Kasus: Tipikor

  • Lagi, Kredit Fiktif Bank PD BPR Bojonegoro Terbongkar

    Lagi, Kredit Fiktif Bank PD BPR Bojonegoro Terbongkar

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro telah membongkar dua kasus dugaan pinjaman fiktif di Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR) Bojonegoro. Dampak pinjaman fiktif tersebut merugikan keuangan negara.

    Dalam kasus dugaan korupsi pinjaman fiktif milik bank daerah Kabupaten Bojonegoro itu, penyidik sebelumnya telah menetapkan dua tersangka. Kasus kedua ini, penyidik juga menetapkan dua tersangka. Dengan tersangka yang lain sudah ditahan dalam perkara sebelumnya.

    “Untuk tersangka yang sekarang kami tahan satu orang. Karena tersangka lain sudah ditahan dalam perkara sebelumnya,” ujar Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bojonegoro Aditia Sulaeman, Senin (10/6/2024).

    Tersangka yang ditahan hari ini berinisial MH, warga Desa Kedungdowo Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro. Dia dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bojonegoro. Sedangkan tersangka lain seorang perempuan berinisial IWF sebagai Administrator BPR Bojonegoro.

    Menurut Aditia, motif pelaku dalam melakukan pinjaman fiktif ini dengan memberikan jaminan tender proyek peningkatan jalan Luwihaji – Ngraho senilai Rp1,4 miliar pada tahun anggaran 2016. Pinjaman tersebut seharusnya harus dilunasi pada 1 April 2017. Namun, meski proyek sudah terbayar lunas, pinjaman itu tidak kunjung dilunasi.

    Justru, lanjut Aditia, tersangka membuka pinjaman baru senilai Rp500 juta untuk menutup pinjaman awal dengan nilai yang sama. “Tersangka mendapat pinjaman itu atas campur tangan tersangka IWF yang merupakan oknum pegawai BPR. Atas kejadian tersebut sehingga negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp500 juta,” jelasnya.

    Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, tersangka disangka Pasal 2 jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

    Sebelumnya, penyidik Kejari Bojonegoro telah menahan dua tersangka kasus pinjaman fiktif di BPR Bojonegoro. Dua tersangka itu perempuan berinisial IWF oknum pegawai di Bank milik Pemkab Bojonegoro, serta seorang laki-laki pengusaha kontruksi berinisial SH.

    Keduanya diduga bersekongkol membuat pinjaman fiktif. SH diduga melakukan pinjaman di BPR Bojonegoro untuk membiayai usahanya. Untuk pengajuan pinjaman itu, ia dibantu oleh IWF. Namun, berjalannya waktu pinjaman tersebut tidak dibayarkan. Jumlah pinjaman yang tidak terbayar itu senilai Rp600 juta. [lus/ian]

  • Korupsi, Kades Ngariboyo Magetan Dinonaktifkan dan DD Dihentikan Sementara

    Korupsi, Kades Ngariboyo Magetan Dinonaktifkan dan DD Dihentikan Sementara

    Magetan (beritajatim.com) – Sumadi, Kepala Desa Ngariboyo, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, dinonaktifkan sementara setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengelolaan Anggaran Dana Desa (DD) tahun 2018-2019.

    Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Magetan telah memproses pemberhentian sementara Sumadi dan menahan anggaran Dana Desa Ngariboyo. Hal ini dilakukan setelah Surat Keputusan (SK) pemberhentian sementara Sumadi turun. “Dan nanti akan diganti dengan pelaksana harian oleh Sekretaris Desa (Sekdes),” ujar Eko Muryanto, Kepala DPMD Magetan, Jumat (06/07/2024).

    Penahanan anggaran Dana Desa dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 145 Tahun 2023 yang mengatur pemberhentian sementara dana desa jika kepala desa terlibat kasus hukum. “Kami juga sudah mengusulkan pemberhentian bantuan dana desa, hal itu sesuai dengan PMK No.145 Tahun 2023,” tambah Eko.

    Namun, beberapa pos anggaran vital tetap harus disalurkan agar pemerintahan desa dapat terus berjalan. “Tetap kami pilah, yang jadi amanah dari dana desa itu tidak boleh dihentikan. Contohnya operasional 3 persen dan ketahanan pangan maksimal 20 persen, itu nanti tetap kami salurkan,” jelasnya.

