Kasus: Tipikor

  • Saiful Ilah Kecewa Dapat Vonis 5 Tahun Penjara

    Saiful Ilah Kecewa Dapat Vonis 5 Tahun Penjara

    Surabaya (beritajatim.com) – Mantan Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah, kecewa dengan vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya yaitu 5 tahun penjara. Saiful dinyatakan terbukti bersalah menerima gratifikasi Rp44 miliar.

    Kuasa Hukum Saiful Ilah, Mustofa Abidin, mengungkapkan kliennya kecewa dengan vonis lima tahun yang dijatuhkan majelis hakim terhadap kliennya dalam persidangan di PN Tipikor Surabaya, Senin (11/12/2023).

    Mustofa menjelaskan, kliennya dua kali diadili dalam perkara gratifikasi. Sebelumnya, Terdakwa pernah dijatuhi hukuman atas perkara suap. Yang mana menurut ahli dan teori hukum dan sudah disampaikan dalam eksepsi maupun pledoi yang sudah dibacakan di persidangan bahwasanya perkara tersebut seharusnya digabung menjadi satu dalam perkara pertama.

    “Sehingga seharusnya, perkara kedua ini, disebut ne bis en indem, itu berkali-kali kami sampaikan,” ujarnya.

    “Perkara ini sudah saya sampaikan total gratifikasi sekitar Rp44 miliar, dari situ banyak fakta atau isu hukum atau peristiwa hukum yang terjadi. Artinya tidak hanya satu peristiwa. Tapi ada puluhan peristiwa dan sudah ada persidangan lama ada 95 saksi diperiksa, dan 2 saksi dibacakan. Itu semua juga menyampaikan fakta-fakta persidangan,” lanjutnya.

    BACA JUGA:
    Hukuman Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa

    Termasuk pekerjaan anak Terdakwa, yang tiba-tiba dinyatakan oleh dakwaan atau tuntutan JPU sebagai penerimaan Terdakwa dan sebagainya. Dana lelang bandeng sebegitu banyak itu dianggap penerimaan Terdakwa, padahal dana itu ada dan selama ini tidak dipakai untuk kepentingan pribadi.

    “Jadi banyak sekali isu hukum yang sebenarnya kemarin sidang panjang lebar kita ikuti dan diperiksa saksi sebanyak itu dan kemarin juga telah mengungkap fakta persidangan,” ujarnya.

    Mustofa mengaku kecewa dan sangat keberatan dengan hasil persidangan. Pertama, dengan tuntutan jaksa yang sama sekali tidak membahas satu pun soal fakta fakta persidangan yang dibuka tersebut.

    BACA JUGA:
    Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Dihukum 5 Tahun

    Kedua, sama halnya pihaknya juga sangat keberatan dengan putusan majelis hakim yang barusan dibacakan. Tidak ada satupun fakta fakta yang sudah dia ungkapkan dalam persidangan dalam pleidoi dari Terdakwa pribadi atau kuasa hukum.

    “Banyak sekali, fakta dipersidangan yang kami tunjukkan satu per satu, terdakwa bisa membuktikan bahwa ini bukan gratifikasi ini bukan suap. Namun, apa yang kita dengar tadi di persidangan, pembacaan putusan, satu pun tidak ada yang disinggung dengan fakta-fakta persidangan tersebut. Ini yang membuat terdakwa menyatakan tidak terima dengan putusan ini,” ujarnya. [uci/beq]

  • Saiful Ilah Kecewa Dapat Vonis 5 Tahun Penjara

    Hukuman Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa

    Surabaya (beritajatim.com) – Vonis lima tahun yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai I Ketut Suarta pada mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni lima tahun tiga bulan. Sidang pembacaan tuntutan terhadap Saiful Illah ini dilakukan pada Kamis (30/11/2023).

    Dalam sidang itu, JPU KPK juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan kepada Saiful yang menjabat sebagai Bupati Sidoarjo periode 2010-2015 dan 2016-2021.

    ”Selain itu, kami juga menuntut agar terdakwa dijatuhi pidana tambahan berupa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 44 miliar subsider 4 tahun kurungan. Juga penjatuhan pidana berupa pencabutan hak terdakwa untuk dipilih dalam pesta demokrasi selama lima tahun setelah menjalani hukuman pidananya,” ujar JPU KPK, Arif Suhermanto.

