Kasus: Tipikor

  • Ingatkan pengusaha serakah, Prabowo: kita bertekad tegakkan kedaulatan

    Ingatkan pengusaha serakah, Prabowo: kita bertekad tegakkan kedaulatan

    Kalau mereka para pengusaha-pengusaha serakah itu menganggap bisa menipu terus-menerus bangsa sebesar Indonesia, ya saya kira itu kita akan buktikan bahwa kita masih eksis, masih kuat dan kita bertekad untuk menegakkan kedaulatan kita demi rakyat kit

    Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto mengingatkan kepada para pengusaha yang serakah dan berniat menipu bahwa pemerintahannya telah bertekad untuk menegakkan kedaulatan demi rakyat.

    Hal itu dikatakan Presiden saat menyaksikan penyerahan uang pengganti kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya sebesar Rp13,2 triliun di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin.

    “Kalau mereka para pengusaha-pengusaha serakah itu menganggap bisa menipu terus-menerus bangsa sebesar Indonesia, ya saya kira itu kita akan buktikan bahwa kita masih eksis, masih kuat dan kita bertekad untuk menegakkan kedaulatan kita demi rakyat kita,” ucap Prabowo.

    Presiden mengingatkan para pengusaha bahwa dunia semakin sempit dan bumi semakin kecil oleh teknologi dan peradaban.

    Kepada para penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung, Prabowo meminta agar tetap semangat, tidak menyerah, dan terus berbuat yang terbaik bagi bangsa.

    “Selamat atas pekerjaan ini. Jangan surut, jangan malas, jangan menyerah. Berbuatlah yang terbaik untuk bangsa, negara dan rakyatmu,” ujar Presiden.

    Kepala Negara menilai kekayaan yang diperoleh dengan cara mengorbankan kepentingan rakyat merupakan bentuk rezeki yang tidak baik dan pada akhirnya akan membawa dampak buruk bagi pelakunya maupun keluarganya.

    “Saya sudah melihat terlalu banyak ya pejabat yang lengah atau lemah iman, lemah akhlak, melakukan tindakan dan akhirnya termasuk keluarganya yang menderita ya,” ucap Presiden.

    Lebih lanjut, Prabowo juga meminta penegakan hukum di Indonesia jangan tumpul ke atas dan tajam ke bawah, atau yang bermakna hukuman lebih berat bagi masyarakat biasa karena hal tersebut dinilai zalim.

    Presiden meminta para penegak hukum memiliki hati dan empati terhadap masyarakat kecil. Menurut Presiden, seharusnya baik hakim maupun jaksa dapat membela rakyat kecil yang lemah.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 6
                    
                        Prabowo Candai Purbaya: You Ada Gelar Profesornya Enggak?
                        Nasional

    6 Prabowo Candai Purbaya: You Ada Gelar Profesornya Enggak? Nasional

    Prabowo Candai Purbaya: You Ada Gelar Profesornya Enggak?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Prabowo menyapa satu per satu pejabat yang hadir dalam penyerahan uang korupsi CPO yang dikembalikan ke negara sambil bercanda santai, salah satunya Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa.
    Prabowo memberi sambutan dalam penyerahan uang pengganti kerugian negara Rp 13 triliun kasus korupsi fasilitas ekspor CPO itu di kantor Kejagung RI, Jakarta Selatan, Senin (20/10/2025).
    Awalnya, dia menyapa sahibul bait Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang bergelar profesor.
    “Yang saya hormati dan saya banggakan, Jaksa Agung RI Profesor ST Burhanuddin beserta seluruh jajaran Kejaksaan Agung yang saya banggakan,” kata Prabowo.
    Dia juga menyapa Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) Sjafri Sjamsoeddin dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
    Selanjutnya, dia menyapa dengan santai Menkeu Purbaya dengan setengah mencandai peraih gelar master dari Purdue University, Amerika Serikat (AS), itu.
    “Menteri Keuangan, Saudara Purbaya Yudhi Sadewa,” kata Prabowo dari mimbar.

    You
    ada (gelar) profesornya enggak?” tanya Prabowo. Terdengar ada suara tawa kecil dari hadirin.
    Setelah mendapat jawaban bahwa Purbaya belum bergelar profesor, Ketua Umum Partai Gerindra itu berucap, “Belum, belum. Sebentar lagilah.”
    Selanjutnya, dia menyapa Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, juga dengan setengah mencandai Prasetyo.

    Uda
    h doktor? Belum doktor,” kata Prabowo ke Prasetyo.
    “Saya juga belum,” imbuh Prabowo.
    Prabowo juga menyapa Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh.

    Udah
    doktor?” tanya Prabowo. Yusuf Ateh menjawab bahwa dia sudah mendapat gelar doktor.
    Secara simbolis, uang Rp 13 triliun dari kasus korupsi ekspor CPO diserahkan ke negara.
    Bertumpuk-tumpuk uang warna merah dipampang ke hadapan mata kamera pewarta, jumlahnya memang tidak sampai Rp 13 triliun karena ruangannya tidak cukup.
    “Hari ini kami serahkan, ini jumlahnya Rp 13.255.000.000.000, tetapi tidak mungkin kami hadirkan di sini semua. Kalau Rp 13 triliun, tempatnya tidak memungkinkan. Jadi ini sekitar Rp 2.400.000.000.000,” ujar Burhanuddin dalam acara ini.
    Sebagai informasi, Kejagung sebelumnya telah melakukan berbagai penyitaan dari kasus korupsi terkait CPO. Dalam kasus ini, ada tiga perusahaan terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu PT Wilmar Group, PT Musim Mas, dan anak perusahaan PT Permata Hijau Group, PT Nagamas Palmoil Lestari.
    Dalam amar putusan kasasi, majelis hakim Mahkamah Agung menghukum PT Wilmar Group untuk membayarkan uang pengganti dengan nilai Rp 11.880.351.801.176,11 (Rp 11,8 triliun).
    Perusahaan PT Musim Mas dihukum untuk membayar uang pengganti senilai Rp 4.890.938.943.794,08 (Rp 4,89 triliun).
    Sejauh ini, PT Musim Mas Group telah menyerahkan uang senilai Rp 1.188.461.774.662,2 (Rp 1,1 triliun) kepada Kejaksaan Agung.
    Kemudian, PT Nagamas Palmoil Lestari telah menyerahkan uang senilai Rp 186.430.960.865,26 kepada Kejaksaan Agung.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Uang negara kembali, Prabowo: Ini tanda baik satu tahun pemerintahan

