Kasus: Tipikor

  • 4
                    
                        Sandra Dewi Ajukan Keberatan Asetnya Ikut Dirampas Kasus Harvey Moeis
                        Nasional

    4 Sandra Dewi Ajukan Keberatan Asetnya Ikut Dirampas Kasus Harvey Moeis Nasional

    Sandra Dewi Ajukan Keberatan Asetnya Ikut Dirampas Kasus Harvey Moeis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Aktris sekaligus istri terpidana kasus korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis, Sandra Dewi, mengajukan keberatan atas penyitaan beberapa aset miliknya yang ikut disita oleh Kejaksaan.
    Saat ini, keberatan yang diajukan Sandra Dewi tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Hari ini, sidang dilanjutkan dengan agenda pembuktian dari pihak Kejaksaan Agung selaku termohon.
    Jaksa menghadirkan Ahli Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, untuk dimintai keterangannya.
    Sebelum sidang dimulai, ketua majelis hakim, Rios Rahmanto, lebih dahulu memeriksa identitas dari ahli.
    “Ahli kenal dengan pemohon Sandra Dewi?” tanya Hakim Rios dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jumat (17/10/2025).
    Hibnu mengaku tidak mengenal Sandra Dewi dan tidak punya hubungan keluarga dengannya.
    Ia juga mengaku hanya tahu jaksa-jaksa dari Kejaksaan Agung, tetapi tidak mengenal dekat maupun punya hubungan keluarga.
    Usai Hibnu diambil sumpahnya, masing-masing kubu, baik dari pengacara Sandra Dewi selaku pemohon maupun jaksa selaku termohon, bergantian mengajukan pertanyaan kepada Hibnu.
    Pertanyaan yang dilontarkan berkisar pada topik keabsahan harta milik pihak ketiga dengan proses penyitaan dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor).
    Hal ini juga dipertegas oleh hakim dalam sesi pertanyaan khusus majelis.
    “Apakah harta yang diperoleh seseorang pihak ketiga, jauh sebelum tempus tindak pidana terjadi, dapat dikategorikan sebagai harta yang tidak terkait korupsi, menurut ahli?” tanya Hakim Rios.
    Hibnu mengatakan, harta tersebut bisa dinilai tidak terkait dengan kasus korupsi.
    Namun, menurutnya, selama status pemilik aset masih terkait dengan terdakwa, aset tersebut masih bisa disita oleh negara sebagai upaya untuk memulihkan kerugian keuangan negara.
    Namun, Hibnu menjelaskan, semisal pihak ketiga itu bisa membuktikan asetnya tidak terkait dengan tindak pidana korupsi, aset itu tidak bisa disita untuk negara.
    Hakim Rios kembali mempertegas jawaban ahli terkait hal ini.
    “Ini subjeknya adalah suami istri, bukan korporasi. Salah satu pasangan memperoleh jauh sebelum tindak pidana perampasan tadi (kemudian pasangannya) didakwa melakukan korupsi dan diadili tipikor, dalam hal ini, ini termasuk harta terkait atau tidak terkait?” tanya Hakim Rios lagi.
    Hibnu tetap pada pendiriannya.
    Menurutnya, penyitaan aset punya banyak pendekatan yang patut diperhitungkan.
    “Kalau melihat pendekatan pihak, tidak terkait. Tapi, kalau pendekatan korupsi, ada bagian pengembalian uang negara. Ada dua penegakan yang harus dipakai,” jawab Hibnu.
    Hakim Rios pun menyinggung soal Pasal 19 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Tipikor yang mengatur soal keberatan pihak ketiga atas asetnya yang ikut dirampas oleh negara.
    “Tapi UU Tipikor juga secara implisit memberikan perlindungan ke pihak ketiga. Dalam Pasal 19 kan ditegaskan. Kalau menurut ahli, tetap hal itu ada semangat tidak semata-mata hanya asset recovery?” tanya Hakim Rios.
    Hibnu tetap pada penjelasannya.
    Ia menilai, pasal yang dimaksud hakim itu sudah dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2022.
    Dalam kasus ini, kasasi Harvey diketahui telah ditolak oleh MA.
    Aset-aset milik Sandra Dewi juga tetap disita meski ada perjanjian pisah harta di antara keduanya.
    Setidaknya, ada 88 tas mewah, rekening deposito, beberapa mobil, hingga perhiasan.
    Pada persidangan lampau, Sandra menjelaskan bahwa aset-aset ini didapatnya secara pribadi, melalui endorsement atau hasil kerja selama menjadi artis.
    Tapi, aset-aset ini tetap disita untuk membayar uang pengganti senilai Rp 420 miliar yang dijatuhkan pada Harvey.
    Pada kasus ini, Harvey bersama terpidana lainnya dinilai telah merugikan keuangan negara hingga Rp 271 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Usai Jalani Operasi Katarak, Eks Wali Kota Kupang Jonas Salean Akhirnya Ditahan Kejati NTT

