Kasus: Tipikor

  • Kejari Bojonegoro Tetapkan Tersangka Korupsi Mobil Siaga Desa

    Kejari Bojonegoro Tetapkan Tersangka Korupsi Mobil Siaga Desa

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro hari ini menetapkan tersangka dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 386 unit mobil siaga desa tahun anggaran 2022.

    Kasi Intel Kejari Bojonegoro Reza Aditya Wardhana membenarkan, penetapan tersangka dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi mobil siaga desa yang bersumber dari Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) senilai Rp250 juta per desa penerima.

    “Iya hari ini ada penetapan tersangka dan masih diperiksa oleh Penyidik Pidsus. Untuk identitas dan jumlah tersangka tunggu dulu setelah ditetapkan,” ujarnya, Kamis (15/8/2024) siang.

    Penetapan tersangka yang dilakukan bulan ini sebelumnya sudah pernah diungkapkan oleh Kasi Pidsus Kejari Bojonegoro Aditia Sulaeman. Jaksa asal Cianjur Jawa Barat ini menyatakan dalam bulan ini (Agustus) pihaknya memastikan segera menetapkan tersangka.

    “Bulan ini (Agustus) kami pastikan ada penetapan tersangka, mohon doanya semoga lancar,” ungkapnya.

    Untuk diketahui, informasi terakhir dalam proses penyidikan perkara tersebut sudah ada sekitar Rp4 miliar uang cashback yang dikembalikan oleh kepala desa sebagai barang bukti. Cashback tersebut diterima kades dan tidak masuk dalam kas daerah.

    Selain itu, penyidik juga telah menyita dokumen pengajuan, lelang, hingga dokumen pencairan yang dijadikan sebagai barang bukti.

    Sementara sebanyak 386 kepala desa penerima mobil siaga kesemuanya sudah diperiksa sebagai saksi. Selain kades, juga camat yang desanya menerim mobil siaga, juga sejumlah kepala OPD Pemkab Bojonegoro.

    Beberapa kepala OPD Pemkab Bojonegoro yang diperiksa itu seperti, Kepala Dinas Sosial, Arwan; Kepala Dinas Kesehatan, Anie Pujiningrum; Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Anwar Murtadlo.

    Kemudian, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Luluk Alifah; Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Bojonegoro, Djoko Lukito; dan Kepala Bagian Umum (Kabag Umum) Setda Bojonegoro, Djuono. [lus/beq]

  • Blokir Rekening Suami dan Anak Siskawati Bakal Dibuka

    Blokir Rekening Suami dan Anak Siskawati Bakal Dibuka

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diketuai Ni Putu Sri Indayani mengabulkan permohonan pembukaan pemblokiran rekening, suami dan anak dari terdakwa kasus dugaan pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo Siskawati.

    Penasehat Hukum terdakwa Siskawati, Erlan Jaya Putra mengatakan keputusan majelis hakim dalam mengabulkan pembukaan pemblokiran rekening suami dan anak terdakwa Siskawati membuktikan pemblokiran, oleh penyidik KPK tidak berdasar dan berlandaskan hukum.

    “Ini membuktikan bahwa pemblokiran yang dilakukan penyidik KPK tidak berdasar dan beralasan secara hukum dan tindakan kesewenang-wenangan. Kami sangat menghargai keputusan majelis hakim yang mendahulukan nurani,” kata Erlan saat dihubungi, Rabu (13/8/2024).

    Penetapan Majlis Hakim Tipikor soal pembukaan pemblokiran rekening suami dan anak terdakwa Siskawati

    Erlan juga mengungkapkan apresiasinya atas keputusan majelis hakim yang mengedepankan nurani.”Dalam hal ini majlis hakim masih mendahulukan nurani. Karena memang rekening keluarga Siskawati tidak ada hubungan dalam hukum yang lagi berproses di pengadilan,” tegas Erlan.

    Sebelumnya diberitakan, sudah tujuh bulan suami dari terdakwa Siskawati tak menerima gaji lantaran rekeningnya turut diblokir buntut dari kasus tersebut. Begitu juga dengan rekening anak terdakwa yang dianggap Erlan jauh dari kontruksi kasusnya.