    Uang negara kembali, Prabowo: Ini tanda baik satu tahun pemerintahan

    Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa pengembalian uang negara dari tindak pidana korupsi ekspor minyak kelapa sawit sebesar Rp13,2 triliun yang disaksikannya merupakan tanda baik karena tepat pada satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran.

    Hal itu disampaikan Prabowo usai menyaksikan penyerahan uang pengganti kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya sebesar Rp13,2 triliun di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin.

    Acara tersebut bertepatan dengan satu tahun setelah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024.

    “Kebetulan (saya menyaksikan) ini pas satu tahun saya dilantik sebagai Presiden, jadi saya merasa ini istilahnya tanda-tanda baik. Di hari satu tahun saya menyaksikan Pemerintah Indonesia, Kejaksaan sebagai bagian dari pemerintah Indonesia memperlihatkan dan membuktikan kepada rakyat, kerja keras, kerja yang gigih, yang berani, sehingga bisa membantu negara, menyelamatkan kekayaan,” kata Prabowo dalam sambutannya.

    Presiden Prabowo sempat salah menyebutkan angka uang pengganti kerugian negara yang seharusnya Rp13 triliun, menjadi Rp13 miliar.

    Prabowo pun sempat tertegun lama menatapi layar, setelah diperbaiki jumlah sebenarnya adalah Rp13 triliun.

    “Uang pengganti kerugian negara sebesar Rp13 miliar, eh triliun, sorry…sorry. Enggak kita bayangkan ya uangnya,” kata Prabowo seraya menunjuk ke arah tumpukan uang yang banyak itu.

    Prabowo pun menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh jajaran terkait, terutama Kejaksaan Agung yang telah dengan gigih, bekerja keras untuk bertindak melawan korupsi, manipulasi dan penyelewengan.

    Prabowo meyakini bahwa seluruh penegak hukum memiliki keberanian untuk mengelola dengan baik kekayaan Indonesia.

    “Bangsa Indonesia sangat kaya. Sangat kaya, kalau kita bisa kelola dengan baik, kalau kita punya keberanian untuk kelola dengan baik, Indonesia akan cepat bangkit. Saya percaya itu, saya yakin itu,” kata Presiden.

    Kepala Negara memberikan motivasi bahwa uang negara yang berhasil diselamatkan sebanyak Rp13 triliun itu sama saja dengan memperbaiki 8.000 sekolah atau membangun 600 desa nelayan yang menjangkau lima juta penduduk untuk diperbaiki taraf hidupnya.

    Oleh karenanya, Prabowo meminta Kejaksaan Agung dan Polri terus mengejar kekayaan negara yang diselewengkan dari tindak korupsi.

    “Ingat, kalau kita lihat ini, sama aja kayak 8.000 sekolah kita perbaiki, lima juta nelayan bisa hidup, lima juta dengan uang yang ada disini. Saya greget, kalau bisa kita kejar lagi tuh kekayaan yang diselewengkan,” kata Prabowo.

    Adapun penyerahan uang ini merupakan tindak lanjut dari putusan kasasi Mahkamah Agung yang menganulir vonis lepas terhadap tiga terdakwa dalam kasus korupsi ekspor CPO, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

    Pewarta: Mentari Dwi Gayati/Fathur Rochman
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Prabowo Geram! Sebut Korupsi CPO Rp13,2 Triliun Kejam dan Tidak Manusiawi

    Prabowo Geram! Sebut Korupsi CPO Rp13,2 Triliun Kejam dan Tidak Manusiawi

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menyampaikan apresiasi tinggi kepada Kejaksaan Agung atas keberhasilan mengembalikan kerugian negara senilai lebih dari Rp13,2 triliun dari kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya.

    Penyerahan uang pengganti tersebut dilakukan dalam sebuah acara resmi di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (20/10/2025).

    “Rp13 miliar—eh, triliun, maaf—Rp13.255.244.538.149, itu angka yang luar biasa. Tidak kita bayangkan,” ujar Presiden Prabowo di hadapan jajaran Kejaksaan Agung dan tamu undangan.

    Presiden Ke-8 RI itu menyampaikan bahwa jumlah uang tersebut bisa memberikan dampak nyata bagi kehidupan rakyat, jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. 

    Dia mencontohkan bahwa dana sebesar itu cukup untuk merenovasi lebih dari 8.000 sekolah, atau membangun sekitar 600 kampung nelayan modern.

    “Kalau satu kampung nelayan kita anggarkan Rp22 miliar, maka Rp13 triliun itu cukup untuk membangun 600 kampung nelayan. Satu kampung isinya 2.000 kepala keluarga, berarti dengan anak dan istri bisa sampai 5.000 jiwa. Kalau kita bangun 600 kampung, itu berarti 3 juta rakyat Indonesia bisa hidup layak,” paparnya.

    Kepala negara juga menyoroti dampak sosial dari kejahatan korupsi di sektor sumber daya alam. 

    Dia menyebut bahwa korupsi dalam industri sawit menyebabkan rakyat Indonesia kesulitan mendapatkan minyak goreng untuk waktu yang lama.

    “Ini kejam. Tidak manusiawi. Apakah ini murni keserakahan? Atau bisa kita sebut sebagai subversi ekonomi?” tegasnya.