    Usai Jalani Operasi Katarak, Eks Wali Kota Kupang Jonas Salean Akhirnya Ditahan Kejati NTT

    Liputan6.com, Jakarta – Mantan Wali Kota Kupang, Jonas Salean resmi ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) terkait dugaan korupsi pengalihan aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Kupang di Jalan Veteran, Kota Kupang.

    Kasus ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 5,9 miliar. Jonas diduga terlibat manipulasi sertifikat hak milik (SHM) dan kasus pengalihan aset tanah ini yang mulai diselidiki sejak 2020.

    Politisi senior dari Golkar ini telah menjalani sembilan kali pemeriksaan sebelum ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Oktober 2025.

    Ia disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Wakajati NTT, Prihatin mengatakan Jonas kini ditahan Rutan Kupang selama 20 hari ke depan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan administratif. Penahanan ini dilakukan sesuai prosedur usai ia ditetapkan sebagai tersangka untuk mencegah hal tak diinginkan.

    “Proses hukum berjalan sesuai prosedur, dan penahanan ini untuk memperlancar penyidikan lebih lanjut,” ujarnya, Jumat (17/10/2025).

     

  • Warga Asing yang Jadi Direksi BUMN, Wajib Lapor Kekayaan di LHKPN

    Warga Asing yang Jadi Direksi BUMN, Wajib Lapor Kekayaan di LHKPN

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan warga negara asing (WNA) yang ditunjuk menjabat sebagai direksi di perusahaan BUMN wajib melaporkan harta kekayaan di e-LHKPN.

    Pelaporan harta kekayaan adalah bentuk kepatuhan pejabat negara terhadap undang-undang serta sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi.

    “Tentunya itu berkonsekuensi terhadap salah satunya adalah kewajiban LHKPN karena setiap penyelenggara negara pada prinsipnya punya kewajiban untuk melaporkan aset dan hartanya melalui LHKPN,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada jurnalis, Kamis (16/10/2025).

    Terlebih, kata Budi, BUMN menaungi berbagai usaha yang dikelola negara dan berkontribusi mengelola keuangan negara. 

    “Karena memang secara ketentuan BUMN ini kan juga mengelola keuangan negara, dan juga organ-organ di dalamnya adalah penyelenggara negara,” jelas Budi

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam acara Forbes Global CEO Conference 2025, Rabu (15/10/2025), mengizinkan ekspatriat atau warga negara asing (WNA) untuk memimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

    Dia mengatakan telah merevisi sejumlah regulasi agar tenaga asing dapat memimpin perusahaan pelat merah.”Saya sudah mengubah regulasinya. Sekarang ekspatriat, non-Indonesia [WNA] bisa memimpin BUMN kita. Jadi saya sangat bersemangat,” ujarnya seperti diberitakan Bisnis.com, dikutip Kamis (16/10/2025).

    Terbaru, 2 WNA resmi menjabat sebagai direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., yakni Glenny H. Kairupan sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia dan Neil Raymond Mills sebagai Direktur Transformasi. Keduanya terpilih dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Garuda 2025.

