Kasus: Tipikor

  • Kejagung Tegaskan Gugatan Sandra Dewi Tak Tunda Proses Lelang Aset Kasus Korupsi Timah

    Kejagung Tegaskan Gugatan Sandra Dewi Tak Tunda Proses Lelang Aset Kasus Korupsi Timah

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan gugatan keberatan Sandra Dewi atas sitaan aset dalam kasus megakorupsi tata niaga timah tak menunda proses lelang.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna menegaskan bahwa jalannya sidang keberatan oleh pihak ke-3 itu akan jalan beriringan dengan proses pelelangan.

    “Keberatan itu tidak menunda [proses lelang],” ujarnya di Kejagung, Jumat (24/10/2025).

    Dia menambahkan proses lelang ini sudah ada mekanismenya. Pada intinya, seluruh hasil lelang bakal masuk ke kas negara untuk memulihkan kerugian negara atas korupsi yang ada.

    “Ya nanti setelah dieksekusi kalau memang itu untuk dilakukan lelang, lelang, pastinya, dilelang pun nanti akan ketentuan ada mekanismenya dan nanti semua akan kembali untuk negara,” imbuhnya.

    Namun yang pasti, kata Anang, pihaknya tidak terlalu mengambil pusing terkait dengan keberatan dari istri terpidana Harvey Moeis itu. Di samping itu, jaksa sendiri siap menyampaikan argumen serta barang bukti untuk merespons gugatan dari Sandra Dewi tersebut.

    “Silakan saja dan ini diatur dalam UU Tipikor pasal 19 di situ ada syarat dan mekanisme ketentuannya seperti apa. Kita tunggu hasilnya yang penting apapun keputusannya kita menghormati,” pungkasnya.

    Sebelumnya, gugatan terkait harta perampasan dalam korupsi Timah digugat Sandra Dewi dalam register perkara nomor 7/PID.SUS/KEBERATAN/TPK/2025/PN.Jkt.Pst

    Barang rampasan yang digugat oleh Sandra Dewi itu yakni sejumlah perhiasan, tas mewah, dua rumah yang berlokasi di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan serta dua unit kondominium di Perumahan Gading Serpong.

  • KPK Berencana Lagi Panggil Anak Menas Erwin Terkait Kasus Pengurusan Perkara di MA

    KPK Berencana Lagi Panggil Anak Menas Erwin Terkait Kasus Pengurusan Perkara di MA

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana kembali memanggil anak Menas Erwin Djohansyah yang merupakan tersangka kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA), Valentino Matthew. Langkah ini diambil penyidik karena ia tak memenuhi pemanggilan sebagai saksi pada Kamis, 23 Oktober.

    “Yang bersangkutan tidak hadir, penyidik akan berkoordinasi dan akan melakukan penjadwalan ulang untuk pemeriksaan yang bersangkutan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi, Jumat, 24 Oktober.

    “Karena keterangan saksi memang dibutuhkan untuk mengungkap perkara ini,” sambung dia.

    Adapun dalam pemeriksaan kemarin, penyidik juga memanggil saksi lainnya yakni Faryd Sungkar yang merupakan pembalap motor. Tapi, Budi belum memerinci hasil pemeriksaan yang dilakukan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

    Diberitakan sebelumnya, KPK sudah menjerat eks Sekretaris MA Hasbi Hasan karena menerima suap terkait pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di MA bersama bersama mantan Komisaris Independen Wijaya Karya (Wika) Dadan Tri Yudianto. Kasus ini kemudian dikembangkan, selain terkait suap tapi juga tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Belum dirinci komisi antirasuah soal tersangka kasus TPPU Hasbi Hasan. Tapi, dari informasi yang didapat mereka adalah Hasbi Hasan, penyanyi Windy Idol, dan Rinaldo Septariando B selaku wiraswasta yang juga merupakan kakak kandung Windy.

    Selain itu, KPK juga sudah menahan seorang tersangka yakni Direktur PT Wahana Adyawarna, Menas Erwin Djohansyah pada Kamis, 25 September. Upaya paksa dilakukan karena dia mengurusi sejumlah perkara lewat Hasbi Hasan dengan rincian:

    1. Perkara sengketa lahan di Bali dan Jakarta Timur;

    2. Perkara sengketa lahan Depok;

    3. Perkara sengketa lahan di Sumedang;

    4. Perkara sengketa lahan di Menteng;

    5. Perkara sengketa lahan Tambang di Samarinda.

    Akibat perbuatannya, Menas disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

  • Menkeu Purbaya Nyatakan Perang Terhadap Mafia Migas: Saya Enggak Bisa Disogok

    Menkeu Purbaya Nyatakan Perang Terhadap Mafia Migas: Saya Enggak Bisa Disogok

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap maraknya tindak pidana korupsi yang dinilai menghambat realisasi program pemerintah.