    Diketahui, Sumadi ditetapkan sebagai tersangka setelah gelar perkara oleh penyidik Kejari Magetan pada awal Mei lalu. Dia terbukti membuat Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif untuk pembelian tanah urug dan batu, yang menyebabkan negara merugi sebesar Rp209.642.700.

    Kepala Kejaksaan Negeri Magetan, Yuana Nursiyam, menyebut bahwa dalam kasus ini pihaknya telah memeriksa 22 saksi dan ahli. Hasil pemeriksaan menunjukkan Sumadi bersalah dalam korupsi anggaran dana desa.

    “Kami telah melakukan pemeriksaan terhadap 22 saksi dan pemeriksaan ahli. Tim penyidik pidana khusus sepakat menetapkan kepala desa Ngariboyo sebagai tersangka atas dugaan korupsi pengelolaan dana desa tahun 2018-2019,” kata Yuana.

    Sumadi akan dijerat dengan Pasal 2 ayat 1, 2 dan 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Tipikor dan pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Tipikor, dengan ancaman hukuman minimal empat tahun penjara. [fiq/kun]

  • Kejari Tetapkan 2 Tersangka Dugaan Korupsi PD BPR Bojonegoro Senilai Rp3,4 Miliar

    Kejari Tetapkan 2 Tersangka Dugaan Korupsi PD BPR Bojonegoro Senilai Rp3,4 Miliar

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Dua orang ditetapkan tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi di Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR) Bojonegoro senilai Rp3,4 miliar. Setelah adanya penetapan tersangka, keduanya langsung ditahan di Lapas Kelas IIA Bojonegoro, Kamis (6/6/2024).

    Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bojonegoro Aditia Sulaeman mengatakan, kedua tersangka yakni perempuan berinisial IWF oknum pegawai di Bank milik Pemkab Bojonegoro, serta seorang laki-laki pengusaha kontruksi berinisial SH.

    Dalam menjalankan aksinya, keduanya diduga bersekongkol membuat pinjaman fiktif. SH diduga melakukan pinjaman di BPR Bojonegoro untuk membiayai usahanya. Untuk pengajuan pinjaman itu, ia dibantu oleh IWF. Namun, berjalannya waktu pinjaman tersebut tidak dibayarkan.

    “Tersangka IWF sebagai Administrator BPR membantu SH dalam pencairan pinjaman tersebut,” ujar Aditia Sulaeman.

    Dari perbuatan dua tersangka itu, negara diduga mengalami kerugian sebesar kurang lebih Rp600 juta. Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, kedua tersangka terancam hukuman selama kurang lebih 10 tahun kurungan.

    Keduanya disangka Pasal 2 jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

    Untuk diketahui, penyelidikan dugaan pinjaman fiktif di PD BPR Bojonegoro itu sudah dilakukan Kejari Bojonegoro sejak 2021. Penyidik kemudian menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan pada 2022. Dugaan pinjaman fiktif yang terjadi sejak 2015-2018 itu diduga mencapai Rp3,424 miliar.

    Sejak kasus tersebut naik menjadi penyidikan, sedikitnya sudah ada 31 orang saksi yang diperiksa. Mulai dari para debitur, para pejabat kredit pada PD BPR Bank Daerah Bojonegoro maupun pihak-pihak terkait lainnya.

    Data yang dikumpulkan Tim Penyelidik Kejari Bojonegoro, diperoleh fakta bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pemberian kredit kepada 24 debitur di PD BPR Bank Daerah Bojonegoro Kantor Cabang Kalitidu dari 2015 hingga 2016 dengan total nilai kredit sebesar Rp524 juta.

    Dan dugaan penyimpangan dalam pemberian kredit konstruksi dari tahun 2015-2017 yang dilakukan oleh BPR Daerah Bojonegoro (Pusat) dengan total kredit senilai Rp2,9 miliar. Sehingga, total kredit senilai Rp3,424 miliar. [lus/ian]

  • 2 Terdakwa Korupsi Pengadaan Gamelan Tulungagung Divonis 3 Tahun Penjara

    2 Terdakwa Korupsi Pengadaan Gamelan Tulungagung Divonis 3 Tahun Penjara

    Tulungagung (beritajatim.com) – Sidang kasus korupsi pengadaan gamelan Tulungagung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya memasuki tahap akhir. Dua terdakwa yaitu, Heri Purnomo dan Zul Kornen Ahmad dijatuhi vonis hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp50 juta.

