Kasus: Tipikor

  • Ketua Bawaslu Tak Persoalkan Dilaporkan ke KPK: Monggo Saja

    Ketua Bawaslu Tak Persoalkan Dilaporkan ke KPK: Monggo Saja

    JAKARTA – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja tidak mempersoalkan laporan Gerakan Arus Bawah Demokrasi (Gabdem) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi yang diduga melibatkan dirinya.

    “Ya monggo (silakan) saja, tapi yang jelas, semua proses telah dilakukan dan juga kali ini kok agak-agak aneh, tapi sudahlah, kita tidak mempersoalkan keanehannya dan lain-lain,” ujar Bagja dilansir ANTARA, Selasa, 28 Oktober.

    Menurut dia, renovasi gedung, yang dituduhkan kepada pihaknya, telah dilakukan dengan baik. Ia merasa tidak ada hal yang melanggar peraturan perundang-undangan selama renovasi berlangsung.

    Terlebih, imbuh Bagja, laporan keuangan Bawaslu mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Maka dari itu, dia mempertanyakan maksud di balik pelaporan dugaan korupsi renovasi gedung tersebut.

    “Karena kalau dari segi laporan, laporannya pakai data BPK, ya, katanya? Kan ini WTP, gimana pakai data BPK, terus [padahal Bawaslu mendapat predikat] WTP? Itu kan pertanyaannya, aneh-aneh juga jadinya,” kata dia.

    Meski begitu, Bagja menyebut laporan Gabdem merupakan bagian dari pengawasan publik.

    Ia juga mengajak masyarakat untuk melihat perkembangan laporan tersebut secara objektif.

    Bagja menyampaikan pihaknya belum mendapat surat panggilan dari KPK sebagai kelanjutan dari laporan dimaksud.

    “Enggak ada. Kok mengharapkan surat panggilan, gitu loh? Ha-ha-ha,” ujarnya berseloroh. “Nanti KPK bisa cek di BPK, bisa saja kan sesama penyelenggara negara,” imbuhnya.

    Sebelumnya, pada 21 Oktober 2025, Gerakan Arus Bawah Demokrasi atau Gabdem melaporkan dugaan korupsi yang melibatkan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja.

    Dugaan korupsi tersebut terkait proyek command center atau pusat komando serta renovasi gedung A dan B Bawaslu RI.

    Dalam laporannya, Gabdem menyoroti hasil investigasi BPK RI yang, menurut mereka, mengatakan kedua proyek tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp12,14 miliar.

    Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan KPK akan menindaklanjuti laporan Gabdem.

    “Dari informasi awal tersebut, tentu KPK melakukan telaah. Apakah informasi itu valid? Kemudian apakah informasi itu betul ada unsur-unsur dugaan tindak pidana korupsinya atau tidak,” ujar dia.

    Setelah itu, sambung Budi, KPK akan mempelajari maupun menganalisis apakah dugaan tindak pidana korupsi tersebut menjadi kewenangan lembaga antirasuah atau tidak.

  • Jokowi Sengaja Lari dari Tanggung Jawab Kasus Whoosh

    Jokowi Sengaja Lari dari Tanggung Jawab Kasus Whoosh

    GELORA.CO – Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) disebut sengaja lari dari tanggung jawab atas kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh yang sedang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto merespons sikap Jokowi yang tidak membahas soal dugaan markup Whoosh yang sedang disorot, namun malah membahas soal mengatasi kemacetan di Jabodetabek dan Bandung.

    “Jokowi seperti ungkapan jawa ‘Nggih-nggih ora kepanggih’, di mana perilaku Jokowi sama dengan orang yang mudah berjanji atau mengiyakan, tetapi tidak pernah benar-benar melakukan apa yang dijanjikannya, atau omongannya tidak tulus dan tidak dilakukan,” kata Hari kepada RMOL di Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025.

    Ia menyebut bahwa, Jokowi sengaja lari dari tanggung jawab atas kasus Whoosh yang tidak memberikan dampak dalam mengurai kemacetan yang diutarakan.

    “Bahkan beban kasus Whoosh dengan sengaja dimasukkan APBN untuk menanggungnya. Jokowi layak dipanggil KPK untuk dimintai keterangan agar siapapun sama di mata hukum,” pungkas Hari.