    Menanggapi hal itu, Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani mengatakan permohonan itu masih dipertimbangkan majelis hakim. Rekening koran dan bukti pendukung lain diminta dilengkapi untuk materi pembukaan pemblokiran rekening tersebut. (isa/but)

  • Sidang di Pengadilan Tipikor, Puluhan ASN BPPD Sidoarjo Tak Keberatan Pemotongan Insentif

    Sidang di Pengadilan Tipikor, Puluhan ASN BPPD Sidoarjo Tak Keberatan Pemotongan Insentif

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Sidang pemotongan dana insentif ASN Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, dengan terdakwa Kasubagum dan Kepegawaian Siskawati dan Kepala BPPD Ari Suryono, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (12/8/2024).

    Tidak tanggung-tanggung, dalam sidang mendengarkan keterangan saksi dari ASN BPPD Sidoarjo yang didatangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK), sebanyak 30 orang. Dari puluhan saksi itu, hanya dua yang mengaku menyetorkan insentifnya kepada terdakwa Siskawati.

    Penasehat Hukum terdakwa Siskawati Dr. Erlan Jaya Putra SH. MH mengatakan, pengakuan dua orang saksi dari puluhan yang dihadirkan itu menjelaskan bahwa peran Siskawati dalam kasus tersebut tidak seberapa dominan.

    “Terbukti tadi dari saksi-saksi hanya dua yang mengaku menyetorkan sebagian insentifnya ke Siskawati dan lainya disetorkan ke orang lain yang melakukan tugas yang sama seperti Siskawati. Hal ini menunjukan bahwa tidak hanya Siskawati yang melakukan hal tersebut,” katanya.

    Menurutnya, terdakwa Siskawati bukan satu-satunya yang melakoni tugas mengumpulkan uang hasil pemotongan yang diberikan pimpinannya. Erlan menegaskan, pegawai lain yang juga diberikan tugas yang sama harusnya turut diproses hukum.

    “Pegawai lain yang juga menjalankan tugas seperti Siskawati harusnya turut diproses hukum. Minggu depan kita hadirkan saksi ahli,” tegas Erlan.

    Sementara itu, dalam persidangan puluhan saksi yang hadir kompak menegaskan tidak keberatan terkait pemberian sebagian insentif mereka yang dikumpulkan untuk dana taktis keperluan dinas yang tidak dianggarkan.

    “Tidak keberatan karena semua pegawai juga dipotong,” ungkap mereka saat ditanya Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani. [isa/suf]

  • Dugaan Korupsi Dana Covid-19 di Bojonegoro, 6 Saksi Diperiksa

    Dugaan Korupsi Dana Covid-19 di Bojonegoro, 6 Saksi Diperiksa

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Sejak dipublikasikan empat bulan lalu, dugaan korupsi pengelolaan dana Covid-19 yang ditangani Polres Bojonegoro masih stagnan dalam proses penyelidikan. Dalam proses penyelidikan itu, hingga kini ada 6 orang terperiksa sebagai saksi.

    Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Bojonegoro AKP Fahmi Amarullah mengatakan, saat ini dalam proses penanganan dugaan tindak pidana korupsi dana Covid-19 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bojonegoro itu, masih tahap penyelidikan.

    “Belum (penyidikan). Masih penyelidikan,” ujar Polisi lulusan Akpol tahun 2012 ini, Senin (12/8/2024).

    Ia menjelaskan, selama proses penyelidikan, pihaknya telah memeriksa 6 pegawai bagian keuangan dan pelayanan di lingkup RSUD Bojonegoro. “Ada 6 saksi (sudah diperiksa) bagian keuangan dan pelayanan,” jelas mantan Kasat Reskrim Kepulauan Seribu ini.

    Disinggung perihal pemeriksaan terhadap pejabat di lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) atau Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, AKP Fahmi mengaku, pihaknya akan mendalami di internal RSUD Bojonegoro terlebih dahulu. “Sementara di internal RSUD dulu,” pungkasnya.

    Sebelumnya diberitakan, Satreskrim Polres Bojonegoro telah memeriksa seorang pegawai bagian keuangan di RSUD Bojonegoro untuk memperdalam dugaan korupsi dana Covid-19 di Rumah Sakit pelat merah itu, pada 6 Februari 2024 lalu.