    Vonis majelis hakim terhadap dua terdakwa korupsi pengadaan gamelan di Tulungagung, Jawa Timur ini lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sehingga JPU menerima putusan itu dan tidak mengajukan upaya hukum banding.

    “Dalam sidang putusan, kedua terdakwa terbukti bersalah dan ssecara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi, ” ujar Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung, Amri Rahmanto Sayekti, pada Kamis (6/6/2024).

    Kedua terdakwa tersebut masing-masing Heri Purnomo selaku Pejabat Pembuat Kontrak (PPK) dalam pengadaan alat kesenian gamelan tahun anggaran 2020 untuk lembaga tingkat sekolah dasar. Serta Zul Kornen Ahmad selaku Direktur CV Bina Insan Cita sebagai kontraktor penyedia alat tradisional gamelan.

    Majelis Hakim memvonis kedua terdakwa sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi. Yakni hukuman penjara selama 3 tahun dan denda Rp 50 juta. Dalam putusan hakim terdakwa berkewajiban untuk mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 412.472.508.

    Apabila tidak mengganti uang kerugian negara dalam 1 bulan setelah sidang putusan, maka akan ditambah pidana penjara selama 1 tahun. “Namun kedua terdakwa telah mengembalikan uang negara secara berangsur. Dan saat ini uang yang telah dikembalikan mencapai Rp 390 juta,” paparnya.

    Atas putusan tersebut, JPU menerima dan tidak mengajukan banding. Hal itu dikarenakan putusan hakim lebih tinggi dari tuntutan JPU. Sebelumnya JPU menuntut hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta. “Kami menerima putusan ini dan tidak mengajukan banding karena vonis lebih tinggi dari tuntutan,” pungkasnya.

    Kasus korupsi pengadaan alat gamelan itu ada di lingkup Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung tahun anggaran 2020. Pengadaan gamelan dinilai menyalahi aturan, karena tidak melakukan survei dalam penentuan harga perkiraan sendiri (HPS).

    Disisi lain, penunjukan pemenang tender juga tidak melibatkan koordinasi dengan pokja, terkait mundurnya pemenang lain.

    Kasus korupsi dalam pengadaan alat gamelan di Tulungagung berawal dari laporan masyarakat. Dimana hibah gamelan yang diterima oleh puluhan lembaga pendidikan tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dalam pengadaan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dispendikpora) Tulungagung.

    Kasus ini sudah dinaikan ke tingkat penyidikan pada 30 November 2022 lalu. Kejari juga melibatka tim ahli dari ISI Yogyakarta untuk melakukan pemeriksaan terhadap spesifikasi gamelan tersebut. [nm/ian]

  • Rugikan Negara Rp114 M, Mafia Tanah di Madura Terbongkar Libatkan Pegawai BPN

    Rugikan Negara Rp114 M, Mafia Tanah di Madura Terbongkar Libatkan Pegawai BPN

    Surabaya (beritajatim.com) – Kasus tukar guling (ruislag) Tanah Kas Desa (TKD) milik negara di Kabupaten Sumenep dibongkar Subdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur. Dalam kasus itu, polisi menyita 134 aset berupa tanah dan bangunan di Desa Kolor kurang lebih senilai Rp5,8 miliar.

    Kemudian dua aset berupa tanah di Desa Gedungan dengan taksir nilai sekitar Rp 3,4 miliar, dan 6 aset tanah dan bangunan di Sidomulyo, Surabaya, ditaksir sekitar Rp 568 juta.

    Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Dirmanto mengatakan dari kasus korupsi yang membuat kerugian negara sejak 1997 silam itu dimainkan oleh tiga orang tersangka yakni Subianto Direktur PT Sinar Mega Indah Persada (SMIP), kemudian pegawai BPN berinisial MH dan MR seorang kepala desa.

    “Modusnya, para tersangka menukar tanah milik negara lalu digunakan untuk Perumahan Bumi Sumekar Asri (BSA) dan diperjual belikan secara komersial oleh PT. SMIP,” kata Dirmanto, Rabu (05/06/2024).

