Kasus: Tipikor

  • Perangkat Desa Sawoo Ponorogo Nyaris Bedol Desa Jadi Tersangka

    Perangkat Desa Sawoo Ponorogo Nyaris Bedol Desa Jadi Tersangka

    Ponorogo (beritajatim.com) – Di awal-awal mencuatnya kasus pungutan liar (pungli) terkait penerbitan surat segel tanah di Desa/Kecamatan Sawoo Ponorogo, ada 11 perangkat desa setempat yang diperiksa oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo. Kasus tersebut pun menjadi perhatikan masyarakat, sebab sudah banyak warga Desa Sawoo yang menjadi korban.

    Pungutan yang sampai jutaan itu, malah dibuat bancakan oleh beberapa oknum perangkat desa Sawoo. Gara-gara pungli tersebut, perangkat desa nyaris bedol desa jadi tersangka dari kasus dugaan korupsi pungli penerbitan surat segel tanah.

    Seiring berjalannya waktu, Kejari Ponorogo pelan tapi pasti mulai menetapkan tersangka. Tersangka yang ditetapkan oleh korps adhyaksa itu, tidak lain adalah jumlah oknum perangkat desa Sawoo. Tercatat hingga kini, sudah ada 8 perangkat desa di Desa Sawoo yang tersandung hukum, dari kasus pungli tersebut.

    Tidak langsung 8 perangkat desa itu ditetapkan tersangka oleh Kejari Ponorogo. Penetapan tersangka dilakukan secara bertahap, awalnya Kejari Ponorogo menetapkan 2 tersangka. Yakni perangkat desa berinisial SJD dan SYT. Penetapan status tersangka dilakukan pada awal bulan Desember tahun 2023 lalu.

    “Perangkat desa berinisial SJD dan SYT sekarang sudah jadi terdakwa. Keduanya sudah menjalani persidangan di Pengadilan  Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya,” kata Kasie Intel Kejari Ponorogo Agung Riyadi, ditulis Rabu (29/05/2024).

    Berbekal 2 alat bukti dan fakta persidangan dari terdakwa SJD dan SYT, Kejari Ponorogo kembali menetapkan 1 tersangka dari kasus pungli pembuatan surat segel tanah di Desa Sawoo. Penetapan tersangka diperuntukkan kepada kepala desa (Kades) Sawoo berinisial SR. Status tersangka untuk kades Sawoo itu dilakukan Kejari Ponorogo pada bulan April 2024 lalu.

    “Penetapan tersangka kepada Kades SR ini, dilakukan setelah kita mempunyai 2 alat bukti. Selain itu juga berdasarkan fakta-fakta yang ada dipersidangan terdakwa SJD dan SYT,” kata Agung.

    Terbaru, penetapan tersangka kasus pungli di Desa Sawoo itu menyasar kepada 5 perangkat desa yang menjabat sebagai kepala dusun (kasun). Para tersangka ini, yakni inisial DCS merupakan kepala dusun Sawoo, MU kepala dusun Kleco, FSA kepala dusun Kleco. Kemudian ada inisial DMR kepala dusun Kocor dan PWD kepala dusun Ngemplak.

    Penetapan status tersangka untuk 5 kasun di Desa Sooko itu, dilakukan pada hari Senin (27/5) lalu pada pukul 15.00 WIB. Mereka ditetapkan tersangka, setelah sebelumnya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka inisial SR, yang merupakan kepala desa Sawoo.

    “Jadi Senin kemarin, mereka dipanggil sebagai saksi untuk tersangka SR. Setelah pemeriksaan selesai, tim melakukan rapat dan membahas terkait status dari para kasun ini. Akhirnya diputuskan bahwa 5 perangkat desa ini, statusnya bisa dinaikkan sebagai tersangka,” ungkap Agung Riyadi.

    Penetapan tersangka kepada 5 perangkat desa itu, tidak lain karena mereka juga ikut dalam pusara kasus korupsi pungutan liar (pungli) penerbitan surat segel tanah di Desa Sawoo. Selain menikmati aliran dana dari pungli, mereka juga diduga ikut serta atau berperan dalam melakukan pungli ke warga yang rencananya akan mengurus sertifikat lewat Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). [end/but]

  • 384 Kades Penerima Mobil Siaga Diperiksa Kejari Bojonegoro, Potensi Tersangka?

