada Kamis (9/10/2025) lalu.
    Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
    Dalam kasus ini, para terdakwa dinilai telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
    Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka.
    Namun, berkas 9 tersangka lainnya belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus.
    Saat ini, pihak pengadilan akan mempelajari berkas yang baru dilimpahkan.
    Setelah berkas selesai diperiksa, pengadilan akan menunjuk majelis hakim yang akan mengadili kasus ini, sekaligus menentukan jadwal sidang.
    Sembilan tersangka lain yang berkasnya masih belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus termasuk Riza Chalid.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gugatan ditolak, ibu Nadiem singgung Tom Lembong dan Hasto

    Gugatan ditolak, ibu Nadiem singgung Tom Lembong dan Hasto

    Jakarta (ANTARA) – Ibu Nadiem Makarim Atika Algadri menyinggung Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto usai permohonan praperadilan mantan Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia itu ditolak oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    “Nadiem hanya salah satu contohnya, sebab terlalu banyak orang-orang lain yang diperlakukan seperti ini. Ada Pak Hasto, Tom Lembong, banyak sekali. Minta dibantu doanya aja,” kata Atika usai sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.

    Atika meyakini putranya menjalankan tugasnya sebagai menteri dengan baik dan bersih.

    “Kami tahu bahwa anak kami bersih menjalankan seluruh pekerjaannya, kariernya itu dengan prinsip-prinsip itu. Prinsip-prinsip moral dan kejujuran dan kebaikan yang teguh untuk nusa dan bangsa,” ucap Atika.

    Atika berharap penegak hukum dapat menegakkan kebenaran dan kejujuran. Bukan hanya untuk Nadiem, tetapi untuk penegakan hukum di Indonesia.

    Sementara, Ayah Nadiem, Nono Anwar Makarim mengaku kecewa dengan putusan praperadilan yang diajukan putranya. Meski begitu, memastikan akan terus berjuang membela putranya.

    Sang ayah meyakini Nadiem agar kuat dan bertahan selama proses persidangan ke depannya.

    “Untung sekali bahwa Nadiem berdiri kuat sekali sampai hari ini, dia bisa bertahan lama kuat sekali,” ucap Nono.

    Sebelumnya, hakim tunggal PN Jakarta Selatan (Jaksel), I Ketut Darpawan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.

    Nadiem mengajukan permohonan praperadilan terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 2019-2022.

    Kejagung telah menetapkan mantan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek pada 2019-2022.

    Nadiem selaku Mendikbudristek pada 2020 merencanakan penggunaan produk Google dalam pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek. Padahal, saat itu pengadaan alat TIK belum dimulai.

    Pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Program Rereongan Poe Ibu Dedi Mulyadi Rentan Tindak Pidana Korupsi

    Program Rereongan Poe Ibu Dedi Mulyadi Rentan Tindak Pidana Korupsi

    JAKARTA – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina menilai, Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) atau gerakan bersama-sama berdonasi Rp1.000 setiap hari yang digagas Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi justru dekat dengan korupsi.

    “Kebijakan yang digagas Gubernur Jabar Dedi Mulyadi sebenarnya tidaklah perlu. Langkah itu tidak akuntabel sehingga rentan disalahgunakan menjadi korupsi,” ungkapnya, Minggu 12 Oktober 2025.

    Dia curiga gerakan Rereongan Poe Ibu merupakan pungutan yang dibungkus dengan dalih sukarela mengingat gerakan ini justru sudah ditentukan besaran dan waktu penyerahannya. “Ditetapkan besaran dan ada waktu (setiap hari), ini sudah ciri pungutan, meski disebut sukarela. Apalagi salah satu target sasarannya sekolah/ siswa sekolah. Sekolah negeri saja dilarang melakukan pungutan, meski itu hanya seribu,” imbuhnya.

    Almas mengingatkan warga Jabar sudah berperan dengan membayar pajar. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu ‘membayar’ lagi dengan dalih uang saling bantu membantu. Terlebih, masyakarat juga sudah bergotong royong melalui iuran-iuran sosial, seperti BPJS.

    “Jadi tidak perlu lagi ada kebijakan semacam ini. Lebih bijak bila Pemprov Jabar memaksimalkan anggaran yang ada demi program kesejahteraan masyarakat,” tukasnya.

    Seperti diketahui, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengeluarkan surat edaran untuk mendorong aparatur sipil negara (ASN), siswa sekolah, hingga masyarakat untuk berdonasi sebesar Rp1.000 per hari. Surat Edaran dengan nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) atau gerakan bersama-sama sehari seribu ditujukan bagi para bupati dan wali kota se-Jawa Barat, kepala OPD dari provinsi sampai kota dan kabupaten, serta seluruh Kantor Wilayah Kemenag Jawa Barat.

