Kasus: Tipikor

  • KPK Benarkan Sedang Lakukan Giat Penyidikan di Surabaya Jawa Timur

    KPK Benarkan Sedang Lakukan Giat Penyidikan di Surabaya Jawa Timur

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan melakukan giat penyidikan di wilayah Surabaya, Jawa Timur.

    “Ada,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi beritajatim soal giat penyidikan KPK di Surabaya, Rabu (10/7/2024).

    Tessa belum mau merinci giat penyidikan yang dimaksud. Termasuk siapa pihak saja yang diamankan dalam giat tersebut.

    “Belum bisa dirilis, Besok baru,” ujarnya.

    Informasi beritajatim.com terima, giat KPK dilakukan sejak semalam dengan menangkap diduga salah satu anggota dewan terkait kasus Sahat Tua Simanjuntak.

    Salah satu anggota dewan ditangkap di rumah makan sekitar alun-alun Bangkalan. Usai menangkap KPK kemudian membawa ke rumah tersangka.

    Hingga saat ini informasi yang diterima beritajatim.com sejumlah anggota dewan juga menjalami pemeriksaan di kantor polisi.

    Korupsi Dana Hibah Pemprov Jatim

    Wakil Ketua DPRD Jawa Timur nonaktif Sahat Tua P Simandjuntak divonis sembilan tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan dana hibah Pemprov Jatim.

    Hak politik tokoh senior Golkar Jatim itu juga dicabut selama empat tahun.

    Putusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim Dewa Suardita di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (26/9/2023)

    Sahat dinilai sudah melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Majelis hakim menilai Sahat terbukti sudah menerima suap dari dua terdakwa sebelumnya yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi selaku pengelola kelompok masyarakat (pokmas) tahun anggaran 2020-2022.

    Selain diputus sembilan tahun penjara, Sahat juga harus membayar denda Rp1miliar, subsider kurungan enam bulan. Dia pun diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp39,5 miliar.

    Hakim juga menjatuhkan vonis tambahan berupa dicabutnya hak terdakwa Sahat untuk menduduki jabatan publik selama empat tahun, terhitung ketika terpidana selesai menjalani masa pemidanaan. (ted)

  • Korupsi Sidoarjo, Penasehat Siskawati Minta KPK Tidak Tebang Pilih

    Korupsi Sidoarjo, Penasehat Siskawati Minta KPK Tidak Tebang Pilih

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Dr. Erlan Jaya Putra SH. MH, penasehat hukum terdakwa Siskawati dalam kasus pemotongan dana insentif  ASN di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kab. Sidoarjo, kembali mengkritik secara pedas ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Erlan menyebut KPK tebang pilih dalam penegakan hukum. Dalam kasus yang disebut OTT di kantor Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo itu, menurutnya, sangat diperlihatkan secara jelas. “Lihat kasus pemotongan dana insentif ASN BPPD Kab. Sidoarjo yang ditangani KPK ini, klien saya yang jelas-jelas juga korban pemotongan, dihukum,” ucapnya usai sidang dengan agenda keterangan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Senin (8/7/2024).

    Erlan mengatakan, pengakuan ketiga saksi yang dihadirkan yang mana mereka adalah, Sulistiyono sekretaris BPPD Sidoarjo, Hadi Yusuf mantan Sekretaris BPPD dan Rahma Fitri Kristiani PNS BPPD Sidoarjo yang punya peran yang sama seperti terdakwa Siskawati sebelumnya di dinas tersebut.

    Dalam kesaksiannya Rahma juga mengakui pemotongan insentif tersebut sudah ada di zamannya dia menjabat, atau sudah dilakukan beberapa tahun yang lalu.

    “Dari keterangan saksi tadi, Siskawati ini hanya menjalankan tugas dari pimpinannya dan tidak ada kerugian negara. Ini lah pentingnya, asas equality before the law dimana setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama. Kalau mau bersih ayo ditindak semua yang terlibat,” tegas Erlan meminta.

    Erlan menyebut, KPK harusnya dapat bertindak dengan ketentuan hukum yang ada dengan dibarengi asas kesetaraan hukum bagi semua yang terlibat.

