Kasus: Tipikor

  • Kuasa hukum Firli Bahuri sambangi Polda Metro Jaya

    Kuasa hukum Firli Bahuri sambangi Polda Metro Jaya

    Jakarta (ANTARA) – Kuasa hukum mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Ian Iskandar menyambangi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada Kamis.

    Dia mengatakan kedatangannya adalah untuk melakukan koordinasi dengan penyidik. “Koordinasi,” katanya saat ditemui di Gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Kamis.

    Ian yang datang sekitar pukul 10.40 WIB hadir hanya beserta timnya dan tidak terlihat bersama Firli Bahuri.

    Setelah mendatangi Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, dia langsung menuju ke Bareskrim Polri untuk memenuhi pemanggilan yang telah dilayangkan oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

    Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Ketua KPK Firli Bahuri di Bareskrim Polri pada Kamis ini.

    “Dilakukan pemeriksaan di hari Kamis (28/11) jam 10.00 WIB di ruang riksa Gedung Bareskrim Polri,” kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Ade Safri Simanjuntak saat dikonfirmasi, Senin (25/11).

    Saat dikonfirmasi alasan Firli Bahuri diperiksa di Bareskrim Polri, Ade Safri menjelaskan, karena penanganan kasus ini ditangani oleh tim penyidik gabungan dari Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi (Subdit Tipidkor) Polda Metro Jaya dan penyidik Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri.

    “Jadi tempat pemeriksaan bisa dilakukan di situ (Bareskrim) atau tempat lain yang telah ditentukan, itu bisa,” katanya.

    Dia juga menambahkan, pemeriksaan Firli tersebut dilakukan guna melengkapi berkas perkara tersebut ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Top 3 News: Jelang Nataru, Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat 10 Persen – Page 3

    Top 3 News: Jelang Nataru, Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat 10 Persen – Page 3

    Pengacara Otto Cornelis Kaligis alias OC Kaligis kembali menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus pemufakatan jahat tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara Terpidana Ronald Tannur tahun 2023 sampai dengan 2024, dengan tersangka mantan petinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR) dan pengacara Ronald Tannur, yakni Lisa Rahmat (LS).

    Dia mengulas, penyidik menemukan ada namanya dalam tulisan tangan tersangka Lisa Rahmat (LS), usai melakukan penggeledahan. Sebab itu, dirinya dipanggil untuk menjalani pemeriksaan.

    “Jadi waktu digeledah (Kantor Lisa Rahmat) dia punya tulisan tangan dia, OC Kasasi 5 M (Rp5 miliar),” tutur OC Kaligis di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa 26 November 2024.

    “Terus saya ditanya apa ini, saya ada perkara lawan pengacara Lisa Rahmat. Kenapa saya tahu dia main sama hakim, karena di Jakarta Utara saya masukkan bukti-bukti, dia kan pengacaranya, ah ini bukti-bukti kita kesampingkan. Loh saya bilang kenapa,” sambungnya.

     

    Selengkapnya…

  • Diduga Upaya Gratifikasi, Menag Nasaruddin Umar Serahkan Sejumlah Barang ke KPK

    Diduga Upaya Gratifikasi, Menag Nasaruddin Umar Serahkan Sejumlah Barang ke KPK

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengambil langkah proaktif dengan melaporkan dan menyerahkan barang yang diduga sebagai gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Barang-barang tersebut diserahkan melalui tenaga ahlinya ke Gedung ACLC KPK, Jakarta, pada Selasa (26/11/2024).

    Berdasarkan informasi yang diterima, barang yang dilaporkan terdiri dari dua tas berisi dupa khas Timur Tengah (bukhur) dan bahan wewangian (oud), dengan salah satu merek yang terlihat adalah Arabian Oud. Pelaporan ini merupakan tindak lanjut arahan langsung dari Menteri Nasaruddin.

    “Atas arahan dan perintah Bapak Menteri Agama, kami diminta mengantarkan barang yang diterima oleh beliau minggu lalu. Namun, hingga saat ini, tidak diketahui siapa pengirim barang tersebut,” ungkap Tenaga Ahli Menag, Muhammad Ainul Yaqin, saat memberikan keterangan di gedung KPK.

    Langkah ini mendapatkan apresiasi dari KPK, yang menilai tindakan Nasaruddin sebagai contoh positif dalam pencegahan tindak pidana korupsi. “KPK mengapresiasi inisiatif pelaporan gratifikasi oleh Menteri Agama. Ini merupakan langkah awal penting untuk mencegah terjadinya korupsi,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika.