    Purbaya dalam berbagai kesempatan selalu mengungkapkan bahwa katakanlah yang benar walaupun itu pahit.

    Salah satunya ia menyoroti keberadaan mafia minyak yang menggerogoti negeri ini. Purbaya siap bertindak sesuai arahan presiden bahwa ia berkomitmen menindak tegas pihak-pihak yang bermain di sektor migas.

    Purbaya mengaku sempat frustasi menghadapi para mafia migas karena mereka punya banyak uang yang bisa membelokkan kebijakan demi memuluskan bisnis mereka.

    “Saya sempat frustasi melawan mafia migas, susah banget. Karena mereka uangnya besar yang bisa digunakan untuk merubah kebijakan yang tadinya A tapi terlaksananya jadi B,” kata Purbaya dalam sebuah wawancara dilansir pada Jumat (24/10).

    Purbaya menegaskan hal itu, termasuk kebocoran pajak tidak akan terjadi lagi selama dirinya menjabat menteri keuangan. Ia memberi peringatan kepada para mafia untuk mawas diri karena dipastikan dirinya tidak bisa disogok.

    “Saya tidak ingin itu terjadi lagi ke depan. Jadi mereka mesti hati-hati, orang kayak saya nggak bisa disogok,” tegasnya.

    Sikap tegas tanpa sensor seperti itu juga ditunjukkan Purbaya saat menjadi pembicara di agenda Investor Daily Summit pada 9 Oktober 2025 lalu. Blak-blakan ia menegaskan tidak takut kehilangan jabatan dalam perjuangannya menegakkan kebenaran.

    “Kalau ada mafia migas yang membayar uang segitu banyak, kenapa gak ada yang datang ke gue ya? Saya nunggu bayaran sebetulnya. Cuman gak ada. Tapi itu salah satu lawan kita yang harus kita lawan,” kata Purbaya lantang. (Pram/fajar)

  • KPK Ungkap Ada Tambang Emas Ilegal Dekat Mandalika, Bahlil: Proses Hukum Saja

    KPK Ungkap Ada Tambang Emas Ilegal Dekat Mandalika, Bahlil: Proses Hukum Saja

    Jakarta

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia buka suara soal temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait tambang emas ilegal dekat sirkuit Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

    Bahlil belum mengetahui hal tersebut, namun dia meminta aparat penegak hukum untuk memproses secara hukum. Kementerian ESDM hanya mengawasi aktivitas tambang yang memiliki izin.

    “ESDM mengawasi, mengelola tambang itu yang ada izinnya. Kalau nggak ada izinnya, bisa aparat penegak hukum maupun Gakkum ya proses hukum aja. Kita juga nggak mau terlalu main-main lah urus negara ini, ya,” katanya di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Jumat (24/10/2025).

    Tambang Emas Ilegal

    Sebelumnya, KPK menyebut sekitar 1 jam dari sirkuit Mandalika banyak terdapat tambang emas ilegal. KPK mengatakan awalnya tidak menyangka bisa mengetahui adanya tambang emas ilegal tersebut.

    “Saya juga baru tahu. Saya nggak pernah nyangka di Pulau Lombok, 1 jam dari Mandalika ada tambang emas besar, baru tahu saya,” kata Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi KPK Wilayah V Dian Patria di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/10/2025).

    Tambang ilegal itu bisa menghasilkan 3 kilogram (kg) emas dalam satu hari. Hal itu didapat usai KPK terjun langsung ke lapangan.

    “Dan itu luar biasa, ternyata bisa 3 kilo emas 1 hari, hanya 1 jam dari Mandalika dan ternyata di Lombok itu banyak tambang emas ilegal,” sebut dia.
    “Kemudian kita koordinasi segala macam, kita dampingi. Jadi kita ke lapangan ya, kita mengajak, jadi kalau kami di Korsup, koordinasi supervisi pencegahan bisa lebih luas lagi,” tambahnya.