    “Saya secara pribadi kenal baik dengan Nawawi Pamulung Ketua KPK saat ini. Karena kami cinta dengan KPK dan percaya atas reputasi dan kredibilitasnya, ayolah semua yang terlibat ditindak lanjuti ayo kita buka semua. Kasian mereka-mereka yang hanya menjalankan tugas dan tidak menikmati potongan insentif itu malah yang ditangani,” ungkapnya.

    Dalam sidang tersebut, Sulistyono Sekertaris BPPD dari Siskawati di BPPD mengakui besaran potongan insentif tersebut bervariasi sesuai dengan jabatan dan tunjangan yang diterima.

    “Potongan insentif atau di kalangan kami menyebutnya shodaqoh, saya pribadi sekitar Rp 15 juta per tiga bulan. Ini saya lakukan karena di lingkungan saya semuanya juga memberikan shodaqoh sehingga hal itu juga saya lakukan,” tandas Sulistyono.

    Pernyataan lain diungkapkan Rahma Fitri Kristiani pegawai BPPD yang dulunya mengemban tugas yang sama seperti Siskawati. Ia mengakui diberi tugas mengumpulkan potongan insentif itu sejak 2019 yang berakhir di 2021 yang kemudian digantikan oleh Siskawati.

    “Saya ditunjuk dan diperintahkan mengumpulkan potongan insentif itu sejak 2019, kemudian digantikan oleh Siskawati di 2021. Dari pengalaman saya, potongan insentif pertiga bulan sekali itu jika dikumpulkan keseluruhan mencapai Rp 500 juta hingga 600 juta,” kata Rahma di persidangan.

    Perlu diketahui, KPK telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kab. Sidoarjo, Siskawati sebagai tersangka kasus dugaan pemotongan insentif ASN, dan kena OTT KPK

    Selain Siskawati KPK juga menetapkan tersangka kepada Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan Bupati Sidoarjo H. Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor). Dalam dakwaan Siskawati didakwa Pasal 12 huruf f Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. (isa/but)

  • Pemeriksaan Kades Penerima Mobil Siaga Bojonegoro Rampung

    Pemeriksaan Kades Penerima Mobil Siaga Bojonegoro Rampung

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro telah merampungkan pemeriksaan saksi kepala desa (kades) penerima mobil siaga desa. Total ada 386 kades yang telah diperiksa dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) tersebut.

    Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bojonegoro Aditya Sulaeman mengatakan, pemeriksaan saksi penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) tahun anggaran 2022 senilai kurang lebih Rp96 miliar untuk mobil siaga desa itu telah rampung, kemarin.

    Setelah merampungkan pemeriksaan kepada 386 kades yang menerima BKKD mobil siaga itu, selanjutnya pemeriksaan dilanjutkan kepada para saksi dari pejabat di lingkup Pemkab Bojonegoro yang terlibat dalam pengadaan mobil siaga tersebut.

    “Minggu depan kita akan fokus pemeriksaan saksi para pejabat di lingkungan pemkab Bojonegoro,” ujar Kasi Pidsus, Aditya Sulaiman, Kamis (4/7/2024).

    Aditya memaparkan, selain memeriksa Kades, pihaknya juga telah mengantongi barang bukti berupa cashback mobil siaga dari ratusan kades senilai Rp3,6 Miliar. Uang tersebut masuk dalam kerugian negara, yang saat ini juga masih dihitung oleh tim audit dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.

    “Uang cashback yang telah terkumpul senilai Rp3,6 miliar,” jelasnya.

    Untuk diketahui, dalam penyidikan kasus tersebut, selain memeriksa 386 kades dan beberapa orang dari dealer penyedia kendaraan. Kejaksaan Bojonegoro juga telah memeriksa enam pejabat Pemkab Bojonegoro yang terlibat dalam pengadaan mobil siaga itu.

    Keenam pejabat itu, yakni Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Anwar Murtadhlo, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Luluk Alifah, Asisten 1 Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Joko Lukito, Kabag Umum Pemkab Bojonegoro, Djuono Poerwiyanto, Kepala Dinas Sosial (Dinsos), Arwan, dan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Ani Pujiningrum. [lus/beq]

  • Kejari Jombang Tetapkan DPO Tersangka Korupsi Dana Hibah

    Kejari Jombang Tetapkan DPO Tersangka Korupsi Dana Hibah

    Jombang (beritajatim.com) – Kejari (Kejaksaan Negeri) Jombang menetapkan Fiqi Efendi alias FE (40) sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) atau buron. Fiqi merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam kegiatan pembangunan jalan rabat beton di 21 titik di Kabupaten Jombang.

