Kasus: Tipikor

  • KPK Tahan Gubernur Maluku Utara

    KPK Tahan Gubernur Maluku Utara

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba sebagai tersangka. Sebelumnya, Abdul Gani terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan petugas KPK.

    “AGK (Abdul Ghani Kasuba, red) Gubernur Maluku Utara ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji untuk proyek pengadaan barang dan jasa serta perijinan di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Rabu (20/3/2023).

    Selain Abdul Ghani, lanjut Alexander, penyidik juga menetapkan Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin (AH), Kadis PUPR Daud Ismail (DI), dan Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) Ridwan Arsan (RA). Selain itu, KPK juga menetapkan dua orang dari swasta yakni Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW) sebagai tersangka.

    Alexander memaparkan, pada Senin, 18 Desember 2023, Tim KPK memperoleh informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang melalui transfer rekening bank ke rekening penampung yang dipegang oleh RI sebagai salah satu orang kepercayaan Abdul Ghani.

    Dari informasi ini, Tim KPK langsung mengamankan para pihak. Di antaranya berada di salah satu hotel di Jakarta Selatan dan di beberapa kediaman pribadi dan tempat makan yang ada di Kota Ternate Maluku Utara.

    “Diamankan uang tunai dalam kegiatan ini sekitar Rp725 juta sebagai bagian dari dugaan penerimaan Rp2,2 miliar,” ujarnya.

    Kemudian, lanjut Alexander, para pihak yang diamankan beserta barang bukti dimaksud dibawa ke gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan permintaan keterangan. Laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi ke KPK ditindaklanjuti dengan verifikasi dan pengumpulan bahan keterangan, sehingga naik ke tahap Penyelidikan serta dengan kecukupan alat bukti, berlanjut pada tahap Penyidikan dengan menetapkan tersangka.

    “Untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka AGK, AH,DI, RA, RI dan ST masing-masing untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 19 Desember 2023 s/d 7 Januari 2024 di Rutan KPK. Sedangkan Tersangka KW segera kami lakukan pemanggilan dan kami mengingatkan agar yang bersangkutan kooperatif hadir,” kata Alexander.

    Terpisah, Wasekjen DPP PKS Zainudin Paru menegaskan Abdul Ghani bukan merupakan kader PKS. Zainudin menjelaskan pada Pilkada Maluku Utara tahun 2018, Abdul Ghani maju sebagai calon gubernur Maluku Utara berpasangan dengan M. Al Yasin Ali yang diusung oleh PDIP dan PKPI.

    “Pak Abdul Gani Kasuba bukan kader/anggota PKS,” kata Zainudin. [hen/but]

  • Bareng Mantan Kadispendik Jatim, Eks Kepala Sekolah SMK Jember Terbukti Korupsi

    Bareng Mantan Kadispendik Jatim, Eks Kepala Sekolah SMK Jember Terbukti Korupsi

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis hakim PN Tipikor Surabaya menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara pada Eny Rustiana. Mantan kepala sekolah SMK di Jember ini dinilai terbukti korupsi secara bersama-sama dengan Terdakwa Syaiful Rahman, mantan Kadispendik Jatim.

    Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dalam dakwaan primer.

    “Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama tujuh tahun, dan denda Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” ujar hakim Ema dalam putusannya, Selasa (19/12/2023).

    Selain hukuman tujuh tahun penjara, Majelis hakim PN Tipikor Surabaya juga menjatuhkan hukuman denda Rp 8,2 miliar pada Terdakwa.

    Denda tersebut harus dibayarkan Terdakwa satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka Jaksa akan menyita harta kekayaan Terdakwa.

    “Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi maka diganti dengan pidana selama lima tahun,” ujar hakim Ema.

    Terdakwa diadili dalam perkara korupsi renovasi atap dan pengadaan mebeler sejumlah SMK Jatim bersumber Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018 dengan kerugian negara Rp8,2 miliar. (ian)

  • Terbukti Korupsi, Eks Kadispendik Jatim Dihukum 7 Tahun

    Terbukti Korupsi, Eks Kadispendik Jatim Dihukum 7 Tahun

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis hakim yang diketuai Arwana menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara pada Terdakwa Syaiful Rahman. Mantan Kadispendik Jatim ini terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dalam dakwaan primer.