    384 Kades Penerima Mobil Siaga Diperiksa Kejari Bojonegoro, Potensi Tersangka?

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro secara maraton memeriksa seluruh unsur yang terlibat dalam proses pengadaan mobil siaga desa melalui Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) 2022 yang diduga terjadi pelanggaran tindak pidana korupsi.

    Pemeriksaan dimulai dari unsur pemerintah desa dalam hal ini kepala desa (kades). Ada sebanyak 384 desa yang menerima BKKD Mobil Siaga Desa. Dari jumlah itu, sebanyak kurang lebih 150 kades yang sudah dimintai keterangan. Sisanya, ditarget selesai dalam dua minggu ke depan.

    “Kejari tetap melakukan penyidikan sesuai jadwal yang sudah dibuat dan secepat mungkin akan diselesaikan,” ujar Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bojonegoro Aditia Sulaeman, Rabu (29/5/2024).

    Saat disinggung soal potensi tersangka dalam penyidikan tindak pidana korupsi mobil siaga desa ini pihaknya mengaku masih fokus pada pengumpulan bahan dan keterangan sebagai pembuktian tindak pidananya.

    “Kita belum mengarah kesana (penetapan tersangka). Kepala desa belum bisa dipastikan menjadi tersangka semua. Masih banyak hal-hal yang akan kami bongkar,” imbuhnya.

    Selain melakukan pemeriksaan saksi-saksi, penyidik Kejari Bojonegoro juga melakukan penghitungan dugaan kerugian negara atas program Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro senilai Rp250 juta per desa penerima itu. Perhitungan potensi kerugian negara dilakukan oleh auditor Kejaksaan Tinggi (Kejati).

    “Untuk perhitungan kerugian negara sudah koordinasi dengan auditor kejaksaan tinggi sejak awal dan masih berjalan. Tidak melibatkan Inspektorat Bojonegoro karena di sini (Inspektorat) akan banyak pekerjaan karena melibatkan banyak OPD” imbuhnya.

    Untuk diketahui, penyelidikan awal yang ditemukan Kejari Bojonegoro, dugaan tindak pidana korupsi pengadaan mobil siaga desa ini diduga terjadi sejak dalam perencanaan, proses pengadaan yang dilakukan tim yang dibentuk pemdes, serta dari penganggaran. Temuan tersebut yang kini didalami untuk dibuktikan. [lus/aje]

  • Suami Maia Estianty Tak Hadir di Persidangan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta

    Suami Maia Estianty Tak Hadir di Persidangan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta

    Surabaya (beritajatim.com) – Irwan Daniel Mussry datang dalam persidangan dugaan gratifikasi dengan Terdakwa mantan Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto. Sejatinya, suami dari artis Maia Estianty tersebut dipanggil sebagai saksi dalam persidangan yang digelar di PN Tipikor Surabaya, Selasa (28/5/2024).

    Jaksa KPK S Tanjung menyebut, pihaknya belum menerima pemberitahuan dari pengusaha jam mewah tersebut kenapa tak hadir.

    “Hari ini rencana dipanggil, makanya tadi ada 2 saksi dari terkait dari PT. Times Group, dari Irwan Mussry,” ujarnya, Selasa (28/5/2024).

    Kendati demikian, ia juga enggan menyimpulkan bahwa Saksi Irwan D. Mussry, telah mangkir.

    Namun, ia lebih menganggap, pihak Saksi Irwan belum memberikan penjelasan secara tertulis dan lisan terkait, ketidakhadirannya.

    “Alasannya saya kurang tahu. Dipanggil hari ini. Gak datang. Tidak ada keterangan yang jelas (alasan gak hadir). Belum bisa dianggap mangkir ya, mungkin dia ada kesibukan lain, gitu,” jelasnya.

    Disinggung mengenai rencana pemanggilan ulang (reschedule) menghadirkan saksi Irwan Daniel Mussry, di lain waktu.