    Dalam tuntutannya, JPU KPK berpendapat, Saiful terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima gratifikasi yang totalnya lebih dari Rp 44 miliar selama menjabat sebagai kepala daerah dua periode. Oleh karena itu, terdakwa dinilai melanggar Pasal 12 Huruf B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

    Saat membacakan tuntutan, Arif mengatakan, Saiful menerima uang, antara lain, dari sejumlah kepala desa. Uang itu diberikan saat mantan Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sidoarjo itu menghadiri acara di desa atau acara yang berkaitan dengan kepala desa.

    Selain itu, terdakwa menerima uang dari sejumlah kepala dinas atau organisasi perangkat daerah (OPD) dan sejumlah camat di Sidoarjo. Selama memimpin Kota Delta, julukan Sidoarjo, Saiful juga menerima uang dari sejumlah pengusaha untuk memperlancar pengurusan perizinan.

    Dia juga disebut menerima uang ratusan juta rupiah terkait pengurusan izin pemasangan reklame. Uang itu diterima melalui menantunya, Ridlo Prasetyo, yang bekerja sebagai aparatur sipil negara di Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Terdakwa juga menerima uang ratusan juta rupiah untuk memperlancar proses pengurusan perubahan status tanah kas desa dari gogol gilir menjadi gogol tetap.

    Arif menyatakan, untuk membuktikan dakwaan terhadap Saiful, jaksa telah menghadirkan 97 orang saksi dan seorang saksi ahli. Selain itu, jaksa mengumpulkan 1.261 item barang bukti yang diajukan ke persidangan.

    Menanggapi tuntutan JPU KPK, Saiful menyatakan akan menyusun nota pembelaan. Menurut rencana, ada dua nota pembelaan yang akan diajukan, yakni dari Saiful dan pembelaan yang disusun oleh tim penasihat hukumnya. Terdakwa diberi waktu seminggu untuk menyelesaikan nota pembelaannya. ”Saya nanti menyampaikan (pembelaan) sendiri dibantu penasihat hukum,” ujar pria yang biasa dipanggil Abah Ipul tersebut. [uci/kun]

    BACA JUGA: Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Dihukum 5 Tahun

  • Saiful Ilah Kecewa Dapat Vonis 5 Tahun Penjara

    Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Dihukum 5 Tahun

    Surabaya (beritajatim.com) – Mantan Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah, dihukum 5 tahun penjara oleh Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya yang diketuai I Ketut Suarta, Senin (11/12/2023). Saiful Ilah dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi dengan menerima gratifikasi sebesar Rp44 miliar dari kepala desa, camat, kepala dinas, hingga penggusaha selama menjabat.

    Dalam putusan majelis hakim juga disebutkan hal yang memberatkan yakni terdakwa selaku kepala daerah dengan kewenangan yang dimiliki seharusnya berperan aktif untuk mencegah praktik-praktik korupsi di wilayahnya. Namun, hal itu tidak dilakukan dan justru terdakwa terlibat dalam melakukan praktik korupsi. Perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian negara.

    Hal yang meringankan, terdakwa sopan, menjadi tulang punggung keluarga, dan pernah mengabdi di Kabupeten Sidoarjo.

    “Karena terdakwa dituntut pidana maka haruslah dibebani membayar biaya perkara,” ujar hakim.

    Memperhatikan Pasal 12 b UU Tipikor juncto pPasal 65 ayat 1 KUHP dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundangan lain yang bersangkutan.

    BACA JUGA:
    Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Segera Jalani Sidang Kasus Gratifikasi Rp 15 Miliar

    Mengadili, satu menyatakan terdakwa Saiful Ilah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dalam pasal Pasal 12 Huruf B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Saiful illah oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima tahun, denda Rp500 juta, subsider tiga bulan. Menetapkan terdawa tetap ditahan,” ujar hakim.

    BACA JUGA:
    KPK Kembali Tahan Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah

    Selain itu majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 44 miliar, apabila dalam satu bulan uang pengganti tersebut tidak dibayarkan maka memerintahkan Penuntut umum untuk menyita harta kekayaan, apabila tidak mencukupi maka diganti dengan pidana selama tiga tahun.