    Tessa menjelaskan bahwa barang yang dilaporkan akan dianalisis oleh KPK untuk menentukan statusnya. “KPK akan mempelajari apakah barang tersebut termasuk gratifikasi yang dilarang sehingga menjadi milik negara, atau merupakan gratifikasi yang sah dan dapat diterima oleh penerima,” katanya.

    Selain itu, KPK mengingatkan seluruh aparatur sipil negara (ASN) dan penyelenggara negara untuk melaporkan gratifikasi yang diterima. Pelaporan dapat dilakukan melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL) atau melalui Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) di institusi masing-masing. Laporan harus diajukan dalam kurun waktu 30 hari kerja sejak penerimaan barang.

  • KPU Bicara Cagub Bengkulu yang Kena OTT KPK Tetap Ikut Pilkada

    KPU Bicara Cagub Bengkulu yang Kena OTT KPK Tetap Ikut Pilkada

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatakan lembagannya memiliki sejumlah aturan untuk memitigasi hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) dengan pasangan calon bermasalah, salah satunya calon gubernur (cagub) Bengkulu yang kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Rohidin Mersyah. 

    Komisioner KPU August Mellaz mengatakan terdapat sejumlah situasi yang mirip dengan yang terjadi di Bengkulu, ihwal pasangan yang bermasalah. Mellaz mengatakan lembagannya bakal tunduk pada aturan-aturan yang tersedia untuk menanggapi persoalan tersebut. 

    “KPU akan bertindak sebagaimana aturan-aturan yang tersedia, ada beberapa daerah yang situasinya relatif sama itu sudah ada mekanismenya,” kata Mellaz saat konferensi pers, Jakarta, Rabu (27/11/2204). 

    Mellaz menuturkan salah satu mekanisme yang diatur itu di antaranya skema pergantian kepala daerah setelah seorang calon ditetapkan sebagai tersangka. 

    “Kalau prosesnya tetap berjalan kemudian dimenangkan tentu proses pergantiannya bagaiaman itu sudah ada aturannya,” kata dia. 

    Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (RM) dan dua orang lainnya sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi berupa pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.

    Dua tersangka lainnya adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Bengkulu Isnan Fajri (IF) dan ajudan (Adc) Gubernur Bengkulu Evrianshah (EV) aliran Anca.

    Penyidik KPK langsung melakukan penahanan terhadap ketiga orang tersebut selam 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK.

    Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP.

    Penetapan tersangka terhadap tiga orang tersebut berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Bengkulu pada Sabtu (23/11) malam. Operasi senyap tersebut berdasarkan informasi soal dugaan pemerasan terhadap pegawai untuk pendanaan pilkada.

    Dalam operasi tersebut, penyidik KPK menangkap delapan orang. Namun, hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Lima orang lainnya hanya berstatus sebagai saksi.

  • BMW hingga Lexus, Ada Pelat S 4 TAN

    BMW hingga Lexus, Ada Pelat S 4 TAN

    Jakarta

    Polisi menyita puluhan mobil mewah terkait kasus mafia buka akses judi online (judol) yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Beberapa merek mobil mewah yang ‘diamankan’ tersebut antara lain Mercedes-Benz, BMW, hingga Lexus.

    Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto bilang, beberapa barang bukti yang disita polisi bernilai lebih dari Rp 167 miliar, baik uang tunai maupun aset lain. “Terhadap perkara ini penyidik telah melakukan penyitaan barang bukti senilai Rp 167.886.327.119,” kata Irjen Karyoto dalam jumpa pers, Senin (25/11/2024).

    Dari total barang yang disita, ada 26 unit mobil dan 3 unit motor, senilai Rp 22 miliar. Puluhan kendaraan itu terparkir di depan Gedung Balai Pertemuan Polda Metro Jaya (Jakarta Selatan) dan dikelilingi police line.

    Tampak ada beberapa merek mobil mewah yang disita, seperti BMW, Mercedes-Benz, Subaru, Toyota, Hyundai, hingga Lexus. Adapun rincian modelnya adalah, BMW 320i, Toyota Alphard 2.5 G CVT, dan BMW Jeep S.C.HDTP, BMW 220i AT.

    Selanjutnya masih ada Lexus Jeep L.C.HDTP, Toyota Camry 2.5V AT, Toyota Fortuner, Subaru BRZ, BMW X7, BMW X5, Lexus RX500h, Hyundai Ioniq 5, Lexus LX570, Honda Civic RS.

    Dari sekian banyak mobil mewah yang disita, yang menarik perhatian adalah mobil Mercedes-Benz Maybach S560. Mobil itu memiliki plat nomor unik, yakni S 4 TAN. Kami coba menelusuri plat nomor tersebut di laman Bapenda Provinsi Jawa Timur. Hasilnya, mobil tersebut diketahui merupakan buatan tahun 2015.