    S. Tanjung mengaku, pihaknya masih tetap akan menjadwalkan kembali di lain waktu, kedatangan sosok Irwan Daniel Mussry sebagai saksi dalam sidang lanjutan Terdakwa Eko Darmanto.

    “Ada, kita panggil lagi. Iya bukan hari ini. Supaya jelas. (Soal alasan gak hadir) belum disampaikan secara tertulis surat. Alasan secara lisan juga saya belum mendengarnya,” ungkapnya. [uci/aje]

  • Mobil Siaga Bojonegoro, Kades se-Kecamatan Kedungadem Diperiksa

    Mobil Siaga Bojonegoro, Kades se-Kecamatan Kedungadem Diperiksa

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Sebanyak 22 kepala desa (Kades) sek-Kecamatan Kedungadem diperiksa penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro. Pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan mobil siaga desa.

    Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bojonegoro Aditia Sulaeman mengatakan, dari 22 kades yang dipanggil untuk dimintai keterangan hari ini, ada tiga kades yang tidak hadir memenuhi panggilan. Dua orang mengaku sakit dan satu orang kades sedang melaksanakan ibadah haji.

    “Tiga kades yang tidak hadir karena ada yang sakit jantung, satunya belum terkonfirmasi sakit apa. Sedangkan satu lagi sedang beribadah haji,” ujarnya, Selasa (28/5/2024).

    Untuk pemeriksaan kepala desa ini, pihaknya mengaku akan memeriksa seluruh kades yang menerima program bantuan keuangan khusus desa (BKKD) tahun anggaran 2022 untuk pengadaan mobil siaga desa. Totalnya sebanyak 384 desa.

    “Kemungkinan untuk pemeriksaan kepala desa ini bisa selama dua minggu. Setelah itu pemeriksaan kepada pejabat setingkat diatasnya,” imbuhnya.

    Sementara disinggung soal penetapan tersangka, pihaknya mengaku belum bisa berandai-andai. Yang jelas, lanjut dia, pihaknya akan menuntaskan dan memeriksa seluruh yang terlibat dalam pengadaan mobil siaga desa yang bersumber dari BKKD 2022 dengan nilai Rp250 juta per desa. [lus/beq]

  • Tak Ada Tersangka Kasus Korupsi di Polres Pasuruan Selama 2023

    Tak Ada Tersangka Kasus Korupsi di Polres Pasuruan Selama 2023

    Pasuruan (beritajatim.com) – Satreskrim Polres Pasuruan, melalui Kanit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), menyatakan tak pernah tetapkan seorang tersangka sepanjang tahun 2023 lalu. Sedangkan tahun ini, Polres Pasuruan telah menargetkan seseorang untuk ditetapkan sebagai tersangka.

    “Untuk tahun 2023 lalu kan saya baru masuk, jadi masih kami petakan untuk kasusnya. Tapi kami akan menargetkan pada tahun 2024 ini kami menetapkan seorang pelaku Tipikor,” kata Kasat Reskrim Polres Pasuruan, AKP Achmad Doni Meidianto.

    Hal ini berbanding terbalik dengan kasus yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan. Diketahui ada beberapa kasus tindak pidana korupsi yang berhasil ditangani oleh Kejari selama tahun 2023.

    Kasi Intel Kejaksaan Negri Kabupaten Pasuruan, Agung Tri Aditya mengatakan bahwa selama tahun 2023 lalu pihaknya berhasil melakukan penyidikan terhadap 7 kasus. Dari 7 kasus tersebut, 6 di antaranya sudah masuk dalam ranah sidang dan sudah masuk penuntutan.

    “Ada 7 kasus Tipikor yang kami lakukan penyelidikan di tahun 2023 lalu. Sementara yang sudah sidang ada 6 kasus, satu kasusnya masih dalam proses,” jelasnya.

    Diketahui, Kejari Kabupaten Pasuruan menargetkan dua kasus Tipikor setiap tahunnya. Bahkan setiap tahun pihaknya selalu berhasil melampaui target yang sudah ditentukan. [ada/but]

  • Kejari Bojonegoro Kumpulkan Cashback Rp1,5 Miliar dari Penyidikan Mobil Siaga

    Kejari Bojonegoro Kumpulkan Cashback Rp1,5 Miliar dari Penyidikan Mobil Siaga

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Pengembalian uang negara dari hasil penyidikan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pengadaan mobil siaga desa terus bertambah. Terbaru, penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro sudah mengumpulkan sebesar Rp1,5 miliar dari beberapa kepala desa.