    Pembangunan tersebut bersumber dari dana hibah tahun 2021 di Dinas Perumahan, Kawasan, Permukiman dan Cipta Karya Provinsi Jawa Timur. “Tersangka tiga kali mangkir dalam pemeriksaan. Makanya hari ini kita tetapkan sebagai DPO,” ujar Kepala Kejari Jombang, Agus Chandra, Rabu (7/3/2024).

    Agus menjelaskan, FE selama ini tinggal di Jl KH Agus Salim RT 002 RW 008 Desa Barurambat Kecamatan/Kabupaten Pamekasan Jawa Timur. Tim Kejari Jombang sudah menjemput tersangka di rumahnya pada 16 Mei 2024. Hanya saja, tersangka sudah mengilang saat petugas datang.

    Petugas kemudian memeriksa rumah tersangka di Pamekasan itu. Namun lagi-lagi, FE sudah meninggalkan rumahnya yang sederhana. “Kami melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim dan Kejaksaan Agung untuk menangkap tersangka yang sudah menjadi DPO tersebut,” lanjut Agus.

    Kerja sama itu penting dilakukan mengingat kedua lembaga tersebut memiliki peralatan pelacakan yang lebih canggih. Sehingga lebih memudahkan petugas untuk mengendus persembunyian FE. “Kita buru sampai ketemu,” ujarnya.

    Agus Candra menjelaskan bahwa posisi FE sebagai otak dalam proyek rabat beton bersumber dari APBD Provinsi Jatim sebesar Rp3,8 milar. Selanjutnya, FE membentuk 21 pokmas (kelompok masyarakat). Rata-rata 1 kecamatan di Kabupaten Jombang, sebanyak 1 pokmas.

    Uang hibah tersebut kemudian cair ke masing-masing Pokmas. Namun setelah masuk rekening Pokmas, uang tersebut diminta kembali oleh FE sebesar 50 hingga 70 persen. “Jadi kerugian negara ditaksir mencapai Rp1,7 miliar,” ujar Agus merinci.

    Agus mengatakan bahwa FE pernah satu kali hadir dalam pemeriksaan yang dilakukan penyidik Kejari Jombang. Dalam keterangannya, FE sempat mencatut nama anggota DPRD Jatim berinisial AM sebagai pemilik proyek tersebut.

    Oleh sebab itu, Kejari Jombang juga mendalami keterangan itu. Namun setelah ditelusuri, AM merupakan anggota DPRD Jatim dari daerah pemilihan (dapil) Banyuwangi. “Ini aneh. Anggota DPRD dapil Banyuwangi, tapi proyeknya di Jombang,” katanya.

    Kejari Jombang menyebarkan foto DPO tersangka kasus dana hibah

    Kejari Jombang, lanjut Agus, juga sudah memeriksa Dinas Perumahan, Kawasan, Permukiman dan Cipta Karya Provinsi Jawa Timur untuk membongkar kasus tersebut. Dinas mengakui adanya program tersebut. “Pokmas ini tidak merasa meminta. Tapi diberi proyek oleh FE. Jadi FE ini posisinya sebagai koordinator. Padahal seharusnya tidak ada koordinator,” katanya.

    Atas perbuatannya FE disangkakan melanggar premair pasal 2 ayat (1), jo pasal 18 Ayat (1) huruf b, subsidair pasal 3 Jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UURI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UURI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

    “Kami juga mengimbau apabila melihat pelaku FE harap segera ditangkap dan diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jombang. Tingga tersangka 165 cm, gemuk dan berkacamata, serta berkulit sawo matang” pungkas Agus Candra. [suf]

  • Erlan JP: Potongan Dana Insentif BPPD Sidoarjo Diduga Mengalir ke Wabup H Subandi

    Erlan JP: Potongan Dana Insentif BPPD Sidoarjo Diduga Mengalir ke Wabup H Subandi

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Erlan Jaya Putra, Penasihat Hukum terdakwa Siskawati kasus pemotongan insentif di BPPD Sidoarjo, menduga aliran dana dari hasil pemotongan itu turut mengalir ke H. Subandi saat menjabat sebagai Wabup Sidoarjo.

