Kasus: Tipikor

  • Kejagung Periksa 2 Pejabat Berkah Manis Makmur di Kasus Importasi Gula Kemendag – Page 3

    Kejagung Periksa 2 Pejabat Berkah Manis Makmur di Kasus Importasi Gula Kemendag – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap dua pejabat PT Berkah Manis Makmur sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015 sampai dengan 2016.

    “Kedua saksi diperiksa untuk tersangka TTL (Thomas Trikasih Lembong),” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Kamis (5/12/2024).

    Kedua saksi yang diperiksa adalah KA selaku Factory Manager PT Berkah Manis Makmur, dan KAK selaku Manager Accounting PT Berkah Manis Makmur.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” kata Harli.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dalam kasus korupsi importasi gula. 

    Soal penetapan tersangka, berdasarkan penerapan Pasal 2 Pasal 3 UU Tipikor pun jelas disebutkan memperkaya orang lain atau pun korporasi masuk dalam ranah korupsi.

    “Ya inilah yang sedang kita dalami, karena untuk menetapkan sebagai tersangka ini kan tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana,” tutur Dirdik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (31/10/2024).

    Dia menyatakan, penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 sendiri telah merinci, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang merugikan keuangan negara, maka diancam pidana maksimal 20 tahun.

    “Begitu juga Pasal 3, di sana hampir setiap orang yang menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana, jabatan yang ada padanya, yang dapat merugikan keuangan negara, diancam pidana dan seterusnya,” jelas dia.

    “Artinya di dalam dua Pasal ini, seseorang tidak harus mendapatkan keuntungan. ketika memenuhi unsur bahwa dia salah satunya menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, akibat perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya, karena jabatannya, dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” sambung Qohar.

     

  • Helena Lim Dituntut 8 Tahun Penjara dan Bayar Ganti Rugi Ratusan Miliar

    Helena Lim Dituntut 8 Tahun Penjara dan Bayar Ganti Rugi Ratusan Miliar

    ERA.id – Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim dituntut pidana selama 8 tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015—2022.

    “Kami menuntut agar majelis hakim memvonis Helena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah membantu melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Ardito Muwardi, dikutip Antara, Kamis (5/12/2024).

    Dengan demikian, JPU menilai Helena melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 56 ke-1 KUHP.

    Selain pidana penjara, JPU turut menuntut agar majelis hakim menghukum Helena dengan denda sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama satu tahun.

    Helena juga dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar, dengan memperhitungkan aset yang telah dilakukan penyitaan.

    Apabila Helena tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, lanjut JPU, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut.

    “Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun,” kata JPU menambahkan.

    Dalam melayangkan tuntutan terhadap Helena, JPU mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, yakni perbuatan Helena tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

    Kemudian, perbuatan Helena dinilai turut mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, termasuk kerugian keuangan negara dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif, Helena telah menikmati hasil tindak pidana, serta Helena berbelit-belit dalam memberikan keterangan dalam persidangan.

    Di sisi lain, hal meringankan yang dipertimbangkan JPU bagi Helena, yaitu Helena belum pernah dihukum sebelumnya.

    Dalam kasus korupsi timah, Helena didakwa membantu terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin untuk menampung uang hasil korupsi timah sebesar 30 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp420 miliar.

    Uang korupsi itu diduga berasal dari biaya pengamanan alat processing atau pengolahan untuk penglogaman timah sebesar 500 dolar AS hingga 750 dolar AS per ton, yang seolah-olah merupakan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR) empat smelter swasta dari hasil penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

    Keempat smelter swasta dimaksud, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.

    Selain membantu penyimpanan uang korupsi, Helena juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas keuntungan pengelolaan dana biaya pengamanan sebesar Rp900 juta, dengan membeli 29 tas mewah, mobil, tanah, hingga rumah untuk menyembunyikan asal-usul uang haram tersebut.

    Atas perbuatannya, Helena didakwa merugikan negara senilai total Rp300 triliun dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah pada tahun 2015–2022.

    Dalam dakwaan, perbuatan Helena diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 56 ke-1 KUHP.

  • Eks Dirut PT Timah Riza Pahlevi (TINS) Dituntut 12 Tahun Penjara pada Kasus Korupsi Timah

    Eks Dirut PT Timah Riza Pahlevi (TINS) Dituntut 12 Tahun Penjara pada Kasus Korupsi Timah

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk. (TINS), Mochtar Riza Pahlevi Tabrani sebesar 12 tahun pidana dan denda Rp1 miliar dalam kasus mega korupsi timah.