    Lebih lanjut, Prabowo mengingatkan bahwa perjuangan melawan korupsi di Indonesia belum selesai. 

    Dia menyoroti praktik tambang ilegal, penyelundupan hasil bumi, serta kerusakan kawasan hutan yang menurutnya merugikan negara hingga puluhan, bahkan ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.

    “Penyelundupan timah dan turunannya dari Bangka Belitung yang baru-baru ini berhasil dihentikan oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan dibantu TNI, Kejaksaan, Polisi, Bea Cukai dan lainnya, diperkirakan menimbulkan kerugian negara hingga Rp40 triliun per tahun. Dan praktik ini sudah berjalan hampir 20 tahun,” ungkapnya.

    Oleh sebab itu, orang nomor satu di Indonesia itu kembali menyampaikan terima kasih kepada seluruh jajaran penegak hukum dan menyatakan bahwa pemberantasan korupsi dan kejahatan sumber daya alam akan terus menjadi prioritas pemerintahannya.

    “Terima kasih kepada Kejaksaan Agung. Tapi saya ingatkan, tugas kita masih banyak. Kita harus terus bekerja untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat,” pungkas Prabowo.

  • Satu Tahun Prabowo-Gibran: Daftar 10 Kasus Korupsi Ditangani Kejagung-Polri

    Satu Tahun Prabowo-Gibran: Daftar 10 Kasus Korupsi Ditangani Kejagung-Polri

    Bisnis.com, JAKARTA — Prabowo Subianto resmi satu setahun dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia (RI) sejak Minggu (20/10/2025).

    Sepanjang menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia, para penegak hukum baik itu Kejagung, KPK hingga Polri telah banyak mengungkap kasus tindak pidana korupsi (Tipikor).

    Salah satu penindakan korupsi yang paling disorot itu saat menetapkan saudagar minyak tersohor di Indonesia, yakni Riza Chalid dalam kasus tata kelola minyak dan produk kilang periode 2018-2023.

    Berikut daftar 10 kasus korupsi yang ditindak parat penegak hukum sepanjang satu tahun pemerintahan Prabowo

    1. Kasus Ronald Tannur dan Zarof Ricar

    Pasca tiga hari Prabowo jadi Presiden, Kejagung telah menetapkan tiga hakim PN Surabaya atas vonis bebas yang dijatuhkan dalam perkara penganiayaan hingga tewas Ronald Tannur terhadap kekasihnya Dini Sera.

    Tiga hakim yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Erintuah Damanik, dan Mangapul, dan Heru Hanindyo. Perkara ini berkembang hingga menetapkan tiga tersangka lainnya mulai dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja.

    Selanjutnya, pengacara Ronald Tannur Lisa Rachmat; mantan Hakim Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rudi Suparmono, dan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.

    Dalam perkara ini, pihak Ronald Tannur telah ‘kong kalikong’ dengan Rudi dalam mengatur majelis hakim dengan menunjuk Erintuah Cs. Singkatnya, usai adanya praktik suap ini majelis hakim menetapkan vonis bebas terhadap terdakwa Ronald Tannur.

    Hal itu terbukti usai mereka resmi divonis tujuh tahun untuk Erintuah dan Mangapul, serta Heru dihukum 10 tahun pidana. Sementara itu, Lisa Rachmat 11 tahun dan kini diperberat menjadi 14 tahun di PT DKI.

    Selanjutnya, Meirizka tiga tahun pidana dan Zarof Ricar divonis 16 tahun penjara dan diperberat menjadi 18 tahun penjara di PT DKI dalam sidang banding.

    Selain itu, saat proses penegakan hukum perkara ini, korps Adhyaksa telah menyita aset sebesar Rp920 miliar hingga emas 51 kg di kediaman Zarof di kawasan Senayan, Jakarta.

    Uang itu diduga dikumpulkan Zarof lantaran terkait kasus gratifikasi pengurusan perkara-perkara di Mahkamah Agung selama 2012-2022.

    2. Tom Lembong di Kasus Gula

    Masih di bulan yang sama saat Prabowo dilantik, eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara importasi gula di Kemendag pada periode 2015-2016.

    Dalam perkara ini Tom disebut telah melakukan praktik korupsi yang menguntungkan korporasi melalui kebijakannya untuk mengimpor gula saat menjadi Mendag. Total ada 11 tersangka termasuk dari sembilan bos swasta dan Mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) Charles Sitorus.

    Kemudian, Tom dinyatakan bersalah dan divonis 4,5 tahun pidana dalam perkara ini. Namun, bak tersambar petir di siang bolong, Tom telah mendapatkan pengampunan melalui abolisi yang diberikan Prabowo.

    Tom pun telah dibebaskan dari penjara menjelang HUT ke-80 RI atau tepatnya pada Jumat (1/8/2025). Dalam pernyataan perdananya usai keluar penjara, Tom menyampaikan apresiasi kepada Prabowo dan seluruh pihak yang terlibat dalam memberikan abolisi tersebut.

    “Saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden Prabowo Subianto atas pemberian abolisi serta pimpinan serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat atas pertimbangan dan persetujuannya,” kata Tom Lembong di Lapas Cipinang, Jakarta Timur.

    3. Kasus Eks Dirjen Kemenkeu Isa

    Kejagung telah menetapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata (IR) dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya pada Jumat (7/2/2025).

    Isa ditetapkan sebagai tersangka atas kaitannya sebagai Kepala Biro Asuransi pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) 2006-2012.

    Dalam dakwaannya, Isa terseret kasus ini lantaran telah selaku Kabiro Bapepam-LK telah memberikan persetujuan kepada Jiwasraya untuk memasarkan produk asuransi JS Saving Plan.

    Padahal, Isa mengetahui kala itu Jiwasraya tengah mengalami insolvensi atau kondisi perusahaan tidak sehat. Perbuatannya itu kemudian dinilai telah merugikan keuangan negara.