    Sejak awal 2025, KPK ternyata sudah melakukan penyelidikan terkait proyek Whoosh. Sejumlah pihak sudah dimintai keterangan oleh KPK. Namun, KPK belum mengungkapkan identitas para pihak yang dimintai keterangan.

  • Purbaya Bahas Dana Sitaan Rp 13,2 Triliun CPO untuk LPDP

    Purbaya Bahas Dana Sitaan Rp 13,2 Triliun CPO untuk LPDP

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membeberkan hasil pertemuan dengan Plt Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Sudarto di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Selasa (28/10/2025).

    Purbaya mengungkapkan dalam pertemuan tersebut mereka membahas mengenai nasib dana Rp 13,2 triliun hasil sitaan kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya yang telah diberikan Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu)

    “Diskusinya juga soal dana Rp 13,2 triliun yang diserahkan dari Kejagung,” ucap Purbaya.

    Namun, Purbaya tidak menjelaskan lebih rinci apakah dana sitaan sebesar Rp 13,2 triliun tersebut akan dialokasikan ke dana beasiswa LPDP.

    Ia hanya menuturkan bahwa Kemenkeu sudah mengalokasikan dana sebesar Rp 25 triliun untuk beasiswa LPDP tahun ini.

    “Kita sudah siapkan Rp 25 triliun untuk tahun ini. Jadi enggak masalah itu,” ucapnya.

    Sebelumnya, Purbaya menyampaikan bahwa Kemenkeu akan meninjau lebih dahulu kebutuhan aktual LPDP sebelum memutuskan mengalokasikan dana Rp 13,2 triliun itu.

    Ia menyebut, lembaga pengelola beasiswa itu masih memiliki alokasi anggaran yang cukup besar, sehingga perlu dilakukan kajian mendalam untuk memastikan kebutuhan tambahan anggaran yang sebenarnya.

    “Nanti kita atur. LPDP kan uangnya masih kebanyakan sekali. Kita perlu lihat berapa kebutuhannya dari Rp 13 triliun itu,” ujar Purbaya di gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (21/10/2025).

    Hal tersebut dikarenakan, sang bendahara negara ingin memastikan bahwa penggunaan dana tersebut sesuai dengan kebutuhan lembaga pengelola beasiswa tersebut.

    “Kalau perintah Presiden kan dipindahkan. Nanti kita lihat seperti apa ya,” ucapnya.

    Berdasarkan data LPDP per awal Oktober 2025, total dana abadi pendidikan mencapai Rp 154,1 triliun. Dana ini terdiri dari dana abadi pendidikan (DAP) sebesar Rp 126,1 triliun, dana abadi penelitian (DAPL) Rp 12,9 triliun, dana abadi perguruan tinggi (DAPT) Rp 10 triliun, dan dana abadi kebudayaan (DAKB) Rp 5 triliun.

  • Kapan Vonis 20 Tahun Penjara Harvey Moeis Dieksekusi? Kejagung: Segera

    Kapan Vonis 20 Tahun Penjara Harvey Moeis Dieksekusi? Kejagung: Segera

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan segera mengeksekusi vonis 20 tahun penjara terpidana kasus korupsi tata kelola timah Harvey Moeis. Vonis tersebut diketahui sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. 

    “Segera, secepatnya,” kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna di kantornya, Jakarta, Selasa (28/10/2025). 

    Anang menyampaikan Kejagung tengah menunggu salinan resmi putusan Harvey Moeis sampai saat ini. Namun, dia menekankan hal ini bukanlah suatu masalah mengingat yang bersangkutan hingga sekarang tetap ditahan selama menjalani proses hukum. 

    Anang menerangkan, eksekusi vonis Harvey Moeis ini segera dilakukan oleh pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan terhadap aset-asetnya yang sudah disita segera dilelang sebagai upaya pemulihan kerugian negara. 

    MA Tolak Kasasi

    Diketahui, Mahkamah Agung (MA) menyatakan menolak kasasi yang ditempuh oleh pengusaha, Harvey Moeis. Dengan putusan ini, suami dari artis Sandra Dewi itu tetap dihukum 20 tahun penjara atas kasus dugaan korupsi tata niaga timah. 

    “Amar putusan tolak,” bunyi keterangan pada situs resmi MA, dikutip Selasa (1/7/2025). 