    Penegasan itu disampaikan Erlan Jaya Putra usai agenda sidang keterangan saksi di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Senin (1/7/2024).

    Erlan menguraikan banyak pihak dari data yang ia pegang turut menerima aliran potongan tersebut. Erlan menduga mantan Wabup Sidoarjo yang kini menjadi Plt Bupati Sidoarjo H. Subandi, juga berpotensi menerima.

    “Dari data yang kami pegang banyak pihak khususnya pejabat utama di lingkungan Pemkab Sidoarjo lainya turut menerima. Kalau wabup sempat beberapa kali meminta fasilitas dan barang dalam momentum tertentu,” ungkap Erlan.

    Disinggung maksud fasilitas dan barang apa yang diminta, Erlan menegaskan akan membuka hal itu di persidangan pekan depan. “Tunggu saja nanti di persidangan,” janjinya.

    Sementara itu, Plt Bupati Sidoarjo H. Subandi saat dikonfirmasi terkait namanya yang turut disebut penasehat hukum Siskawati, mengaku tak mengetahui apa yang dimaksud pemotongan insentif pegawai di BPPD.

    “Saya tidak pernah tau namanya pemotong insentif, apa lagi kenal Siska saya sebagai wakil tidak tau apa-apa mas saya mobil parkir,” jawabnya singkat via pesan WhatsApp. (isa/ted)

  • KPK Dinilai Gagal Jalankan Fungsi Pencegahan Korupsi di Sidoarjo

    KPK Dinilai Gagal Jalankan Fungsi Pencegahan Korupsi di Sidoarjo

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai gagal menjalankan fungsi pencegahan. Hal ini disampaikan kuasa hukum terdakwa kasus pemotongan dana insentif ASN di Badan Pelayanan Pajak daerah Kabupaten Sidoarjo Siswakawati, Erlan Jaya Putra.

    Erlan juga mendesak aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini KPK untuk turut memproses pejabat lain yang diduga turut menerima hasil pemotongan insentif pegawai BPPD Kab. Sidoarjo.

    Penegasan disampaikan Erlan usai persidangan kedua terdakwa Siskawati dengan menghadirkan tiga saksi di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) yakni, AS ASN Pemkab Sidoarjo, ARS asisten pribadi bupati dan MRF Senin (1/7/2024).

    Erlan mengatakan pihak-pihak lain mulai dari pejabat utama di Pemkab Sidoarjo, baik eksekutif dan legislatif dari data yang ia pegang rata-rata diduga turut terlibat dan menikmati uang pemotongan, serta mengetahui praktik pemotongan dana insentif ASN tersebut.

    “Pekan depan akan kita buka pejabat-pejabat yang menerima potongan dana itu,” kata Erlan Jaya.

    Dia menerangkan banyak pejabat baik dari eksekutif yang berjenjang keatas dan menyamping yang menerima potongan pajak itu. Begitu juga dengan pejabat legislatif juga banyak yang menerima.

    “Apakah wakil bupati juga tidak terlibat sama sekali? akan kita pertanyakan nanti. kita akan buka pejabat-pejabat sekalian namanya yang menerima pada sidang pekan depan,” imbuhnya.

    Erlan juga menyebutkan, bahwa kasus Siska ini mengindikasikan, pencegahan korupsi yang dilakukan oleh KPK gagal.

    “Inikan seperti sistem, bahwa Siska ini eselon IV, dan eselon III dikemanakan, inikan jadi aneh. Siapapun yang menduduki jabatan seperti Siskawati pasti juga akan terjerat kasus seperti ini. Jangan sampai penegakan hukum ini menjadi tebang pilih,” imbuhnya.

    Masih kata Erlan, ia katakan KPK gagal dalam upaya pencegahan? Karena di Sidoarjo sudah tiga kali pemimpinnnya di jerat kasus korupsi. Yang ketiganya aneh, bukan penyelenggara yang kena OTT, tapi mulai bawahan.