  • Korupsi Pembangunan Puskesmas Oesao Terbongkar: 2 Tersangka Ditahan, Negara Rugi Rp 400 Juta

    Korupsi Pembangunan Puskesmas Oesao Terbongkar: 2 Tersangka Ditahan, Negara Rugi Rp 400 Juta

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), resmi menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Puskesmas Oesao dengan total nilai Rp1,2 miliar lebih.

    Kedua tersangka masing-masing berinisial AB, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan DW selaku pelaksana lapangan atau kontraktor pekerjaan.

    Kepala Kejari Kabupaten Kupang Yupiter Selan, mengatakan, setelah melalui serangkaian penyelidikan, dua pihak ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan.

    “Keduanya langsung kami tahan selama 20 hari ke depan,” ujar Kepala Kejari Kabupaten Kupang Yupiter Selan, Jumat 17 Oktober 2025.

    Yupiter menjelaskan bahwa dari hasil perhitungan sementara, kerugian keuangan negara mencapai lebih dari Rp400 juta. Nilai tersebut berasal dari ketidaksesuaian antara volume pekerjaan dan realisasi di lapangan pada proyek pembangunan Puskesmas tersebut.

     

  • KPK Persilakan Mahfud MD Lapor Dugaan Korupsi Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

    KPK Persilakan Mahfud MD Lapor Dugaan Korupsi Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

    GELORA.CO -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membuat laporan terkait dugaan markup dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, atau Whoosh, di masa Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi.

    Hal itu disampaikan Jurubicara KPK, Budi Prasetyo merespons pernyataan Mahfud MD yang menyebut ada potensi markup dalam proyek Whoosh tersebut.

    “KPK mengimbau bagi masyarakat yang mengetahui informasi awal ataupun data awal terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi, maka silakan dapat menyampaikan aduan tersebut kepada KPK melalui saluran pengaduan masyarakat,” kata Budi seperti dikutip RMOL di Jakarta, Jumat, 17 Oktober 2025.

    Budi menyebut bahwa, masyarakat diharapkan untuk melaporkan ke KPK dengan dilengkapi informasi dan data awal agar pada saat proses telaah dan verifikasi menjadi lebih presisi.

    “Tentunya dari setiap laporan pengaduan masyarakat, KPK akan mempelajari, akan menganalisis,” terang Budi.

    Budi menyebut bahwa, jika memang ada unsur kerugian keuangan negara, maka harus dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

  • KPK Persilakan Mahfud MD Lapor Dugaan Korupsi Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

    KPK Persilakan Mahfud MD Lapor Dugaan Korupsi Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

    GELORA.CO -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membuat laporan terkait dugaan markup dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, atau Whoosh, di masa Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi.

    Hal itu disampaikan Jurubicara KPK, Budi Prasetyo merespons pernyataan Mahfud MD yang menyebut ada potensi markup dalam proyek Whoosh tersebut.

    “KPK mengimbau bagi masyarakat yang mengetahui informasi awal ataupun data awal terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi, maka silakan dapat menyampaikan aduan tersebut kepada KPK melalui saluran pengaduan masyarakat,” kata Budi seperti dikutip RMOL di Jakarta, Jumat, 17 Oktober 2025.

    Budi menyebut bahwa, masyarakat diharapkan untuk melaporkan ke KPK dengan dilengkapi informasi dan data awal agar pada saat proses telaah dan verifikasi menjadi lebih presisi.

    “Tentunya dari setiap laporan pengaduan masyarakat, KPK akan mempelajari, akan menganalisis,” terang Budi.

    Budi menyebut bahwa, jika memang ada unsur kerugian keuangan negara, maka harus dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

  • Respons KPK soal Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh

    Respons KPK soal Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons terkait dugaan mark up anggaran dalam proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo meminta kepada masyarakat melaporkan setiap dugaan tindak pidana korupsi kepada KPK sebagai informasi awal untuk ditindaklanjuti.