    Adapun, Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa eks Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata telah merugikan keuangan negara sebesar Rp90 miliar dalam kasus korupsi Jiwasraya.

    Kerugian keuangan negara itu dihitung berdasarkan reinsurance fund yang dibayarkan ke Provident Capital Indemnity sejumlah Rp50 miliar pada 12 Mei 2010.

    Kemudian, reinsurance fund ke Best Meridian Insurance Company sejumlah Rp 24 miliar pada 12 September 2012; dan reinsurance fund II ke Best Meridian Insurance Company sebesar Rp 16 miliar pada 25 Januari 2013.

    4. Tata Kelola Minyak dan Produk Kilang

    Pada awal tahun, publik dihebohkan oleh kasus tata kelola minyak pada Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) tahun 2018-2023.

    Bukan tanpa sebab, kasus ini disorot lantaran sempat ada isu bahwa praktik dugaan korupsi ini ada kegiatan mengoplos BBM. Namun, isu tersebut telah terbantahkan dalam dakwaan eks Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.

    Total, ada 18 tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus ini mulai dari dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker, kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.

    Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp285,1 triliun.

    5. Riza Chalid jadi Tersangka

    Masih di kasus tata kelola minyak, pengusaha minyak kesohor Riza Chalid telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (10/7/2025). Riza termasuk pada 18 tersangka yang ditetapkan sebelumnya.

    Dia ditetapkan sebagai tersangka atas statusnya sebagai beneficiary owner PT Orbit Terminal Merak.

    Dalam kasus ini, Riza diduga telah melakukan intervensi kebijakan terhadap tata kelola minyak Pertamina dengan memberikan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM di Merak.

    Dalam dakwaan anaknya, Kerry Adrianto. Riza Chalid juga diduga telah diuntungkan dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 sebanyak Rp2,9 triliun bersama anak dan koleganya. Keuntungan itu diperoleh dari penyewaan terminal BBM.

    Adapun, korps Adhyaksa menyatakan bahwa pihaknya bersama Hubinter Polri telah berkoordinasi dengan Interpol pusat untuk menetapkan status red notice terhadap Riza. Proses red notice itu dilakukan setelah Riza Chalid ditetapkan sebagai buron dalam kasus ini.

    6. Kasus Dugaan Korupsi Sritex

    Masih dalam setahun Prabowo menjabat, Kejagung juga telah mengusut kasus Sritex. Secara total telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit bank ke Sritex Group.

    Belasan tersangka itu mulai dari, eks Dirut Bank BJB, Yuddy Renaldi (YR); mantan Dirut Bank Jateng, Supriyatno (SP); eks Dirut Bank DKI Zainuddin Mappa (ZM) hingga duo Lukminto sebagai bos Sritex yakni Iwan Setiawan Lukminto (ISL) dan Iwan Kurniawan Lukminto (IKL).

    Dalam perkara ini, bos Sritex diduga telah ber kongkalikong untuk mendapatkan kredit dari sejumlah bank termasuk bank daerah. Namun, seharusnya izin kredit itu tidak bisa diterima. Pasalnya, berdasarkan informasi dari lembaga pemeringkatan kredit, Sritex berada di bawah standar perusahaan yang bisa diberikan pinjaman dana.

    Di samping itu, uang pinjaman ini juga diduga dibelanjakan untuk aset non produktif perusahaan seperti aset tanah di Solo dan Yogyakarta.

    Penyidik korps Adhyaksa juga menyatakan kerugian negara yang timbul dari kasus dugaan korupsi ini menjadi Rp1,08 triliun.

    7. Kasus Suap Vonis CPO Korporasi 

    Dalam perkara suap ini, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka. Mereka yakni eks Kepala PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanto dan panitera PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan.

    Kemudian, tiga hakim non-aktif di pengadilan PN Jakarta Pusat mulai dari dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharuddin juga turut dilimpahkan hari ini.

    Selain itu, advokat Ariyanto Bakri (AR) dan Marcella Santoso (MS), serta Head of Social Security and License Wilmar Group Muhammad Syafei (MSY) turut menjadi tersangka.

    Kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis bebas terhadap tiga grup korporasi di kasus minyak goreng. Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar.

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan.

    Sejatinya, Syafei telah menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

    8. Kasus Obstruction of Justice

    Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam perkara perintangan ini. Empat tersangka, yakni advokat Marcella Santoso (MS); dosen sekaligus advokat Junaidi Saibih (JS); eks Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB); dan Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki (MAM).

    Dalam catatan Bisnis, terdapat tiga kasus yang baru diduga dirintangi oleh para tersangka. Mulai dari, kasus tata niaga timah dan kasus importasi gula Tom Lembong.

    Pada intinya, keempat tersangka itu bekerja sama dalam membuat narasi negatif untuk menyudutkan kinerja penyidik khususnya pada perkara korupsi timah, importasi gula dan fasilitas impor crude palm oil alias CPO.

    9. Nadiem Makarim di Kasus Chromebook

    Nadiem Makarim telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (9/10/2025) dalam kasus pengadaan terkait Chromebook periode 2019-2022.

    Nadiem ditetapkan sebagai tersangka karena perannya saat menjadi Mendikbudristek. Dia memiliki peran penting dalam dugaan korupsi. Pasalnya, pendiri Go-Jek tersebut diduga memerintahkan pemilihan Chromebook untuk mendukung program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.

    Secara terperinci perannya dalam kasus ini mulai dari melakukan pertemuan dengan pihak Google hingga akhirnya sepakat untuk menggunakan Chrome OS dalam proyek pengadaan TIK di Kemendikbudristek.

    Padahal, pada era Mendikbud Muhadjir Effendy, pengajuan produk Chromebook dari Google sudah ditolak karena tidak efektif jika digunakan untuk daerah 3T.