    “Hari ini kurang lebih ada 9 kepala desa yang mengembalikan uang cashback ke penyidik. Jadi totalnya kurang lebih sekarang ada Rp1,5 miliar,” ujar Kasi Pidana Khusus Kejari Bojonegoro Aditia Sulaeman, Kamis (16/5/2024).

    Penyidikan dugaan korupsi pengadaan mobil siaga desa yang bersumber dari Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) tahun 2022 senilai Rp250 juta bagi setiap desa pemerima itu diduga bermasalah sejak perencanaan. Selain itu, dari proses pengadaan serta adanya selisih harga dan cashback bagi kepala desa.

    Sementara nilai cashback yang dikembalikan oleh kepala desa ke Kejari Bojonegoro rata-rata antara Rp8 juta hingga Rp15 juta. Bantuan mobil siaga desa yang bersumber dari APBD Bojonegoro 2022 itu diberikan kepada 384 desa yang menyebar di 28 kecamatan.

    Untuk diketahui, pemerintah desa melakukan pengadaan mobil siaga desa jenis Suzuki APV GX dan Daihatsu Luxio. Sistem pengadaan mobil siaga desa dilakukan secara lelang yang diawasi oleh tim yang dibentuk pemerintah desa. [lus/ian]

  • Tilap Dana Desa Rp646 Juta, Mantan Kades di Malang Dibui

    Tilap Dana Desa Rp646 Juta, Mantan Kades di Malang Dibui

    Malang (beritajatim.com) – Mantan Kades Wadung, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang berinisial S ditahan Polres Malang. Dia menjadi tersangka lantaran diduga menilap atau mengkorupsi Dana Desa dari 2019-2021 sebesar Rp646 juta.

    Wakapolres Malang Kompol Imam Mustolih mengatakan, selama periode 2019-2021, Desa Wadung mendapat alokasi Dana Desa dari pemerintah. Rinciannya, pada 2019 mendapat lebih dari Rp1,4 miliar, 2020 lebih dari Rp1,4 miliar, dan 2021 dapat Rp 1,05 miliar.

    Modusnya tersangka tidak bisa mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran dan melakukan proyek fiktif.

    “Sudah kami periksa sebanyak 11 saksi. Termasuk Ahli Madya Inspektorat Kabupaten Malang,” ujar Imam Mustolih saat rilis kasus dugaan korupsi di Mako Polres Malang, Kamis (16/5/2024).

    Imam merinci, tahun 2019 tersangka menyalahgunakan Dana Desa kurang lebih Rp113 juta, tahun 2020, sebesar Rp203 juta dan tahun 2021 sebesar Rp329 juta. Sehingga nilai totalnya Rp646 juta.

    “Tersangka ini ditangkap oleh Kanit Tipikor Polres Iptu A Taufik kemudian dilakukan penahanan,” jelasnya.

    Sementara itu, Kasatreskrim Polres Malang AKP Gandha Syah Hidayat menambahkan secara teknis terkait kasus tersebut.

    “Ini bermula dari laporan masyarakat yang mengindikasikan adanya penyalahgunaan dana desa,” ucapnya.

    Kata Gandha, pelaku ini tidak bisa mempertanggungjawabkan anggarannya. “Bentuknya dengan mengadakan kegiatan maupun proyek fiktif,” tegasnya.

    Ia mencontohkan proyek fiktif yang dilakukan tersangka. Diantaranya menambah volume sekian ratus meter persegi, pembangunan toilet yang tidak bisa dibuktikan dan pembelian beberapa barang yang juga tidak bisa dibuktikan.

    “Saat ini kami sedang melakukan tracing aset-aset milik tersangka yang berasal dari penyalahgunaan keuangan desa tersebut. Bentuknya seperti giro, deposit maupun berbentuk harta masih kami tracing,” beber Gandha.