    Abah Ipul sapaan akrab terdakwa juga tidak diperkenankan terjun ke dunia politik selama tiga tahun setelah selesai menjalani pidana pokoknya. [uci/beq]

  • Selewengkan Dana BKKD, Bambang Soedjatmiko Dihukum 7,5 Tahun

    Selewengkan Dana BKKD, Bambang Soedjatmiko Dihukum 7,5 Tahun

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menghukum 7 tahun 6 bulan (7,5 tahun) pada Bambang Soedjatmiko. Terdakwa dinilai terbukti menyelewengkan dana Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) Bojonegoro.

    Dalam amar putusan majelis hakim disebutkan selain hukuman badan, terdakwa juga didenda Rp250 juta dengan subsider enam bulan kurungan.

    “Terdakwa juga dibebani membayar uang pengganti sebesar Rp1,6 miliar,” ujar hakim dalam amar putusannya.

    BACA JUGA:
    Kajari Bojonegoro Akui Eks Camat Padangan Hadir Tiap Sidang

    Apabila uang pengganti tersebut tidak bisa dibayarkan dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka terdakwa diharuskan menjalani hukuman tambahan 2 bulan penjara.

    Putusan 7 tahun 6 bulan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut pidana penjara selama 8 tahun.

    BACA JUGA:
    Update Kasus Korupsi Dana BKKD Bojonegoro, Saksi Sebut Camat Ikut Main

    Dalam putusan majelis hakim disebutkan, korupsi di delapan desa di kecamatan Padangan Bojonegoro tidak hanya Terdakwa yang harus bertanggungjawab namun para Kepala Desa juga harus bertanggungjawab.

    Kasus korupsi ini terjadi setelah Terdakwa Bambang yang merupakan mantan PNS di Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur mengerjakan proyek infrastruktur di delapan Desa di Kecamatan Padangan Bojonegoro dengan nilai total proyek Rp6,3 miliar. Setelah dilakukan audit, ditemukan kerugian negara Rp1,6 miliar dalam proyek jalan rigid beton. [uci/beq]

  • Korupsi, Kades dan Kaur Pucakwangi Lamongan Dipenjara

    Korupsi, Kades dan Kaur Pucakwangi Lamongan Dipenjara

    Lamongan (beritajatim.com) – Kepala Desa dan Kaur Keuangan Desa Pucakwangi, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan dijebloskan Kejaksaan Negeri (Kejari) ke Lapas Kelas IIB Lamongan atas adanya dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pengelolaan keuangan desa setempat.

    Kini, dua tersangka yakni Bagus Cahyo Kurniawan (35) dan Kaur Keuangan yang sekaligus merangkap jabatan sebagai Bendahara Desa, Yayuk Susilowati (48) ini harus rela mendekam di Rutan Polres Lamongan untuk selanjutnya digiring ke Lapas.

    “Iya, Kamis (7/12/2023) kemarin, selama sekitar 3 jam telah dilaksanakan tahap II di Kantor Kejari Lamongan atas dugaan Tipikor berupa penyalahgunaan wewenang dalam mengelola keuangan Desa tahun 2017-2019 yang dilakukan di Desa Pucakwangi, Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan,” kata Kasi Intel Kejari Lamongan MHD Fadly Arby, Jumat (8/12/2023).

    Menurut Fadly, Kades Bagus menyalahgunakan wewenang pengelolaan keuangan desa tahun 2017 – 2019 di Desa Pucakwangi Kecamatan Babat bersama Bendahara desa (tersangka dalam berkas perkara lain) dengan melakukan pembayaran dan pengeluaran uang kas desa yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan.

    BACA JUGA:
    Pemkab Lamongan Tingkatkan Siaga Mitigasi Hadapi Bencana Hidrometeorologi

    “Pembayaran dan pengeluaran uang kas itu tidak dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban yang mengakibatkan Desa Pucakwangi mengalami kerugian sebesar Rp147.281.600,” bebernya.