    “KPK mengimbau bagi masyarakat yang mengetahui informasi awal ataupun data awal terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi, maka silahkan dapat menyampaikan aduan tersebut kepada KPK melalui saluran pengaduan masyarakat,” kata Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).

    Budi menjelaskan setiap laporan harus dilengkapi data awalan sehingga dalam proses kajian serta verifikasi menjadi lebih presisi. Setiap laporan akan dianalisis oleh tim KPK untuk mengetahui apakah perkara yang diajukan termasuk unsur dugaan tindak pidana korupsi atau tidak.

    Begitupun tindakan yang diambil KPK dapat berupa penindakan, pendidikan, atau koordinasi dan supervisi kepada pihak-pihak terkait.

    “Apakah kemudian nanti masuk ke ranah penindakan, pencegahan, pendidikan atau koordinasi dan supervisi yang kemudian bisa juga dilimpahkan kepada satuan pengawas di internal untuk perbaikan sistem atau tindak lanjut berikutnya,” ujarnya.

    Budi menyebut terkait kerugian keuangan negara harus dihitung oleh auditor negara, seperti BPK atau BPKP. Dugaan ini diungkapkan oleh Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD.

    Mahfud menyampaikan Indonesia memperhitungkan pembangunan kereta cepat US$52 juta per kilometer, sedangkan berdasarkan perhitungan Cina biaya per kilometer US$17 juta-18 juta.

    “Dugaan mark up-nya gini. Menurut pihak Indonesia, biaya per 1 KM kereta Whoosh itu 52 juta US dolar. Namun, di China sendiri hitungannya 17 sampai 18 US dolar. Naik tiga kali lipat kan,” ungkapnya dalam akun YouTube Mahfud MD Official, dikutip Kamis (16/10/2025).

  • KPK Periksa Pramugari, Gali Keterangan Korupsi Dana Operasional Papua
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 Oktober 2025

    KPK Periksa Pramugari, Gali Keterangan Korupsi Dana Operasional Papua Nasional 16 Oktober 2025

    KPK Periksa Pramugari, Gali Keterangan Korupsi Dana Operasional Papua
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seorang pramugari untuk mendalami informasi penggunaan uang yang diduga terkait korupsi dana penunjang operasional di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.
    Materi tersebut didalami KPK saat memeriksa dua saksi terkait perkara tersebut, yaitu Freelance Flight Attendant atau Pramugari RDG Airlines, Selvi Purnama Sari, dan Marwan Suminta selaku Wiraswasta, penjaga kos Wisma Feris Bogor, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
    “Penyidik mendalami terkait dengan penggunaan-penggunaan uang yang berasal dari dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana operasional di Papua, termasuk penggunaan-penggunaan uang tersebut untuk pembelian aset di sejumlah tempat,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.
    Budi mengatakan, saksi atas nama Tamara Anggraeny selaku cabin manager RDG Airlines mangkir dari panggilan hari ini, sehingga akan dilakukan pemanggilan ulang.
    “Sedangkan untuk saksi atas nama TA, cabin manager RDG Airlines tidak hadir. Nanti kami akan cek apakah ada surat permohonan penjadwalan ulangnya atau tidak. Tentu nanti jika masih dibutuhkan keterangannya, penyidik akan melakukan pemanggilan ulang,” ujarnya.
    Sebelumnya, KPK memanggil Freelance Flight Attendant atau Pramugari RDG Airlines Selvi Purnama Sari sebagai saksi terkait kasus suap dana penunjang operasional di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua pada Kamis (16/10/2025).
    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Kamis.
    Selain itu, KPK turut memanggil dua saksi lainnya, yaitu Tamara Anggraeny Cabin Manager RDG Airlines dan Marwan Suminta selaku Wiraswasta, Penjaga Kos Wisma Feris Bogor.
    Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut aliran uang kasus korupsi penyalahgunaan dana penunjang operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah Provinsi Papua tahun 2020-2022.
    KPK menduga aliran uang hasil korupsi tersebut digunakan untuk pembelian
    private jet
    atau jet pribadi.
    “Penyidik menduga aliran dana dari hasil tindak pidana korupsi tersebut salah satunya digunakan untuk pembelian
    private jet
     (jet pribadi) yang saat ini keberadaannya di luar negeri,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025).
    KPK juga mengungkapkan bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi tersebut mencapai Rp 1,2 triliun.
    “Kerugian keuangan negara dalam perkara ini cukup besar, Rp 1,2 triliun,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
    Budi mengatakan, tersangka dalam perkara ini adalah Dius Enumbi (DE) selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua dan Lukas Enembe (almarhum) selaku Gubernur Papua.
    Dia mengatakan, KPK mengupayakan perampasan aset dari pihak Lukas Enembe dalam rangka
    asset recovery
    atau pemulihan kerugian keuangan negara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Modus Korupsi di PT Antam: 1 Kg Anoda Logam yang Diolah Hanya Ditukar 3 Gram Emas
                        Nasional

