Sidang Kasus Timah, Harvey Moeis Sebut Uang dari Bos-bos Smelter Swasta Dipakai Beli Alkes Covid-19
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Terdakwa kasus korupsi tata niaga timah,
Harvey Moeis
mengungkapkan dana
corporate social responsibility
(CSR) yang dikumpulkan dari bos-bos smelter swasta digunakan untuk membeli alat kesehatan terkait Covid-19.
Hal tersebut disampaikan Harvey dalam sidang lanjutan kasus korupsi timah untuk empat terdakwa yaitu Beneficial Ownership CV Venus Inti Perkasa (VIP) sekaligus Komisaris PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron; General Manager Operational CV Venus Inti Perkasa Ahmad Albani; Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa Hassan Thjie alias Asin; dan wiraswasta Kwang Yung.
“Untuk Covid-19, Yang Mulia. Saya belikan alat-alat Covid-19 Yang Mulia,” kata Harvey di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat (Jakpus), Senin (4/11/2024).
Hakim lantas mempertanyakan alasan uang tersebut digunakan untuk membeli alat-alat kesehatan Covid-19.
Harvey lalu menyebutkan bahwa ada salah satu rekannya yang merupakan pengusaha di sektor alat kesehatan.
“Ketika itu kondisinya semuanya lagi kekurangan (alkes) Yang Mulia, ada kawan kami yang kebetulan main (pengusaha) alkes, kebetulan beliau menawarkan,” jawab Harvey.
Meski demikian, Harvey mengaku belum memberikan informasi kepada para bos smelter bahwa dana tersebut dibelikan untuk alat kesehatan.
Ia mengatakan, alat kesehatan itu diberikan ke dua rumah sakit.
“Salah satunya untuk RSCM dan RSPAD, Yang Mulia,” ujar Harvey.
Ia menuturkan, alat kesehatan itu langsung dikirimkan oleh produsen ke rumah sakit mengingat sulitnya mendapatkan alat kesehatan tersebut.
“(Dikirim oleh) Yang menjual itu, dia bilang waktu itu karena alat alat jarang sekali susah didapat, dia menyampaikan kepada saya bahwa dia bisa dapat alokasi 3 alat ventilator dan 2 alat PCR, Yang Mulia,” ucap dia.
Sebelumnya, komisaris perusahaan smelter timah swasta PT Stanindo Inti Perkasa, Suwito Gunawan mengaku menyetorkan dana CSR yang diminta Harvey Moeis ke perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) milik Helena Lim.
Menurut Suwito, beberapa bulan setelah perusahaan swasta menjalankan kerja sama sewa smelter dengan PT Timah, Harvey meminta para bos smelter membayar dana CSR dalam suatu pertemuan.
Suwito menuturkan, Harvey mengumpulkan dana CSR untuk penanganan Covid-19 atau perbaikan lahan, tetapi Harvey tidak menyebutkan nilai yang harus disetorkan.
Suwito mengeklaim, pihaknya menyetorkan dana CSR secara sukarela dan tidak dihitung dengan tonase peleburan timah yang dikerjakan perusahaannya.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2024/08/14/66bc237a28688.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Sidang Kasus Timah, Harvey Moeis Sebut Uang dari Bos-bos Smelter Swasta Dipakai Beli Alkes Covid-19 Nasional
-

Bank BUMN di Makassar Tersandung Kredit Fiktif, Polisi Dalami Penyimpangan
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Dugaan kasus kredit fiktif kembali mencuat, kali ini melibatkan perusahaan swasta dengan bank BUMN di Makassar.
Bukan pertama kalinya bank berpelat merah tersandung kasus serupa.
Sebelumnya, beberapa kasus terkait dugaan penyimpangan kredit oleh bank milik negara telah mencuri perhatian publik.
Skema pemberian kredit sering kali disalahgunakan dengan modus manipulasi dokumen dan data keuangan untuk memfasilitasi pinjaman fiktif.
Dalam kasus ini, negara kehilangan miliaran hingga puluhan miliar rupiah.
Kini, dugaan penyimpangan tersebut kembali mencuat. Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polrestabes Makassar mengungkap bahwa PT. TKM diduga memanfaatkan fasilitas kredit modal kerja yang diberikan oleh salah satu bank BUMN melalui manipulasi nilai kontrak dan dokumen.
Skema ini diduga menyebabkan kerugian negara senilai Rp66 miliar selama kurun waktu 2016 hingga 2018.
Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan, menjelaskan bahwa kasus ini melibatkan skema pemberian kredit dengan data yang diduga telah dipalsukan untuk memudahkan pencairan dana dari bank.
Mulanya, PT. TKM mengajukan kredit untuk menggarap proyek senilai Rp118,8 miliar dengan PT. ST.
Lebih lanjut, Yudhi menyebut bahwa PT. TKM juga mengajukan invoice palsu sebagai syarat pencairan kredit.
Setelah mendapatkan persetujuan penambahan plafon kredit, PT. TKM kemudian mencairkan dana secara bertahap, yang mencapai total Rp69,9 miliar dalam rentang waktu Januari 2017 hingga April 2018.
Namun, dalam permohonan kredit, nilai kontrak yang disampaikan ke bank telah dimanipulasi menjadi Rp258,3 miliar, yang jauh melebihi angka sebenarnya.
-

Tom Lembong Tersangka Kasus Korupsi Izin Impor Gula, Zulhas Ucap Ini
Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) buka suara ihwal status tersangka eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong.
Seperti diketahui, Kejagung menetapkan 2 tersangka atas perkara tindak pidana korupsi impor gula periode tahun 2015-2016. Penetapan itu diumumkan pada Selasa, 29 Oktober 2024. Yaitu, Thomas Trikasih Lembong (TTL), yang pernah menjadi Menteri Perdagangan (Mendag) RI periode tahun 2015-2016. Tersangka lain, CS yang dalam perkara ini merupakan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).
Sebagai catatan, sebelum menjabat sebagai Menko Pangan, Zulhas juga sempat menjabat sebagai Menteri Perdagangan selama 2 tahun, yakni pada periode 2022-2024.
Terkait dugaan kasus korupsi impor gula yang menyeret Tom Lembong, Zulhas mengatakan dirinya mendukung proses hukum yang tengah berjalan saat ini.
“Kan sudah proses hukum, kita dukung proses hukumnya ya,” kata Zulhas saat ditemui usai meninjau Gudang Bulog Sunter Timur, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (4/11/2024).
Sebagai informasi, Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi impor gula periode 2015-2016 oleh Kejaksaan Agung.
(dce)
-

Disemprot Eks Jenderal, Tom Lembong Siapkan Perlawanan Via Praperadilan
GELORA.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) kini diserang terkait penetapan tersangka pada mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Banyak yang menduga status tersangka Tom Lembong sangat politis, termasuk soal aliran dana, kerugian negara hingga mengapa baru diusut sekarang.
Tom Lembong kini tengah menyiapkan perlawanan atas status tersangkanya di Kejagung via jalur praperadilan.
Sementara itu, Eks Wakapolri, Komjen (Purn) Oegroseno menyemprot Kejagung yang menyebut tidak perlu ada bukti penerimaan aliran uang terkait penetapan tersangka Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Eks Wakapolri Semprot Kejagung soal Tak Perlu Aliran Duit di Kasus Tom Lembong, Pertanyakan Ijazah Jaksa, Abal-abal?
Eks Wakapolri, Komjen (Purn) Oegroseno menyemprot Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyebut tidak perlu ada bukti penerimaan aliran uang terkait penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Mulanya, Oegroseno mengatakan dalam penetapan seseorang sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana khususnya korupsi harus dilihat unsur-unsur yang menguatkan.
Perihal menetapkan tersangka korupsi, dia mengungkapkan lembaga hukum harus bisa membuktikan bahwa yang bersangkutan memang merugikan negara dan memperkaya diri sendiri atau orang lain.
“Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 kemudian UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Korupsi juga, sudah jelas seseorang atau barangsiapa secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi kemudian merugikan negara dan perekonomian negara, (tuduhan tersebut) harus dibuktikan semua,” katanya dalam siniar yang ditayangkan di YouTube Abraham Samad, Minggu (3/11/2024).
Oegroseno pun mengaku heran dengan pernyataan Kejagung yang tak perlu adanya pembuktian ada atau tidaknya aliran dana saat menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi impor gula.
Lantas, pensiunan jenderal polisi yang ahli di bidang reserse itu pun menyemprot Kejagung buntut pernyataan tersebut.
“Kalau seorang jaksa mengatakan tidak perlu ada aliran dana, ini jaksa sekolah di mana? Saya nggak tahu,” tegasnya.
“Ini saya mencoba menebak-nebak saja, sekarang lagi musim ijazah palsu abal-abal. Ini perlu dipertanyakan sekolahnya (jaksa) dari mana,” katanya.