    Dijelaskan oleh Fadly, tersangka menyalahgunakan wewenang dengan mengambil kebijakan pembayaran pajak kegiatan pembangunan jalan rabat beton sendang dari Dana Desa tahun 2018 menggunakan dana PAD Tahun 2018 sebesar Rp21 juta. Pembayaran itu tak sesuai peruntukannya.

    Selain itu, tersangka menyalahgunakan wewenang dalam mengambil kebijakan, diantaranya terkait pembayaran pajak PBB masyarakat Desa Pucakwangi dari dana PAD Tahun 2019 sebesar Rp26.728.000, yang juga tak sesuai peruntukannya.

    Lalu tersangka melakukan pembelian meubelair, asesoris dan pemeliharaan lainnya dari Dana ADD Tahun 2019 sebesar Rp13,2 juta, direalisasikan diluar kegiatan yang ditetapkan dalam APBDes. Tersangka juga melakukan pengeluaran Dana ADD sebesar Rp7.385.400, yang tidak ditemukan bukti pertanggungjawabannya.

    Tersangka meminjamkan uang kas desa (PAD) tahun 2017 dan 2018 kepada Pengurus HIPPAM dengan total Rp 28.668.200, yang tidak ada ketentuan yang membolehkan uang PAD dipinjamkan kepada pihak ketiga.

    “Peminjaman tersebut tanpa ada perjanjian dan sampai saat ini pinjaman tersebut belum dikembalikan,” imbuh Fadly.

    Tersangka bahkan menerima uang dari Bendahara Desa sebagaimana kwitansi tertanggal 02/01/2017 senilai Rp 400 ribu, kwitansi bulan april 2017 Rp 13,8 juta, kwitansi tanggal 18/08/2017 Rp20 juta, kwitansi tanggal 16/01/2018 sebesar Rp5 juta, yang totalnya Rp 39,2 juta, tetapi tidak ada pertanggungiawabnnya.

    BACA JUGA:
    7 Fraksi DPRD Lamongan Dukung Raperda Perubahan Badan Hukum LIS

    Nahasnya, tersangka mengaku jika uang tersebut diberikan kepada Mulyadi selaku tim pelaksana lapangan pekerjaan rabat beton. Padahal kenyataannya uang itu tidak diberikan.

    Kemudian tersangka Bendahara Desa Yayuk Susilowati, melakukan pembayaran pemasangan internet dari dana PAD Tahun 2018 senilai Rp2 juta, padahal pemasangan internet telah direalisasikan, sehingga terjadi kelebihan bayar yang seharusnya tidak perlu dilakukan.

    Kelebihan pembayaran itu dengan rincian tagihan internet selama setahun senilai Rp4,8 juta dan sudah dibayarkan menggunakan dana ADD tahun 2018 sebesar Rp 4 juta. Seharusya pelunasan itu kurang Rp 800 ribu, namun oleh tersangka dibayarkan Rp2,8 juta.

    “Juga terdapat selisih pembayaran bunga Koperasi BTM sebesar Rp5,6 juta, berdasarkan catatan tersangka Yayuk dengan total pembayaran BTM dari PAD tahun 2019 sebesar Rp8,4, namun pada rekening Koran BTM dibayar hanya Rp2,8 juta,” papar Fadly.

    Lebih jauh, Fadly menyatakan, perbuatan yang dilakukan tersangka Bagus dan Yayuk menyebabkan kerugian desa pada pengelolaan anggaran di desa setempat tahun anggaran 2017-2019 sebesar Rp147.281.600.

    Total itu terdiri dari Rp108.081.600 (hasil pemeriksaan Inspektorat Lamongan) dan Rp39.200.000,00 (Keterangan ahli Setyo Basuki dari Kantor Akuntan Publik Drs. Basri Hardjo sumarto, M. Si., Ak & Rekan).

    Pasal yang disangkakan adalah Primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan lindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 (1) KUHP.

    “Dalam perkembanganya, kedua tersangka saat ini diserahkan ke Rutan Polres Lamongan untuk selanjutnya dilakukan penahanan di Lapas kelas IIB Lamongan,” pungkasnya. [riq/beq]

  • Kejari Ponorogo Beri Sinyal Tersangka Baru Pungli Desa Sawoo

    Kejari Ponorogo Beri Sinyal Tersangka Baru Pungli Desa Sawoo

    Ponorogo (beritajatim.com) – Kejari Ponorogo memberi sinyal ada tersangka baru dalam kasus pungutan liar di Desa Sawoo, Kecamatan Sawoo. Saat ini, Kejari telah menetapkan dua perangkat desa sebagai tersangka atas kasus tersebut.