    Mercedes-Benz Maybach yang ternyata bertipe S400L AT tersebut juga memiliki warna dasar putih metalik. Adapun pajak mobil ini tercantum habis tanggal 3 Agustus 2025, dengan biaya pajak tahunan mencapai Rp 28.084.000.

    Polisi Usut Dugaan Korupsi

    Diberitakan sebelumnya, polisi tengah membongkar kasus mafia buka akses website judi online yang melibatkan pegawai di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Polisi juga mengusut dugaan tindak pidana korupsi di kasus tersebut.

    “Di samping penyidikan yang dilakukan oleh Subdit Jatanras Polda Metro Jaya terkait perjudian dan TPPU, kami juga tengah melakukan penyelidikan terkait adanya indikasi dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara a quo,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto dalam jumpa pers di Balai Pertemuan Polda Metro Jaya (BPMJ), Senin (25/11).

    Karyoto menyebutkan Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sudah memeriksa 18 orang saksi buat mendalami dugaan korupsi. Dia menegaskan semua pihak yang terlibat dalam kejahatan ini akan diproses hukum.

    “Tadi saya sudah sebutkan bahwa selaras dengan pengungkapan kasus tindak pidana perjudian, kami juga sedang mengusut dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oknum-oknum aparatur yang ada di Komdigi,” imbuhnya.

    Sebelumnya polisi telah menetapkan 24 tersangka dalam kasus ini, sementara 4 tersangka lainnya dalam kondisi buron alias DPO. Puluhan tersangka ini terbagi sejumlah klaster berdasarkan perannya masing-masing.

    (lua/din)

  • Kronologi Barang Diduga Gratifikasi Menteri Agama Nasarudin Umar hingga Dikembalikan ke KPK

    Kronologi Barang Diduga Gratifikasi Menteri Agama Nasarudin Umar hingga Dikembalikan ke KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Agama Nasarudin Umar yang diwakili oleh Tenaga Ahli Menteri Agama, Muhammad Ainul Yaqin, pada Selasa (26/11/2024) pagi, mengembalikan barang yang diduga sebagai gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Dalam foto yang diterima Beritasatu.com, dua boks barang yang diduga gratifikasi tersebut disimpan dalam tas berwarna cokelat. Di atasnya, terdapat sebuah dokumen atau map berwarna hijau dengan logo Kementerian Agama. Salah satu barang yang terlihat dalam foto lainnya adalah sebuah handbag berwarna hitam.

    Menurut Yaqin, Menteri Agama Nasarudin Umar menerima kiriman paket tersebut di kantornya di Masjid Istiqlal pada pekan lalu. Namun, Yaqin baru dapat mengembalikan barang tersebut ke KPK pada hari ini.

    “Beliau baru terima Jumat, kemudian hari Sabtu sudah dikembalikan,” ujar Yaqin kepada Beritasatu.com pada Selasa (26/11/2024).

    “Atas arahan Bapak Menteri Agama, kami diminta mengantarkan sebuah barang yang kami juga tidak tahu dari siapa. Barang itu diberikan untuk Bapak Menteri Agama minggu lalu, kemudian diminta untuk diserahkan ke KPK,” ujar Ainul Yaqin.

    Penerimaan gratifikasi sendiri merupakan bentuk tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 12B ayat (1) dijelaskan bahwa setiap gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai pemberian suap, apabila berkaitan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya.

    “Kami sudah serahkan barang tersebut dan diterima langsung oleh Bu Indira, Kasatgas Gratifikasi KPK. Kami juga sudah mengisi formulir dan menyerahkan barang,” kata Ainul.

    Menteri Agama Prof Nasarudin Umar yang diwakili oleh Tenaga Ahli Menteri Agama Muhammad Ainul Yakin mengembalikan barang yang diduga sebagai gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, 26 November 2024. – (Istimewa/-)

    Langkah inisiatif Menag tersebut mendapat apresiasi dari KPK sebagai upaya awal dalam mencegah tindak pidana korupsi.

    “KPK mengapresiasi inisiatif pelaporan gratifikasi yang dilakukan oleh Menteri Agama. Ini merupakan langkah awal yang penting untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/11/2024).

    KPK pun segera bertindak untuk menindaklanjuti pelaporan barang gratifikasi tersebut. Tessa menjelaskan bahwa pihaknya akan menganalisis laporan yang disampaikan oleh Menag Nasaruddin Umar untuk menentukan apakah barang tersebut termasuk gratifikasi yang dilarang atau sah diterima.