    Selain Riza, mantan Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra turut dituntut dengan pidana serta denda yang sama dalam kasus tersebut.

    JPU menyatakan keduannya telah terbukti salah sebagaimana dakwaan primer sebelumnya terkait dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terhadap Mochtar Riza Pahlevi Tabrani oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun,” ujar jaksa di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).

    Selain itu, jaksa juga menuntut agar Riza dan Emil harus membayar uang pengganti sebesar Rp 493.399.704.345.

    Namun, apabila keduannya tidak bisa membayar uang pengganti tersebut maka harta benda milik Riza dan Emil akan disita dan dilelang untuk menutup hukuman tersebut.

    “Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun,” tambahnya.

    Sementara itu, Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) MB Gunawan juga telah dituntut dengan pidana delapan tahun penjara serta denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

    Sebagai informasi, ketiganya dan tersangka lainnya telah didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun dalam kasus dugaan korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) periode 2015-2022.

  • Setyo Budiyanto: Saya Akan Aktifkan Kembali Sistem Kolektif Kolegial Pimpinan KPK – Page 3

    Setyo Budiyanto: Saya Akan Aktifkan Kembali Sistem Kolektif Kolegial Pimpinan KPK – Page 3

    Ketua KPK terpilih, Setyo Budiyanto menyatakan pihaknya akan tetap menerapkan operasi tangkap tangan (OTT) sebagai penanganan tindak pidana korupsi. Menurut Setyo, keempat pimpinan terpilih sepakat untuk tetap mengadakan OTT. 

    “Ya sebagaimana apa yang saya sampaikan pada saat fit and proper, OTT tetap lanjut,” ujar Setyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, (5/12/2024).

    Mengkutip dari Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, menurut Setyo, istilah OTT hanya penyebutan di media.

    “Sudah disampaikan oleh Pak Alexander Marwata, beliau sampaikan bahwa penamaan. Sebenarnya kan ini hanya diskusinya terkait masalah penamaan ya, gitu. Apa, nomenklatur, kemudian tidak penamaan, apa yang saya sampaikan tadi. Menurut saya nggak ada masalah lagi,” kata Setyo. 

    Setyo menilai OTT masih diperlukan sebab OTT menjadi pintu masuk pengungkapan kasus korupsi yang lebih besar. 

    “Saya yakin semuanya masih sepakat loh, masalah itu. Karena kalau saya sebut itu, ya dalam pengalaman saya selama saya bertugas di KPK, yaitu kegiatan itu merupakan pintu masuk untuk bisa mengungkap kasus yang lebih besar,” ungkapnya.

    Setyo berharap ke depan OTT bisa menjaring OTT dengan kasus-kasus besar.

    “Kami berlima nanti akan kami bahas lebih selektif lagi, lebih detail lagi, bagaimana bisa lebih bagus, yang lebih bisa mengungkap kasus yang lebih besar,” pungkasnya.

     

     

     

    Reporter: Muhammad Genantan Saputra

    Sumber: Merdeka.com

     

  • Persidangan Ungkap Dugaan Peran Budi Said sebagai Dalang Rekayasa Transaksi Emas Antam

    Persidangan Ungkap Dugaan Peran Budi Said sebagai Dalang Rekayasa Transaksi Emas Antam

    Jakarta, Beritasatu.com  – Sidang kasus dugaan korupsi dalam jual beli atau transaksi emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dengan terdakwa crazy rich Surabaya Budi Said terus bergulir. Sejumlah fakta baru yang diungkapkan saksi-saksi dalam persidangan semakin membuat titik terang kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,16 triliun tersebut.

    Salah satu kuasa hukum Antam, Fernandes Raja Saor mengatakan, dalam persidangan sebelumnya, ahli forensik digital Dimas Perdana memaparkan hasil analisis yang mengungkap komunikasi mencurigakan dalam grup WhatsApp yang beranggotakan terdakwa dan pihak terkait lainnya. Temuan ini menunjukkan adanya koordinasi terencana yang menjadi kunci dalam pola transaksi yang sedang disidangkan.

    “Grup WhatsApp ini diduga digunakan untuk menyusun strategi terkait transaksi emas Antam di luar prosedur resmi. Hal ini bertentangan dengan klaim terdakwa Budi Said yang menyebut dirinya sebagai korban,” ujar Fernandes kepada wartawan, Rabu (4/12/2024).  