    Dalam edaran yang dibuat tertanggal 1 Oktober tahun 2025 tersebut, Dedi merujuk kepada peraturan pemerintah nomor 39 tahun 2012 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial bahwa masyarakat memiliki peran dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui nilai-nilai luhur budaya bangsa, kesetiakawanan sosial dan kearifan lokal.

    Dana Gerakan Rereongan Poe Ibu, dikumpulkan melalui rekening khusus yang dibuat terlebih dahulu oleh masing-masing instansi/sekolah/lingkungan masyarakat melalui Bank BJB. Selain itu, pengumpulan, pengelolaan, penyaluran, pencatatan dan pelaporan penggunaan dana hasil gerakan rereongan dilakukan oleh Pengelola Setempat, baik di lingkungan pemerintah daerah, instansi pemerintah lainnya dan swasta, maupun di lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

    Pengelola Setempat bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pengumpulan, pengelolaan, penyaluran, pencatatan dan pelaporan dana hasil gerakan rereongan. Pelaporan disampaikan kepada publik melalui aplikasi Sapawarga/Portal Layanan Publik yang disiapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, serta dapat memanfaatkan akun media sosial masing-masing.

  • 8
                    
                        Surya Darmadi Mau Hibahkan Aset Rp 10 Triliun, Legislator: Salah Maknai soal Hibah
                        Nasional

    8 Surya Darmadi Mau Hibahkan Aset Rp 10 Triliun, Legislator: Salah Maknai soal Hibah Nasional

    Surya Darmadi Mau Hibahkan Aset Rp 10 Triliun, Legislator: Salah Maknai soal Hibah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menegaskan, kawasan hutan adalah kekayaan negara sehingga tidak dikenal istilah hibah.
    Hal ini disampaikan Misbakhun menanggapi pernyataan dari terpidana kasus korupsi sekaligus bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi yang ingin menghibahkan aset senilai Rp 10 triliun berupa kebun sawit dan pabriknya ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
    “Hutan itu adalah kekayaan negara yang dikuasai oleh negara berdasarkan konstitusi. Jadi, tidak bisa dihibahkan oleh siapa pun,” ujar Misbakhun saat dihubungi, Minggu (12/10/2025).
    Misbakhun menilai, pihak Surya Darmadi telah salah memaknai kata hibah. Sebab, hutan yang disinggung itu bukan milik perseorangan, tapi milik negara.
    Apalagi, hutan yang telah menjadi kebun sawit itu dinilai telah dialihfungsikan secara tidak sah.
    “Hutan yang sejatinya milik negara, tapi sudah dialihfungsikan secara tidak sah dan melalui proses prosedur yang benar kemudian mau dihibahkan. Jelas itu salah memaknai hibah,” tegas politikus Partai Golkar ini.
    Misbakhun menegaskan, proses hibah hanya bisa dilakukan kepada negara, bukan spesifik ke pihak tertentu.
    “Tidak bisa pemberi hibah menentukan akan diberikan kepada pihak tertentu seperti Danantara karena Danantara adalah bagian dari negara,” katanya.
    Namun, dia mengingatkan bahwa status aset juga harus diperjelas sebelum hibah dilakukan.
    “Kita harus hati-hati sekali. Status asetnya harus
    clear and clean
    dari aspek kasus hukum dan aspek legalitas lainnya,” ujar Misbakhun.
    Atas hal-hal tersebut, Misbakhun menilai bahwa hibah yang disinggung Surya Darmadi tidak tepat.
    “Surya Darmadi hanya memiliki hak guna usaha atas perkebunan. Jadi, kalau yang mau dihibahkan itu tanah yang sedang bermasalah dengan alih fungsi hutan maka itu sebenarnya masih bukan aset milik pribadi Surya Darmadi yang mau dihibahkan,” katanya menegaskan.
    Sebelumnya diberitakan, Surya Darmadi berniat menghibahkan aset senilai Rp 10 triliun berupa kebun sawit dan pabriknya di Kalimantan Barat ke Danantara.
    Pernyataan hibah itu disampaikan melalui tim kuasa hukum Surya Darmadi dengan menyerahkan dokumen kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat dalam persidangan pada Jumat, 10 Oktober 2025.
    “Baik ya, jadi untuk surat yang sudah sampaikan terdakwa melalui penasihat hukum sudah kami terima,” kata Ketua Majelis Hakim Purwanto S Abdullah.
    Ditemui usai persidangan, kuasa hukum Surya Darmadi, Handika Honggowongso, mengatakan kliennya menyerahkan dana kebun sawit dan pabrik itu untuk membantu pemerintah.
    Diketahui, Surya Darmadi dihukum 16 tahun penjara dalam kasus korupsi penyerobotan lahan di Indragiri Hulu (Inhu), Riau, yang merugikan keuangan negara triliunan rupiah.
    Surya Darmadi sempat mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya 16 tahun bui.
    Namun, permohonan itu ditolak majelis PK pada Mahkamah Agung.
    Kini, Surya Darmadi masih menjalani proses hukum sebagai pemilik tujuh perusahaan di bawah PT Duta Palma Group yang menjadi terdakwa korporasi.
    Karena mendekam di Nusakambangan, Surya Darmadi mengikuti sidang secara
    online
    .
    Sampai saat ini, Kejaksaan Agung telah menyita uang dan aset Surya Darmadi senilai triliunan rupiah.
    Sementara itu, MA dalam putusan kasasi, mengurangi nominal uang pengganti yang harus dibayarkan Surya Darmadi dalam kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau dari Rp 41,989 triliun menjadi Rp 2,2 triliun.
    Hal ini sebagaimana putusan yang diketuk Ketua Majelis Kasasi Dwiarso Budi Santiarto dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Yohanes Priyana pada 14 September 2023.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 19 ASN Dipecat, Alasannya Ada yang Korupsi Sampai Tak Masuk Kerja