    “Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama tujuh tahun, dan denda Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” ujar hakim Arwana dalam putusannya, Selasa (19/12/2023).

    Selain hukuman tujuh tahun penjara, Majelis hakim PN Tipikor Surabaya juga menjatuhkan hukuman denda Rp 8,2 miliar pada Terdakwa.

    Denda tersebut harus dibayarkan Terdakwa satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka Jaksa akan menyita harta kekayaan Terdakwa. “Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi maka diganti dengan pidana selama lima tahun,” ujar hakim Ema.

    Terdakwa diadili dalam perkara korupsi renovasi atap dan pengadaan mebeler sejumlah SMK Jatim bersumber Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018 dengan kerugian negara Rp8,2 miliar. Atas putusan tersebut, Jaksa mengatakan pikir-pikir.

    Syaiful Maarif kuasa hukum Terdakwa sebelumnya mengatakan bahwa pertimbangan tuntutan JPU sama seperti BAP penyidik kepolisian. “Apa yang disampaikan oleh JPU dalam replik itu, hampir sama dari agenda tuntutan. Dalam tuntutan sudah jelas bahwa semua berangkat mengacu pada BAP saja. Sementara, proses pembuatan BAP sendiri menjadi problem,” ujarnya.

    Syaiful Maarif menerangkan empat aspek yang dianggap BAP kliennya sejak dari penyidik kepolisian sudah bermasalah. Pertama, ia menyebutkan, Terdakwa Eny tidak tidak didampingi PH selama menjalani tahapan penyidikan di kepolisian.

    Maka, sesuai ketentuan Pasal 56 dan Pasal 114, proses penyidikan terdakwa menjadi tidak sah secara hukum. Sehingga ini berdampak pada dakwaan maupun tuntutan. “Ketika kami kupas di dalam pleidoi. Dalam replik sama sekali tidak disebutkan. Bahkan hanya mengutip kembali,” katanya.

    Kedua, Terdakwa Syaiful Rachman sama sekali tidak terlibat dalam proses pelaksanaan dan pengadaan barang proyek tersebut. Karena, pelaksanaan proyek sejak awal sudah dilakukan secara teknis oleh Kabid SMK Dispendik Jatim, Hudiyono, kala itu, yang melakukan perjanjian kerjasama dengan pada kepala sekolah (kepsek).

    Sehingga, menurut Syaiful Maarif, tidak terdapat peran atau partisipasi langsung pihak kliennya atas berlangsungnya proyek tersebut. “Karena semua itu sudah ada penandatanganan perjanjian antara bapak Hudiyono dengan para kepsek. Maka proses pengadaannya, ada pada penerima anggaran,” terangnya.

    Ketiga, mengenai kerugian negara yang dihitung oleh BPKP Jatim. Menurut Syaiful Maarif, kalkulasi kerugian negara yang dijadikan dasar JPU melakukan tuntutan cuma disadarkan pada catatan pada BAP. “Sementara BAP sendiri ditolak para saksi saksi. Sehingga tanda tanya keabsahan yang dilakukan BPKP. Dan dia juga tidak melakukan kroscek ke lapangan. Dia tidak melibatkan pihak konstruksi menghitung kerugian negara,” jelasnya.

    Keempat, Syaiful Maarif menyebut Terdakwa Syaiful tidak pernah menerima keuntungan dalam bentuk apapun dari proyek-proyek yang dikerjakannya selama mengabdi sebagai Kadispendik Jatim selama 10 tahun. Termasuk proyek DAK pada tahun 2018 yang ternyata menyeretnya ke meja hijau.

    “Bahkan mulai pertama kali menjabat sebagai PNS sampai terakhir memperoleh penghargaan luar biasa, jadi luar biasa karya pak Syaiful. Makanya, pleidoi; dia niatnya baik malah dikasih jeruji seperti ini,” pungkasnya.

    Sebelumnya, JPU Kejari Surabaya Nur Rochmansyah membacakan tinjauan atas pleidoi terdakwa atau replik. Bahwa, pihaknya tetap pada tuntutannya.