    Fernandes mengatakan, ahli lainnya, Suparji Ahmad menjelaskan sejumlah unsur yang memenuhi tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Salah satu tindakan krusial adalah pembelian emas Antam di bawah harga resmi dan penerimaan emas melebihi faktur resmi. Selain itu, pemberian (gratifikasi) kepada mantan karyawan Antam.

    Bukti lain adalah ada pihak yang diuntungkan dalam perkara ini dengan cara melawan hukum. “Salah satu saksi menyatakan pemberian fee oleh Budi Said sebesar Rp 92 miliar, hadiah mobil, rumah, serta perjalanan umrah kepada pihak tertentu,” kata dia.

    Lebih lanjut Fernandes menegaskan, klaim diskon emas yang sangat besar sehingga harganya jauh di bawah harga pasar tidak pernah menjadi kebijakan resmi Antam. “Tidak ada di SOP (standar operating procedur) atau aturan mana pun. Nilai diskon juga tidak masuk akal, bisa mencapai 15% lebih murah dari harga buyback Antam. Kalau begitu saya beli emas diskon dari Antam, saya jual lagi hari yang sama di Antam, saya untung? Kan tidak mungkin,” ujar Fernandes 

    Dia membantah pernyataan bahwa Antam gagal menyerahkan emas kepada Budi Said. “Terdakwa mendasarkan adanya emas terutang dari surat keterangan pada 16 November 2018, padahal saksi mengakui surat keterangan itu disusun sendiri oleh Budi Said dan ditandatangani oleh pihak yang menerima uang dari Budi Said,” tambahnya.

    Menanggapi pernyataan kuasa hukum Budi Said, Hotman Paris Hutapea yang menyebut kasus ini telah diputus secara perdata, Fernandes menegaskan aspek pidana dan perdata memiliki ruang lingkup berbeda. 

    “Putusan perdata tidak menghilangkan dugaan tindak pidana. Dalam hal ini, ada indikasi kerugian negara yang perlu dipertanggungjawabkan secara hukum,” katanya.  

    Adapun dalam perkara ini, jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas Antam dan tindak pidana pencucian uang. Dalam dakwaannya, Budi Said diduga merekayasa transaksi pembelian 5,9 ton emas agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari BELM Surabaya 01. Kasus transaksi emas Antam ini menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,16 triliun.

  • Crazy Rich PIK Helena Lim Dituntut Pidana 8 Tahun pada Kasus Korupsi Timah

    Crazy Rich PIK Helena Lim Dituntut Pidana 8 Tahun pada Kasus Korupsi Timah

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim delapan tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi timah.

    JPU menilai bahwa Helena telah terbukti secara sah dan bersalah dalam kasus dugaan korupsi di IUP PT Timah (TINS) Tbk. sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Tipikor.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Helena dengan pidana penjara selama 8 tahun, dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan,” ujarnya di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).

    Selain pidana badan, Helena juga dituntut untuk membayar uang pengganti Rp210 miliar dengan subsider empat tahun pidana.

    “Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun,” tambahnya.

    Kemudian, jaksa merincikan hal yang memberatkan tuntutannya itu karena Helena tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi.

    Manager PT Quantum Skyline Exchange (QSE) ini juga dinilai telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sangat fantastis dalam kasus korupsi timay tersebut.

    “Terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana dan terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan dalam persidangan,” tutur Jaksa.

    Sementara, hal yang meringankan tuntutan Helena Lim hanya satu poin yakni belum pernah dihukum sebelumnya.

    Sebagai informasi, Helena ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada Selasa (26/3/2024) malam. Berdasarkan perannya, Helena diduga membantu mengelola penyewaan proses peleburan timah ilegal melalui perusahaan PT PT Quantum Skyline Exchange.

    Helena selaku Manager PT QSE diduga telah memberikan sarana dan prasarana peleburan ilegal itu dengan dalih penyaluran program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan.

    Adapun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang perdana eks Kadis ESDM Rabu (31/7/2024) di PN Tipikor, Harvey dan Helena diduga terima uang Rp420 miliar.

    “Memperkaya Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp420.000.000.000,” ujar JPU di PN Tipikor.