    “Jika benar-benar upaya penegakan yang di utamakan, kenapa yang menerima tidak diperiksa dan dijerat semuanya. Padahal yang menerima banyak, termasuk dugaan mengalir ke level pejabat yang lebih atas. Kalau fair dan benar-benar ingin menindak, panggil dan proses siapapun penerima, sejak pemotongan dana insentif itu dilakukan,” tegasnya meminta.

    Sementara itu, Plt Bupati Sidoarjo H. Subandi saat dikonfirmasi terkait namanya yang turut disebut penasihat hukum Siska mengaku tak mengetahui apa yang dimaksud pemotongan insentif pegawai di BPPD.

    “Saya tidak pernah tau namanya pemotong insentif, apa lagi kenal Siska saya sebagai wakil tidak tau apa-apa mas saya mobil parkir,” jawabnya singkat melalui pesan di WhatsApp. [isa/beq]

  • Komisi Yudisial Prioritaskan Laporan KPK Terkait Perkara Hakim Gazalba

    Komisi Yudisial Prioritaskan Laporan KPK Terkait Perkara Hakim Gazalba

    Surabaya (beritajatim.com) – Laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan majelis hakim yang menangani perkara Gazalba Saleh mendapat perhatian khusus dari Komisi Yudisial.

    Juru bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, mengatakan pihaknya memprioritaskan laporan KPK tersebut lantaran menjadi perhatian publik.

    Gazalba ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang. Langkah KPK untuk menjerat Gazalba bisa dikatakan penuh liku. Sebab tiga kali dia dinyatakan bebas.

    Pertama, KPK menetapkannya Gazalba sebagai tersangka pada 28 November 2022. Ia disebut ikut menerima suap untuk memuluskan kasasi pidana pengurus Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Budiman Gandi. Namun Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas kepadanya pada 1 Agustus 2023.

    KPK Kembali menjerat Gazalba untuk kasus penyidikan baru. Gazalba ditetapkan menjadi tersangka pada November 2023. Jaksa KPK mendakwa Gazalba terlibat TPPU sekaligus menerima gratifikasi senilai Rp 62,8 miliar dalam kasus pengurusan perkara di Mahakamah Agung.

    Pada 31 Juli 2023, Hakim PN Bandung membebaskan Gazalba. Kemudian KPK kembali menetapkannya sebagai tersangka pada 30 November 2023, ia disebut menerima gratifikasi Rp 15 miliar, namun ia kembali diputus bebas pada 27 Mei 2024. [uci/kun]

  • Fakta Sidang SYL Serahkan Uang ke Firli Bahuri, Irjen Karyoto: Fakta Menarik

    Fakta Sidang SYL Serahkan Uang ke Firli Bahuri, Irjen Karyoto: Fakta Menarik

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto mengatakan kesaksian mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) soal pemberian uang ke Firli Bahuri merupakan fakta menarik.

    Karyoto mengaku saat ini, fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan itu akan disinkronkan dengan berita acara pemeriksaan (BAP) kasus dugaan pemerasan Firli Bahuri terhadap SYL yang ditangani Polda Metro Jaya.

    “Fakta dalam persidangan kemarin menarik, itu akan dikroscek kan dengan BAP-BAP, berkas kita bagaimana,” kata Karyoto kepada wartawan, Rabu (26/6/2024).

    Dia menyebut fakta persidangan itu juga akan dikoordinasikan penyidik dengan pihak kejaksaan dalam rangka pemenuhan berkas perkara.

    “Apakah itu akan menjadi bahan koordinasi dengan jaksa peneliti atau tidak, kalau menurut saya itu sangat signifikan, kemarin kan saya kan sudah koordinasi dengan Kejati itu juga menjadi bahan-bahan diskusi yang lebih bagus itu dijadikan sebuah bahan yang komprehensif,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Karyoto juga berharap agar berkas perkara Firli bisa segera rampung dan dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. 

    Dengan demikian, proses pelimpahan tersangka dan barang bukti atau tahap II nantinya bisa segera dilakukan.

    “Insyaallah mudah-mudahan dalam waktu saya juga enggak mau lama-lama sebenarnya ya, kalau mudah-mudahan nanti penyidik sudah bisa klop sudah bisa maksimal dan kemudian jaksa menganggap berkas perkaranya sudah lengkap yang akan kami serahkan ke tahap II,” ujarnya.