    Dalam kasus tukar guling tanah Kas Desa itu, penyidik memprediksi kerugian negara sebesar 114,440 Miliar. Para tersangka memanfaatkan 3 tanah yang berada di Desa Kolor, Sumenep, Desa Cabbiya, Talango, dan Desa Talango. 3 TKD itu masih berupa petok dan belum pernah diterbitkan sertifikat. Ketiga tanah itulah yang ditukar dengan tanah yang berada di Desa Peberasan, Sumenep.

    “Namun ternyata, tanah 17 hektar yang dibuat pengganti itu adalah milik warga. Warga yang merasa tidak pernah memindahkan tanahnya lantas melapor,” kata Kasubdit Tipikor AKBP Edy Herwiyanto.

    Edy menjelaskan, ketika ditelusuri dari berbagai surat-surat, penyidik menemukan transaksi fiktif. Surat-surat kepemilikan tanah pun juga tidak teregister. Dari situlah polisi meyakini HS melakukan pelanggaran hukum.

    “Kemudian kita lakukan penyelidikan lebih lanjut, ternyata banyak dokumen palsu. Dari proses pengadaan tanah pun tidak sesuai dengan prosedur,” lanjutnya.

    Atas hasil penyelidikan tersebut, pihak kepolisian merasa sudah memegang bukti cukup kuat untuk meningkatkan kasus tersebut ke penyidikan. Namun, usaha penyidik sempat diganjal dengan ora peradilan yang diajukan tersangka.

    “Berulang kali dilakukan pra-peradilan oleh tersangka. Namun, Alhamdulillah oleh pengadilan di tolak, dan kita lakukan proses penyidikan,” ujarnya.

    Meski sudah memasuki tahap penyidikan, tersangka Subianto itu masih nekat melakukan penjualan obyek tanah di ketiga desa itu. Dia juga melakukan pengurusan sertifikat ke BPN dengan alasan sertifikat yang lama hilang.

    “Selain itu, pihak tersangka HS hingga saat ini masih memberikan uang kepada ketiga Kades tersebut, seolah-olah tanah kas pengganti itu disewa oleh HS,” paparnya.

    Ketiga Kades itu juga tak luput dari pemeriksaan polisi. Penyidik juga telah mengkonfirmasi kepada mereka perihal letak obyek TKD ketiga desa itu yang di tukar guling. Namun mereka tak tahu.

    Begitu juga dengan tersangka Subianto, penyidik sempat menginterogasi terkait lokasi obyek tanah pengganti untuk TKD dari ketiga desa tersebut. Namun, penyidik mendapat jawaban sama dengan ketiga Kades tersebut.

    Untuk menguatkan bukti, polisi kemudian melakukan pengecekan di Pemkab setempat, apakah tanah tersebut sudah masuk aset negara atau tidak, ternyata hingga saat ini TKD di ketiga desa itu tercatat sebagai milik negara.

    “Kami telah melakukan penyitaan aset milik Subianto dari hasil kejahatan, setelah mendapatkan ketiga TKD tersebut, dilakukan penjualan dan saat ini ada beberapa obyek yang dikuasai oleh pemiliknya karena telah dijual oleh HS,” jelasnya.

    Dari kasus ini, dua tersangka tidak dilakukan penahanan dengan alasan kesehatan. Pihak Polda Jatim telah membuka layanan pengaduan bagi masyarakat yang merasa dirugikan. Masyarakat bisa menghubungi dan melaporkan melalui Hotline dengan nomor 081234616882.

    “Kenapa dua orang tersangka tidak kita lakukan penahanan? Karena tersangka tersebut sakit, yang satu pakai oksigen dan yang satu pakai kateter,” pungkasnya. (ang/ian)

  • Kejari Ponorogo Lelang 3 Alsintan Hasil Rampasan Kasus Korupsi

    Kejari Ponorogo Lelang 3 Alsintan Hasil Rampasan Kasus Korupsi

    Ponorogo (beritajatim.com) – Ada 3 alat dan mesin pertanian (Alsintan) yang merupakan hasil rampasan kasus korupsi berada di halaman Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo. Rencananya, barang bukti kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2022 lalu itu, tahun ini akan segera dilelang. Sebab, perkara hukum yang menjerat oknum aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispertahankan) Ponorogo itu, telah mencapai keputusan inkrah.

    “Kejari Ponorogo sedang menyiapkan pelelangan 3 alsintan yang merupakan hasil rampasan dari kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2022 lalu,” kata Kepala Seksi Barang Bukti Kejari Ponorogo, Erfandi Kurnia Rahmat, ditulis Rabu (05/06/2024).

