Kasus: Tipikor

  • KPK Tahan Dirut PT Permana Putra Mandiri dalam Kasus Pengadaan APD Kemenkes

    KPK Tahan Dirut PT Permana Putra Mandiri dalam Kasus Pengadaan APD Kemenkes

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik (AT) sebagai tersangka dan menahannya terkait kasus pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kasus ini melibatkan dana siap pakai (DSP) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2020.

    Dalam kasus ini, selain Ahmad Taufik, juga ditetapkan sebagai tersangka pejabat pembuat komitmen (PPK) di Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Budi Sylvana (BS), dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo (SW). Budi dan Satrio telah lebih dahulu ditahan KPK.

    “KPK melakukan penahanan terhadap tersangka AT,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

    Ahmad Taufik akan ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 1 November hingga 20 November 2024 di rumah tahanan negara (rutan) KPK Gedung ACLC. Penahanan ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.

    Dalam perkara ini, Ahmad Taufik disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • DPR minta jaksa jelaskan kasus Tom Lembong agar Prabowo tak tertuduh

    DPR minta jaksa jelaskan kasus Tom Lembong agar Prabowo tak tertuduh

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman meminta agar Kejaksaan Agung menjelaskan kepada publik secara jelas dan detil terkait kasus tindak pidana korupsi yang menjerat Tom Lembong sebagai tersangka agar tak ada tuduhan ke Presiden Prabowo Subianto.

    Dia mengatakan tanpa ada penjelasan yang rinci, pengusutan kasus Tom Lembong bisa menimbulkan tuduhan bahwa pemerintahan Prabowo menggunakan instrumen hukum untuk urusan politik.

    “Secara umum pelaksanaan tugas penegakan hukum harus selaras dengan cita-cita politik hukum pemerintah,” kata Habiburokhman dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Sejauh ini, dia pun menilai bahwa konstruksi hukum kasus tersebut masih cukup sumir atau abstrak dimata publik. Sebagai ketua komisi hukum di DPR RI, dia mengaku banyak pihak yang bertanya kepada dirinya terkait kasus itu.

    “Banyak yang bertanya kepada saya apakah kasus tersebut dapat dikategorikan sebagai mengkriminalkan kebijakan,” kata dia.

    Untuk itu, dia mengatakan bahwa Indonesia memerlukan persatuan nasional yang kuat, dengan tetap menjunjung tinggi tegaknya hukum.

    Sebelumnya pada Selasa (29/10), Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan Tahun 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong, sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015–2016.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qodar menjelaskan keterlibatan Tom Lembong dalam kasus tersebut bermula ketika pada tahun 2015, dalam rapat koordinasi antarkementerian disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula, sehingga tidak perlu impor gula.

    Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Mendag pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada PT AP.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Akademisi Anti Korupsi Ikut Bersuara Bebaskan Mardani Maming

    Akademisi Anti Korupsi Ikut Bersuara Bebaskan Mardani Maming

    Liputan6.com, Jakarta – Kasus Zarof Ricar yang baru ini mengejutkan publik, memperkuat kajian para akademisi anti korupsi dan guru besar terkait kekeliruan dan kekhilafan hakim dalam kasus Mardani H Maming.

    Mengingat, perkara yang menjerat Mardani H Maming ini menyoal perizinan tambang. Dimana perizinan itu telah melalui kajian di daerah hingga pusat.

    Bahkan, IUP yang dikeluarkan telah mendapatkan sertifikat clear and clean (CNC) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) selama 11 tahun.

    Diketahui dari fakta persidangan, proses peralihan IUP ini juga telah mendapatkan rekomendasi dari kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Tanah Bumbu yang menyatakan bahwa proses tersebut sudah sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, ditambah paraf dari Sekda, Kabag Hukum, dan Kadistamben

    Fakta tersebut, memunculkan kritik dari Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Prof. Romli Atmasasmita. Ia mengkritik dalam penanganan hukum dalam kasus Mardani Maming, ada sejumlah kekeliruan yang sangat serius.

    “Menurut saya, ada delapan kekeliruan yang bisa dikategorikan sebagai kesesatan dalam penerapan hukum,” ungkapnya.