    Nadiem juga diduga telah mengunci Chrome OS melalui lampiran pada Permendikbud No.5/2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan TA.2021.

    Adapun, Nadiem juga telah melakukan upaya hukum untuk melepaskan status tersangkanya melalui gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Selasa (23/9/2025).

    Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan untuk menolak permohonan gugatan praperadilan dari mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim.

    Sebab, penetapan tersangka Nadiem oleh penyidik Kejagung telah sesuai dengan prosedur dan sah menurut hukum yang berlaku, artinya status tersangka Nadiem tetap sah dan tidak digugurkan.

    Selain Nadiem, Kejagung juga telah menetapkan tersangka lainnya yakni, Jurist Tan selaku Stafsus Mendikbudristek tahun 2020–2024 dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.

    Kemudian, Sri Wahyuningsih (SW) selaku eks Direktur SD di Kemendikbudristek dan Mulyatsyah selaku eks Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kemendikbudristek.
    Sri dan Mulyatsyah merupakan KPA dalam proyek pengadaan pendidikan ini.

    Adapun, Kejagung juga telah menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 triliun. Kerugian negara itu timbul dari perhitungan selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode ilegal gain. Perinciannya, item software Rp480 miliar, dan Mark up dari selisih harga kontrak diluar CDM senilai Rp1,5 triliun.

    10. Kasus PLTU Halim Kalla

    Polri melalui Kortastipidkor tengah mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 di Mempawah, Kalimantan Barat pada 2008-2018. Total ada empat tersangka dalam perkara ini mulai dari eks Dirut PLN Fahmi Mochtar.

    Kemudian, adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 sekaligus Direktur PT BRN Halim Kalla (HK), Dirut PT BRN berinisial RR dan Dirut PT Praba berinisial HYL.

    Kasus ini bermula saat PT PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan pembangunan PLTU 1 di Kalimantan Barat. PLTU itu nantinya akan memiliki output sebesar 2×50 MegaWatt.

    Dalam proyek itu, tersangka Fahmi Mochtar (FM) diduga melakukan pemufakatan jahat dengan pihak swasta untuk memenangkan salah satu penyedia.

    Modusnya, mulai dari panitia pengadaan PLN meloloskan KSO BRN-Alton-OJSEC meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis pembangunan PLTU tersebut.

    Pada 2009, KSO BRN justru mengalihkan pekerjaan kepada pihak ketiga yakni PT Praba Indopersada dengan kesepakatan pemberian imbalan. Hal itu dilakukan sebelum adanya tandatangan kontrak.

    Singkatnya, hingga berakhirnya kontrak KSO BRN maupun PT PI tidak mampu menyelesaikan pekerjaan dan hanya bisa menyelesaikan 57% pembangunan. Oleh karena itu, diberikan perpanjangan kontrak hingga 10 kali hingga Desember 2018.

    Namun, lagi-lagi KSO BRN dan perusahaan pihak ketiga tidak mampu menyelesaikan pekerjaan itu dan hanya bisa mengeluarkan sampai 85,56%. Alasan mangkraknya proyek itu lantaran KSO BRN memiliki keterbatasan keuangan.

    Padahal, KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan US$62,4 juta untuk mechanical electrical. Atas perbuatan tersangka itu telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,35 triliun (jika pengeluaran dollar PLN dihitung dengan kurs saat ini).

    Perinciannya, kerugian negara itu dihitung dengan pengeluaran dana PT PLN (Persero) sebesar Rp323 miliar dan US$62,4 (Rp1,03 triliun) yang tidak sesuai ketentuan dan tidak memberikan manfaat atas pembangunan PLTU 1 Kalbar yang mangkrak.

  • Prabowo Saksikan Penyerahan Uang Korupsi CPO Rp13,2 Triliun, Didampingi Purbaya-Sjafrie

    Prabowo Saksikan Penyerahan Uang Korupsi CPO Rp13,2 Triliun, Didampingi Purbaya-Sjafrie

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menghadiri agenda penyerahan uang pengganti kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya sebesar Rp13,2 triliun di Kejaksaan Agung. 

    Menurut pantauan Bisnis, orang nomor satu di Indonesia itu tiba sekitar pukul 10.43 WIB dengan didampingi Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya.

    Dengan mengenakan safari berwarna cokelat, Prabowo juga didampingi Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, hingga Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. 

    Ada momen menarik di mana Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang hadir terlambat yakni pada pukul 10.52 WIB. Dengan mengenakan kemeja putih, Purbaya keluar dari elevator dan berjalan cepat merapat ke arah Kepala negara.

    Acara tersebut berlangsung di Gedung Utama Kompleks Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (20/10/2025).

    Dalam kegiatan tersebut, Kejaksaan Agung secara resmi menyerahkan uang pengganti senilai Rp13.255.244.538.149,00 (Tiga Belas Triliun Dua Ratus Lima Puluh Lima Miliar Dua Ratus Empat Puluh Empat Juta Lima Ratus Tiga Puluh Delapan Ribu Seratus Empat Puluh Sembilan Rupiah).

    Tumpukan uang pecahan rupiah yang dibungkus rapi juga dipamerkan di hadapan Presiden dan jajaran pejabat negara sebagai simbol pengembalian kerugian keuangan negara.

    Penyerahan ini merupakan bagian dari eksekusi putusan pengadilan dalam kasus korupsi fasilitas ekspor CPO yang menyeret sejumlah pihak di industri kelapa sawit.

    Kasus tersebut sebelumnya menjadi perhatian publik karena nilai kerugiannya yang fantastis dan salah satu dampaknya terhadap stabilitas harga minyak goreng dalam negeri.

    Direktur Penuntut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno mengatakan uang belasan triliun itu merupakan hasil sitaan dari tiga korporasi, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

    “Uang titipan 3 grup korporasi total sebesar Rp13 triliun yang sudah disita pada Senin akan diserahkan ke negara,” ujar Sutikno saat dikonfirmasi, Senin (20/10/2025).