Penetapan Tersangka terhadap Tom Lembong oleh Kejagung Patut Dipertanyakan
Selanjutnya, Oegroseno menjelaskan di kepolisian bahwa penyidik baru bisa melakukan penyelidikan ketika adanya laporan dari pelapor atau biasa disebut Laporan Polisi (LP).
Sementara di KPK, katanya, penyidik KPK baru bisa melakukan penyelidikan ketika ada Laporan Kejadian (LK).
“Laporan itu jadi dasar kemudian dikeluarkan adanya sprindik (Surat Perintah Penyidikan) langsung baru dibikin ada pemanggilan, penyelidikan kalau belum jelas,” katanya.
Oegroseno lantas mengungkapkan berkaca dari pengalamannya sebagai polisi, maka mekanisme penetapan tersangka terhadap Tom Lembong oleh Kejagung patut dipertanyakan.
Bahkan, dia mengungkapkan upaya Kejagung itu salah berat.
Dia juga mempertanyakan ketika Tom Lembong ditetapkan menjadi tersangka, maka Kejagung pernah memeriksa pihak lain seperti Menko Perekonomian era Presiden Joko Widodo (Jokowi) jilid I hingga Bea Cukai.
Ia berharap Kejagung membuka hasil pemeriksaan tersebut untuk membuat terang terkait mekanisme penangkapan Tom Lembong.
“Kalau sudah berani menangkap dan menahan Tom Lembong, berarti jaksa sudah pernah memeriksa Menko Ekuin, kemudian Bea Cukai, ini sudah belum? Kemudian, aliran dana, kalau gak ada (kerugian) negara, mau dikatakan korupsi pasalnya Pasal 2 Pasal 3 (UU Tipikor) sama di situ. Masa ada pengecualian kalau (penetapan tersangka) Tom Lembong harus tidak ada aliran dana,” tuturnya.
Kejagung Sebut Penetapan Tersangka Tom Lembong Tak Harus Ada Aliran Duit Dulu
Sebelumnya, Kejagung menyebut penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula tidak perlu adanya pembuktian penerimaan aliran uang.
“Apa harus ada aliran dulu baru disebut sebagai tindak pidana korupsi?” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar pada Kamis (31/10/2024).
Harli lalu mengungkapkan dari bukti yang didapatkan, penyidik yakin bahwa kerugian negara akibat kebijakan Tom Lembong semasa menjadi Mendag ada unsur perbuatan korupsi.
Kejagung mengatakan aturan yang ditandatangani Tom Lembong sehingga ada 8 perusahaan swasta bisa mengimpor gula kristal mentah (GKM) telah melanggar aturan karena seharusnya perusahaan yang dapat mengimpor adalah BUMN.
“Apakah peristiwa itu bisa muncul kalau tidak ada regulasi. Apakah regulasi itu benar? ujar Harli.
Senada, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar juga mengungkapkan seseorang ditetapkan menjadi tersangka korupsi tak harus terlihat aliran uangnya.
“Untuk menetapkan tersangka ini kan tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana,” ujarnya pada Kamis (31/10/2024).
Qohar menuturkan pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor diuraikan bahwa korupsi tidak cuma soal memperkaya diri sendiri saja.
Namun, sambungnya, jika seseorang telah menguntungkan orang lain atau perusahaan, maka itu melanggar hukum.
“Ketika memenuhi unsur bahwa dia salah satunya menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, akibat perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya, karena jabatannya, dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” pungkasnya.
Tom Lembong Melawan, Upaya Praperadilan Disiapkan
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir mengungkapkan kliennya bakal melakukan upaya praperadilan usai ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Ari menuturkan untuk saat ini, tim kuasa hukum masih menyiapkan segala bahan pengajuan praperadilan.
“Hari ini, kita masih kumpul semua tim untuk membahas rencana kita untuk mengajukan praperadilan. Tetapi, itu belum kita putuskan secara tuntas karena semua pertimbangan-pertimbangan lagi dikaji terus dan bahan-bahan lagi kami siapkan,” ujarnya dikutip dari YouTube metrotvnews, Minggu (3/11/2024).
Kendati demikian, Ari mengungkapkan kemungkinan besar keputusan pengajuan praperadilan Tom Lembong bakal diumumkan pada Senin (4/11/2024) besok.
“Memang banyak hal yang kita pertimbangkan, tapi besok insya Allah sudah ada keputusannya,” jelasnya.