    KPK meminta pihak terkait untuk melakukan penegakan aturan. Penindakan hukum juga diserahkan kepada pihak terkait.

    “Kami tidak hanya bicara langsung apakah ada tindak pidana korupsi atau tidak. Bisa jadi ada tindak pidana sektoral, apakah kehutanan, lingkungan, pajak, kita dorong yang punya kewenangan, tegakkan aturan,” sebutnya.

    Lebih lanjut, Dian juga menyebut ada tambang ilegal dengan skala lebih besar dari yang Lombok tersebut. Tambang itu berada di Sumbawa, NTB.

    “Tadi yang 3 kilo itu, itu yang di Lombok Barat. Di Sumbawa juga ada, di Lantung namanya, ya. Itu lebih besar lagi lokasi tambang ilegalnya,” katanya.

    (ara/ara)

  • Korupsi Dam Kali Bentak Rp5,1 M dan Pertemuan Kunci di Pendopo RHN Blitar

    Korupsi Dam Kali Bentak Rp5,1 M dan Pertemuan Kunci di Pendopo RHN Blitar

    Blitar (beritajatim.com) – Sidang lanjutan kasus korupsi proyek Dam Kali Bentak yang merugikan negara Rp5,1 miliar semakin memanas. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (23/10/2025), terungkap dugaan peran sentral mantan Bupati Blitar, Rini Syarifah (Mak Rini), dan Ketua Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID), Sigit Purnomo Hadi.

    Sidang beragenda pemeriksaan silang antar terdakwa yang berlangsung hingga pukul 21.45 WIB itu menghadirkan kesaksian dari terdakwa Heri Santosa (Sekretaris Dinas PUPR) dan Hari Budiono alias Budi Susu (PPTK).

    Suyanto, kuasa hukum terdakwa M. Bahweni, mengungkapkan bahwa berdasarkan kesaksian di persidangan, penunjukan CV Cipta Graha Pratama sebagai pelaksana proyek merupakan perintah langsung dari Kepala Dinas PUPR saat itu, Dicky Cubandono (kini juga tersangka).

    “Saksi Heri Santosa selaku PPK (Pejabat Pengelola Keuangan) mengaku diperintah Dicky Cubandono sekitar Juni 2023 agar melelang proyek sabo dam Kali Bentak melalui e-katalog,” ujar Suyanto, Jumat (24/10/2025).

    Dicky kemudian memerintahkan Budi Susu selaku PPTK agar pelaksana proyeknya adalah CV Cipta Graha Pratama. Mirisnya, CV tersebut diduga ‘dipinjam’ oleh Budi Susu dari M. Iqbal Daroini (tenaga administrasi CV) tanpa sepengetahuan Direktur, M. Bahweni, yang tanda tangannya bahkan diduga dipalsukan oleh Iqbal.

    Pertemuan Kunci di Pendopo

    Fakta paling krusial terungkap saat saksi membeberkan adanya pertemuan di Pendopo Kabupaten Blitar. Pertemuan itu dihadiri oleh Dicky Cubandono, Kabid Bina Marga Hamdan, dan Budi Susu. Mereka bertemu langsung dengan Mak Rini, Pengarah TP2ID Adib Muhammad Zulkarnain (Gus Adib), dan Ketua TP2ID Sigit Purnomo Hadi.

    “CV Cipta Graha Pratama dipinjam Budi Susu dari terdakwa M Iqbal Daroini, selaku tenaga administrasi CV Cipta Graha Pratama bukan dari Direkturnya, M Bahweni yang juga dijadikan terdakwa padahal tandatangannya dipalsukan Iqbal,” imbuhnya.

    Menurut Suyanto, kesaksian ini memperjelas peran Mak Rini dan Sigit Purnomo dalam mengkondisikan proyek di Dinas PUPR agar diserahkan kepada Gus Adib, yang notabene adalah tersangka dan kini ditahan.

    “Saat itulah, Mak Rini mengatakan semuanya diserahkan dan patuh kepada Gus Adib selaku TP2ID. Demikian juga Sigit, berkata agar mengikuti aturan Gus Adib dan patuh,” ungkap Suyanto.

    Aliran ‘Fee’ Proyek Rp1,1 Miliar

    Dalam sidang juga terungkap aliran fee proyek senilai Rp1,1 miliar. Uang tersebut diserahkan oleh Budi Susu atas perintah Dicky Cubandono kepada Gus Adib melalui orang-orang kepercayaannya.