    “JPU berpendapat, butir-butir pembelaan yang dihasilkan oleh PH terdakwa merupakan kesimpulan tanpa mengambil seluruh fakta yang ada di dalam persidangan. Pendapat JPU, kami berpendapat tuntutan kami sudah tepat,” ujar Nur Rochmansyah, di hadapan majelis persidangan, di Ruang Sidang Cakra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (8/12/2023).

    korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018, rugikan negara Rp8,2 miliar, secara daring dari Rutan Kejati Jatim yang terhubung dengan layar monitor di Ruang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (12/12/2023) lalu. [uci/kun]

  • Terbukti Korupsi, Eks Kadispendik Jatim Dihukum 7 Tahun

    Harta Eny Rustiana Bakal Disita Jika Tak Bayar Rp8,2 Miliar

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara pada mantan Kepala Sekolah SMK Swasta di Jember Eny Rustiana, Selasa (19/12/2023). Eny juga diwajibkan membayar denda Rp 8,2 miliar.

    Denda tersebut harus dibayarkan Terdakwa satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka Jaksa akan menyita harta kekayaan Terdakwa.

    “Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi maka diganti dengan pidana selama lima tahun,” ujar hakim Ema.

    Terdakwa diadili dalam perkara korupsi renovasi atap dan pengadaan mebeler sejumlah SMK Jatim bersumber Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018 dengan kerugian negara Rp8,2 miliar.

    Atas putusan tersebut, Jaksa mengatakan pikir-pikir.

    Syaiful Maarif kuasa hukum Terdakwa sebelumnya mengatakan bahwa pertimbangan tuntutan JPU sama seperti BAP penyidik kepolisian.

    “Apa yang disampaikan oleh JPU dalam replik itu, hampir sama dari agenda tuntutan. Dalam tuntutan sudah jelas bahwa semua berangkat mengacu pada BAP saja. Sementara, proses pembuatan BAP sendiri menjadi problem,” ujarnya.

    Syaiful Maarif menerangkan empat aspek yang dianggap BAP kliennya sejak dari penyidik kepolisian sudah bermasalah.

    Pertama, ia menyebutkan, Terdakwa Eny tidak tidak didampingi PH selama menjalani tahapan penyidikan di kepolisian.

    Maka, sesuai ketentuan Pasal 56 dan Pasal 114, proses penyidikan terdakwa menjadi tidak sah secara hukum. Sehingga ini berdampak pada dakwaan maupun tuntutan.

    “Ketika kami kupas di dalam pleidoi. Dalam replik sama sekali tidak disebutkan. Bahkan hanya mengutip kembali,” katanya.

    Kedua, Terdakwa Syaiful Rachman sama sekali tidak terlibat dalam proses pelaksanaan dan pengadaan barang proyek tersebut.

    Karena, pelaksanaan proyek sejak awal sudah dilakukan secara teknis oleh Kabid SMK Dispendik Jatim, Hudiyono, kala itu, yang melakukan perjanjian kerjasama dengan pada kepala sekolah (kepsek).

    Sehingga, menurut Syaiful Maarif, tidak terdapat peran atau partisipasi langsung pihak kliennya atas berlangsungnya proyek tersebut.

    “Karena semua itu sudah ada penandatanganan perjanjian antara bapak Hudiyono dengan para kepsek. Maka proses pengadaannya, ada pada penerima anggaran,” terangnya.

    Ketiga, mengenai kerugian negara yang dihitung oleh BPKP Jatim. Menurut Syaiful Maarif, kalkulasi kerugian negara yang dijadikan dasar JPU melakukan tuntutan cuma disadarkan pada catatan pada BAP.

    “Sementara BAP sendiri ditolak para saksi saksi. Sehingga tanda tanya keabsahan yang dilakukan BPKP. Dan dia juga tidak melakukan kroscek ke lapangan. Dia tidak melibatkan pihak konstruksi menghitung kerugian negara,” jelasnya.

    Keempat, Syaiful Maarif menyebut Terdakwa Syaiful tidak pernah menerima keuntungan dalam bentuk apapun dari proyek-proyek yang dikerjakannya selama mengabdi sebagai Kadispendik Jatim selama 10 tahun. Termasuk proyek DAK pada tahun 2018 yang ternyata menyeretnya ke meja hijau.