Ari menjelaskan, secara garis besar, pengajuan praperadilan ini terkait penetapan tersangka terhadap Tom Lembong oleh Kejagung.
Padahal, menurutnya, mantan Menteri Perdagangan (Mendag) tahun 2015-2016 ini bersikap kooperatif saat diperiksa menjadi saksi.
Selanjutnya, Ari mengungkapkan praperadilan yang diajukan ini untuk membuka bukti yang dimiliki Kejagung sehingga menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula.
“Nah yang menjadi pertanyaan kita dan publik adalah ada urgensi apa di hari itu, ditemukan bukti apa di hari itu, didapatkan keterangan apa pada hari itu, sehingga merubah statusnya menjadi tersangka yang terlampau cepat.”
“Lalu apakah urgensinya dilakukan penahanan? Berkali-kali saya sudah sampaikan, penahanan ini adalah upaya paksa yang tidak perlu dilakukan karena beliau kooperatif, tidak mengulangi perbuatannya, dan beliau tidak akan menghilangkan barang bukti,” jelasnya.
Ari juga mengungkapkan pihaknya mempertanyakan pertimbangan Kejagung terkait penetapan tersangka kepada Tom Lembong bahwa yang bersangkutan membuat negara rugi buntut kebijakan yang dibuat.
“Kalau soal kebijakan-kebijakan, semua menteri mengambil kebijakan, bisa benar bisa salah. Tapi, apakah kebijakan itu pidana atau tidak apalagi pidana korupsi, itu memenuhi unsur-unsur yang sudah jelas seharusnya dan limitatif,” katanya
-

Negara Merugi Rp1,15 Triliun Akibat Kasus Dugaan Korupsi Eks Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono
GELORA.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Eks Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono karena terjerat kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa pada 2017-2023.
Kasus dugaan korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,15 triliun.
Nilai kerugian negara tersebut merupakan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 1.157.087.853.322 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut, sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa tanggal 13 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers, Minggu (3/11/2024).
Akibat perbuatan Prasetyo itu, pembangunan jalan kereta api Besitang–Langsa tidak dapat difungsikan hingga menyebabkan kerugian keuangan negara.
Pembangunan jalan kereta api Besitang–Langsa diketahui tidak didahului dengan studi kelayakan/feasibility study (FS).
Dalam pelaksanaan konstruksinya juga tidak terdapat dokumen penetapan trase jalur kereta api yang dibuat oleh menteri perhubungan, serta konsorsium pembaruan agraria (KPA), PPK, kontraktor, dan konsultan pengawas.
Qohar mengatakan, Prasetyo dengan sengaja memindahkan lokasi pembangunan yang mana proyek tersebut tidak sesuai dengan dokumen desain dan kelas jalan.
“Sehingga jalur kereta api Besitang–Langsa mengalami amblas (penurunan daya dukung tanah) sehingga tidak bisa berfungsi,” ucap dia, dilansir Kompas.com.
Tidak hanya terkait proses tender, Prasetyo juga disebut menerima fee sebesar Rp 2,6 miliar dari seorang kontraktor berinisial AAS melalui PT WTC.
Atas perbuatannya itu, Prasetyo ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung RI selama 20 hari ke depan.
Prasetyo dijerat pasal pasal 2 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 2020 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kejagung Tetapkan 7 Tersangka
Selain Prasetyo, sebelumnya, Kejagung juga telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, sebagai berikut:
NSS, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2016-2017
AGP, selaku KPA dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2018
AAS, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
HH, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
RMY, selaku Ketua Pokja Pengadaan Konstruksi tahun 2017
AG, selaku Direktur PT DYG yang juga konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan
FG, selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya
Dalam perkara ini, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Proyek dipecah hingga masing-masing memiliki nilai dibawah Rp 100 miliar.
Padahal, total anggaran proyek strategis nasional ini mencapai Rp1,3 triliun lebih.
Pemecahan proyek hingga masing-masing bernilai di bawah Rp 100 miliar itu dimaksudkan untuk mengatur vendor.
Hal tersebut bertujuan untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks.
Kemudian, tersangka RMY diperintahkan untuk melakukan pelelangan menggunakan metode penilaian pascakualifikasi.
-

Mantan Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono Ditangkap, Kejagung Buka Kemungkinan Tetapkan Tersangka Lain
Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, membuka peluang penetapan tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa. Kasus ini sebelumnya telah menjerat mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono.