    “Dari Budi Susu, uang Rp750 juta diserahkan kepada Hamdan, kemudian diambil oleh Fikri, sopir Gus Adib. Sisanya Rp250 juta diserahkan kepada Ibnu Malik dan Rp100 juta diambil Rahmat Fabian, keduanya orang dari Gus Adib,” pungkas Suyanto.

    Dalam kasus ini, Kejari Blitar telah menetapkan 7 tersangka. Lima diantaranya sudah berstatus terdakwa yakni M. Bahweni (Direktur CV), M. Iqbal Daroini (Admin CV), Heri Santosa (Sekdis PUPR), Hari Budiono (Kabid SDA PUPR), dan M. Muchlison (kakak kandung Mak Rini). Dua tersangka lain yang menyusul ditahan adalah mantan Kadis PUPR Dicky Cubandono dan Pengarah TP2ID Gus Adib. [owi/beq]

  • Kadis Kominfo Seruyan Ditahan Terkait Dugaan Korupsi Internet, Begini Modusnya

    Kadis Kominfo Seruyan Ditahan Terkait Dugaan Korupsi Internet, Begini Modusnya

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng) menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan jaringan internet di Kabupaten Seruyan.

    Asisten Intelijen Kejati Kalteng Hendri Hanafi, mengatakan kedua tersangka tersebut adalah Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Diskominfosantik) Kabupaten Seruyan berinsial RNR dan FIO sebagai penyedia layanan.

    “RNR selaku pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen, seharusnya melakukan pengendalian pelaksanaan kegiatan. Sementara FIO berperan sebagai penyedia layanan,” ujar Hendri dalam konferensi pers di Kantor Kejati Kalteng, Kamis (23/10/2025) petang.

    Kasus tersebut bermula dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Seruyan Tahun Anggaran 2024 yang ditujukan untuk pengadaan jasa internet senilai Rp2,46 miliar. Namun dalam pelaksanaannya, terjadi penyimpangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

    Sementara itu, Asisten Pidana Khusus Kejati Kalteng, Wahyudi Eko Husodo menjelaskan, dari hasil penyelidikan petugas menemukan sejumlah pelanggaran prosedur dan perbuatan melawan hukum.

    Penyidik menilai pemasangan jaringan fiber optic telah dipasang sejak Desember 2023 sebelum kontrak resmi diterbitkan pada 17 Januari 2024. Tak hanya itu, pemasangan tersebut diduga tanpa studi kelayakan.

    Selain itu, hasil pengukuran teknis melalui MRTG juga menunjukkan perbedaan antara kecepatan jaringan yang terpasang dengan spesifikasi yang tercantum dalam dokumen kontrak.

    “Penunjukan penyedia dilakukan sebelum ada pagu anggaran, jaringan fiber optik sudah terpasang sebelum surat pesanan diterbitkan, dan topologi jaringan tidak sesuai dengan surat pesanan,” ungkap Wahyudi.

  • 9
                    
                        3 Dosen UGM Didakwa Korupsi Pengadaan Fiktif Biji Kakao, Rugikan Negara Rp 6,7 Miliar
                        Regional

    9 3 Dosen UGM Didakwa Korupsi Pengadaan Fiktif Biji Kakao, Rugikan Negara Rp 6,7 Miliar Regional

    3 Dosen UGM Didakwa Korupsi Pengadaan Fiktif Biji Kakao, Rugikan Negara Rp 6,7 Miliar
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tiga dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta didakwa merugikan negara sebesar Rp 6,7 miliar melalui skandal pembelian fiktif biji kakao yang melibatkan PT Pagilaran, perusahaan perkebunan milik UGM di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
    Dakwaan tersebut dibacakan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Semarang pada Kamis (23/10/2025).
    Ketiga terdakwa adalah mantan Direktur Utama PT Pagilaran Rachmat Gunadi, Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM Yogyakarta Hargo Utomo, serta Kepala Subdirektorat Inkubasi di Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM Yogyakarta Henry Yuliando.
    Jaksa Penuntut Umum Eko Hartoyo dalam sidang menjelaskan bahwa dugaan tindak pidana ini bermula dari rencana pengadaan bahan baku oleh UGM pada tahun 2019 dengan nilai mencapai Rp 24 miliar.
    Dari total alokasi tersebut, sekitar 200.000 ton di antaranya adalah biji kakao.
    “Disepakati pembelian biji kakao sebanyak 200.000 ton dengan harga Rp 37.000 per kg, sehingga nilainya mencapai Rp 7,4 miliar,” ungkap Eko Hartoyo dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Rightmen Situmorang, seperti dikutip dari Antara.
    Namun, pengadaan biji kakao tersebut tidak pernah terealisasi.
    Eko menambahkan bahwa terdapat 10 lembar nota timbang yang tetap ditandatangani meskipun PT Pagilaran tidak pernah menerima biji kakao yang dimaksud.
    Selain itu, para terdakwa juga memerintahkan agar pembayaran terhadap pembelian tersebut tetap diproses walaupun komoditas yang dipesan tidak pernah diterima.
    Ketiga terdakwa dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Rachmat Gunadi dan Hargo Utomo menyatakan akan mengajukan eksepsi terhadap dakwaan penuntut umum dalam persidangan mendatang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sita Hasil Kebun Sawit Rp1,6 miliar Milik Eks Sekretaris MA Nurhadi