    “Bahkan mulai pertama kali menjabat sebagai PNS sampai terakhir memperoleh penghargaan luar biasa, jadi luar biasa karya pak Syaiful. Makanya, pleidoi; dia niatnya baik malah dikasih jeruji seperti ini,” pungkasnya.

    Sebelumnya, JPU Kejari Surabaya Nur Rochmansyah membacakan tinjauan atas pleidoi terdakwa atau replik. Bahwa, pihaknya tetap pada tuntutannya.

    “JPU berpendapat, butir-butir pembelaan yang dihasilkan oleh PH terdakwa merupakan kesimpulan tanpa mengambil seluruh fakta yang ada di dalam persidangan. Pendapat JPU, kami berpendapat tuntutan kami sudah tepat,” ujar Nur Rochmansyah, di hadapan majelis persidangan, di Ruang Sidang Cakra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (8/12/2023). [uci/but]

  • Mantan Kadispendik Jatim Jalani Sidang Putusan Korupsi DAK

    Mantan Kadispendik Jatim Jalani Sidang Putusan Korupsi DAK

    Surabaya (beritajatim.com) – Mantan Kadispendik Jatim Syaiful Rahman menjalani sidang putusan dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) hari ini, Selasa (19/12/2023). Syaiful Rahman menjadi terdakwa atas perkara dugaan korupsi renovasi atap dan pengadaan mebeler sejumlah SMK Jatim bersumber DAK Dispendik Jatim 2018 dengan kerugian negara Rp8,2 miliar.

    Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya sebelumnya, Syaiful Rahman dituntut pidana penjara selama 9 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya.

    Kuasa hukum Terdakwa yakni Syaiful Ma’arif mengatakan pihaknya siap mendampingi kliennya. Dia berharap putusan majelis hakim memenuhi rasa keadilan bagi kliennya.

    ” Mohon doanya,” ujarnya.

    Syaiful Ma’arif sebelumnya mengatakan bahwa pertimbangan tuntutan JPU sama seperti BAP penyidik kepolisian.

    “Apa yang disampaikan oleh JPU dalam replik itu, hampir sama dari agenda tuntutan. Dalam tuntutan sudah jelas bahwa semua berangkat mengacu pada BAP saja. Sementara, proses pembuatan BAP sendiri menjadi problem,” ujarnya.

    Syaiful Maarif menerangkan empat aspek yang dianggap BAP kliennya sejak dari penyidik kepolisian sudah bermasalah.

    Pertama, ia menyebutkan, Terdakwa Eny tidak tidak didampingi PH selama menjalani tahapan penyidikan di kepolisian.

    Maka, sesuai ketentuan Pasal 56 dan Pasal 114, proses penyidikan terdakwa menjadi tidak sah secara hukum. Sehingga ini berdampak pada dakwaan maupun tuntutan.

    “Ketika kami kupas di dalam pleidoi. Dalam replik sama sekali tidak disebutkan. Bahkan hanya mengutip kembali,” katanya.

    Kedua, Terdakwa Syaiful Rachman sama sekali tidak terlibat dalam proses pelaksanaan dan pengadaan barang proyek tersebut.

    Karena, pelaksanaan proyek sejak awal sudah dilakukan secara teknis oleh Kabid SMK Dispendik Jatim, Hudiyono, kala itu, yang melakukan perjanjian kerjasama dengan pada kepala sekolah (kepsek).

    Sehingga, menurut Syaiful Maarif, tidak terdapat peran atau partisipasi langsung pihak kliennya atas berlangsungnya proyek tersebut.

    “Karena semua itu sudah ada penandatanganan perjanjian antara bapak Hudiyono dengan para kepsek. Maka proses pengadaannya, ada pada penerima anggaran,” terangnya.

    Ketiga, mengenai kerugian negara yang dihitung oleh BPKP Jatim. Menurut Syaiful Maarif, kalkulasi kerugian negara yang dijadikan dasar JPU melakukan tuntutan cuma disadarkan pada catatan pada BAP.