Pernyataan tersebut disampaikan Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Minggu (3/11/2024). Ia menyebut dalam proses persidangan, saat ini terdapat tujuh tersangka yang sedang diperiksa. Pada hari yang sama, satu tersangka baru telah ditetapkan, yakni Prasetyo Boeditjahjono.
“Penyidikan ini terus berjalan. Siapa pun yang dapat dibuktikan terlibat berdasarkan alat bukti yang cukup akan ditetapkan sebagai tersangka, jika ada bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan ikut melakukan tindak pidana korupsi,” jelas Qohar.
Dalam pelaksanaan pembangunan, Prasetyo diduga memerintahkan terdakwa Nur Setiawan Sidik (NSS), selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), untuk memecah proyek konstruksi menjadi 11 paket. Prasetyo juga meminta NSS untuk memenangkan delapan perusahaan dalam proses tender.
Lebih lanjut, Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa, terdakwa Rieki Meidi Yuwana (RMY), atas permintaan NSS, melakukan lelang konstruksi tanpa melengkapi dokumen teknis yang disetujui pejabat teknis. Metode penilaian kualifikasi pengadaan yang dilakukan juga bertentangan dengan regulasi yang berlaku.
“Dari pelaksanaan tersebut, diketahui bahwa pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa tidak didahului dengan studi kelayakan. Tidak ada dokumen trase jalur kereta api yang dibuat Kementerian Perhubungan. KPA, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan konsultan pengawas secara sengaja memindahkan jalur pembangunan kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desain dan jalan, mengakibatkan jalur kereta api mengalami amblas dan tidak dapat digunakan,” ungkap Qohar.
Dari pelaksanaan pembangunan tersebut, Prasetyo diduga menerima fee sebesar Rp 1,2 miliar dari terdakwa Akhmad Afif Setiawan (AAS), selaku PPK, dan Rp 1,4 miliar dari PT WTJ.
Terkait dengan dugaan aliran dana sebesar Rp 2,6 miliar, Qohar mengungkapkan bahwa penyidik masih dalam tahap pendalaman.
“Ini kan baru tertangkap tadi. Kami akan dalami. Sabar ya, kami akan mendalami lebih lanjut. Kami akan menanyakan kepada yang bersangkutan mengenai kapan dia menerima, di mana, dari siapa, dan untuk apa uang tersebut digunakan,” ujarnya.
-

Eks Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono Ditangkap Kejagung, Ini Kasusnya
GELORA.CO – Mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono ditangkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) karena dugaan kasus korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa di Medan.
Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan kasus korupsi Prasetyo bermula ketika Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I membangun jalur kereta api Besitang-Langsa untuk menghubungkan Sumatra Utara dan Aceh dengan nilai anggaran senilai Rp1,3 triliun pada 2017-2023. Anggaran itu bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Prasetyo lalu memberi kuasa pengguna anggaran kepada mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Nur Setiawan Sidik (NSS) yang saat ini sudah ditangkap dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
“Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, saudara PB memerintahkan kuasa pengguna anggaran (KPA), terdakwa Nur Setiawan Sidik yang masih dalam proses persidangan, memecah pekerjaan kontruksi tersebut menjadi 11 paket, dan meminta kepada kuasa pengguna anggaran saudara NSS agar memenangkan delapan perusahaan dalam proses lelang,” kata Abdul Qohar saat konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta, dikutip Senin (4/9/2024).
Kepala Seksi Prasarana sekaligus Ketua Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Rieki Meidi Yuwana lalu melakukan lelang tanpa dokumen pengadaan yang telah disetujui pejabat teknis dan dengan metode penilaian kualifikasi yang bertentangan dengan aturan.
“Konsultan pengawas (lalu juga) dengan sengaja memindahkan jalur pembangunan kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desaign dan jalan sehingga jalur kereta api Besitang-Langsa mengalami amblas atau penurunan tanah dan tidak berfungsi atau tidak dapat terpakai,” jelasnya.
Prasetyo diduga menerima fee melalui PPK terdakwa Akhmad Afif Setiawan yang saat masih dalam proses persidangan Pengadilan Tipikor sebesar Rp1,2 miliar dan dari PT WTJ sebesar Rp1,4 miliar. Untuk kerugian negara akibat perbuatan Prasetyo sekitar Rp1,1 triliun.
“Akibat perbuatan saudara PB tersebut menyebabkan pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa tidak dapat difungsikan (total lost) sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.157.087.853.322,” ucapnya.
Prasetyo pun ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan. Dia dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 2020 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