    Putusan ini diketok oleh ketua majelis hakim agung Dwiarso Budi Santiarto dengan dua anggota majelis Arizon Mega Jaya dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Putusan ini ditetapkan pada Rabu (25/6/2025) lalu. 

    Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman bagi Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun. Suami selebritas Sandra Dewi itu kini dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. 

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa HM selama 20 tahun serta denda Rp 1 miliar dengan subsider delapan bulan kurungan,” ujar Hakim Teguh dalam persidangan pada Kamis, (13/2/2025). 

    Majelis hakim dalam putusan banding menyatakan bahwa Harvey Moeis terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama, sesuai dengan dakwaan kesatu primer dan kedua primer. 

    Selain itu, hakim juga mewajibkan Harvey Moeis membayar uang pengganti sebesar Rp 420 miliar dengan subsider 10 tahun penjara.

  • Eks Bupati Pesawaran Jadi Tersangka Korupsi Proyek Air Minum Rp 8 M

    Eks Bupati Pesawaran Jadi Tersangka Korupsi Proyek Air Minum Rp 8 M

    Bandar Lampung, Beritasatu.com – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung resmi menetapkan mantan Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona sebagai tersangka dalam perkara korupsi proyek pengadaan sistem penyediaan air minum (SPAM) tahun anggaran 2022 senilai Rp 8 miliar. 

    Kejati Lampung juga menetapkan empat orang lainnya dalam tindak pidana korupsi dana alokasi khusus (DAK) Fisik Bidang Air Minum dan perluasan sistem penyediaan air minum (SPAM).

    Dendi menjalani pemeriksaan pada Senin (27/10/2025) sekitar pukul 20.00 WIB. Setelah menjalani pemeriksaan selama lima jam, pada tersangka baru keluar dari ruangan Aspidsus Kejati Lampung pada Selasa (2810/2025) dini hari sekitar pukul 00.30 WIB.

    Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Dendi Ramadhona dan para tersangka lainnya telah menjalani empat kali menjalani pemeriksaan penyidik Kejati Lampung. Berdasarkan alat bukti yang cukup, kelima orang resmi ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-17 hingga TAP-21/L.8/Fd.2/10/2025 tertanggal 27 Oktober 2025.

    Aspidsus Kejati Lampung Armen Wijaya mengatakan penyidik juga menilai ada peran pihak swasta yang menggunakan perusahaan pinjaman bendera untuk melaksanakan pekerjaan proyek.

    “Para tersangka bekerja sama dalam pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai ketentuan, sehingga tujuan dana DAK tidak tercapai,” kata Armen.

    Armen menjelaskan, mantan bupati Pesawaran dan Kadis PUPR diduga memiliki peran dalam pengaturan dan pelaksanaan proyek SPAM tersebut.

    “Kami terus mendalami aliran dana dan berkomitmen menindak tegas setiap inovatif keuangan negara. Belum ditotal estimasi yang telah kita lakukan pengamanannya terhadap hasil penggeledahan tersebut,” jelas Armen.

    Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Secara subsidiair, para tersangka juga disangkakan melanggar Pasal 3 UU Tipikor. Untuk kepentingan penyidikan, seluruh tersangka kini ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Way Hui dan Rutan Polresta Bandar Lampung.

  • Eks Kades di Banggai Divonis 4 Tahun Penjara karena Korupsi Dana Desa

    Eks Kades di Banggai Divonis 4 Tahun Penjara karena Korupsi Dana Desa

    Banggai, Beritasatu.com — Seorang mantan kepala desa di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, dijatuhi hukuman empat tahun penjara setelah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana desa dan alokasi dana desa. 

    Selain pidana pokok, terdakwa juga diwajibkan mengembalikan uang pengganti ratusan juta rupiah kepada negara.

    Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Palu yang diketuai Dwi Hatmodjo, menyatakan Suriadi Midong alias Midong, mantan kepala Desa Tampe, Kecamatan Pagimana, bersalah melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

    Dalam sidang pembacaan putusan pada Selasa (28/10/2025), hakim memvonis Suriadi dengan empat tahun penjara dan denda Rp 100 juta, dengan ketentuan jika denda tidak dibayar akan diganti pidana kurungan satu bulan.

    Lebih jauh, majelis hakim mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 832.623.660. Apabila dalam batas waktu yang ditentukan uang tersebut tidak dikembalikan, maka Suriadi akan menjalani hukuman tambahan dua tahun penjara.