    Prof Romli menilai bahwa proses penuntutan kasus ini dipaksakan dengan penerapan pasal yang kurang tepat. Menurutnya penerapan Pasal 12 b UU Nomor 20 tahun 2001 oleh Hakim Kasasi dalam perkara Mardani Maming mestinya tidak hanya menggunakan pendekatan normatif, tetapi juga harus mempertimbangkan pendekatan wessensschau .

    Pasal tersebut, lanjutnya bertujuan untuk memberikan efek pencegahan agar penyelenggara negara menjalankan tugas sesuai UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sebelum menerapkan UU Tipikor Tahun 1999/2001.

    “Jadi, pola pemikiran sistematis, historis, dan teleologis dalam putusan Kasasi perkara Nomor 3741/2023 atas nama Mardani Maming tidak dijalankan. Putusan tersebut sudah memenuhi alasan adanya novum serta kekhilafan atau kekeliruan nyata dari hakim,” ujarnya.

    Senada dengan Prof Romli, Guru besar Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Prof Yos Johan Utama, menyebut, putusan dalam perkara itu syarat dengan kekeliruan.

    Berdasarkan kajiannya, mantan Rektor Undip ini, mengkritisi penghukuman yang dijatuhkan hakim terhadap Mardani H Maming terkait pasal yang dijeratkan kepada terdakwa.

    Menurutnya, majelis hakim pidana diduga khilaf dan keliru karena ketentuan yang dijadikan dasar dituduhkan kepada terpidana yakni pasal 97 ayat 1 undang-undang 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara adalah salah Alamat, karena larangan itu ditujukan hanya untuk pemegang IUP dan IUPK

    “Fakta yuridis menunjukkan bukti bahwa Mardani H. Maming selaku Bupati dan sekaligus pejabat tata usaha negara mempunyai kewenangan atributif menerbitkan IUP dan IUPK sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat 1 undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batu bara,” jelasnya.

    Prof Yos menjelaskan, dalam kasus yang menjerat Mantan Ketum BPP HIPMI yang saat itu menjabat sebagai Bupati merupakan orang yang memberikan bukan yang memegang izin.

    Dengan demikian Prof Yos Johan berpendapat agar putusan hakim tersebut dapat dikaji ulang, sebab Mardani H Maming diketahui sebagai pihak yang mengeluarkan izin seharusnya tidak bisa dijerat dengan pidana sebagaimana yang diatur dalam UU tersebut.

    Terpisah, Aktivis hak asasi manusia (HAM) Todung Mulya Lubis menyoroti terjadinya miscarriage of justice (peradilan sesat) dalam penanganan perkara korupsi atas nama Mardani H Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Periode 2010-2015 dan 2016-2018.

     

  • 1
                    
                        Kasus Tom Lembong, Kejagung: Status Tersangka Korupsi Tak Harus Terima Uang
                        Nasional

    1 Kasus Tom Lembong, Kejagung: Status Tersangka Korupsi Tak Harus Terima Uang Nasional

    Kasus Tom Lembong, Kejagung: Status Tersangka Korupsi Tak Harus Terima Uang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)
    Kejaksaan Agung
    , Abdul Qohar, menegaskan bahwa seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana
    korupsi
    tanpa harus terbukti menerima aliran dana.
    Pernyataan ini merespons perkembangan kasus dugaan korupsi kebijakan
    impor gula
    yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    .
    “Penetapan tersangka dalam tindak pidana korupsi ini, sesuai Pasal 2 dan Pasal 3, tidak mensyaratkan seseorang harus menerima uang,” kata Abdul Qohar di Kantor Kejagung, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
    “Ketika perbuatan melawan hukum dilakukan atau kewenangan disalahgunakan untuk menguntungkan pihak lain atau korporasi, hal itu sudah memenuhi unsur pidana,” ujar dia menambahkan.
    Ia melanjutkan, penyidik juga terus mendalami dugaan aliran dana ke Tom Lembong.
    Namun, Qohar menekankan bahwa aliran dana bukan satu-satunya indikator penetapan tersangka.
    “Penyidikan ini masih baru, baru dua hari sejak Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka,” kata Qohar.
    “Prosesnya masih panjang, dan fokus kami adalah mengungkap seluruh aspek yang relevan sesuai unsur-unsur dalam pasal korupsi,” ujar dia.
    Ia mengatakan, penyidikan dugaan korupsi kasus impor gula ini sementara berfokus pada periode 2015-2016 ketika Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
    Namun, Qohar tidak menutup kemungkinan bahwa penyidik akan memeriksa keterlibatan pejabat lain dari periode selanjutnya.
    “Saat ini, fokus penyidikan ada pada periode 2015-2016. Seiring berjalannya waktu, pemeriksaan terhadap pejabat yang terkait dalam kebijakan impor gula di periode selanjutnya juga mungkin dilakukan. Sabar, kami akan terus mendalami,” kata Qohar.
    Seperti diketahui, Kejagung menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula, yakni Tom Lembong dan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
    Mereka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
    Kejagung menilai, Tom Lembong bersalah karena membuka keran impor gula kristal putih ketika stok gula di dalam negeri mencukupi.
    Kejagung menyebutkan, izin impor itu diberikan kepada pihak swasta, yakni PT AP, sedangkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004 mengatur bahwa hanya BUMN yang boleh mengimpor gula kristal putih.
    Kejagung menduga, perbuatan Tom Lembong itu menyebabkan kerugian negara senilai Rp 400 miliar.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dukungan Moral Anies dan Cak Imin, Apa Dampaknya bagi Kasus Tom Lembong?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 November 2024