    Dia menambahkan dalam perkara ini masih ada total Rp4 triliun uang yang belum dibayar oleh dua korporasi, yakni Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

    Turut hadir termasuk Perwakilan sejumlah Bank Himbara mulai dari Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Henry Panjaitan, Direktur Utama (Dirut) Bank BRI Hery Gunadi, dan Wakil Dirut BRI Agus Noorsanto. Hadirnya perwakilan Bank Himbara lantaran uang yang nanti diserahkan akan masuk ke rekening negara.

  • 8
                    
                        Disaksikan Prabowo, Ini Penampakan Tumpukan Uang Rp 2,4 T dari Korupsi CPO
                        Nasional

    8 Disaksikan Prabowo, Ini Penampakan Tumpukan Uang Rp 2,4 T dari Korupsi CPO Nasional

    Disaksikan Prabowo, Ini Penampakan Tumpukan Uang Rp 2,4 T dari Korupsi CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI memamerkan sebagian kecil dari  Rp 13 triliun yang diserahkan ke negara terkait kasus dugaan korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO).
    Pantauan
    Kompas.com
    di lokasi, uang yang diserahkan Kejagung ke negara itu dipajang di Lobi Utama Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (20/10/2025).
    Tampak uang pecahan Rp 100.000 ditumpuk tinggi memenuhi satu sisi ruangan.
    Setidaknya tinggi tumpukan uang pecahan Rp 100.000 itu mencapai sekitar 2 meter.
    Di salah satu bagian tumpukan uang tersebut juga ada tulisan nominal uang yang mencapai Rp 13.255.244.538.149 atau Rp 13 triliun.
    “Tidak mungkin kami hadirkan semua, kalau Rp 13 triliun kami mungkin tempatnya yang tidak memungkinkan. jadi ini sekitar Rp 2,3 triliun,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin.
    Total kerugian perekonomian negara dari kasus ini adalah Rp 17 triliun, tetapi hari ini baru diserahkan sebesar sekitar Rp 13 triliun karena sisanya diminta pihak berkasus yang meminta penundaan.
    Adapun penyerahan ini dihadiri Presiden RI Prabowo Subianto yang datang memakai pakaian safari coklat muda. Prabowo datang sekitar pukul 10.55 WIB.
    Setibanya di lokasi, Prabowo disambut langsung oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan jajaran.
    Kedatangan Prabowo dalam rangka menyaksikan penyerahan uang sitaan di Kejagung terkait kasus korupsi CPO.
    Beberapa pejabat lain juga hadir, di antaranya Panglima TNI Jenderal Agus Subianto dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
    Sebagai informasi, Kejagung sebelumnya telah melakukan berbagai penyitaan dari kasus korupsi terkait CPO.
    Dalam kasus ini, ada tiga perusahaan terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu PT Wilmar Group, PT Musim Mas, dan anak perusahaan PT Permata Hijau Group, PT Nagamas Palmoil Lestari.
    Dalam amar putusan kasasi, majelis hakim Mahkamah Agung menghukum PT Wilmar Group untuk membayarkan uang pengganti dengan nilai Rp 11.880.351.801.176,11 (Rp 11,8 triliun).
    Perusahaan PT Musim Mas dihukum untuk membayar uang pengganti senilai Rp 4.890.938.943.794,08 (Rp 4,89 triliun).
    Sejauh ini, PT Musim Mas Group telah menyerahkan uang senilai Rp 1.188.461.774.662,2 (Rp 1,1 triliun) kepada Kejaksaan Agung.
    Kemudian, PT Nagamas Palmoil Lestari telah menyerahkan uang senilai Rp 186.430.960.865,26 kepada Kejaksaan Agung.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Bakal Saksikan Penyerahan Uang Korupsi CPO Rp13,2 Triliun di Kejagung

    Prabowo Bakal Saksikan Penyerahan Uang Korupsi CPO Rp13,2 Triliun di Kejagung

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto bakal menghadiri agenda penyerahan uang pengganti kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya kepada industri kelapa sawit. 

    Acara berlangsung di Gedung Utama Kompleks Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (20/10/2025).

    Dalam kegiatan tersebut, Kejaksaan Agung secara resmi menyerahkan uang pengganti senilai Rp13.255.244.538.149 (tiga belas triliun dua ratus lima puluh lima miliar dua ratus empat puluh empat juta lima ratus tiga puluh delapan ribu seratus empat puluh sembilan rupiah). 

    Tumpukan uang pecahan rupiah yang dibungkus rapi juga dipamerkan di hadapan Presiden dan jajaran pejabat negara sebagai simbol pengembalian kerugian keuangan negara.

    Penyerahan ini merupakan bagian dari eksekusi putusan pengadilan dalam kasus korupsi fasilitas ekspor CPO yang menyeret sejumlah pihak di industri kelapa sawit.

    Kasus tersebut sebelumnya menjadi perhatian publik karena nilai kerugiannya yang fantastis dan salah satu dampaknya terhadap stabilitas harga minyak goreng dalam negeri.

    Direktur Penuntut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno mengatakan uang belasan triliun itu merupakan hasil sitaan dari tiga korporasi yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

    “Uang titipan 3 group korporasi total sebesar 13 triliun yang sudah disita senin diserahkan ke negara,” ujar Sutikno saat dikonfirmasi, Senin (20/10/2025).

    Dia menambahkan dalam perkara ini masih ada total Rp4 triliun uang yang belum dibayar oleh dua korporasi yakni Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

    Sekadar informasi, sejumlah pejabat akan hadir mulai dari Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi.

    Termasuk Perwakilan sejumlah Bank Himabara mulai dari Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Henry Panjaitan, Direktur Utama (Dirut) Bank BRI Hery Gunadi, dan Wakil Dirut BRI Agus Noorsanto.