    Dari beberapa sumber, RSUD Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro pada 28 April 2022 lalu telah menerima bantuan sebesar Rp90 miliar untuk penanganan Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Bantuan ini juga diberikan Kemenkes untuk beberapa rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia. [lus/but]

  • Kajari Bondowoso Komitmen ‘Bersih-bersih’, Kode Bakal Ada Penetapan Tersangka Baru?

    Kajari Bondowoso Komitmen ‘Bersih-bersih’, Kode Bakal Ada Penetapan Tersangka Baru?

    Bondowoso (beritajatim.com) – Kajari Kabupaten Bondowoso, Dzakiyul Fikri menegaskan komitmennya untuk ‘bersih-bersih’ kasus korupsi di wilayah setempat.

    Hal ini disampaikannya di akhir konferensi pers di kantor Kejari Bondowoso, Selasa (6/8/2024) kemarin.

    Kejari Bondowoso sebelumnya merilis barang bukti fisik berupa uang hasil kejahatan yang menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 2,2 miliar.

    Duit hasil korupsi itu dari kasus pengerjaan proyek rekonstruksi jalan di Dusun Bata, Desa Tegaljati, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso.

    Dari nilai kontrak Rp 4 miliar lebih, ketiga tersangka disebut bersekongkol jahat menggarong anggaran separuhnya.

    Dugaan korupsi miliaran itu dari dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bondowoso tahun 2022 lalu.

    Kajari Bondowoso, Dzakiyul Fikri ditanya mengenai potensi penambahan tersangka lain dalam kasus yang sama.

    “Sementara masih 3 tersangka. Tapi nanti bisa berkembang. Karena biasanya ada hal baru di persidangan yang terungkap,” kata Fikri kepada beritajatim.com, Selasa (6/7/2024).

    Namun demikian, ia memberi kode bakal ada tersangka lain dari kasus susulan yang tengah ia proses.

    “Dari satu case (kasus) aja dulu. Mungkin yang lain-lain menyusul. Kita gak mungkin mendahului,” dalihnya.

    Kode menohok perihal ungkap kasus korupsi lainnya dalam waktu dekat ini juga tersirat lebih tajam.

    “Ya adalah yang lain. Insya Allah ada. Sementara satu case dulu,” jawabnya.

    Ia pun menegaskan bahwa pihaknya komitmen memberantas tindak pidana korupsi di Kabupaten Bondowoso.

    Terlebih pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Kajari sebelumnya (Puji Triasmoro) di tahun 2023 lalu, sebab rasuah dalam hal penanganan kasus korupsi.

    “Yang terpenting kita komitmen untuk bersih-bersih. Kita komitmen untuk bangun Bondowoso,” tegas Fikri.

    Ia menambahkan, angka kerugian keuangan negara Rp 2,2 miliar dari satu kasus sangat besar.

    “Kita penindakan perlu untuk efek jera ke depan. Dan sedih kita kalau dari satu kasus segini banyak (kerugian keuangan negara), yang mestinya bisa maksimum dikerjakan,” ucapnya. (awi/ted)

  • Tersangka Korupsi Bondowoso Serahkan Rp2,2 M: Tidak Menghapus Pidananya

    Tersangka Korupsi Bondowoso Serahkan Rp2,2 M: Tidak Menghapus Pidananya

    Bondowoso (beritajatim.com) – Tersangka korupsi proyek rekonstruksi jalan senilai Rp 4 miliar di Kabupaten Bondowoso menyerahkan kerugian negara pada Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat. Uang hasil kejahatan senilai Rp 2,2 miliar itu dititipkan oleh RM, salah seorang dari tiga tersangka yang ditetapkan.

    Kajari Bondowoso, Dzakiyul Fikri mengatakan bahwa RM bersikap kooperatif dengan melakukan langkah tersebut. Namun ia menegaskan bahwa hal itu bukan berarti menghapus pidana yang dijeratkan kepada tersangka.

    “Perlu untuk diketahui, kalau kami merujuk di pasal 4 undang-undang Tipikor, pengembalian bukan menghapus pidana,” kata Dzakiyul Fikri kepada BeritaJatim.