    Dukungan Moral Anies dan Cak Imin, Apa Dampaknya bagi Kasus Tom Lembong? Nasional 1 November 2024

    Dukungan Moral Anies dan Cak Imin, Apa Dampaknya bagi Kasus Tom Lembong?
    Penulis
    Thomas Trikasih Lembong (TTL) baru-baru ini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi
    impor gula
    yang melibatkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015.
    Penetapan ini dilakukan setelah terungkap bahwa
    Tom Lembong
    , yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) memberikan izin impor gula kepada seorang direktur di PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) meskipun hasil Rapat Koordinasi (Rakor) pada Mei 2015 menyatakan bahwa Indonesia dalam kondisi surplus gula dan tidak memerlukan impor.
    Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Anies Baswedan, menunjukkan rasa terkejutnya atas penetapan tersangka ini melalui akun media sosialnya.
    Mantan calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 ini mengungkapkan bahwa meskipun dia menghormati proses hukum, berita tersebut sangat mengejutkan.
    Dia menyebut Tom Lembong sebagai sosok yang berintegritas tinggi dan percaya bahwa Lembong tidak akan melakukan tindakan yang melanggar hukum. Anies juga menekankan pentingnya negara berdasarkan hukum, bukan kekuasaan.
    Mantan calon wakil presiden (cawapres), Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa
    Cak Imin
    , turut merasakan kesedihan atas penetapan Tom Lembong sebagai tersangka.
    Dalam komentarnya, Cak Imin berharap agar Lembong tetap kuat menghadapi kasus ini. Namun, dia enggan memberikan komentar lebih lanjut mengenai isu kriminalisasi yang mungkin terjadi.
    Bersama dengan Lembong, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI berinisial CS juga ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.
    Mereka kini telah ditahan selama 20 hari ke depan oleh Kejaksaan Agung, dengan Lembong ditempatkan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
    Dengan adanya dukungan moral dari tokoh-tokoh politik besar seperti Anies dan Cak Imin, banyak yang melihat ini sebagai bentuk solidaritas dan harapan untuk proses hukum yang transparan.
    Dukungan ini juga mengingatkan kembali pentingnya nilai-nilai negara hukum dalam menghadapi tantangan besar di ranah politik dan hukum, serta perlunya menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia.
    Kasus ini menimbulkan pertanyaan lebih luas tentang integritas dan transparansi dalam pengambilan keputusan di pemerintahan.
    Reaksi dari tokoh-tokoh politik seperti Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menunjukkan bahwa penetapan tersangka ini tidak hanya berimplikasi pada individu yang terlibat, tetapi juga dapat memengaruhi persepsi publik terhadap sistem hukum di Indonesia.
    Dukungan moral yang diberikan oleh rekan-rekan Tom Lembong menunjukkan adanya solidaritas dalam menghadapi tantangan hukum yang kompleks, sambil mengingatkan pentingnya keadilan dan integritas dalam proses hukum.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terungkap di Sidang Suap Malut, Ada Tim Investasi Tambang Bentukan Abdul Ghani
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        1 November 2024

    Terungkap di Sidang Suap Malut, Ada Tim Investasi Tambang Bentukan Abdul Ghani Regional 1 November 2024