    Sebelumnya, Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengakui adanya pemberian uang kepada eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri.

    SYL mengakui hal itu saat diperiksa sebagai saksi mahkota dalam persidangan Senin (24/6/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Dia duduk menjadi saksi mahkota bagi dua anak buahnya yang menjadi terdakwa: eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono.

    Uang diserahkan kepada Firli Bahuri sebanyak dua kali, yakni Rp 500 juta dan Rp 800 juta.

    Dengan demikian, total uang yang diberikan SYL kepada Firli Bahuri mencapai Rp 1,3 miliar.

    “Ada penyerahan uang saudara bilang tadi ya. Berapa kali penyerahannya?” tanya Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh kepada SYL.

    “Yang dari saya dua kali,” jawab SYL.

    “Awalnya 500 sama 800 ya?” tanya Hakim Pontoh lagi.

    “Ya kurang lebih seperti itu,” kata SYL.

    Sebagian uang tersebut diakui SYL diserahkan di Gelanggang Olahraga (GOR) Tangki, Mangga Besar, Jakarta Barat sebagaimana foto viral yang beredar.

    Saat itu, SYL mengaku diundang Firli Bahuri ke GOR untuk bermain bulu tangkis.

    Katanya pula, Firli Bahuri yang cenderung aktif membangun komunikasi dengannya.

    “Pak Firli hanya mengundang saya untuk datang ke GOR itu untuk menyaksikan atau ikut bermain bulu tangkis. Intinya seperti itu yang pertama saya pahami,” kata SYL.

    “Saya merasa bahwa kenapa saya dipanggil terus menerus ini. Dan yang proaktif itu me-WA saya adalah Pak Firli,” kata SYL lagi.

    Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjadi saksi untuk terdakwa lainnya Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (24/6/2024). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan saksi mahkota atau terdakwa yang dijadikan saksi untuk terdakwa lain yang bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

    Namun SYL tak mengakui bahwa dalam pertemuan di GOR itu terdapat pembicaraan untuk mengamankan kasus di Kementan yang sedang diselidiki KPK.

    “Yang saudara bicarakan dengan Firli Bahuri itu masalah apa? Apakah ada hubungannya dengan penyelidikan KPK di Kementerian Pertanian?” tanya Hakim Pontoh memastikan.

    “Secara umum tidak ada penyampaian seperti itu,” klaim SYL.

    Meski membantah pembicaraan soal pengamanan kasus, SYL tak menampik adanya pemberian Rp 500 juta di GOR tersebut kepada Firli Bahuri.

    Uang Rp 500 juta itu diserahterimakan melalui masing-masing ajudan.

    “Keterangan Panji (ajudan SYL) waktu itu ada pengumpulan uang dan pada saat pertemuan di GOR itu ada penyerahan uang, tapi dari ajudan ke ajudan. Apakah saudara mengetahui hal itu?”

    “Tahu, Yang Mulia. Benar, Yang Mulia. Di GOR,” ujar SYL.

    “Berapa uangnya waktu itu?” tanya Hakim Pontoh.

    “Saya tidak tahu persis jumlahnya. Tapi saya perkirakan di 500-an lah,” katanya.

    Uang Rp 500 juta yang diserahkan di GOR itu disebut SYL berbentuk valuta asing.

    Hakim Ketua pun mengingatkan keterangan di berita acara pemeriksaan (BAP) bahwa valuta asing yang dimaksud ialah Dolar Amerika Serikat.

    “Tapi dalam bentuk dana valas,” ujar SYL.

    “Oke, US Dolar ya,” kata Hakim Pontoh sembari mencermati berkas BAP.

  • Eks Dirjen Keuangan Kemendagri Ardian Noervianto Dituntut 5 Tahun Penjara di Kasus PEN Muna

    Eks Dirjen Keuangan Kemendagri Ardian Noervianto Dituntut 5 Tahun Penjara di Kasus PEN Muna

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim menghukum mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto, pidana penjara selama lima tahun dan empat bulan dalam kasus dugaan penerimaan suap pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Muna tahun 2021–2022.