    Selain itu, hakim memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan, mengembalikan barang bukti kepada saksi Risman Rusdin, serta membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000.

    Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Banggai Cabang Pagimana dan penasihat hukum terdakwa menyatakan menerima putusan tersebut, sehingga perkara ini berkekuatan hukum tetap (inkrah).

    Kasus ini menambah daftar penyalahgunaan dana desa yang diungkap aparat penegak hukum di Sulawesi Tengah. Pemerintah dan aparat penegak hukum menegaskan komitmennya untuk mengawasi penggunaan dana desa agar tepat sasaran dan bebas dari praktik korupsi.

  • Kejari Probolinggo Naikkan Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah KONI ke Penyidikan

    Kejari Probolinggo Naikkan Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah KONI ke Penyidikan

    Probolinggo (beritajatim.com) – Dugaan penyelewengan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Probolinggo tahun anggaran 2022–2024 mulai terkuak. Tim pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Probolinggo menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana hibah yang bersumber dari APBD setempat.

    Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap sejumlah pihak dan dokumen keuangan, Kejari akhirnya menaikkan status perkara dari penyelidikan ke tahap penyidikan.

    “Kami sudah meningkatkan status perkara penggunaan dana hibah KONI ke tahap penyidikan. Dari hasil penyelidikan, ada dugaan tindak pidana korupsi,” tegas Kasi Intel Kejari Kota Probolinggo, Herdiawan Prayudi, Selasa (28/10/2025).

    Menurut Herdiawan, tim Pidsus menelusuri penggunaan dana hibah KONI selama tiga tahun anggaran, yakni 2022, 2023, dan 2024. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dugaan penyimpangan dalam proses pengelolaan maupun laporan pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan realisasi kegiatan di lapangan.

    “Potensi kerugian negara masih kami dalami di tahap penyidikan. Untuk sementara, seluruh cabang olahraga (cabor) di bawah naungan KONI sudah kami periksa,” jelasnya.

    Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, KONI Kota Probolinggo menerima dana hibah miliaran rupiah untuk mendukung pembinaan atlet dan kegiatan olahraga daerah. Namun, sejumlah bukti pertanggungjawaban keuangan dinilai tidak sinkron dengan kegiatan yang dilaksanakan di lapangan.

    Kenaikan anggaran hibah tersebut juga sempat menjadi sorotan publik. Pada 2021, KONI menerima dana hibah sebesar Rp3 miliar. Setahun kemudian jumlahnya melonjak menjadi Rp6 miliar, dan pada 2023 kembali meningkat tajam dengan usulan Rp12 miliar, sebelum direalisasikan sekitar Rp11,5 miliar oleh Pemerintah Kota Probolinggo.

    Lonjakan dana hibah itu sempat mendapat perhatian dari DPRD Kota Probolinggo saat pembahasan RAPBD 2023. Beberapa anggota dewan menilai kenaikan yang signifikan perlu diikuti audit ketat agar penggunaannya tepat sasaran.

    Kini, temuan Kejari memperkuat dugaan bahwa peningkatan anggaran tidak sepenuhnya berbanding lurus dengan manfaat dan pelaksanaan kegiatan olahraga di daerah. Penyidik Kejari memastikan proses hukum akan berjalan profesional, transparan, dan terbuka bagi publik.

    Hingga berita ini ditulis, Ketua KONI Kota Probolinggo, Zulfikar Imawan, belum memberikan tanggapan resmi terkait perkembangan kasus tersebut. [ada/beq]

  • Patahkan Klaim Sandra Dewi, Kejagung Tegaskan Tak Ada Bukti Endorse 88 Tas Mewah dan Perhiasan yang Disita – Page 3

    Patahkan Klaim Sandra Dewi, Kejagung Tegaskan Tak Ada Bukti Endorse 88 Tas Mewah dan Perhiasan yang Disita – Page 3

    Max bersaksi dalam sidang pengajuan keberatan Sandra Dewi atas penyitaan asetnya terkait kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015-2022, yang menyeret suaminya.

    Sebagian aset yang dimohonkan keberatan dari Sandra Dewi, yakni sejumlah perhiasan; dua unit kondominium di perumahan Gading Serpong, Tangerang, Banten; rumah di perumahan Pakubuwono, Kebayoran Baru, Jakarta; rumah di Permata Regency, Jakarta; tabungan di bank yang diblokir; serta sejumlah tas.