    Terungkap di Sidang Suap Malut, Ada Tim Investasi Tambang Bentukan Abdul Ghani
    Tim Redaksi
    TERNATE, KOMPAS.com
    – Eks Gubernur
    Maluku Utara
    ,
    Abdul Ghani Kasuba
    ternyata pernah membentuk
    tim khusus investasi
    pertambangan.
    Tim ini terdiri dari Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bambang Hermawan, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Suryanto Andili, dan Staf Khusus eks Gubernur Maluku Utara Muhaimin Syarif.
    Hal ini terungkap saat Penasihat Hukum Muhaimin Syarif, Febri Diansyah, mencecar pertanyaan kepada saksi Suryanto Andili dan Bambang Hermawan.
    Keduanya hadir dalam
    sidang kasus suap
    terhadap eks Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba, dengan terdakwa Muhaimin Syarif di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ternate, Kamis (31/10/2024).
    Febri bertanya kepada Suryanto terkait penunjukan atau penugasan terhadap Suryanto Andili, Bambang Hermawan, dan terdakwa Muhaimin Syarif sebagai tim khusus investasi tambang ini, apakah diberikan surat penugasan oleh Abdul Ghani.
    “Tidak ada (surat penugasan). Disampaikan secara lisan. Pak Bambang, Pak Anto, dan Pak Muhaimin nanti urus investasi di Maluku Utara, di bidang pertambangan. Disampaikan saat berada di (hotel) Bidakara,” jawab Suryanto.
    Namun, karena Suryanto lupa kapan tepatnya tim ini dibentuk atau pun kapan mereka bertiga ditunjuk oleh Abdul Ghani, Febri mengalihkan pertanyaannya kepada Bambang Hermawan.
    “Saya ingat setelah pemeriksaan dari Bareskrim. Saya tidak ingat tanggal. Pemeriksaan di Bareskrim sekitar 2021. Perintah lisan ini sekitar 2021,” kata Bambang.
    Dikatakan, tim khusus investasi pertambangan ini ada setelah terdakwa Muhaimin Syarif berseteru dengan Hasyim Daeng Barang di Kantor Gubernur, dan satu minggu kemudian Hasyim Daeng Barang dimutasi dari posisinya sebagai Kepala Dinas ESDM.
    “Setelah perseteruan itu, kebetulan bertemu di Bidakara. Kemudian pengarahan Pak Gubernur bahwa untuk selanjutnya, Pak Muhaimin Syarif itu sebagai staf khusus yang mewakili saya. Sehingga Pak Bambang harus bantu untuk Pak Muhaimin Syarif dan Pak Anto,” kata dia.
    Setelah itu, terdakwa Muhaimin Syarif diberi kesempatan menanyai para saksi, terutama terkait penugasan oleh gubernur terhadap mereka bertiga.
    “Pak Bambang, pada suatu waktu pernah diperintah oleh gubernur untuk menghadap Haji Robert di kantornya. Apakah saudara lupa atau ingat topik pembahasan saat itu?” kata Muhaimin.
    Dia mengatakan, jika lupa, akan diberitahu kisi-kisinya saja, yakni tentang adanya permohonan Robert terhadap konsesi logam emas 265 hektar di seluruh Maluku Utara.
    “Dari Bidakara. Disuruh ke sana, saya pun ikut, kita bertiga,” ungkap Muhaimin.
    Kemudian semua pernyataan ini dibenarkan oleh Bambang Hermawan. “Iya benar,” jawabnya.
    Usai pertemuan itu, kata Muhaimin, saat akan beranjak pulang, ketiganya diberikan oleh-oleh dari anak Robert.
    Namun, Muhaimin mengaku menolak oleh-oleh yang diberikan, dan hanya Suryanto serta Bambang yang menerimanya.
    “Bapak kita disumpah, saya tidak disumpah, tapi Bapak dan Pak Bambang disumpah. Nanti saya akan tanyakan juga ke Pak Bambang.”
    “Apakah pernah kita diberikan oleh-oleh melalui anaknya saat itu. Namanya Ramadhan, anaknya putih-putih, keriting, jangan sampai Bapak lupa juga dia punya anak. Saya kasih ingat saja,” kata dia.
    Saat itu, Ramadhan ikut saya ke garasi mobil. “Bapak berdua dengan Pak Bambang ambil dan saya menolak.”
    “Iya pernah,” jawab Suryanto alias Anto singkat.
    Terdakwa Muhaimin Syarif masih mencecar Suryanto Andili terkait tiga orang investor yang pernah dibawanya bertamu ke rumah pada November tahun lalu. Tujuan meminta masukan advokasi pertambangan dan investasi di Maluku Utara.
    “Yang Bapak (Suryanto) sampaikan bahwa itu adalah investor dari atensi Kejati, biar semua terbuka saja, Pak.”
    “Kita tidak usah sembunyi-sembunyi di sini, ini nasib saya, Pak. Pernah tidak Pak namanya Mariyono dan dua orang China?” tanya Muhaimin.
    “Pernah, Pak. Iya,” kata Suryanto membenarkan semua yang dikatakan oleh Muhaimin.
    Lanjut Muhaimin, dalam diskusi dengan tiga orang investor tersebut, Muhaimin mengaku memberikan informasi yang dia ketahui. 
    “Bagaimana mau cepat, jangan tumpang tindih, harus lengkapi semua konsepsi tata ruang. Sesuai pemahaman saat mengadvokasi tambang. Sehingga jangan sampai terjebak IUP bodong,” kata dia.
    “Dan, saat itu Bapak menyerahkan uang Rp 50 juta. Ini Ucu ada oleh-oleh dari investor yang kemarin di rumah Ternate. Saya bilang, Uang apa?”