    KPK Sita Hasil Kebun Sawit Rp1,6 miliar Milik Eks Sekretaris MA Nurhadi

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita hasil panen kebun sawit senilai Rp1,6 miliar milik mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.

    Pasalnya, lahan sawit yang dibeli Nurhadi diduga berasal dari hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sehingga hasil panen sawit disita oleh penyidik.

    “Hari ini total nilai yang disita Rp1,6 miliar,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/10/2025).

    Budi menjelaskan sebelumnya penyidik lembaga antirasuah telah menyita hasil panen kebut sawit senilai Rp3 miliar sehingga total penyitaan sebesar Rp4,6 miliar.

    “Artinya kebun sawit yang disita ini dalam kondisi produktif sehingga secara rutin menghasilkan sawit, maka atas hasil sawit itu kemudian disita oleh penyidik,” ucap Budi.

    Lahan yang terletak di Padang Lawas, Sumatera Utara ini dilakukan setelah KPK memeriksa dua orang saksi, yakni Notaris dan PPAT, Musa Daulaen dan Pengelola Kebun Sawit, Maskur Halomoan Daulay, pada Kamis (23/10/2025).

    Penyitaan hasil panen akan menambah nilai asset recovery yang masuk ke kas negara. Menurut Budi, upaya ini merupakan terobosan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

    “Tentu satu untuk kebutuhan pembuktian yang kedua sebagai langkah awal KPK dalam mengoptimalkan asset recovery,” jelasnya.

    Sekadar informasi, Nurhadi kembali ditangkap KPK setelah mejalani hukuman atas kasus suap dan gratifikasi di lingkungan MA, Minggu (29/6/2025). 

    Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiono divonis bersalah karena menerima suap dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto dan menerima gratifikasi dari sejumlah pihak senilai total Rp49 miliar.

    Uang tersebut bertujuan untuk memuluskan dan mengatur sejumlah perkara. Keduanya divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta masing-masing penjara enam tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 12 tahun penjara untuk Nurhadi dan Rezky 11 tahun penjara.

  • Jejak Terakhir FA, Mantan Model yang Terima Mobil Mewah dari Anggota DPR Heri Gunawan

    Jejak Terakhir FA, Mantan Model yang Terima Mobil Mewah dari Anggota DPR Heri Gunawan

     

    Liputan6.com, Sukabumi – Kasus korupsi yang melibatkan anggota DPRD RI Heri Gunawan terus bergulir. Heri masuk dalam pusaran kasus dugaan korupsi terkait penyaluran dana tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (corporate social responsibility/CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami pemberian uang hingga mobil mewah yang dilakukan Heri Gunawan.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, pendalaman tersebut dilakukan saat memeriksa seorang pihak swasta sekaligus rekan Heri Gunawan berinisial FA sebagai saksi pada 20 Oktober 2025 silam.

    “FA didalami terkait aliran uang, dan pemberian aset dari HG yang diduga bersumber dari dugaan tindak pidana korupsi terkait program sosial atau CSR Bank Indonesia atau OJK,” ujar Budi, beberapa waktu lalu.

    Budi mengungkapkan bahwa FA diduga menerima uang lebih dari Rp2 miliar dan dibelikan satu mobil senilai sekitar Rp1 miliar dari Heri Gunawan. Ia mengatakan mobil tersebut telah disita oleh KPK.