    Atas kasus itu, kata ia, tersangka dijerat pasal berlapis yakni Pasal 2 Ayat 1 dan subsider Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. [yog/beq]

  • Miris, Kades di Bojonegoro Banyak Jadi Tersangka Korupsi

    Miris, Kades di Bojonegoro Banyak Jadi Tersangka Korupsi

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Ponorogo cukup miris. Ini lantaran kepala desa (kades) banyak menjadi tersangka dalam kasus ngutil atau mencuri duit dari negara tersebut.

    Terbaru, empat kades di Kecamatan Padangan ditetapkan tersangka oleh Polda Jatim atas dugaan korupsi Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) tahun anggaran 2021.

    Empat kades yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan jalan beton itu menambah daftar panjang kades yang berurusan hukum akibat tindak pidana korupsi.

    Pada periode 2020-2024 ada sedikitnya delapan kades di Bojonegoro yang ditetapkan sebagai koruptor oleh Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi Surabaya.

    Delapan kades yang berurusan hukum seperti Kades Kapas Kecamatan Kapas, Adi Syaiful Alim. Ia ditetapkan sebagai tersangka korupsi APBDes 2019-2020 sebesar Rp500 juta untuk penanganan dana Covid-19 dan pengerjaan jembatan 2019-2020.

    Kemudian, Kades Deling Kecamatan Sekar Netty Herawati. Kades perempuan itu terjerak kasus korupsi pengelolaan dana APBDes untuk pengerjaan fisik program ODF.

    Dalam kasus tersebut, Netty Herawati dinyatakan bersalah dengan memanipulasi surat pertanggungjawaban (SPJ) baik sepenuhnya maupun sebagian untuk 16 kegiatan pembangunan. Sehingga, negara diduga mengalami kerugian sebesar kurang lebih Rp480 juta. Jumlah tersebut dari pengelolaan keuangan APBDes 2021 Deling senilai Rp3,37 miliar.

    Selain mereka, Kejari Bojonegoro dalam rentang 2020-2024 menangani kasus korupsi yang menjerat kades. Seperti Kades Trucuk Danang Puji Asmoro, eks Kades Glagahwangi Haris Aburyanto, eks Kades Wotanngare Mukti Ali, eks Kades Pragelan Totok Sudarminto, dan eks Kades Sumberejo Kecamatan Trucuk Syaikul Alim. Kemudian, eks Kades Trojalu Rujito, eks Kades Sitiaji Kecamatan Sukosewu Imam Malik.

    Terakhir, empat kades di Kecamatan Padangan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim. Empat kades itu yakni Desa Tebon Wasito, Kades Dengok Supriyanto, Kades Kuncen Syaifudin, dan Kades Purworejo Sakri. Keempatnya kini ditahan di Polda Jatim karena diduga korupsi pembangunan jalan senilai Rp1,2 miliar tahun 2021.

    Menanggapi hal itu, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro Reza Aditya Wardana mengungkapkan, masih banyaknya kades yang terjerat kasus korupsi itu karena secara pengelolaan dana APBDes masih belum tertib secara administrasi maupun pertanggungjawaban.

    “Kami telah memberikan penyuluhan dan imbauan agar para kepada desa ini agar tertib administrasi sesuai regulasi,” katanya.

    Sementara Penjabat (Pj) Bupati Bojonegoro Adriyanto belum banyak membuat kebijakan terkait kades yang tersandung kasus korupsi. Seperti, empat kades di Padangan, pihaknya masih menunggu proses hukum berjalan. Pihaknya mengimbau kepada kades agar berhati-hati dalam pengelolaan dana agar tidak bermasalah hukum.

    “Proses hukumnya dulu biar inkrah. Kalau memang kadesnya tidak bisa melakukan tugas maka akan kami tunjuk Plt. Tentunya, pesan saya perlu perhatian untuk bisa mengelola anggaran dengan baik dan sesuai regulasi,” pungkasnya. [lus/beq]

  • Nama Para Pengusaha yang Disebut dalam Gratifikasi Kepala Bea Cukai Yogyakarta

    Nama Para Pengusaha yang Disebut dalam Gratifikasi Kepala Bea Cukai Yogyakarta

    Surabaya (beritajatim.com) – Sejumlah nama pengusaha disebut dalam dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas gratifikasi yang dilakukan mantan Kepala Bea Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Eko Darmanto. Sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (13/5/2024).