    Erfandi menjelaskan jika saat ini, pihaknya intens berkomunikasi dengan Kantor Pengelolaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Madiun untuk proses lelang tersebut. Proses lelang terus dilalui tahap demi tahap dengan bekerjasama KPKNL Madiun. Setiap unit alsintan ditaksir bernilai sekitar Rp 115 juta.

    “Untuk batas limitnya, kita sudah bersurat dengan KPKNL Madiun. Ya, angkanya dikisaran Rp115 juta per unitnya. Jika nanti sudah pasti angkanya, langsung dibuka lelangnya,” katanya.

    Proses lelang untuk 3 alsintan ini, kata Erfandi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Harus ada proses administrasi yang harus dilalui. Termasuk menunggu perkara hukum kasus korupsi ini berkekuatan hukum tetap. Baru setelah itu, bisa dilakukan proses lelang. Nantinya, uang hasil lelangan itu, akan dikembalikan ke kas negara.

    “Uang hasil lelang nanti langsung akan disetorkan ke kas negara,” pungkasnya.

    Berdasarkan arsip berita dari beritajatim.com pada tahun 2022 lalu, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya sudah memutuskan bersalah kepada Mardan, terdakwa kasus korupsi penyaluran bantuan hibah alat mesin pertanian (alsintan).

    Praktik rasuah yang dilakukan Mardan itu, saat dirinya menjadi aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Pertanian Ketahanan Pangan, dan Perikanan (Dipertahankan) Kabupaten Ponorogo. Dana hibah dari Dirjen Prasarana dan Sarana Kementrian Pertanian RI dari sumber dana APBN Tahun anggaran 2018, kepada Kelompok Tani di Kabupaten Ponorogo diselewengkan oleh terdakwa.

    Terdakwa Mardan terbukti bersalah, karena melanggar pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Majelis hakim menjatuhkan putusan hukuman 6 tahun penjara kepada terdakwa. Selain pidana pokok 6 tahun penjara, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya juga menjatuhkan pidana denda sebanyak Rp 200 juta dengan subsider 4 bulan. Selain itu, terdakwa juga harus membayar uang pengganti sebanyak Rp4 miliar. [end/aje]

  • Dugaan Gratifikasi, Irwan Mussry Datangi PN Tipikor Surabaya

    Dugaan Gratifikasi, Irwan Mussry Datangi PN Tipikor Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Irwan Daniel Mussry, suami Maia Estianty mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (4/6/2024). Dia dijadwalkan memberikan keterangan sebagai saksi atas dugaan gratifikasi yang mendudukkan eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, sebagai terdakwa

    Irwan untuk kali pertama datang di PN Tipikor setelah tak hadir memenuhi panggilan Jaksa KPK pada persidangan sebelumnya.

    Mengenakan baju batik, Irwan hanya tersenyum saat tiba di PN Tipikor Surabaya. Dia langsung memasuki persidangan di Ruang Cakra PN Tipikor Surabaya.

    Irwan diperiksa bersama empat saksi lain. Total ada lima saksi yang didatangkan Jaksa KPK dalam persidangan kasus gratifikasi dengan terdakwa Eko.

    Perlu diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil suami Maia Estianty itu untuk hadir sebagai saksi dalam sidang dugaan gratifikasi.

    “Panggilan ini adalah kedua, maka KPK Ingatkan untuk kooperatif hadir,” ujar juru bicara KPK Ali Fikri.

    Irwan Daniel Musry yang merupakan Direktur PT Time International tersebut, pada panggilan pertama sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (23/5/2024) tidak hadir dalam sidang tanpa memberikan keterangan.

    Irwan Daniel Mussry diduga memberikan gratifikasi terhadap terdakwa Eko Darmanto mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta senilai Rp100 juta. [uci/beq]

  • Pertajam Aliran Uang Syahrul, KPK Periksa Febri Diansyah

    Pertajam Aliran Uang Syahrul, KPK Periksa Febri Diansyah

    Jakarta (beritajatim.com) – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) berencana memanggil Advokat/ Managing Partner Visi Law Office Febri Diansyah dalam persidangan dengan terdakwa Syahrul Yasin Limpo. Febri yang juga mantan Juru Bicara KPK akan dipanggil sebagai saksi.