    “Sementara BAP sendiri ditolak para saksi saksi. Sehingga tanda tanya keabsahan yang dilakukan BPKP. Dan dia juga tidak melakukan kroscek ke lapangan. Dia tidak melibatkan pihak konstruksi menghitung kerugian negara,” jelasnya.

    Keempat, Syaiful Maarif menyebut Terdakwa Syaiful tidak pernah menerima keuntungan dalam bentuk apapun dari proyek-proyek yang dikerjakannya selama mengabdi sebagai Kadispendik Jatim selama 10 tahun. Termasuk proyek DAK pada tahun 2018 yang ternyata menyeretnya ke meja hijau.

    “Bahkan mulai pertama kali menjabat sebagai PNS sampai terakhir memperoleh penghargaan luar biasa, jadi luar biasa karya pak Syaiful. Makanya, pleidoi; dia niatnya baik malah dikasih jeruji seperti ini,” pungkasnya.

    Sebelumnya, JPU Kejari Surabaya Nur Rochmansyah membacakan tinjauan atas pleidoi terdakwa atau replik. Bahwa, pihaknya tetap pada tuntutannya.

    “JPU berpendapat, butir-butir pembelaan yang dihasilkan oleh PH terdakwa merupakan kesimpulan tanpa mengambil seluruh fakta yang ada di dalam persidangan. Pendapat JPU, kami berpendapat tuntutan kami sudah tepat,” ujar Nur Rochmansyah, di hadapan majelis persidangan, di Ruang Sidang Cakra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (8/12/2023).

    Korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018, rugikan negara Rp8,2 miliar, secara daring dari Rutan Kejati Jatim yang terhubung dengan layar monitor di Ruang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (12/12/2023) lalu. [uci/beq]

  • Polda Jatim Panggil Inspektorat Kabupaten Jember

    Polda Jatim Panggil Inspektorat Kabupaten Jember

    Surabaya (beritajatim.com) – Penyidik Unit IV Subdit Tipikor Direktorat Kriminal Khusus (DitKrimsus) Polda Jatim memanggil Kabag Hukum dan Inspektorat Kabupaten Jember, Ratno. Pemanggilan terhadap Ratno diduga terkait penggunaan anggaran APBD yang tidak mendapat persetujuan Gubernur Jatim.

    Kasubdit III TiTipidkor, Ditreskrimsus Polda Jatim, AKBP Ady Herwiyanto saat dikonfirmasi atas pemanggilan tersebut, membenarkan dan masih dalam tahap klarifikasi.

    “Iya benar, masih klarifikasi, ” ujar Edy, Selasa (19/12/2023).

    Dari surat panggilan yang beredar, penyidik meminta Kabag Hukum dan Inspektorat Pemkab Jember menghadap dan klarifikasi atas penggunaan Anggaran Perubahan APBD (P-APBD) Tahun 2021.

    “Membawa dokumen terkait anggaran perubahan (P-APBD Tahun 2021) yang belum mendapat persetujuan Gubernur, yang dilaksanakan pada bagian hukum dan Inspektorat Kabupaten Jember dan dokumen terkait lainnya, ” keterangan dalam panggilan tersebut.

    Pemanggilan terhadap Ratno selalu Kabag hukum dan Inspektorat Pemkab Jember tersebut, setelah Polisi mendapat adanya laporan dugaan tindak pidana Korupsi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Patriot AKS.

    Namun Slamet Mintoyo, selaku Ketua LSM Patriot AKS selaku pengadu kasus dugaan korupsi oleh pejabat Pemkab Jember, saat dikonfirmasi belum memberikan tanggapan. [uci/beq]

  • Kepala SMP 6 Bojonegoro Tersangka Dugaan Korupsi Dana Bos

    Kepala SMP 6 Bojonegoro Tersangka Dugaan Korupsi Dana Bos

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Kasus dugaan korupsi dana bantuan operasional sekolah (Dana Bos) Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 6 Bojonegoro terus bergulir. Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro kembali menetapkan satu tersangka baru.

    Satu tersangka baru dugaan korupsi Dana Bos tahun 2020-2021 itu yakni, Kepala SMPN 6 Bojonegoro, Sarwo Edi. Tersangka oleh penyidik langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bojonegoro, Kamis (18/12/2023).

    Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bojonegoro, Aditia Sulaiman mengungkapkan, Kepala SMPN 6 Bojonegoro, Sarwo Edi hari ini ditetapkan tersangka, karena diduga melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) dana BOS SMPN 6 Bojonegoro tahun 2020-2021.

    “Benar, hari ini kita melakukan penahanan terhadap Sarwo Edi Kepala SMPN 6 Bojonegoro,” ungkap Aditia.

    Aditia menjelaskan, peran Sarwo Edi dalam dugaan korupsi dana BOS ini, karena dirinya menjabat Kepala Sekolah sejak tahun 2021. Sehingga, harus bertanggungjawab dalam penyalahgunaan dana BOS ini. “Sebelumnya sudah ada penetapan dua tersangka,” tegasnya.

    Aditia menambahkan, tersangka Sarwo Edi disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo ayat 18 dan subsider pasal 3. Perbuatan tersangka diduga telah merugikan negara senilai Rp350 juta.

    Sementara itu, Penasihat Hukum (PH) Sarwo Edi, Nur Samsi mengungkapkan, tersangka yang merupakan Kepala SMPN 6 tersebut, dinyatakan bersalah pada kasus dugaan korupsi dana BOS tahun 2020-2021, dikarenakan ada sejumlah pengeluaran anggaran di luar Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).

    “Dana yang dikeluarkan itu untuk pemeliharaan sekolah tidak untuk kepentingan sendiri. Jadi hanya sebatas ada kelalaian saja dan tidak secara sengaja menggunakan dana tersebut,” ungkapnya.

    Untuk diketahui, dalam kasus dugaan korupsi dana BOS SMPN 6 Bojonegoro itu, dua tersangka yang sudah menjalani persidangan yakni, Edi Santoso dan Reni Agustina. Total kerugian negara akibat perbuatan tersangka mencapai Rp695 juta dari Rp1,4 Milyar dana BOS yang diterima. Sementara, tim penyidik berhasil menyita uang sebesar Rp335 juta. (Lus/Aje)

  • Tersangka Korupsi APBDes Deling Bojonegoro Siap Ikuti Prosedur Hukum

    Tersangka Korupsi APBDes Deling Bojonegoro Siap Ikuti Prosedur Hukum

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Agus Susanto Rismanto, Penasihat Hukum (PH) tersangka dugaan korupsi pengelolaan keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Deling Kecamatan Sekar, Ratemi akan mengikuti prosedur hukum yang ditetapkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro terhadap kliennya.

    “Pada prinsipnya, kami ikuti prosesnya, karena kewenangan penyidikan dan penahanan ada di kejaksaan,” ujarnya, Kamis (14/12/2023).

    Tetapi, lanjut Agus Susanto Rismanto, sebagai penasihat hukum pihaknya punya argumentasi yang akan disampaikan pada persidangan. Kedua, pihaknya akan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, dengan cara pembuktian yang akan sampaikan dalam persidangan.

    “Kami juga punya argumentasi sendiri, sehingga bisa dibuktikan dalam pengadilan, apakah tersangka Ratemi ini bersalah atau tidak,” terang pria yang akrab disapa Gus Ris.

    Untuk diketahui, hari ini Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro telah menahan tersangka Sekdes Deling Kecamatan Sekar, Ratemi. Ratemi ditetapkan sebagai tersangka kedua, setelah sebelumnya Kepala Desa (Kades) Deling Netty Herawati yang kini sudah menjalani masa penahanan.

    Ratemi diduga telah melanggar Pasal 2 Subsider Pasal 3 dan lebih subsider Pasal 9 Jo Pasal 55 UU nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    “Peran tersangka ini membantu kepala desa yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dan sekarang sudah terpidana dalam memasukkan dokumen-dokumen,” ujar Kasi Pidana Khusus Kejari Bojonegoro, Aditia Sulaeman.

    Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Deling tahun anggaran 2021 senilai Rp 3,37 miliar ini dilakukan tersangka dengan modus memalsukan dokumen surat pertanggungjawaban (SPJ).