    “Selain itu, HG juga memberikan sejumlah uang dolar Amerika Serikat dan/atau dolar Singapura senilai ratusan juta rupiah kepada FA yang diketahui ditukar pada money changer (pedagang valas, red.),” ujarnya.

    Saat ini, KPK masih melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penyaluran dana program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) Bank Indonesia atau dugaan korupsi dalam penggunaan dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) tahun 2020–2023.

    Perkara tersebut bermula dari laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan pengaduan masyarakat, kemudian KPK melakukan penyidikan umum sejak Desember 2024.

    Penyidik KPK telah menggeledah dua lokasi yang diduga menyimpan alat bukti terkait dengan perkara tersebut.

    Dua lokasi tersebut adalah Gedung Bank Indonesia di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, yang digeledah pada 16 Desember 2024, dan Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang digeledah pada 19 Desember 2024.

    Pada 7 Agustus 2025, lembaga antirasuah itu menetapkan anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024 Satori (ST) dan Heri Gunawan (HG) sebagai tersangka kasus tersebut.

     

  • Sidang Keberatan Penyitaan Aset Sandra Dewi Digelar Hari Ini
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Oktober 2025

    Sidang Keberatan Penyitaan Aset Sandra Dewi Digelar Hari Ini Nasional 24 Oktober 2025

    Sidang Keberatan Penyitaan Aset Sandra Dewi Digelar Hari Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sidang keberatan penyitaan aset yang diajukan oleh aktris sekaligus istri terpidana kasus korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis, Sandra Dewi, akan kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini, Jumat (24/10/2025).
    Agenda sidang hari ini akan dilanjutkan dengan pembuktian pihak termohon, Kejaksaan Agung (Kejagung).
    “Dijadwalkan sidang lanjutan perkara keberatan atas pemohon Sandra Dewi dan kawan-kawan dengan termohon Kejagung. Agenda masih pembuktian,” ujar Juru Bicara PN Jakpus, Andi Saputra, saat dikonfirmasi, Kamis (23/10/2025).
    Pada sidang sebelumnya, Kejagung telah menghadirkan satu orang saksi ahli untuk dimintai pendapatnya.
    Dalam sidang pada Jumat (17/10/2025), Ahli Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, menjelaskan soal kedudukan aset suami istri dalam tindak pidana korupsi.
    Hibnu menjelaskan, suatu aset atas nama orang lain, bukan terdakwa, masih bisa disita dan dirampas untuk negara jika aset tersebut diperoleh dari perbuatan tindak pidana.
    Ia menilai, penyitaan aset bukan hanya dilihat dari status kepemilikan, tetapi juga kepentingan untuk memulihkan keuangan negara yang dirugikan akibat korupsi.
    “Kalau melihat pendekatan pihak, (aset bukan milik terdakwa) tidak terkait (kasus korupsi). Tapi, kalau pendekatan korupsi, ada bagian pengembalian uang negara. Ada dua penegakan yang harus dipakai,” jelas Hibnu dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jumat (17/10/2025).
    Awalnya, sidang pekan lalu telah dijadwalkan untuk memeriksa dua orang saksi.
    Namun, karena ada urusan mendadak, saksi fakta yang disiapkan termohon batal diperiksa.
    Saksi fakta ini disebutkan berasal dari kalangan penyidik atau jaksa.
    Namun, identitasnya belum dijelaskan secara detail dalam persidangan Jumat lalu.
    Alhasil, saksi fakta ini dijadwalkan ulang untuk diperiksa pada sidang hari ini, Jumat (24/10/2025).
    Dalam kasus ini, kasasi Harvey diketahui telah ditolak oleh MA.
    Aset-aset milik Sandra Dewi juga tetap disita meski ada perjanjian pisah harta antara keduanya.
    Setidaknya, ada 88 tas mewah, rekening deposito senilai Rp 33 miliar, beberapa mobil, hingga perhiasan yang disita.
    Ketika dihadirkan dalam sidang di pengadilan tingkat pertama, Sandra menjelaskan bahwa aset-aset ini didapatnya secara pribadi, melalui endorsement atau hasil kerja selama menjadi artis.
    Namun, aset-asetnya tetap disita untuk membayar uang pengganti senilai Rp 420 miliar yang dijatuhkan pada Harvey.
    Pada kasus ini, Harvey bersama terpidana lainnya dinilai telah merugikan keuangan negara hingga Rp 271 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.