    Kendati demikian, hal itu sedikit menguntungkan bagi tersangka. “Jadi ini bisa hanya menjadi pengurangan hukuman,” sebutnya.

    Menurutnya, sikap kooperatif RM mengembalikan kerugian negara miliaran rupiah itu adalah sesuatu yang positif.

    “Bisa kita kembalikan nantinya bila disetujui pengadilan melalui putusannya. Kita kembalikan pada pihak yang dirugikan. Dan dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan yang lain dari pihak dirugikan itu,” bebernya.

    Diketahui, anggaran senilai Rp 4 miliar lebih dari APBD tahun 2022 dipergunakan untuk pengerjaan proyek rekonstruksi jalan di Dusun Bata, Desa Tegaljati, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso.

    Kejari Bondowoso merilis pengembalian kerugian keuangan negara hasil korupsi rekonstruksi jalan di Desa Tegaljati, Kecamatan Sumberwringin. (Deni Ahmad Wijaya/Berita Jatim)

    Dari jumlah itu, ketiga tersangka yakni M (mantan Kadis BSBK Bondowoso), ES (rekanan) dan RM (pengendali rekanan) disangka bersekongkol jahat untuk menggarong anggaran proyek dan merugikan negara sekira Rp 2,2 miliar.

    “Telah terbit izin penyitaan dari pengadilan. Kami berhasil menyita 2 kali dengan total jumlah sebanyak ini (Rp 2,2 miliar),” sebut dia.

    Mengenai potensi pengurangan hukuman pada RM, Kajari menjelaskan tentang tiga azas yakni kepastian, keadilan dan kemanfaatan.

    “Manfaatnya adalah dikembalikan kerugian keuangan negara ini. Salah satu alasan pengurangan hukuman adalah karena keuangan negara telah dikembalikan,” tuturnya.

    Walaupun demikian, ada hukuman pidana minimal yang memungkinkan koruptor tidak bisa bebas dari penjara begitu saja.

    “Tentu pemidanaan di situ ada minimal. Nanti yang jelas tidak membentur aturan yang ada. Ada minimal di sana,” tegas Fikri.

    Uang hasil korupsi itu secara fisik akan dititipkan ke rekening penampungan, sambil menunggu amar putusan pengadilan.

    Lantas siapa yang paling berperan dalam kasus korupsi rekonstruksi jalan tersebut?

    “Siapa yang paling berperan nampak di persidangan. Sementara dalam dakwaan kami dari pihak penyedia,” tandasnya. (awi/but)

  • Eks Kepala BPKPD Pasuruan Dituntut 2 Tahun Penjara Atas Dugaan Korupsi Insentif Pegawai

    Eks Kepala BPKPD Pasuruan Dituntut 2 Tahun Penjara Atas Dugaan Korupsi Insentif Pegawai

    Pasuruan (beritajatim.com) – Kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Pasuruan, Akhmad Khasani, semakin dekat ke tahap akhir. Pada Selasa (6/8/2024), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta.

    Dalam tuntutannya, JPU menyatakan bahwa Akhmad Khasani terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima hadiah atau janji berupa potongan insentif pegawai. Perbuatan ini dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 344 juta, yang telah dikembalikan oleh terdakwa.

    “Terdakwa telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Kepala BPKPD dengan melakukan pemotongan insentif pegawai. Tindakan ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan masyarakat,” tegas salah satu JPU, Reza Edi Putra, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor.

    Meskipun terdakwa telah mengembalikan uang hasil korupsi, JPU tetap menuntut hukuman yang cukup berat. Hal ini dikarenakan tindakan korupsi yang dilakukan oleh Akhmad Khasani dinilai sangat merugikan negara dan masyarakat Pasuruan.

    “Terdakwa tidak memiliki rasa takut terhadap hukum dan tidak sejalan dengan program pemerintah dalam memberantas korupsi,” tambah Reza.

    Sementara itu, hal yang meringankan hukuman adalah sikap kooperatif terdakwa selama proses persidangan dan statusnya sebagai tulang punggung keluarga.