    Selain itu, jaksa KPK turut menuntut Ardian Noervianto dijatuhi denda sebesar Rp250 juta.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa M. Ardian Noervianto berupa pidana penjara selama lima tahun dan empat bulan dan pidana denda sebesar Rp250 juta subsider pidana kurungan selama enam bulan,” kata jaksa KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (26/6/2024).

    Tak hanya itu, penuntut umum juga menuntut Ardian Noervianto membayar uang pengganti Rp2.876.999.000. 

    Dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar satu bulan pasca-putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang atau dipidana penjara selama dua tahun.

    “Menghukum terdakwa dengan pidana tambahan berupa uang pengganti kepada negara Rp2.976.999.000 dikurangi uang sejumlah Rp100 juta sebagai barang bukti, sehingga sisa uang pengganti yang harus dibayarkan oleh terdakwa sebesar Rp2.876.999.000,” ucap jaksa.

    Menurut jaksa, perbuatan Ardian tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN). 

    Selain itu, perbuatannya juga dinilai merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara.

    Sebagai pertimbangan meringankan, Ardian mempunyai tanggungan keluarga, serta ia dinilai bersikap sopan dan menghargai persidangan.

    Jaksa menyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

    Ardian Noervianto dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Diketahui, pada Rabu, 28 September 2022, Ardian juga telah divonis enam tahun penjara dan denda Rp250 subsider tiga bulan penjara dalam perkara penerimaan suap untuk persetujuan dana pinjaman program PEN Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.

    Selain itu, Ardian juga dihukum membayar uang pengganti kepada negara sebesar 131.000 dolar Singapura. 

    Jika uang pengganti itu tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh keputusan hukum tetap, harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut atau dipidana penjara selama satu tahun.

  • Saat SYL Keluhkan Sebagai Menteri Termiskin, Mentan Amran Tak Pernah Ambil Gaji

    Saat SYL Keluhkan Sebagai Menteri Termiskin, Mentan Amran Tak Pernah Ambil Gaji

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengungkap keluhannya selama sidang kasus gratifikasi yang menjeratnya.

    Di depan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), SYL mengaku di antara jajaran menteri lain di Kabinet Indonesia Maju pimpinan Presiden Jokowi, ia adalah menteri yang paling miskin.

    Pasalnya, rumah yang ia miliki di BTN Makassar itu adalah rumah yang ditinggalinya sejak menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan.

    Bahkan SYL mengaku baru akan mencicil rumah di usianya menjelang 70 tahun.

    “Saya heran Yang Mulia, saya ini termasuk menteri yang paling miskin. Rumah saya itu di BTN di Makassar waktu saya gubernur.”

    “Ini baru saja mau mencicil karena saya berharap di akhir perjalanan umur saya 70 tahun, saya berada di sini dan ini dicicil.”

    “Itu yang ingin saya sampaikan Yang Mulia,” kata SYL dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Senin (24/6/2024), dilansir dari Kompas.com.

    Tak hanya soal menteri paling miskin, SYL juga mengungkap keluhannya kepada Presiden Jokowi.

    Karena SYL merasa seharusnya Presiden Jokowi bisa memberikan penghargaan padanya atas kinerjanya sebagai Menteri Pertanian selama ini.

    “Saya tidak menagih Yang Mulia, tetapi mestinya negara memberikan penghargaan kepada saya, saya komplain pada Jokowi,” ungkap SYL di depan majelis hakim.

    SYL kemudian memamerkan kontribusi Kementerian Pertanian (Kementan) yang berhasil memberikan Rp 15 triliun kepada negara setiap tahunnya.

    Jumlah kontribusi Kementan itu pun dinilai SYL tak sebanding dengan nilai korupsi Rp 44 miliar yang dituduhkan kepadanya.

    “Izin Yang Mulia, dari data BPS yang saya miliki, saya tidak pernah berkontribusi di bawah 15 triliun setiap tahun. Bapak cuma cari 44 miliar selama 4 tahun, terdiri dari parfum dan lain-lain, saya cuma mau menuntut keadilan.”

    “Enggak usah lah hargai saya, saya siap masuk tahanan saya siap masuk penjara, tapi hargai yang disampaikan orang-orang ini,” tegas SYL.

    Mentan Amran Serahkan Gaji ke Yatim Piatu

    Berbeda dengan SYL, Menteri Pertanian Amran Sulaiman justru tak pernah ambil gaji selama menjabat sebagai pembantu presiden.