    “Untuk makin mengungkap dan mempertajam aliran uang dari Terdakwa Syahrul Yasin Limpo dkk, Senin (3/6) bertempat di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Tim Jaksa akan hadirkan Febri Diansyah,” ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Minggu (2/6/2024).

    Selain Febri, Ali menambahkan, jaksa KPK juga akan memanggil Dhirgaraya S Susanto (GM Media Radio Prambors / PT Bayureksha), dan Dedi Nursyamsi (Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementan).

    “Kemudian Sugiyatno (Karumga Rumdin Mentan), dan Yusgie Sevyahasna (Staf TU Direktorat Alat dan Mesin Pertanian),” katanya.

    Seperti diketahui, KPK menjerat Syahrul dalam kasus pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Syahrul didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.

    Dalam persidangan, terungkap pengeluaran uang Kementan yang diduga digunakan Syahrul untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Diantaranya, mobil untuk anak SYL seharga Rp500 juta, umrah keluarga Rp1,35 miliar, kurban Rp1,6 miliar, membayar biduan Rp100 juta, biaya pemeliharaan apartemen milik SYL Rp300 juta, dan uang makan Rp3 juta per hari. [hen/suf]

  • Kajari Bojonegoro Tolak Pengembalian Mobil Siaga dari Kades

    Kajari Bojonegoro Tolak Pengembalian Mobil Siaga dari Kades

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bojonegoro Muji Murtopo menolak keinginan sejumlah kepala desa yang akan menyerahkan mobil siaga desa.

    Alasannya, dalam proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pengadaan mobil siaga desa tersebut belum mengarah untuk penyitaan barang bukti berupa mobil, Sabtu (1/6/2024).

    Saat ini, lanjut Muji Murtopo, proses hukum yang berjalan masih pemeriksaan saksi-saksi. Kepada masyarakat, diimbau agar menerapkan asas praduga tak bersalah.

    Sejumlah saksi yang diperiksa saat ini sudah lebih dari separuh dari jumlah desa yang menerima. Total kepala desa yang akan diperiksa sebanyak 384 kades di 28 kecamatan.

    “Kita harapkan kepada kepala desa ini untuk menyerahkan uang yang sudah diterima, daripada menumpuk mobil di kantor Kejari,” ujarnya, kemarin.

    Pihaknya juga berharap, agar dalam proses pengungkapan dugaan kasus korupsi pengadaan mobil siaga yang bersumber dari Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) senilai kurang lebih Rp96 miliar tersebut segera tuntas. Untuk itu, pihaknya meminta kepada para saksi yang diperiksa untuk memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.

    “Kalau menurut saya, sebaiknya mobilnya ini dimanfaatkan untuk melayani masyarakat. Karena yang kami kejar bukan mobilnya, tetapi uangnya,” pungkasnya.

    Sebelumnya, pada Jumat (31/5/2024) sejumlah kepala desa akan menyerahkan mobil siaga desa ke Kejari Bojonegoro.

    Sekitar 25 hingga 30 unit mobil siaga terlihat terparkir di sekitar kantor Adyaksa yang ada di Jalan Rajawali itu. Namun, setelah dilakukan mediasi antara Kasi Intelijen dan Kasi Pidana Khusus dengan perwakilan kades, akhirnya mereka membawa kembali mobil tersebut.

    Para kades mengembalikan mobil siaga desa itu lantaran stigma masyarakat yang mengecap kepala desa telah melakukan korupsi berjamaah. Hal setelah banyaknya pemberitaan dan unggahan di media sosial soal penyidikan dugaan tindak pidana korupsi Mobil Siaga Desa yang belakangan ini agenda pemeriksaan saksi-saksi kepala secara maraton.

    Apalagi unggahan media sosial yang mengolah dan menarasikan isu bahwa kepala desa yang melakukan tindak pidana korupsi berjamaah.

    Hal itu seperti yang dikatakan oleh Kepala Desa Wotan Kecamatan Sumberrejo, Anam Warsito. “Karena sudah viral dimana-mana yang diolah dari media maupun media sosial menyebut kades di Bojonegoro korupsi berjamaah,” ujarnya. [lus/ted]

  • Gerah Diberitakan Korupsi Jemaah, Kades se-Bojonegoro Lakukan Ini

    Gerah Diberitakan Korupsi Jemaah, Kades se-Bojonegoro Lakukan Ini

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Pemberitaan dan unggahan di media sosial soal penyidikan dugaan tindak pidana korupsi Mobil Siaga Desa membuat para kades di Kabupaten Bojonegoro gerah. Apalagi unggahan media sosial yang mengolah dan mengarahkan isu bahwa kepala desa yang melakukan tindak pidana korupsi berjemaah.