    Kasie Intel Kejari Ponorogo Agung Riyadi menyebut, sembari menyelesaikan pemeriksaan terhadap dua tersangka yang sudah ditetapkan, pihaknya akan melihat perkembangan yang ada.

    “Penambahan tersangka baru, ya, tidak menutup kemungkinan ada,” ungkap Agung, Rabu (6/12/2023).

    Agung menjelaskan penetapan tersangka baru bisa saja terjadi setelah melihat dan mendengarkan fakta-fakta yang ada di persidangan nantinya. Oleh karena itu, dia meminta semua pihak bersabar.

    Pihaknya sangat hati-hati dalam menetapkan tersangka. Minimal sudah mengantongi dua alat bukti yang benar-benar cukup kuat, barulah ada penetapan tersangka.

    BACA JUGA:
    Kejari Ponorogo Tetapkan 2 Tersangka Kasus Pungli Desa Sawoo

    “Kita lihat perkembangannya, tidak menutup kemungkinan tambahan tersangka itu, ya bisa dilihat dari fakta-fakta persidangan dari dua tersangka itu,” katanya.

    Pihaknya saat ini masih berkonsentrasi untuk melengkapi berkas-berkas dari dua tersangka yang sudah ditetapkan itu supaya cepat dinaikkan ke tahap 2. Sehingga bisa segera disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

    “Ini fokus untuk melengkapi berkas, supaya bisa segera disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya,” katanya.

    Untuk diketahui, ada penetapan tersangka dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) terkait surat segel tanah di Desa Sawoo, Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo. Kejari Ponorogo akhirnya menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut. Yakni inisial SJD dan SYT. Kedua merupakan perangkat Desa Sawoo.

    BACA JUGA:
    DPRD Magetan Pertanyakan Dugaan Pungli Berkedok Sumbangan di SMAN 1 Barat 

    Meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka, kedua perangkat desa itu belum dilakukan penahanan. Mereka hanya diwajibkan untuk lapor secara rutin ke Kejari Ponorogo. Belum ditahannya kedua tersangka ini, juga pertimbangan dari tim penyidik dari Kejari Ponorogo.

    “Ada pertimbangan dari tim, kedua tersangka juga masih kooperatif. Jadi kita wajibkan wajib lapor,” katanya.

    Untuk mempertanggungjawabkan rasuah yang dilakukan oleh 2 tersangka itu, petugas menjerat dengan pasal 11 dan pasal 12 undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.

    “Kita sangkakan Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang Tipikor,” pungkasnya. [end/beq]

  • Kejari Ponorogo Beri Sinyal Tersangka Baru Pungli Desa Sawoo

    Kejari Ponorogo Tetapkan 2 Tersangka Kasus Pungli Desa Sawoo

    Ponorogo (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Ponorogo menetapkan dua tersangka kasus pungutan liar (pungli) terkait surat segel tanah di Desa Sawoo, Kecamatan Sawoo. Dua tersangka itu berinisial SJD dan SYT, perangkat Desa Sawoo.

    Penetapan dua tersangka dalam kasus pungli surat segel tanah untuk syarat pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Desa Sawoo itu, dibenarkan oleh Kasie Intel Kejari Ponorogo Agung Riyadi. Agung tidak menyebut secara pasti, jabatan perangkat desa yang menjadi tersangka, dalam struktur Pemerintahan Desa (Pemdes) Sawoo itu.

    “Memang benar kita sudah tetapkan dua tersangka. Keduanya merupakan perangkat Desa Sawoo,” kata Agung, Selasa (5/12/2023).

    Meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka, kedua perangkat desa itu belum ditahan. Mereka hanya diwajibkan untuk lapor secara rutin ke Kejari Ponorogo. Belum ditahannya kedua tersangka ini, juga pertimbangan dari tim penyidik dari Kejari Ponorogo.