    Amran Sulaiman mengalokasikan gajinya untuk yatim piatu.

    Ia berharap, apa yang dilakukannya dapat membahagiakan para yatim piatu.

    “Anak yatim adalah anak kita semua, saudara kita semua. Jadi kalau mereka punya masalah ya jadi masalah kita juga. Artinya mari kita bahagiakan melalui apa yang kita dapatkan,” ujar Amran seperti dikutip dari laman resmi Kementan.

    Amran mengatakan, anak yatim yang disantuninya ini berasal dari sekolah TK hingga SMA. Sedangkan bantuan janda diberikan pada mereka yang berusia renta.

    Khusus untuk Mahasiswa, Amran tengah mengupayakan untuk memberi beasiswa.

    “Kalau memungkinkan ada beasiswa tolong dibantu ya. Saya ingin semua anak anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama secara merata,” tuturnya.

    SYL Ungkit Jokowi

    Perintah Presiden Jokowi lagi-lagi diungkit oleh SYL dalam persidangan kasus dugaan korupsi yang menjeratnya sebagai terdakwa.

    Hal itu diungkit SYL saat menghadirkan ahli pidana dari Univeritas Pancasila, Agus Surono dalam persidangan Rabu (12/6/2024) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

    “Ijin Yang Mulia, ini perintah presiden, ini perintah kabinet, ini perintah negara. Kalau itu terjadi dan ini benar, apakah bawahan, katakanlah menteri, hanya menteri sendiri bertanggung jawab atau negara bertanggung jawab, presiden itu?” kata SYL di persidangan.

    Agus sebagai ahli hanya menjawab normatif terkait pertanyaan SYL itu.

    Katanya, dalam berbagai kasus pidana memang kerap ditemukan irisan-irisan, entah dengan hukum administrasi maupun perdata.

    “Izin secara umum Yang Mulia. Saya dalam hal ini ingin menyampaikan, Yang Mulia, seringkali di dalam hukum pidana itu ada irisan-irisan Yang Mulia. Irisan antara hukum administrasi dengan hukum pidana, irisan antara hukum perdata dengan hukum pidana,” kata Agus.

    Tak puas dengan jawaban itu, SYL kemudian mengungkit soal tindak-tanduknya sebagai menteri yang diklaim untuk kepentingan rakyat.

    Katanya, ada 287 juta penduduk yang kondisi pangannya terancam jika dia tidak mengambil langkah-langkah tertentu.

    “Nah sekarang untuk kepentingan 287 juta orang makanannya terancam, terus ada diskresi yang diperintahkan dan itu terjadi, apakah itu bisa diabaikan dalam pendekatan pidana saja atau tetap harus dijadikan bagian-bagian antitesa dari aturan hukum yang ada?” ujar SYL.

    Atas pertanyaan itu, Agus menjelaskan bahwa sifat melawan hukum dapat hilang ketika perbuatan itu dilakukan untuk kepentingan umum.

    “Jadi sifat melawan hukumnya tadi, maka menjadi hilang, manakala terpenuhi asas asas yang saya sampaikan. Asas-asas yang paling utama ada asas kepentingan umum, asas keadilan, dan seterusnya,” ujar Agus.

    Sebagai informasi, SYL tak hanya sekali menyinggung kebijakan atau perintah Presiden Jokowi dalam persidangan perkara ini.

    Sebelumnya pada persidangan Rabu (8/5/2024), SYL sempat berdalih bahwa perjalanannya yang menelan uang negara hingga ratusan juta rupiah karena perintah Presiden Jokowi.

    Katanya, dia berangkat ke Brasil demi menyelesaikan permasalahan pertanian di Indonesia.

    Permasalahan itu seperti harga bahan pangan yang naik.

    “Perjalanan ke Brazil ini kan jauh banget, 34 jam. Kalian tahu enggak, isinya apa Yang perintah saya kan negara, Presiden. Dan itu hasil keputusan Ratas,” ujar SYL dalam sidang kasus korupsinya, Rabu (8/5/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    “Di sana itu ada persoalan dalam negeri yang lagi tidak baik-baik, antara lain harga tempe tahu lagi naik,” kata SYL lagi.