    Menyikapi hal itu, sejumlah kepala desa (Kades) di Kabupaten Bojonegoro bereaksi dengan melakukan gerakan bersama untuk mengembalikan bantuan pengadaan Mobil Siaga Desa ke Pemkab atau Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro. Sedikitnya ada 30 mobil siaga desa kemarin sudah mulai diparkir di area kantor Kejari di Jalan Rajekwesi.

    Kepala Desa Wotan Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro Anam Warsito mengatakan, adanya gerakan untuk mengembalikan kembali mobil siaga desa itu dipicu karena adanya muatan informasi yang menjadi konsumsi publik seolah-olah 384 kepala desa yang menerima BKKD Mobil Siaga Desa 2022 itu melakukan korupsi berjamaah.

    “Karena sudah viral dimana-mana yang diolah dari media maupun media sosial yang disebut kades di Bojonegoro korupsi berjamaah,” ujarnya, kemarin.

    Kalau secara mens rea, kata mantan anggota DPRD Bojonegoro itu, kepala desa sudah melakukan sesuai dengan aturan dan tidak memiliki niat jahat untuk melakukan mark up. Sesuai dengan harga yang ada di e-katalog satu unit mobil jenis Suzuki APV GX yang dipakai mobil siaga desa senilai Rp243 juta.

    “Tapi karena desa tidak terhubung dengan e-katalog, maka kami lakukan lelang manual, sesuai dengan juknis. Termasuk operasional pelayanan masyarakat, kami juga menganggarkan Rp25-35 juta,” terangnya.

    Dalam proses penyidikan ini, Anam Warsito juga menilai bahwa kepala desa sudah sangat kooperatif. Saat diperiksa sebagai saksi tidak ada yang mangkir. Pun tidak hadir, karena sakit maupun sedang berhaji. Selain itu juga uang cashback yang diterima dari besaran Rp7 juta hingga Rp15 juta juga telah diserahkan ke penyidik.

    “Sehingga kami memohon untuk penegakan mobil siaga ini, dengan mempertimbangkan beban psikologis yang kami terima atas justifikasi oleh masa. Maka meminta kepada Kejari Bojonegoro untuk memilah informasi yang bisa dikonsumsi publik dan materi penyidikan agar tidak bias di publik,” pintanya.

    Hingga akhirnya, setelah melakukan audiensi dengan Pj Bupati Bojonegoro Adriyanto dan pihak Kejari Bojonegoro para kades yang dikoordinir Asosiasi Kepala Desa (AKD) membawa pulang kembali mobil siaga yang terlanjur diboyong ke kantor Kejari.

    “Hasil audiensi dengan Pj Bupati ada kesepakatan agar mobil siaga dimanfaatkan kembali untuk melayani masyarakat,” pungkasnya.

    Sementara Kepala Kejari Bojonegoro Muji Murtopo mengatakan, pada prinsipnya dalam penyidikan dugaan kasus tindak pidana korupsi ini belum akan melakukan penyitaan terhadap barang bukti mobil. Saat ini proses hukum yang berjalan masih dalam proses pemeriksaan saksi-saksi. Kepada masyarakat, diimbau agar menerapkan asas praduga tak bersalah.

    “Kita harapkan kepada kepala desa ini untuk menyerahkan uang yang sudah diterima, daripada menumpuk mobil di kantor Kejari. Mudah-mudahan segera kita tuntaskan sehingga tidak berlama-lama,” ujarnya.

    Namun, pihaknya meminta agar dalam proses hukum yang berjalan ini semua pihak bisa memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya. Sehingga dalam proses penyidikan bisa segera tuntas. Untuk pengembalian mobil ini kami tegas tidak akan menerima mobil tersebut. Alasannya, yang akan dibongkar Kejari adalah proses kerugian negaranya, bukan soal mobilnya.

    “Kalau menurut saya, sebaiknya mobilnya ini dimanfaatkan untuk melayani masyarakat. Karena yang kami kejar bukan mobilnya, tetapi uang yang diterima para kades ini,” pungkasnya. [lus/beq]