    6 Modus Korupsi di PT Antam: 1 Kg Anoda Logam yang Diolah Hanya Ditukar 3 Gram Emas Nasional

    Modus Korupsi di PT Antam: 1 Kg Anoda Logam yang Diolah Hanya Ditukar 3 Gram Emas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan modus dugaan korupsi pada kerja sama pengolahan anoda logam antara PT Aneka Tambang (Antam) Tbk dan PT Loco Montrado.
    KPK mengatakan, penyidik menemukan bahwa setiap 1 kilogram (kg) anoda logam yang diolah PT Loco Montrado hanya menghasilkan 3 gram emas dan tidak ada perak.
    “Modus kerja sama pengolahan itu, setiap 1 kilogram anoda logam yang diolah oleh PT LCM ini ditukar dengan emas sekitar 3 gram. Padahal, dalam pengolahan setiap kilogram anoda logam ini, harusnya hasilnya itu ada emas dan perak, tapi dalam proses pengolahan yang dilakukan oleh PT LCM ini outputnya tidak ada perak, jadi hanya emas sekitar 3 gram,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
    Budi mengatakan, modus yang dilakukan dalam pengolahan anoda logam ini mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai lebih dari Rp 100 miliar.
    “Sehingga dari modus-modus itu kemudian merugikan keuangan negara hingga lebih dari 100 miliar,” ujar dia.
    Sebelumnya, KPK menetapkan PT Loco Montrado sebagai tersangka korporasi terkait kasus dugaan korupsi pengolahan anoda logam dengan PT Antam Tbk.
    “KPK telah menetapkan PT LCM sebagai tersangka korporasi,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Selasa (14/10/2025).
    Budi mengatakan, PT Loco Montrado ditetapkan sebagai tersangka korporasi sejak Agustus 2025.
    “Dalam perkara kerja sama pengolahan anoda logam PT ANTAM pada Agustus 2025 ini,” ujar dia.
    Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Loco Montrado Simanjuntak Bahar sebagai tersangka, pada Senin (4/8/2025).
    KPK juga telah menyita uang tunai sebesar Rp 100,7 miliar dari Siman Bahar.
    Budi mengatakan, penyitaan ini dilakukan karena diduga uang tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi yang dimaksud.
    Dalam perkara ini, para pihak diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
    “Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Korupsi Bandung Zoo, Hakim Vonis 2 Petinggi YMT 7 Tahun Penjara
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        16 Oktober 2025

    Kasus Korupsi Bandung Zoo, Hakim Vonis 2 Petinggi YMT 7 Tahun Penjara Bandung 16 Oktober 2025