    Hadirnya perwakilan Bank Himbara lantaran uang yang nanti diserahkan akan masuk ke rekening negara.

  • Daftar Skandal Korupsi Besar yang Terkuak di Era Prabowo-Gibran
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        20 Oktober 2025

    Daftar Skandal Korupsi Besar yang Terkuak di Era Prabowo-Gibran Nasional 20 Oktober 2025

    Daftar Skandal Korupsi Besar yang Terkuak di Era Prabowo-Gibran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka genap satu tahun pada Senin (20/10/2025) sejak keduanya dilantik pada 20 Oktober 2024.
    Selama kurun waktu tersebut, terdapat beberapa kasus korupsi besar yang dibongkar dan menjadi sorotan publik.
    Kompas.com
    merangkum kasus korupsi besar yang terjadi di era Pemerintahan Prabowo-Gibran, sebagai berikut:
    Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina periode 2018-2023 menjadi salah satu perkara yang menjadi sorotan publik.
    Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menetapkan sejumlah tersangka, salah satunya, pengusaha Mohammad Riza Chalid pada Kamis (10/7/2025).
    Kejagung juga telah menetapkan Riza Chalid masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buronan sejak 6 Agustus 2025. Hal ini dilakukan lantaran Riza sudah tiga kali mangkir dari pemanggilan penyidik.
    Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka yakni Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
    Kemudian, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Berkas perkara sembilan tersangka telah dilimpahkan tahap 2 di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
    Dalam penyidikan, Kejagung menemukan fakta bahwa adanya pemufakatan jahat (
    mens rea
    ) ada kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga dengan para tersangka dari pihak swasta sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara.
    Kejagung mengatakan, tindakan para tersangka menyebabkan kerugian keuangan negara hingga 285 triliun.
    Selain kasus korupsi tata kelola minyak mentah, ada juga kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendidbudristek) pada 2019-2022.
    Awalnya, Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka pada Selasa (15/7/2025), di antaranya mantan Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT); eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek Ibrahim Arief (IBAM); Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021 Mulyatsyahda (MUL); dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih (SW).
    Keempatnya dianggap telah melakukan pemufakatan jahat dengan bersekongkol dalam pengadaan laptop berbasis Chromebook pada era Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristek.
    Dari hasil penyelidikan, Kejagung menaksir kerugian keuangan negara mencapai Rp 1,98 triliun.
    Dua bulan berselang, Kejagung menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim sebagai tersangka baru pada Kamis (4/9/2025).
    Nadiem disangkakan dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 jo, Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Dalam perjalanannya, Nadiem Makarim mengajukan gugatan praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya status tersangka yang dialamatkan oleh Kejagung.
    Namun, Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, I Ketut Darpawan menolak gugatan Nadiem sehingga status tersangka menjadi sah menurut hukum.
    Pada awal Maret 2025, publik dihebohkan dengan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor kepada tiga perusahaan crude palm oil (CPO) yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musik Mas Group.
    Kasus ini menjerat empat orang yang berprofesi sebagai hakim. Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, keduanya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan Djuyamto, seorang hakim dari PN Jaksel.
    Para hakim itu menerima uang dari pengacara yang mewakili perusahaan yaitu Ariyanto dan Marcella Santoso.
    Dari suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
    Sementara, Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan terlibat dalam proses negosiasi dengan pengacara dan proses untuk mempengaruhi majelis hakim agar memutus perkara sesuai permintaan.
    Saat ini, hakim yang terlibat kasus korupsi tersebut sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Pada awal Agustus 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas naik ke tahap penyidikan.
    “Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023 sampai dengan 2024 ke tahap penyidikan,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
    KPK menaksir kerugian keuangan negara akibat kasus korupsi ini mencapai Rp 1 triliun.
    Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi baik dari pihak Kementerian Agama, asosiasi penyelenggara haji hingga travel perjalanan.
    KPK pun sudah mencegah 3 orang berpergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.
    Meski demikian, hingga saat ini, KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus kuota haji tersebut.
    Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (20/8/2025).
    Immanuel Ebenezer dan 10 orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.
    “KPK kemudian menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 11 orang sebagai tersangka, yakni IBM, kemudian GAH, SB, AK, IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan), FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
    Dalam perkara ini, KPK menemukan bahwa Noel menerima aliran uang sebesar Rp 3 miliar pada 24 Desember 2024.
    Selain itu, KPK juga menyita 32 kendaraan yang terdiri dari 25 mobil dan 7 motor terkait kasus pemerasan tersebut.
    Akibat perbuatannya, Noel dan 10 tersangka lainnya dipersangkakan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Pada September 2025, KPK juga menetapkan dua legislator Heri Gunawan dan Satori sebagai tersangka kasus dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Meski demikian, KPK belum melakukan penahanan terhadap dua tersangka lantaran masih membutuhkan keterangan dari tersangka.
    KPK menduga, yayasan yang dikelola Heri Gunawan dan Satori telah menerima uang dari mitra kerja Komisi XI DPR RI, yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Namun, keduanya diduga tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial tersebut.
    Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
    Tak hanya itu, keduanya juga dikenakan pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menilai, Presiden Prabowo menunjukkan ketegasannya dalam pemberantasan korupsi khususnya di sektor sumber daya alam yang menyeret nama-nama besar.
    “Prabowo juga telah menampakkan ketegasannya dalam hal korupsi di sektor sumber daya alam yang melibatkan orang-orang besar dan oligarki hitam di negeri ini,” kata Nasir saat dihubungi, Jumat (17/10/2025).