    Pemohon dalam sidang keberatan dengan Nomor Perkara 7/PID.SUS/KEBERATAN/TPK/2025/PN.Jkt.Pst tersebut merupakan Sandra Dewi, Kartika Dewi, dan Raymon Gunawan. Sementara termohon dalam keberatan, yakni jaksa penuntut umum pada Kejagung.

    Adapun yang menjadi dalih Sandra Dewi dalam keberatan tersebut, yaitu sebagai pihak ketiga yang beriktikad baik serta aset diperoleh secara sah melalui endorsement atau iklan, pembelian pribadi, hadiah, tidak terkait dengan tindak pidana korupsi, dan ada perjanjian pisah harta sebelum menikah.

  • Alasan Sandra Dewi Cabut Gugatan Keberatan Atas Penyitaan Asetnya Gara-Gara Kasus Harvey Moeis – Page 3

    Alasan Sandra Dewi Cabut Gugatan Keberatan Atas Penyitaan Asetnya Gara-Gara Kasus Harvey Moeis – Page 3

    Sebelumnya, Sandra Dewi mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keberatan itu terkait dengan penyitaan sejumlah harta dan aset miliknya dalam kasus yang menjerat Harvey.

    “Benar, saat ini sedang berlangsung sidang keberatan penyitaan aset yang diajukan Sandra Dewi dalam kasus korupsi Harvey Moeis (suaminya),” kata juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Andi Saputra, kepada wartawan, Senin (20/10).

    Pemohon dalam keberatan nomor 7/PID.SUS/KEBERATAN/TPK/2025/PN.Jkt.Pst ini ialah Sandra Dewi, Kartika Dewi, dan Raymon Gunawan. Sementara itu, untuk termohon ialah Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung RI.

    “Objek keberatan, Pemohon meminta pengembalian aset yang dirampas negara,” ujarnya.

    Adapun yang menjadi dalih Sandra dalam keberatan ini adalah sebagai pihak ketiga yang beriktikad baik, aset diperoleh secara sah melalui endorsement, pembelian pribadi, hadiah, tidak terkait dengan tindak pidana korupsi dan ada perjanjian pisah harta sebelum menikah. Sidang keberatan ini sudah memasuki agenda pembuktian dengan menghadirkan ahli pada Jumat (17/10).

    Reporter: Nur Habibie

    Sumber: Merdeka.com

  • KPK Tak Boleh Takut Bongkar Dugaan Mark Up Whoosh

    KPK Tak Boleh Takut Bongkar Dugaan Mark Up Whoosh

    GELORA.CO -Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan penyelidikan terkait dugaan mark up atau penggelembungan anggaran dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung alias Whoosh didukung penuh Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdullah. 

    Menurut Abdullah, langkah KPK tersebut sangat penting untuk menjawab keresahan publik. Sebab, Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut kini tengah menjadi polemik di tengah masyarakat. Terutama karena besarnya beban utang yang harus ditanggung Indonesia serta munculnya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan anggarannya.

    “KPK tidak boleh takut dalam menangani kasus ini. Dugaan mark up anggaran dalam proyek kereta cepat harus diusut secara tuntas dan transparan,” kata Abdullah kepada wartawan, Selasa 28 Oktober 2025. 

    Legislator PKB ini mengatakan, jika ditemukan tindak pidana dalam kasus tersebut, KPK harus bertindak tegas. Menurutnya, siapa pun yang terlibat dalam praktik korupsi, baik dari kalangan pemerintah, BUMN, maupun pihak swasta, harus diproses sesuai hukum yang berlaku.

    “KPK tidak boleh pandang bulu. Jika dalam penyelidikan ditemukan tindak pidana korupsi, para pelakunya harus diseret ke jalur hukum tanpa pengecualian,” kata Abdullah.

    Lebih lanjut, Abdullah berharap penyelidikan yang dilakukan KPK dapat dilakukan secara profesional dan independen, sehingga hasilnya bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi di sektor infrastruktur.

    “Proyek sebesar Kereta Cepat Whoosh seharusnya menjadi kebanggaan nasional, bukan malah menjadi beban akibat penyimpangan anggaran. Karena itu, kita harus dukung penuh KPK agar bisa menuntaskan kasus ini,” pungkas Abdullah