    “KPK akan melakukan analisis terhadap pelaporan tersebut, untuk menentukan apakah barang itu merupakan gratifikasi yang dilarang dan menjadi milik negara, atau gratifikasi yang sah diterima dan menjadi milik penerima,” ungkapnya.

    KPK juga mengimbau agar langkah pelaporan gratifikasi yang dilakukan Nasaruddin dapat menjadi contoh bagi pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) lainnya. Pelaporan dapat dilakukan melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL), yang dapat diakses secara daring melalui perangkat Android dan iOS.

    Ainul menegaskan bahwa penyerahan barang diduga gratifikasi ini merupakan komitmen Menag Nasaruddin untuk menjadikan Kementerian Agama sebagai contoh dalam penerapan prinsip good governance.

    “Ini adalah bagian dari komitmen Menag Nasaruddin Umar, sesuai dengan arahan dan pidato beliau di berbagai kesempatan, untuk menjadikan Kementerian Agama sebagai teladan dalam praktik good governance,” ujar Ainul.

  • Kronologi Barang Diduga Gratifikasi Menteri Agama Nasarudin Umar hingga Dikembalikan ke KPK

    Barang Diduga Gratifikasi yang Dikembalikan Menag Nasarudin Umar ke KPK Ternyata Wewangian Arab

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar telah mengembalikan barang yang diduga gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (26/11/2024). Barang yang dilaporkan berupa sepaket wewangian Arab.

    Dari foto-foto yang diterima Beritasatu.com, barang tersebut bernama Bukhur yang merupakan dupa khas Timur Tengah. Ada juga wewangian Oud yang cukup mahal. Merek barang yang diterima Nasaaruddin Umar ini adalah Arabian Oud. 

    Dikutip dari situs resminya, Arabian Oud adalah produsen wewangian yang mengkhususkan diri dalam dupa, parfum oriental, dan parfum minyak. Merek ini sudah hadir sejak 1982. 

    Sementara itu, pihak KPK mengapresiasi langkah Nasaruddin Umar yang melaporkan barang gratifikasi tersebut. 

    “KPK mengapresiasi inisiatif pelaporan gratifikasi oleh menteri agama. Hal tersebut merupakan langkah awal untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/11/2024).

    Menteri Agama Prof Nasarudin Umar yang diwakili oleh Tenaga Ahli Menteri Agama Muhammad Ainul Yakin mengembalikan barang yang diduga sebagai gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, 26 November 2024. – (Istimewa/-)

    KPK pun tak tinggal diam atas pelaporan barang gratifikasi tersebut. Disampaikan Tessa, pihaknya akan menganalisis laporan yang disampaikan Nasaruddin Umar untuk menentukan apakah termasuk gratifikasi atau tidak.

    Lembaga antikorupsi itu mengimbau agar langkah pelaporan gratifikasi yang disampaikan Menag Nasaruddin Umar kali ini dapat menjadi contoh bagi para pejabat maupun aparatur sipil negara (ASN) lainnya. Pelapor dapat melakukannya melalui aplikasi gratifikasi online (GOL). Aplikasi ini dapat diakses secara daring dengan mengunduhnya di Android atau iOS.

  • OC Kaligis Diperiksa, Sebut Pengacara Ronald Tannur Terkenal Urus Perkara – Page 3

    OC Kaligis Diperiksa, Sebut Pengacara Ronald Tannur Terkenal Urus Perkara – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pengacara Otto Cornelis Kaligis alias OC Kaligis kembali menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus pemufakatan jahat tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara Terpidana Ronald Tannur tahun 2023 sampai dengan 2024, dengan tersangka mantan petinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR) dan pengacara Ronald Tannur, yakni Lisa Rahmat (LS).

    Dia mengulas, penyidik menemukan ada namanya dalam tulisan tangan tersangka Lisa Rahmat (LS), usai melakukan penggeledahan. Sebab itu, dirinya dipanggil untuk menjalani pemeriksaan.

    “Jadi waktu digeledah (Kantor Lisa Rahmat) dia punya tulisan tangan dia, OC Kasasi 5 M (Rp5 miliar),” tutur OC Kaligis di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2024).

    “Terus saya ditanya apa ini, saya ada perkara lawan pengacara Lisa Rahmat. Kenapa saya tahu dia main sama hakim, karena di Jakarta Utara saya masukkan bukti-bukti, dia kan pengacaranya, ah ini bukti-bukti kita kesampingkan. Loh saya bilang kenapa,” sambungnya.