    Trada,
    kebetulan mereka punya IUP-IUP yang sudah lolos, Pak Gub sudah tanda tangan. Apakah Bapak ingat peristiwa itu?” tanya Muhaimin.
    “Sudah lupa,” sanggah Suryanto.
    “Oke, terima kasih. Padahal ini yang paling dekat, Pak Anto, bulan 11 kemarin. Bapak memberi dan saya menolak, saya bilang itu bukan hak saya,” ungkap Muhaimin.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kriminal kemarin, pelaku penyandera anak lalu orang tua aniaya anak

    Kriminal kemarin, pelaku penyandera anak lalu orang tua aniaya anak

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah berita kriminal yang tayang di kanal Metro beberapa hari ini masih menarik untuk Anda simak kembali hari ini, mulai dari Pelaku penyanderaan anak di Pejaten residivis kasus TPPO di Malaysia hingga aniaya anaknya sendiri, polisi tetapkan pasutri sebagai tersangka.

    Berikut rangkumannya.

    Eksekutor mayat tanpa kepala ternyata teman dekat korban

    Polda Metro Jaya mengungkapkan eksekutor mayat tanpa kepala di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Selasa (29/10) adalah teman dekat korban.

    “Tersangka berinisial FF (43) merupakan teman dekat korban, pekerjaan karyawan swasta,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi saat ditemui di Jakarta, Kamis.

    Baca selengkapnya di sini.

    Polisi panggil pelapor terkait pencemaran nama baik korban air keras

    Polda Metro Jaya dijadwalkan memanggil pelapor berinisial MAS (32) yang nama baiknya diduga dicemarkan oleh terlapor PN (30) pada Jumat siang (1/11).

    “Pelapor akan melakukan klarifikasi. Kami sudah mengirimkan undangan klarifikasi untuk esok hari jam 13.00 WIB oleh penyelidik dari Ditreskrimsus,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

    Baca selengkapnya di sini.

    Aniaya anaknya sendiri, polisi tetapkan pasutri sebagai tersangka

    Polres Metro Jakarta Timur menetapkan pasangan suami-istri berinisial MLL (46) dan YT (24) sebagai tersangka karena diduga telah menganiaya anaknya sendiri yang berjenis laki-laki berinisial IRML (5) di Kelurahan Kalisari, Pasar Rebo.

    “Untuk kedua tersangka, ibu kandung korban dan ayah tirinya sudah dilakukan penahanan,” kata Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Polisi Nicolas Ary Lilipaly saat di Mapolres Metro Jakarta Timur (Jaktim), Rabu.

    Baca selengkapnya di sini.

    Pelaku penyanderaan anak di Pejaten residivis kasus TPPO di Malaysia

    Polres Metro Jakarta Timur mengungkapkan bahwa pelaku penculikan dan penyanderaan anak berinisial IJ (54) di Pos Polisi (Pospol) Pejaten, Jakarta Selatan, merupakan residivis kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Malaysia.