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Luki Dwi Nugroho merinci nilai gratifikasi yang diterima Eko Darmanto saat menjabat Kepala Bea Cukai DIY. Total uang yang diterima Rp 23,5 miliar.

    Uang tersebut diterima dari sejumlah pengusaha diantaranya suami artis Maia Estianty yakni Irwan Daniel Mussry yang memberikan gratifikasi sebesar Rp 100 juta, gratifikasi juga diterima dari berbagai pihak antara lain, dari Andri Wirjanto sebesar Rp1,37 miliar, Ong Andy Wiryanto Rp6,85 miliar, David Ganianto dan Teguh Tjokrowibòwo sebesar Rp300 juta dan Lutfi Thamrin serta M Choiril sebesar Rp200 juta.

    Lalu ada juga berasal dari Rendhie Okjiasmoko Rp30 juta, Martinus Suparman930 juta, Soni Darma Rp450 juta, Nusa Syafrizal melalui Ilham Bagus Prayitno sebesar Rp250 juta dan Benny Wijaya Rp60 juta.

    Selain itu juga ada nama S Steven Kurniawan sebesar Rp2,3 miliar, Lin Zhengwei dan Aldo Rp204,3 juta. Serta ada pengusaha yang tidak diketahui namanya memberi Rp10,9 miliar.

    Perbuatan terdakwa tersebut menurut Luki merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    Dari hasil gratifikasi, terdakwa berupaya menyamarkan dengan cara membelanjakan atas nama sendiri atau pihak lain, sehingga tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa sebagai ASN di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    “Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP,” jelasnya.

    Menanggapi dakwaan jaksa ini, Pengacara terdakwa, Gunadi Wibakso mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi, karena memilih untuk langsung melakukan pembuktian. “Tidak (eksepsi) langsung dilanjutkan dengan pembuktian,” katanya.

    Eko Darmanto menjadi sorotan publik ketika netizen ramai-ramai membagikan gaya hidup mewah sejumlah pejabat negara. Dalam foto yang beredar, Eko Darmanto mengunggah foto sejumlah mobil antik.

    KPK pun melakukan pemeriksaan dan klarifikasi terhadap LHKPN Eko dan menemukan penerimaan uang. Lembaga antirasuah kemudian menetapkan Eko Darmanto sebagai tersangka dugaan gratifikasi sebelum tindak pidana pencucian uang (TPPU). [uci/but]

  • Nama Para Pengusaha yang Disebut dalam Gratifikasi Kepala Bea Cukai Yogyakarta

    Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Jalani Sidang Perdana

    Surabaya (beritajatim.com) – Sidang perdana kasus gratifikasi yang mendudukkan mantan Kepala Bea Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Eko Darmanto sebagai Terdakwa digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (13/5/2024).

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Luki Dwi Nugroho merinci nilai gratifikasi yang diterima Eko Darmanto saat menjabat Kepala Bea Cukai DIY. Total uang yang diterima Rp 23,5 miliar.

    Perbuatan terdakwa tersebut menurut Luki merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    Dari hasil gratifikasi, terdakwa berupaya menyamarkan dengan cara membelanjakan atas nama sendiri atau pihak lain, sehingga tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa sebagai ASN di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    “Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP,” jelasnya.

    Menanggapi dakwaan jaksa ini, Pengacara terdakwa, Gunadi Wibakso mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi, karena memilih untuk langsung melakukan pembuktian. “Tidak (eksepsi) langsung dilanjutkan dengan pembuktian,” katanya.

    Eko Darmanto menjadi sorotan publik ketika netizen ramai-ramai membagikan gaya hidup mewah sejumlah pejabat negara. Dalam foto yang beredar, Eko Darmanto mengunggah foto sejumlah mobil antik.

    KPK pun melakukan pemeriksaan dan klarifikasi terhadap LHKPN Eko dan menemukan penerimaan uang. Lembaga antirasuah kemudian menetapkan Eko Darmanto sebagai tersangka dugaan gratifikasi sebelum tindak pidana pencucian uang (TPPU). [uci/but]