Kasus: Tipikor

  • KPK Usut Korupsi Iklan BJB, Ini Status Hukum Ridwan Kamil

    KPK Usut Korupsi Iklan BJB, Ini Status Hukum Ridwan Kamil

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki apakah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK), terlibat dalam dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB).

    KPK sebelumnya mengungkap bahwa dugaan tindak pidana korupsi ini terjadi pada 2021 hingga 2023. Sementara itu, Ridwan Kamil, yang rumahnya telah digeledah penyidik KPK, menjabat sebagai gubernur Jawa Barat pada 2018–2023.

    Gedung KPK.

    “Nanti pasti akan didalami ada keterlibatan atau tidak, atau hanya saksi, atau hanya internal BJB sendiri yang melakukan cara-cara yang tidak sesuai dengan aturan, tapi kepada yang lain mereka menutupi dengan berbagai macam alasan,” kata Setyo kepada wartawan, Rabu, 12 Maret 2025.

    Terkait jadwal pemeriksaan Ridwan Kamil, Setyo menegaskan bahwa hal itu akan ditentukan oleh penyidik sesuai kebutuhan penyidikan.

    “Nanti pasti saya kembalikan kepada penyidik itu urusan teknis seperti itu. Penyidik, Direktur Penyidikan, Kasatgas yang akan menentukan sesuai dengan kebutuhan,” ujar Setyo.

    Dalam kasus ini, Ridwan Kamil masih berstatus sebagai saksi. Setyo juga mengonfirmasi bahwa modus dalam kasus ini melibatkan penggunaan agensi untuk menempatkan iklan dengan dugaan mark-up.

    “Diduga seperti itu. Nanti pada saat konferensi pers akan didetailkan,” ucap Setyo.

    Kerugian Negara

    KPK sedang menghitung nilai kerugian negara dalam kasus ini. Menurut Setyo, indikasi kerugian bisa mencapai setengah dari total anggaran yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.

    “Lumayan cukup banyak juga, dari hampir sekian ratus miliar yang dianggarkan itu ada indikasi potensi kerugiannya bisa dikatakan mungkin sekitar setengahnya,” kata Setyo.

    Setyo mengungkapkan, penyidik menyita dokumen dan beberapa barang saat menggeledah rumah Ridwan Kamil di Bandung pada Senin, 10 Maret 2025. Barang bukti tersebut saat ini sedang dikaji oleh penyidik.

    Menurut Setyo, jumlah barang bukti yang disita tidak banyak, tetapi memiliki keterkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank BJB.

    “Memang tidak banyak, tapi setidaknya itu hal-hal yang relevan dengan penanganan perkara yang saat ini ditangani,” kata Setyo.

    Saat ditanya lebih lanjut, Setyo tidak merinci dokumen dan barang yang disita. Ia menyatakan bahwa rincian barang bukti akan diumumkan secara resmi kepada publik.

    “Macam-macam ada beberapa. Nanti detailnya silakan sama jubir,” ujar Setyo.

    Ia menambahkan bahwa barang yang relevan akan digunakan dalam penyidikan, sedangkan yang tidak terkait akan dikembalikan kepada Ridwan Kamil.

    “Sementara pasti dikaji segala sesuatunya itu tidak serta merta. Diteliti, dilihat, nanti kalau memang enggak ada relevansinya, pasti dikembalikan,” ucapnya.

    Lima Tersangka

    KPK mengumumkan bahwa penyidikan kasus ini telah memasuki tahap baru, dengan lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka, meskipun belum ada yang ditahan.

    “Sekitar lima orang (tersangka),” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Senin, 10 Maret 2025.

    Namun, Tessa belum mengungkap identitas para tersangka. Nama-nama mereka akan diumumkan secara resmi dalam pekan ini.

    “Nanti pastinya rekan-rekan akan tahu pada saat perkara ini dirilis di hari Kamis atau hari Jumat nanti,” ujar Tessa.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Korban Pertamax Oplosan Berhak Tuntut Ganti Rugi, Ini Jalur Hukumnya

    Korban Pertamax Oplosan Berhak Tuntut Ganti Rugi, Ini Jalur Hukumnya

    PIKIRAN RAKYAT – Pengguna Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax yang diduga dioplos, berhak menuntut ganti rugi kepada perusahaan tata kelola minyak. Atas kerugian yang diderita ini, tuntutan bisa diajukan baik ke pengadilan maupun ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

    Firman T. Endipradja Dosen Politik Hukum Perlindungan Konsumen Pascasarjana Universitas Pasundan mengatakan hukum atau peraturan perundang-undangan tidak mengatur tentang penyampaian permohonan maaf atas megakorupsi yang merugikan rakyat banyak ini.

    Hal tersebut untuk menyikapi permintaan maaf dari Direktur Pertamina atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) periode 2018-2023.

    Tetapkan 9 tersangka

    Dikatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan Kejagung sudah membuktikan ada ketidaksesuaian standar dalam produk BBM jenis Pertamax ini.

    Firman yang juga Mantan Ketua Perhimpunan BPSK se-Jawa Barat ini menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), PT Pertamina sebagai BUMN adalah termasuk pelaku usaha yang dapat dikenakan tiga sanksi sekaligus atas kasus ini. Yaitu, sanksi perdata, sanksi pidana, dan sanksi administratif.

    Ketentuan Pasal 19 UUPK menyebutkan, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

    “Jadi, tidak hanya sanksi perdata dalam bentuk penggantian ganti rugi atau kompensasi yang dapat dikenakan. Juga sanksi pidana yang maksimal hukumannya 5 tahun penjara, sampai dengan sanksi administratif seperti pencabutan izin usaha,” ujarnya.

    Bagi konsumen perseorangan yang selama ini mengonsumsi Pertamax oplosan, dapat menuntut Pertamina melalui tiga jalur upaya hukum. Yakni gugatan ke pengadilan atau ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), membuat laporan polisi atau ke KPK, ataupun menggugat secara administratif ke MA atau PTUN.

    Khusus tuntutan ganti rugi/kompensasi konsumen melalui BPSK, UUPK menyebutkan BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Badan ini dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen yang efisien, cepat, murah dan profesional.

    Firman melanjutkan, BPSK dibentuk oleh pemerintah di kabupaten dan kota untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. BPSK sebagai lembaga quasi yudisial berperan dalam mengadili dan menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan serta menjatuhkan putusan berdasarkan ketentuan dalam UUPK.

    “Putusan majelis BPSK bersifat final dan mengikat dan wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 hari kerja setelah gugatan diterima. Dalam waktu paling lambat tujuh hari kerja sejak menerima putusan BPSK, pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut,” kata Firman.

    Apabila Putusan BPSK tidak dijalankan oleh pelaku usaha, BPSK menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Putusan BPSK merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.

    Selain itu, UUPK menganut asas pembuktian terbalik (Pasal 22 dan Pasal 28 UUPK). Artinya dengan bukti awal, konsumen bisa mengajukan gugatan/tuntutan ganti rugi ke Pertamina melalui BPSK.

    “Atas kejadian ini cukup banyak masyarakat pengguna Pertamax yang marah dan kecewa, sehingga tidak terlalu aneh jika ada gerakan massal dari konsumen untuk menyampaikan aspirasi sesuai ketentuan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dengan menuntut haknya berupa ganti rugi melalui BPSK,” ujarnya.

    Terlebih, Hukum Perlindungan Konsumen sudah menyediakan Hukum Acara Penyelesaian Sengketa Konsumen (Hukum Formil) yaitu Kepmenperindag Nomor 350/MPP/KEP/ 12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News