  • Dua Eks Petinggi PT Timah Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 493 Miliar
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        5 Desember 2024

    Dua Eks Petinggi PT Timah Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 493 Miliar Nasional 5 Desember 2024

    Dua Eks Petinggi PT Timah Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 493 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra dituntut membayar uang pengganti masing-masing Rp 493.399.704.345 atau Rp 493 miliar.
    Uang pengganti ini merupakan tuntutan pidana tambahan yang dimohonkan jaksa kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
    Jaksa menilai, dua petinggi anak perusahaan BUMN itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah.
    “Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 493.399.704.345 dengan memperhitungkan barang bukti aset milik terdakwa yang telah dilakukan penyitaan,” kata jaksa di ruang sidang, Kamis (5/12/2024).
    Jaksa menyebut, Emil Riza dan Emil harus melunasi uang pengganti itu paling lama satu bulan setelah terbit keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
    Jika ia tidak sanggup membayar uang pengganti itu, maka harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk negara.
    “Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun,” tutur jaksa.
    Adapun dalam pidana pokoknya, Riza dan Emil sama-sama dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
    Mereka dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum.
    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa.
    Reza, Emil dan dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan crazy rich Helena Lim.
    Perkara ini juga turut menyeret Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
    Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
    Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
    Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
    Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
    “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hakim PM Surabaya Layangkan Gugatan Praperadilan di Kasus Ronald Tannur

    Hakim PM Surabaya Layangkan Gugatan Praperadilan di Kasus Ronald Tannur

    Bisnis.com, JAKARTA — Oknum Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Heru Hanindyo (HH) mengajukan gugatan praperadilan terkait kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur.

    Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto mengatakan dalam gugatan praperadilan itu dilayangkan agar Kejagung mencabut status tersangka HH.

    “Ada permohonan praperadilan yang diajukan oleh Heru Hanindyo tentang sah tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan , penyitaan dan penetapan tersangka,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (5/12/2024).

    Dia juga menyampaikan, gugatan praperadilan itu teregister dengan No.123/Pid.Pra/2024/PN.JKT.SEL dan diajukan oleh HH pada Selasa (3/12/2024).

    Nantinya, sidang gugatan praperadilan hakim HH bakal dipimpin oleh hakim tunggal Abdullah Mahrus.

    ‘Bahwa sidang pertama telah ditetapkan yaitu pada hari Jumat tanggal 13 Desember 2024,” imbuhnya.

    Sebagai informasi, HH dengan dua hakim lainnya yakni Erintuah Damanik (ED) dan Mangapul (M) telah ditetapkan sebagai tersangka pada (23/10/2024).

    Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka lantaran Kejagung menemukan bukti permulaan terkait tindak pidana korupsi berupa suap dalam vonis bebas Ronald Tannur.

    Atas perbuatannya, Heru cs diduga telah melanggar Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 18 UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

  • Ahli dari Harvey Moeis Sebut Kerusakan Tambang Ilegal Tanggung Jawab Negara

    Ahli dari Harvey Moeis Sebut Kerusakan Tambang Ilegal Tanggung Jawab Negara

    Jakarta

    Ahli Hukum Pertambangan, Abrar Saleng, menjadi salah satu saksi yang dihadirkan oleh terdakwa Harvey Moeis dalam sidang kasus korupsi pengelolaan timah. Abrar menyampaikan bahwa kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal menjadi tanggung jawab negara.

    Hal itu disampaikan Abrar saat menjadi saksi ahli meringankan dari Harvey Moeis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2024). Mulanya jaksa penuntut umum menanyakan pertanggungjawaban kerusakan lingkungan yang timbul akibat proses pertambangan.

    “Kalau bicara reklamasi, semua pertanggungjawaban itu ada pada pemegang izin usaha pertambangan. Tetapi, pertanggungjawabannya nanti itu secara simultan pada saat diserahkan kembali pada negara wilayah itu bukan pada saat izin masih berjalan,” kata Abrar.

    “Kalau itu penambangan yang dilakukan oleh yang tidak memiliki IUP, siapa yang harus bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan?” tanya jaksa penuntut umum.

    “Kalau ilegal mining tidak ada tanggung jawab lingkungannya tidak ada kewajiban kepada negara,” jawab Abrar.

    “Apakah negara kemudian menjadi beban pertanggungjawaban itu beralih kepada negara untuk reklamasi maupun pasca tambang tadi?” ujar jaksa penuntut umum.

    Jaksa penuntut umum kemudian bertanya apakah negara harus hadir dalam memulihkan kembali lingkungan yang rusak akibat tambang ilegal sebab para penambang ilegal tidak bisa dimintai pertanggung jawaban. Abrar kemudian menjawab bahwa pertanggung jawaban kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal menjadi tanggung jawab negara.

    “Kalau negara itu Pak, nanti Bapak baca Pasal 28 H mau illegal mining itu tanggung jawab negara untuk menjaga lingkungan,” jelas Abrar.