    Nasir mengatakan, Prabowo juga memberikan arahan dan perintah langsung ke Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kawasan kebun sawit dan tambang di kawasan hutan yang notabene ilegal.
    “Ada ratusan triliun kerugian keuangan dan perekonomian negara akibat sumber daya alam kita dikelola secara ilegal,” ujarnya.
    Nasir juga mengatakan, selama satu tahun terakhir, banyak kasus besar yang ditangani KPK dan Kejaksaan Agung termasuk mereka yang tidak tersentuh di era pemerintahan Jokowi.
    “Orang-orang besar yang tidak tersentuh di masa Jokowi, justru kini dipersoalkan dan sepertinya Prabowo tidak menghalangi penegakan hukum jika mereka diduga terlibat dalam tindak pidana,” tuturnya.
    Meski demikian, Nasir mengatakan, saat ini, Presiden Prabowo perlu mengevaluasi regulasi dan aparat penegak hukum terkait dengan extraordinary crime.
    Sebab, kata dia, kerusakan yang ditimbulkan sangat besar.
    “Upaya pemulihan keuangan negara sulit untuk didapat dalam jumlah yang besar kalau regulasi dan aktor penegak hukumnya tidak direformasi,” ucap dia.
    Sementara itu, Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai, kasus korupsi yang ditangani dalam satu tahun terakhir lebih banyak menjaring lawan politik dari pada melakukan pemberantasan praktik rasuah tersebut.
    “Beberapa kasus korupsi yang ditangani kan lebih banyak sebagai upaya menjatuhkan lawan politik dibandingkan upaya sungguh-sungguh untuk melakukan pemerantasan korupsi,” kata Feri saat dihubungi, Jumat malam.
    Feri menyoroti, Kejaksaan Agung yang memamerkan uang hasil penindakan kasus korupsi. Namun, ia mengatakan masih dibutuhkan perbaikan anti orupsi agar Kejaksaan Agung dan KPK menjadi imbang.
    “Kalau KPK-nya dilarang lebih diminta untuk pencegahan, tetapi kalau institusi seperti Kejaksaan punya kecenderungan ya tidak melakukan pencegahan tapi penindakan. Anehnya itu tidak dilarang karena tidak bersentuhan dengan figur-figur kakap yang mestinya dipermasalahkan dalam praktik bernegara yang sangat koruptif,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Setahun Prabowo – Gibran, Ini Sejumlah OTT dan Kasus yang Ditangani oleh KPK

    Setahun Prabowo – Gibran, Ini Sejumlah OTT dan Kasus yang Ditangani oleh KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Memasuki satu tahun kepemimpinan Prabowo-Gibran menandai lahirnya berbagai kebijakan dan tatanan baru di berbagai sektor. Tentunya hal ini tidak luput dari upaya pencegahan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Lembaga antirasuah ini merupakan salah satu tombak dalam pencegahan, pendidikan, dan penindakan korupsi di tengah dinamika yang terjadi, baik di tingkat pusat maupun daerah. 

    Dibentuk pada tahun 2002, KPK telah menangani berbagai modus korupsi, mulai dari mark-up, suap, penggelapan dana jabatan, hingga pemerasan yang dilakukan oleh pihak kelas kakap maupun kelas teri dari sektor swasta dan pemerintah.

    Melansir laman kpk.go.id, sepanjang tahun 2024 KPK telah menangani 68 perkara pengadaan barang/jasa, 63 perkara gratifikasi/suap, 16 kasus pemerasan, 6 kasus TPPU, dan 1 kasus merintangi proses KPK. 

    Sepanjang tahun 2025, KPK telah menangani 21 perkara pengadaan barang/jasa, 16 kasus gratifikasi/suap, dan 6 kasus pemerasan/pungutan. Prabowo-Gibran akan genap memimpin Indonesia pada 20 Oktober 2025. Sejumlah OTT dilakukan oleh KPK dalam periode ini.

    Berikut sejumlah perkara yang ditangani KPK, dihimpun dari catatan Bisnis:

    1. Perkara dugaan pungli Pilkada 2024

    KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tujuh orang di lingkungan Pemprov Bengkulu pada Sabtu, 23 November 2024. KPK menduga adanya tindak pidana korupsi berupa pemungutan dana untuk kepentingan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu.

    Pada Minggu, 24 November 2024, KPK menangkap Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, dan menetapkannya sebagai tersangka.

    2. Perkara pemotongan anggaran Ganti Uang (GU)

    KPK melakukan OTT terhadap penyelenggara negara di wilayah Pekanbaru, Riau, pada Senin (2/12/2024) dan menetapkan tiga orang tersangka. Salah satunya adalah Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa.

    KPK menyita bukti uang senilai Rp6,8 miliar. Uang tersebut diduga berasal dari pemotongan anggaran GU di Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pekanbaru sejak Juli 2024.

    3. Penetapan tersangka Hasto

    KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka pada 24 Desember 2024 dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI yang melibatkan Harun Masiku.

    Hasto memerintahkan Nur Hasan, penjaga Rumah Aspirasi di Jalan Sutan Syahrir No. 12A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh Hasto untuk menelepon Harun Masiku agar merendam ponselnya dalam air dan segera melarikan diri.

    Dia juga diduga mengumpulkan sejumlah orang terkait perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar mereka tidak memberikan keterangan yang sebenarnya saat dipanggil KPK.

    4. Perkara suap proyek Dinas PUPR Ogan Komering Ulu

    KPK menggelar operasi senyap di Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, pada 15 Maret 2025, terkait suap proyek di lingkungan Dinas PUPR. 

    KPK mengamankan Rp2,6 miliar serta sejumlah barang bukti lainnya. Pada 16 Maret, KPK menetapkan tersangka:

    Nopriansyah, Kepala Dinas PUPR OKU
    Ferlan Juliansyah, Anggota DPRD OKU
    M. Fahrudin, Ketua Komisi III DPRD OKU
    Umi Hartati, Ketua Komisi II DPRD OKU
    M. Fauzi alias Pablo, pihak swasta
    Ahmad Sugeng Santoso, pihak swasta

    KPK mengendus pengondisian nilai proyek, di mana fee proyek yang semula dalam APBD 2025 sebesar Rp48 miliar disepakati naik menjadi Rp96 miliar.