    “Kami sampaikan juga bahwa pelaku adalah seorang residivis,” kata Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol. Nicolas Ary Lilipaly saat jumpa pers di Mapolres Metro Jakarta Timur (Jaktim), Rabu.

    Baca selengkapnya di sini.

    Kejati tahan panitera PN Jaktim dalam kasus eksekusi tanah Pertamina

    Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menahan tersangka berinisial RP atas dugaan tindak pidana korupsi terkait eksekusi sita uang sejumlah Rp244,6 miliar pada objek tanah milik PT Pertamina di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.

    Penahanan yang dimulai pada Rabu ini dilakukan sebagai bagian dari upaya Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dalam menangani dan menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan aktor peradilan.

    Baca selengkapnya di sini.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2024

  • Wakil Ketua Baleg DPR Pertanyakan Kata “Perampasan” pada RUU Perampasan Aset – Page 3

    Wakil Ketua Baleg DPR Pertanyakan Kata “Perampasan” pada RUU Perampasan Aset – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Supratman Andi Agtas, menyatakan pemerintah akan mengajukan kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset pada tahun 2025 ke DPR RI. RUU tersebut sejauh ini tidak pernah dibahas meski sudah bergulir sejak 2012 silam.

    “Kita akan lihat, karena prolegnas belum kita susun. Sekali lagi itu sekarang pemerintah sudah menyerahkannya kepada DPR. Dulu saya masih di sana juga, dan sudah ditugaskan kepada akademi untuk membahas. Sekarang, karena sudah mau memasuki pembahasan Prolegnas, nanti akan kami komunikasikan kembali kepada Presiden, apakah ini tetap dilanjutkan atau tidak,” ujar Andi di Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).

    Menurut Andi, pemerintah tengah mendiskusikan untuk melanjutkan pengajuan RUU Perampasan Aset ke DPR RI dalam program legislasi nasional atau Prolegnas 2025. “Itu yang saat ini sedang kami diskusikan,” kata Andi.

    Dibahas Anggota DPR Periode 2024-2029

    Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengungkapkan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset kemungkinan besar akan dibahas pada periode DPR RI berikutnya.

    Meskipun Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta agar RUU tersebut segera diselesaikan, Sahroni menjelaskan bahwa waktu yang tersisa dalam masa sidang DPR RI periode 2019-2024 sudah sangat terbatas.

    “Masa sidang ini kan tinggal beberapa hari, jadi kemungkinan di masa sidang yang akan datang, di periode yang baru,” kata Sahroni di Universitas Borobudur, Jakarta, Minggu (8/9/2024).

    Diketahui Sahroni telah meraih gelar doktor dari Universitas Borobudur dengan disertasi yang bertema korupsi. Menurut dia, pidana penjara tidak akan efektif untuk memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi.

    Maka dia pun menilai bahwa prinsip ultimum remedium untuk menangani kasus korupsi perlu dilakukan demi memaksimalkan pengembalian kerugian negara. Walaupun begitu, menurutnya upaya perampasan aset dan pengembalian kerugian negara merupakan dua hal yang berbeda.

    Selain itu, dia menilai bahwa tindak pidana korupsi di manapun masih tetap ada. Sehingga yang harus dilakukan, menurut dia, adalah upaya untuk meminimalisir kerugian negara di samping memberikan efek jera kepada pelaku.

    “Minimal (disertasi) strategi untuk melakukan itu, mungkin 5-10 tahun mendatang teman-teman mau berupaya, undang-undang itu lebih ditegaskan kepada proses ultimum remedium,” kata dia, dilansir dari Antara.

  • Menteri ATR: Mafia Tanah Muncul Akibat Tumpang Tindih Kepemilikan

    Menteri ATR: Mafia Tanah Muncul Akibat Tumpang Tindih Kepemilikan

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengungkap salah satu penyebab masih banyaknya mafia tanah akibat banyaknya tumpang tindih kepemilikan tanah yang berujung pada sengketa.

    “Di Indonesia ini, potensi tumpang tindih tanah itu memang luar biasa.Setelah saya dalami, akibat masa lalu itu memang ada sekitar 6,4 juta hektare. Kalau di sertifikatnya itu jumlahnya 13,8 juta bidang sertifikat. Ada sertifikatnya, enggak ada petanya. Nah ini memang potensi tumpang tindih,” kata Nusron di Istana Kepresidenan Jakarta, pada Kamis (31/10/2024). 