    Kasus Korupsi Bandung Zoo, Hakim Vonis 2 Petinggi YMT 7 Tahun Penjara
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara terhadap dua petinggi Bandung Zoo, yakni terdakwa Ketua Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) Raden Bisma Bratakusoema (RBB) dan Pembina YMT Sri (S) terkait kasus korupsi sengketa lahan Bandung Zoo.
    Vonis tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Rachmawati pada Kamis (16/10/2025).
    Hakim menyatakan keduanya terbukti bersalah melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama sebab perbuatan keduanya menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 25,5 miliar.
    “Mengadili, menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan primer,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung, Rachmawati.
    Tak hanya vonis tujuh tahun, keduanya juga dikenakan denda Rp 400 juta subsider dua bulan kurungan.
    “Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan hukuman selama tujuh tahun dengan denda Rp 400 juta subsider dua bulan kurungan,” ungkapnya.
    Bisma dan Sri dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 2 ayat (1), Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan primer.
    Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan JPU Kejati Jabar yang sebelumnya menuntut keduanya dengan hukuman 15 tahun pidana dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan penjara.
    Adapun yang memberatkan Bisma dan Sri adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan perbuatan tersebut berdampak buruk terhadap keberlangsungan Bandung Zoo.
    Adapun yang meringankan, kedua terdakwa belum pernah dihukum dan berterus terang selama persidangan serta merupakan tulang punggung keluarga.
    Selain pidana badan, kedua terdakwa juga diputus untuk membayar uang pengganti.
    Bisma diputus membayar Rp 10,1 miliar, dan Sri Rp 14,9 miliar subsider dua tahun pidana.
    Usai membacakan vonis, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada JPU dan kuasa hukum terdakwa untuk mengajukan banding dengan memberinya waktu sepekan.
    Usai sidang, Efran Hilmi, kuasa hukum Bisma dan Sri, mengatakan bahwa pihaknya mengapresiasi dan menghormati putusan majelis hakim.
    Namun, pihaknya memiliki pandangan berbeda, terutama terkait kewajiban pembayaran uang pengganti.
    Mengenai putusan tersebut, pihaknya akan mencermati dan mempertimbangkan langkah hukum berikutnya.
    “Dalam waktu satu minggu ke depan, kami akan mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya dengan sebaik-baiknya,” ujar Efran.
    Menyinggung soal peristiwa hukum yang menjadi dasar perkara, menurut Efran terdapat kejanggalan dalam pertanggungjawaban pidana yang mengaitkan peristiwa pada masa lalu.
    “Terkait peristiwa hukumnya sendiri, itu kan terjadi di era bapaknya, jadi peristiwa hukum yang menjadi objeknya memang saat itu. Nah, pertanyaannya, apakah pertanggungjawaban pidana bisa dialihkan dari bapak ke anak? Kan tidak boleh itu secara hukum. Tidak bisa dialihkan kecuali kalau peristiwanya berbeda,” ujarnya.
    Menurutnya, kejadian yang menjerat kliennya merupakan kejadian di rentang tahun 2022-2023.
    Hal ini akan ditelaah kembali oleh timnya sebelum menempuh upaya hukum selanjutnya.
    “Ini kan kejadiannya tahun 2023, sementara pertanggungjawaban yang dibebankan itu dihubungkan dengan peristiwa tahun 2022–2023,” ucapnya.
    Sebelumnya diberitakan, dalam dakwaan JPU disebutkan, lahan Bandung Zoo awalnya dikelola melalui mekanisme sewa-menyewa dengan Pemerintah Kota Bandung sejak tahun 1970 oleh Yayasan Margasatwa Tamansari.
    Namun, sejak izin pemakaian tanah berakhir pada 30 November 2007, yayasan tersebut yang saat itu dipimpin R Romly S Bratakusumah, tak lagi membayar kewajiban sewa, meski masih memanfaatkan lahan tersebut.
    Kondisi itu menyebabkan kerugian keuangan daerah yang berdasarkan hasil audit mencapai Rp 59 miliar.
    Dari jumlah tersebut, perbuatan Bisma dan Sri disebut menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 25,5 miliar, terdiri atas Rp 6 miliar untuk sewa lahan, Rp 16 miliar untuk sewa tanah, dan Rp 3,4 miliar untuk pajak bumi dan bangunan (PBB).
    Kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.