    “Ada pertimbangan dari tim, kedua tersangka juga masih kooperatif. Jadi kita wajibkan wajib lapor,” katanya.

    BACA JUGA:
    Kejari Ponorogo Target Akhir 2023 Ada Tersangka Pungli Sawoo

    Agung menyebut bahwa saat ini pihaknya lagi berkonsentrasi untuk melengkapi berkas-berkas. Hal itu dilakukan supaya kasus ini cepat ditingkatkan ke tahap 2. Sehingga bisa segera untuk disidangkan di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) Surabaya.

    “Kita konsentrasi untuk melengkapi berkas, supaya bisa cepat segera disidangkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya,” katanya.

    BACA JUGA:
    Kejari Ponorogo Geledah Kantor Desa Sawoo

    Untuk mempertanggungjawabkan rasuah yang dilakukan oleh 2 tersangka itu, petugas menjerat dengan pasal 11 dan pasal 12 undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan  maksimal 15 tahun penjara.

    “Kita sangkakan pasal 11 dan pasal 12 undang-undang tipikor,” pungkasnya. [end/beq]

  • Mantan Jaksa KPK Itu Kini Gantikan Jaksa yang Terjerat OTT

    Mantan Jaksa KPK Itu Kini Gantikan Jaksa yang Terjerat OTT

    Surabaya (beritajatim.com) – Dzakiyul Fikri SH MH resmi menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bondowoso. Mantan Jaksa KPK ini menggantikan Puji Triasmoro, SH., MH setelah diberhentikan secara tidak hormat alias dipecat dari institusi Kejaksaan setelah terjaring OTT beberapa waktu lalu.

    Sebelum dilantik menjadi Kajari Bondowoso pada Kamis (23/11/2023), pria kelahiran Sidoarjo, 26 November 1970 ini menjabat Kepala Bagian Penyusunan Program, Laporan dan Penilaian pada Sekretariat Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI. Ia dilantik sebagai Kajari Bondowoso tiga hari sebelum usianya genap 53 tahun.

    Jabatan sebagai Kajari Bondowoso ini merupakan jabatan kajari yang kedua bagi alumni Fakultas Hukum Universitas Jember ini, sebab sebelumnya alumni Magister Hukum UPN Veteran Jawa Timur itu menjabat Kajari Kabupaten Madiun pada November 2019 silam.

    Saat menjabat Kajari Kabupaten Madiun, ia mengeksekusi salah satu dari dua oknum PNS Kementerian Agama Kabupaten Madiun atas kasus dugaan pungutan pencairan tunjangan profesi pendidik (TPP) di kalangan guru agama di lingkungan kemenag setempat.

    Setelah menjabat Kajari Kabupaten Madiun sekira setahun, mantan Kasi Intelijen Kejari Pemalang itu mendapat promosi dengan menjabat sebagai Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Riau.

    Kemudian pada Agustus 2022, mantan Kasi Pidsus Kejari Jombang itu kemudian menjabat Kepala Bagian Penyusunan Program, Laporan dan Penilaian pada Sekretariat Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI.

    Pria yang mengawali tugas di Kejaksaan pada 1996 silam itu pernah menjadi jaksa di Komisi Pemberantasan Korupsi. Sejumlah kasus besar pernah ia tangani.

    Diantaranya kasus Lippo Group, kasus tindak pidana korupsi pengadaan Alat Kesehatan RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata (RS PKPIP) Universitas Udayana tahun anggaran 2009.

    Selain itu, Dzakiyul Fikri juga menangani kasus suap sengketa Pilkada Lebak dan Pilgub Banten yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Dzakiyul Fikri juga menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurachman. [uci/kun]

    BACA JUGA: Mantan Ketua MK dan Mantan Jaksa Agung Gabung THN Amin

  • Pencopotan Firli sebagai Ketua KPK Langkah Cepat dan Tepat

    Pencopotan Firli sebagai Ketua KPK Langkah Cepat dan Tepat

    Jakarta (beritajatim.com) – Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keppres Pemberhentian Sementara Ketua KPK Firli Bahuri. Hal ini menyusul status tersangka Firli dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

    Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang menandatangani Keppres Pemberhentian Sementara Ketua KPK Firli Bahuri, sekaligus menetapkan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK.