    Nusron mengakui persoalan mafia tanah masih akan terus bermunculan di Indonesia. 

    “Selama masih bisa menghirup udara itu, selama itu pula masih ada mafia tanah. Tinggal bagaimana kita mitigasi dan penataan sistem,” kata Nusron.

    Untuk menanggulanginya, Nusron menginginkan agar hukuman bagi mafia tanah semakin diperberat. 

    “Kalau soal mafia tanah kan saya kemarin sudah ngomong. Saya minta kepada aparat penegak hukum supaya dikenakan pasal berlapis. Tidak hanya tindak pidana umum atau tindak pidana korupsi,” tegas Nusron. 

    Selain itu, lanjut Nusron, pemerintahan Prabowo Subianto juga semakin menegaskan komitmen pemerintahannya dalam memberantas mafia tanah di Indonesia. 

    “Sebentar lagi juga akan ada rakor rapat koordinasi tentang pemberantasan mafia tanah pada November. Kita bekerja sama untuk memberantas mafia tanah bersama Bareskrim dan kapolda se-Indonesia,” kata Nusron.

  • Ahli TPPU Sebut Mafia Narkotika Hong Kong Manfaatkan TKI Jadi Sarana Cuci Uang
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Oktober 2024

    Ahli TPPU Sebut Mafia Narkotika Hong Kong Manfaatkan TKI Jadi Sarana Cuci Uang Nasional 31 Oktober 2024

    Ahli TPPU Sebut Mafia Narkotika Hong Kong Manfaatkan TKI Jadi Sarana Cuci Uang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Kepala Pusat Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menyebut, Tenaga Kerja Indonesia (
    TKI
    ) di Hong Kong pernah digunakan oleh mafia narkotika sebagai sarana pencucian uang atau money laundry.
    Informasi ini Yunus ungkapkan ketika dihadirkan sebagai ahli
    TPPU
    dalam sidang dugaan korupsi di PT Timah Tbk yang menjerat suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis.
    Pada kesempatan tersebut, Yunus menjelaskan enam modus yang paling banyak digunakan para pelaku pencucian uang di dunia. Salah satunya dengan menyalahgunakan bisnis atau jalur usaha yang sah.
    “Contohnya misalnya pernah terjadi, TKI kita banyak di Hong Kong, dari Jawa Timur, sering kirim uang ke Jawa Timur,” kata Yunus di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024).
    Pada satu waktu, para TKI itu disebut dibantu mengirim uang dengan murah dan cepat dari Victoria Park, salah satu kawasan di Hong Kong.
    Namun, ternyata bukan uang hasil kerja sebagai TKI yang dikirim ke Jawa Timur, melainkan uang milik mafia narkotika.
    “Mafia narkotik Hong Kong mengirim ke mafia narkotik yang ada di Malang. Ini benar kasus yang ada,” ujar Yunus.
    “Pekerja migran yang sah usahanya, hasilnya sah tapi dimanfaatkan dalam pengiriman uang. Jadi yang dikirim itu uang narkotik sebenarnya, bukan uang hasil TKI tadi,” imbuh Yunus.
    Selain menyalahgunakan bisnis atau usaha yang sah, pelaku TPPU juga kerap melakukan mingling, atau mencampurkan harta hasil kejahatan dengan harta yang sah.
    Dalam sidang-sidang perkara korupsi misalnya, banyak terdakwa mengaku memiliki banyak kekayaan karena memiliki bisnis yang sah.
    Misalnya, terdakwa dugaan suap mantan Sekretaris MA Nurhadi mengaku memiliki usaha sarang burung walet di sejumlah lokasi yakni, Tulungagung, Mojokerto dan Kediri.
    Sementara, mantan Kepala Korps Lantas (Kakorlantas) Polri, Irjen Djoko Susilo mengeklaim hartanya didapatkan dari bisnis SPBU.
    “Semuanya
    mingling
    seperti itu, menjelaskan bahwa dia bukan korupsi. Ada usaha. Padahal dia mencampur sebenarnya. Nah ini modus yang terakhir yang keenam cukup banyak di Indonesia,” kata Yunus.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.