    Menurut dia, tersangka Lisa Rahmat mengakali hakim untuk menolak kasasi perkara kliennya. Dia berkesimpulan, saat itu ada persekongkolan antara majelis hakim dengan pengacara pihak lawan yang berperkara.

    “Karena itu bukti mengenai kewajiban dari Isidorus (klien Lisa Rahmat) untuk bayar fee punya Rp10 miliar. Setelah kita bikin kesimpulan, karena hakim sudah memihak kepada Lisa, dua hari langsung diputus kalah,” jelas dia.

    OC Kaligis kemudian mencoba melaporkan majelis hakim lantaran diduga telah memihak kepada klien dari Lisa Rahmat. Namun, tidak ada kelanjutan atas aduannya.

    “Saya laporkan hakimnya karena dia memihak. Memang di mana-mana Lisa terkenal ngurus perkara, punya hubungan bagus dengan hakim, terus banding, lalu kasasi, kok tiba-tiba Kejaksaan punya bukti itu OC Kasasi 5 M, apa itu. Itu pasti sogokan hakim saya punya kasasi ditolak,” ujarnya.

     

     

  • Menag Nasaruddin Umar Serahkan Gratifikasi ke KPK, Pemberi Diancam Hukuman 5 Tahun Penjara

    Menag Nasaruddin Umar Serahkan Gratifikasi ke KPK, Pemberi Diancam Hukuman 5 Tahun Penjara

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Agama atau Menag Nasaruddin Umar menyerahkan dugaan gratifikasi ke KPK. Merujuk UU Tipikor, sang pemberi gratifikasi diancam hukuman 5 tahun penjara.

    KPK memberikan apresiasi terhadap Menag Nasaruddin Umar yang menyerahkan dugaan gratifikasi. Tindakan inisiatif Nasaruddin dinilai sebagai langkah awal mencegah korupsi.

    “KPK mengapresiasi inisiatif pelaporan gratifikasi oleh menteri agama. Hal tersebut merupakan langkah awal untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/11/2024).

    Lantas, jika dugaan gratifikasi sudah diserahkan ke KPK, bagaimana dengan sang pemberi? Apakah dapat dipidana?

    Merujuk Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), pemberi gratifikasi dapat dipidana.

    Namun, ancaman pidana itu bisa diterapkan jika, gratifikasi tersebut memenuhi unsur sebagai tindak pidana suap. Secara singkat, suap bisa diartikan pemberian yang memuat unsur janji, sedangkan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas dan bukan janji.

    UU Tipikor mengatur beberapa pasal soal suap, yaitu Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, c, d, dan serta Pasal 13. Perbedaan suap dan gratifikasi juga dijelaskan dalam Pasal 5 sebagai berikut:

    Ayat (1), Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta setiap orang yang:
    a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
    b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
    Ayat (2), Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

    Sementara itu, dalam Pasal 6 disebutkan:

    Ayat (1), Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp 750 juta setiap orang yang:
    a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
    b. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

    Ayat (2), Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

    Pada Pasal 12B ayat (1) disebutkan, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

    Pasal 12C ayat (1), disebutkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.

    Ayat (2), disebutkan, penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

    Sementara itu ancaman pidana bagi penerima gratifikasi diatur dalam Pasal 12. Pasal tersebut berbunyi, penerima gratifikasi dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

  • ASN Juga Bisa Laporkan Gratifikasi seperti Menag, Ini Cara yang Aman dan Rahasia

    ASN Juga Bisa Laporkan Gratifikasi seperti Menag, Ini Cara yang Aman dan Rahasia

    Jakarta, Beritasatu.com – Langkah Menteri Agama Prof Nasarudin Umar mengembalikan barang yang diduga sebagai gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (26/11/2024) pagi mendapat banyak apresiasi. Langkah pelaporan dan pengembalian gratifikasi yang dilakukan menag ini diyakini sebagai wujud komitmen Nasaruddin agar Kemenag menjadi contoh good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik.

    Seperti diketahui gratifikasi merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penerimaan gratifikasi, terutama oleh aparatur sipil negara (ASN) atau penyelenggara negara, dapat dikenai sanksi hukum berat karena dianggap sebagai bentuk suap terselubung.

    Definisi gratifikasi tercantum dalam penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 bersama dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Istilah gratifikasi dalam ketentuan ini merujuk kepada pemberian dalam arti yang sangat luas. Termasuk dalam pemberian ini adalah uang, barang, potongan harga (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, akomodasi penginapan, perjalanan wisata, pengobatan gratis, dan fasilitas lainnya.

    Gratifikasi ini dapat diterima baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dan dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan sarana elektronik.