    Kuasa hukum terdakwa, Wiwik Tri Haryati, menyatakan akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan atas tuntutan Jaksa. “Kami akan berusaha sekuat tenaga untuk meringankan hukuman klien kami,” ujar Wiwik. (ada/kun)

  • Dari Kasus Korupsi Mantan Kepala Dinas, Kejari Bondowoso Amankan Rp2,2 Miliar

    Dari Kasus Korupsi Mantan Kepala Dinas, Kejari Bondowoso Amankan Rp2,2 Miliar

    Bondowoso (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bondowoso berhasil menyita barang bukti dugaan kasus korupsi sebesar Rp 2,2 miliar.

    Barang bukti itu ditunjukkan kepada media di Kantor Kejari Kabupaten Bondowoso pada Selasa (6/8/2024).

    Kejari Bondowoso mengamankan barang bukti tersebut hanya dari satu kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh tiga tersangka.

    Mereka adalah M selaku pengguna anggaran sekaligus mantan Kepala Dinas Binamarga, Sumber Daya Air dan Bina Konstruksi (BSBK) Bondowoso.

    Kemudian ES selaku rekanan yang telah menandatangani kontrak dan RM sebagai pengendali rekanan.

    Ketiganya disangka bersekongkol jahat untuk ‘menggarong’ proyek rekonstruksi jalan di Dusun Bata, Desa Tegaljati, Kecamatan Sumberwringin.

    Total nilai kontraknya kisaran Rp 4 miliar. Sementara kerugian negara Rp 2,2 miliar atau dikorupsi separuhnya oleh ketiga tersangka ini.

    Kajari Kabupaten Bondowoso, Dzakiyul Fikri menyebut, sumber anggaran dari proyek itu dari APBD Kabupaten Bondowoso tahun 2022.

    “Untuk pemberkasan kita segera limpahkan ke pengadilan,” kata Fikri dalam konferensi pers.

    Dalam tahapan penyidikan, tersangka RM dinilai beritikad baik dan kooperatif. Salah satu wujudnya adalah mengembalikan uang yang bukan haknya itu kepada Kejari Bondowoso.

    “Dia telah menitipkan uang sebanyak Rp 2,2 miliar. Nilai ini hampir mirip dengan nilai hasil perhitungan PKKN (Perhitungan Kerugian Keuangan Negara),” tuturnya.

    Kejari Bondowoso akan menampilkan alat bukti yang ada di berkas saat persidangan nanti.

    “Yang kami harapkan dengan berkas bukti yang ada, nanti diamini oleh pengadilan tipikor. Sehingga uang ini bisa digunakan untuk memulihkan, mengembalikan uang negara yang terjadi di kasus ini,” bebernya. (awi/ian)

  • Penasihat Hukum Terdakwa Siskawati Minta Majelis Hakim Buka Pemblokiran Rekening

    Penasihat Hukum Terdakwa Siskawati Minta Majelis Hakim Buka Pemblokiran Rekening

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Penasihat hukum terdakwa  Siskawati, pengumpul dana pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo, Dr. Erlan Jaya Putra SH. MH,  mendesak majelis hakim untuk mengabulkan permohonan pembukaan pemblokiran rekening suami dan anak terdakwa.

    Permintaan itu disampaikan Erlan Putra Jaya dalam persidangan lanjutan di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Surabaya dalam kasus pemotongan insentif ASN di BPPD Sidoarjo, Senin (5/8/2024).

    Dikatakan Erlan Putra Jaya, permohonan pembukaan rekening suami dan anak dari terdakwa Siskawati itu atas dasar kemanusiaan dan tidak ada sangkut pautnya dalam kasus tersebut.

    “Ini tidak manusiawi ya rekening gaji dari suami terdakwa ini diblokir sejak 7 bulan yang lalu. Terlebih rekening anak dari terdakwa juga diblokir. Kami mohon kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan hal tersebut, agar permohonan kami soal pembukaan rekening dikabulkan,” ucapnya.

    Erlan menambahkan sudah 7 bulan suami dari terdakwa Siskawati tak menerima gaji lantaran rekeningnya turut diblokir buntut dari kasus tersebut. Begitu juga dengan rekening anak terdakwa yang dianggap Erlan jauh dari kontruksi kasusnya.

    Menanggapi hal itu, Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani mengatakan permohonan itu masih dipertimbangkan majelis hakim. Rekening koran dan bukti pendukung lain diminta dilengkapi untuk materi pembukaan pemblokiran rekening tersebut.