    Sedikitnya ada sebanyak 16 kegiatan pembangunan fisik bersama pihak lain, dengan cara melakukan manipulasi surat pertanggungjawaban (SPJ) baik sepenuhnya maupun sebagian. Sehingga negara diduga mengalami kerugian sebesar kurang lebih Rp480 juta. [lus/suf]

  • Kejari Bojonegoro Akan Kembangkan Kasus Korupsi APBDes Deling dari Fakta Persidangan

    Kejari Bojonegoro Akan Kembangkan Kasus Korupsi APBDes Deling dari Fakta Persidangan

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Kasi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro Aditia Sulaeman mengaku akan mencari lebih dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Deling Kecamatan Sekar Kabupaten Bojonegoro.

    “Sejauh ini baru dua tersangka. Tapi kami akan melakukan pendalaman lagi dalam pemeriksaan persidangan,” ujar Aditia, Kamis (14/12/2023).

    Dua tersangka adalah, Kepala Desa (Kades) Deling Netty Herawati yang sekarang statusnya sudah menjadi terpidana. Sedangkan tersangka kedua, Sekretaris Desa (Sekdes) Deling, Ratemi. Tersangka Ratemi mulai ditahan jaksa penyidik Kejari Bojonegoro hari ini.

    Ratemi diduga telah melanggar Pasal 2 Subsider Pasal 3 dan lebih subsider Pasal 9 Jo Pasal 55 UU nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    “Peran tersangka ini membantu kepala desa yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dan sekarang sudah terpidana dalam memasukkan dokumen-dokumen,” ujar Aditia.

    Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Deling tahun anggaran 2021 senilai Rp 3,37 miliar ini dilakukan tersangka dengan modus memalsukan dokumen surat pertanggungjawaban (SPJ).

    Sedikitnya ada sebanyak 16 kegiatan pembangunan fisik bersama pihak lain, dengan cara melakukan manipulasi surat pertanggungjawaban (SPJ) baik sepenuhnya maupun sebagian. Sehingga negara diduga mengalami kerugian sebesar kurang lebih Rp480 juta. [lus/suf]

  • Tersangka Korupsi APBDes Deling Bojonegoro Siap Ikuti Prosedur Hukum

    Tersangka Kedua, Sekdes Deling Ditahan Kejari Bojonegoro Dugaan Korupsi APBDes

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Sekretaris Desa Deling Kecamatan Sekar Kabupaten Bojonegoro Ratemi ditahan penyidik Kejari Bojonegoro. Tersangka ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bojonegoro, Kamis (14/12/2023).

    Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bojonegoro Aditia Sulaeman mengatakan, penahanan terhadap tersangka ini dilakukan selama 20 hari sebelum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

    “Peran tersangka ini membantu kepala desa yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dan sekarang sudah terpidana dalam memasukkan dokumen-dokumen,” ujar Aditia.

    Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) ini, Kejari Bojonegoro telah menetapkan dua orang tersangka. Tersangka kedua ini, diduga tidak menerima aliran dana, hanya membantu dalam pembuatan dokumen laporan pertanggungjawaban. “Tersangka tidak menerima aliran uang, hanya membantu dalam penyusunan dokumen yang ada,” lanjutnya.

    Terhadap kasus tersebut, penyidik menyangka tersangka melanggar Pasal 2 Subsider Pasal 3 dan lebih subsider Pasal 9 Jo Pasal 55 UU nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Sementara, penyidik sebelumnya telah menetapkan Kepala Desa (Kades) Deling Kecamatan Sekar, Netty Herawati sebagai tersangka. Kini statusnya sebagai terpidana karena sudah divonis bersalah oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) selama 3 tahun 6 bulan penjara dipotong masa tahanan yang sudah dijalani.

    Selain itu terdakwa Netty Herawati juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp480.507.351,71, subsider pidana penjara selama 2 tahun.

    Dalam kasus tersebut, sedikitnya ada sebanyak 16 kegiatan pembangunan fisik bersama pihak lain, dengan cara melakukan manipulasi surat pertanggungjawaban (SPJ) baik sepenuhnya maupun sebagian. Sehingga negara diduga mengalami kerugian sebesar kurang lebih Rp480 juta. Jumlah tersebut dari pengelolaan keuangan APBDes 2021 senilai Rp 3,37 miliar. [lus/kun]