    “Ini merupakan solusi cepat dan tepat sesuai UU KPK dari polemik Firli Bahuri yang dikatakan masih bekerja sebagai ketua KPK padahal sudah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Yudi, Sabtu (25/11/2023).

    Sehingga, dia menegaskan, tidak ada lagi alasan Firli untuk bisa ikut campur dalam kerja kerja pemberantasan korupsi karena Keppres sudah terbit.

    BACA JUGA:
    Firli Bahuri Tersangka, Elite Loloskan Sosok Problematik

    Kemudian mengenai sosok Nawawi, Yudi Purnomo yang pernah bekerjasama dengan Nawawi selama 2 tahun dari 2019 sampai dengan 2021, menilai bahwa sosok ini memang terbaik di antara 4 orang pimpinan yang tersisa. Dalam sisi keilmuan Yudi mengakui bahwa Nawawi mempunyai kompetensi tinggi karena merupakan mantan hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

    Yang terpenting, lanjut Yudi, Nawawi jauh dari sosok Kontroversi apalagi yang bersangkutan juga termasuk jarang tampil ke publik.

    “Selain itu di kalangan pegawai Nawawi juga diterima dan dipercaya semua pihak, kita tahu pegawai KPK terdiri dari unsur antara lain dari Kepolisian, Kejaksaan dan ASN KPK,” ujar penyidik KPK ini.

    BACA JUGA:
    Jadi Tersangka, Ketua KPK Firli Bahuri Masih Masuk Kantor

    Di lain sisi, Yudi menyebut, memang selama ini Nawawi sebagai Wakil Ketua KPK berada di bawah bayang bayang Firli Bahuri selaku Ketua KPK. Namun dengan telah ditunjuk langsung oleh Presiden Joko Widodo menjadi Ketua KPK, Yudi yakin Nawawi akan berani untuk berbuat dan bertindak lebih demi menaikan marwah KPK dan upaya pemberantasan korupsi.

    Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keppres Pemberhentian Sementara Ketua KPK Firli Bahuri, sekaligus menetapkan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK. Keppres ini ditandatangani oleh Presiden Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, Jumat malam, 24 November 2023, setiba dari kunjungan kerja dari Kalimantan Barat. [hen/beq]

  • Jadi Tersangka, Ketua KPK Firli Bahuri Masih Masuk Kantor

    Jadi Tersangka, Ketua KPK Firli Bahuri Masih Masuk Kantor

    Jakarta (beritajatim.com) – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan atau penerimaan gratifikasi terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian pada kurun waktu 2020-2023.

    Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, Firli masih masuk ke kantor seperti biasa, bahkan masih mengikuti rapat. Sebab, menurutnya, sampai hari ini Firli Bahuri masih menjabat sebagai Ketua KPK. Hingga saat ini, KPK masih menunggu keputusan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait status Firli selaku Ketua KPK.

    “Pak Firli masih sebagai pegawai KPK, jadi tentu saja dalam menjalankan tugas dan kewajibannya yang bersangkutan berhak mendapatkan bantuan hukum,” ujar Alexander di Gedung KPK, Kamis (23/11/2023).

    Terkait kasus yang menjerat Firli, Alexander menegaskan, dirinya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. “Apakah kami malu? Saya pribadi tidak! Karena apa? Ini belum terbukti,” katanya.

    Menurutnya, hal tersebut masih dalam tahap awal. Untuk mencari tahu kebenaran hal tersebut perlu melewati proses persidangan.

    “Sekali lagi ini baru tahap awal, nanti, masih ada tahap penuntutan dan pembuktian di persidangan, ikuti bagaimana proses ini berjalan di Polda, tidak berhenti di sini, tidak berhenti pada penetapan tersangka,” tegasnya.

    BACA JUGA:

    Kasus Firli, Mantan Pimpinan KPK Duga Ada Keterlibatan Pihak Lain

    Sebelumnya, Polda Metro Jaya menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sebagai tersangka. Firli menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau hadiah dan janji terkait penanganan permasalahan hukum di Kementan Pertanian pada kurun waktu 2020-2023.

    Firli dijerat dengan Pasal 12e atau 12B atau pasal 11 Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP. [hen/but]