    “Akan kami pertimbangkan, minta tolong bukti lain seperti rekening koran tiga bulan sebelum terjadi nya OTT dilengkapi dulu,” terang Ni Putu Sri Indayani dalam persidangan.

    Persidangan kasus pemotongan dana insentif ASN BPPD Kab. Sidoarjo di Pengadilan Tipikor Surabaya

    Dalam agenda sidang lanjutan tersebut, jaksa KPK menghadirkan 9 saksi staf di BPPD Sidoarjo termasuk sopir dari terdakwa Ari Suryono. Mereka kompak mengakui, jika kitir pemotongan insentif yang diberikan terdakwa Siskawati juga dilakukan oleh pegawai lain termasuk para kepala bidang.

    “Kitir pemotongan insentif itu juga turut dibagikan Kabid lainya bukan hanya Siskawati,” kata salah satu saksi Bambang. [isa/suf]

  • Pengacara Klaim Gratifikasi Eks Bupati Probolinggo Tak Terbukti

    Pengacara Klaim Gratifikasi Eks Bupati Probolinggo Tak Terbukti

    Surabaya (beritajatim.com) – Sidang dugaan gratifikasi dan TPPU dengan terdakwa mantan bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminudin, suaminya, dilanjutkan. Sidang dengan agenda pembuktian ini sudah memasuki pekan ke tiga, kuasa hukum terdakwa klaim belum ada bukti maupun saksi yang mengatakan dua kliennya melakukan gratifikasi.

    Sebagian besar saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tidak mengungkap secara langsung keterlibatan kedua terdakwa dalam perkara gratifikasi yang didakwakan.

    Salah satunya adalah kesaksian mantan staf Sekda Kabupaten Probolinggo Edi Suyitno yang dicecar jaksa perihal uang sumbangan untuk Pesantren HATI saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis, 1 Agustus 2024 sore. Termasuk juga Budi, staf bagian keuangan Pemkab Probolinggo.

    Dalam kesaksian keduanya tidak ditemukan benang merah bahwa uang sumbangan yang dikumpulkan untuk kepentingan Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminudin. Melainkan sumbangan untuk Pondok Pesantren HATI dan PCNU Probolinggo.

    Menurut Penasihat Hukum Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminudin, Diaz Wiriadi, pada sidang-sidang sebelumnya dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan JPU juga tidak terbukti adanya gratifikasi untuk kepentingan kedua terdakwa.

    “Seperti sedekah Jumat Berkah yang langsung diberikan makanan, sumbangan idul qurban juga langsung dibelikan sapi untuk disembelih. Banyak dakwaan yang mengarah gratifikasi untuk terdakwa padahal di fakta persidangan,” katanya.

    Termasuk menurutnya sumbangan untuk Pesantren HATI dan PCNU Kabupaten Probolinggo. “Kesaksian saksi pekan lalu menyebut bahwa sumbangan langsung dimasukkan ke rekening PCNU dan pesantren HATI tanpa melalui terdakwa,” jelasnya.

    Di fakta persidangan juga terungkap bahwa sumbangan-sumbangan dari pejabat Pemkab tidak berdasarkan perintah dari Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminudin.

    “Tidak pernah ada perintah dari kedua terdakwa dan lapor kepada kedua terdakwa, melainkan mereka hanya bersedekah. Jadi harus dibedakan mana gratifikasi dan mana sedekah,” ujar Diaz.

    Dalam perkara saat ini, Hasan dan Tantri didakwa melanggar pasal 12B tentang Gratifkasi serta Pasal 3 dan 4 UU TPPU.

    Dalam dakwaannya, jaksa merinci semua gratifikas yang diterima kedua terdakwa selama Mantan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari menjabat. Totalnya ada lebih dari Rp100 miliar lebih.

    Uang dari hasil gratifikasi dari berbagai pihak seperti pihak swasta hingga ASN Pemkab Probolinggo dirupakan aset berupa tanah, kendaraan hingga perhiasan.

    Kedua terdakwa sendiri saat ini sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI No. 30 K/Pid.Sus/2023 tanggal 31 Januari 2023 yang telah berkekuatan hukum tetap. [uci/beq]