    19 ASN Dipecat, Alasannya Ada yang Korupsi Sampai Tak Masuk Kerja

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Kepegawaian Negara (BKN) mempertegas sanksi disiplin berupa pemberhentian terhadap 19 dari total 21 kasus pelanggaran disiplin pegawai ASN. Keputusan ini diambil setelah melalui sidang banding administratif yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN) sepanjang September 2025.

    “Hasil sidang hari ini memutuskan bahwa dari 21 ASN yang mengajukan banding atas hukuman disiplin memperoleh keputusan dengan rincian, yakni berupa 18 kasus diperkuat dan 2 (dua) ditunda. Sementara 1 (satu) keputusan lainnya diperberat berdasarkan hasil kajian sidang,” kata Kepala BKN Zudan dalam siaran pers, dikutip Minggu (12/10/2025).

    Keputusan sidang berasal dari musyawarah dan kesepakatan dari seluruh peserta sidang telah dibahas, dianalisis, dan diputuskan dengan mempertimbangkan rekomendasi hasil pra-sidang. Pada bulan sebelumnya, BKN juga memecat 17 ASN.

    Adapun jenis kasus yang menjadi bahan banding meliputi berbagai bentuk pelanggaran disiplin dan etika, di antaranya berupa tidak masuk kerja, hingga tindak pidana korupsi.

    Selanjutnya, jenis hukuman yang menjadi subjek banding kali ini mencakup Pemberhentian dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri (PDHTAPS), Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH), dan Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri (PHPK DHTAPS) bagi PPPK.

    Seluruh sanksi yang diputuskan dalam sidang ini telah ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pada masing-masing instansi sebelumnya.

    Foto: Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) berjalan usai naik transportasi umum di kawasan Balai Kota, Jakarta Pusat, pada Rabu (30/4/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
    Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) berjalan usai naik transportasi umum di kawasan Balai Kota, Jakarta Pusat, pada Rabu (30/4/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

    “Keputusan yang diambil dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil sidang banding BPASN ini selanjutnya akan disampaikan kepada masing-masing pegawai yang mengajukan banding, PPK instansi, serta pejabat terkait,” ungkap Zudan.

    Sebelumnya, terdapat 21 kasus yang dibahas dalam pra-sidang tetapi 2 (dua) di antaranya tidak dapat dilanjutkan ke tahap banding administratif karena kurangnya kelengkapan bahan pengajuan banding, dan memerlukan berkas dan keterangan yang lebih lanjut dari instansi asalnya masing-masing.

    Dalam mengambil keputusan, BPASN berpedoman pada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS, serta Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

    BPASN sendiri merupakan lembaga yang bertugas menerima, memeriksa, dan mengambil keputusan atas banding administratif yang diajukan pegawai ASN karena tidak puas terhadap keputusan PPK. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2021, dan berkedudukan di bawah serta bertanggung jawab kepada Presiden.

    Kewenangan BPASN mencakup memperkuat, meringankan, memperberat, mengubah, atau membatalkan keputusan sebelumnya sesuai Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2021.

    (wur/wur)

    [Gambas:Video CNBC]