    “Bahwa kerugian negara itu esensinya harus betul-betul cermat dan hati-hati karena supaya tidak menjadi berbalik arah kepada tuntutan kepada negara. Kalau keuangan negara itu hak dan kewajiban. Jadi tidak ada hak keuangan negara adalah hak atau kewajiban tidak yang mulia, hak dan kewajiban jadi semuanya harus satu kesatuan,” kata Dian.

    “Kalau negara mengatakan itu adalah hak saya itu punya saya, berarti negara harus siap dengan kewajibannya. Maka kita dalam teori hukum keuangan publik betul-betul sangat hati-hati supaya negara itu nanggung urusan dia sendiri. Untuk tanggungan lainnya ditanggung negara tetapi negara mengendalikan,” lanjutnya.

    Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa, Rabu (14/8), Harvey disebut sebagai pihak yang mewakili PT Refined Bangka Tin dalam urusan kerja sama dengan PT Timah. Harvey disebut melakukan kongkalikong dengan terdakwa lain terkait proses pemurnian timah yang ditambang secara ilegal dari wilayah tambang PT Timah yang merupakan BUMN.

    Jaksa mengatakan suami artis Sandra Dewi itu meminta pihak-pihak smelter menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan yang disisihkan seolah-olah untuk dana corporate social responsibility (CSR).

    Jaksa mengatakan dugaan korupsi ini telah memperkaya Harvey Moeis dan crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim sebesar Rp 420 miliar. Harvey Moeis juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berupa mentransfer uang ke Sandra Dewi dan asisten Sandra, Ratih Purnamasari.

    Rekening Ratih itu disebut jaksa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari Sandra Dewi dan Harvey Moeis. Jaksa mengatakan TPPU Harvey juga dilakukan dengan pembelian 88 tas branded, 141 item perhiasan untuk Sandra Dewi, pembelian aset dan bangunan, sewa rumah mewah di Melbourne Australia hingga pembelian mobil mewah, seperti MINI Cooper, Porche, Lexus, dan Rolls-Royce.

    (dek/ygs)

  • Polisi Sita 4 Apartemen Mewah di Batam Terkait Kasus Dugaan SPPD Fiktif DPRD Riau

    Polisi Sita 4 Apartemen Mewah di Batam Terkait Kasus Dugaan SPPD Fiktif DPRD Riau

    Pekanbaru, Beritasatu.com – Ditreskrimsus Polda Riau menyita empat unit apartemen mewah di Citra Plaza Nagoya, di Lubuk Baja, Kota Batam, Kepulauan Riau, Selasa (26/11/2024). Penyitaan ini merupakan rangkaian penyidikan kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) luar daerah fiktif Sekretariat DPRD Provinsi Riau yang berasal dari APBD pada 2020-2021.

    Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Pol Nasriadi mengatakan, pihaknya menerapkan hukum upaya paksa terkait penyitaan tersebut. Dia mengaku, pihaknya memang belum menetapkan tersangka karena sedang menunggu penghitungan kerugian negara dari BPKP.

    “Namun, ada beberapa kita telah melakukan penyitaan aset yang diduga hasil dari kejahatan korupsi tersebut. Kemarin ada salah satu rumah yang berada di jalan Banda Aceh. Kemudian ada empat apartemen yang ada di Citra Plaza Nagoya, Batam,” ungkapnya, Rabu (4/12/2024).

    Nasriadi menjelaskan, empat apartemen itu diduga dibeli dari uang hasil kejahatan dalam kasus SPPD Fiktif. Selain di Batam, Ditreskrimsus Polda Riau juga akan menelusuri sejumlah daerah lain yang diduga terdapat aset-aset dalam kasus tersebut.

    “Di sana disinyalir ada aset-aset yang disembunyikan, dibeli menggunakan nama orang. Contohnya ada di daerah Padang,” ungkapnya terkait SPPD fiktif DPRD Riau.

    Sesuai data yang diterima, penyitaan pertama dilakukan di lantai 16 kompleks Nagoya City Walk. Apartemen ini merupakan milik M dengan nilai Rp 557 juta. Kedua, satu unit apartemen tipe studio di lantai 25 yang juga berada di kompleks Nagoya City Walk atas nama MS senilai Rp 557 juta.

    Ketiga, satu unit apartemen tipe studio di lantai enam di komplek yang sama atas nama IS senilai Rp 513 juta. Keempat, satu unit apartemen tipe studio di lantai tujuh atas nama TK senilai Rp 517 juta.

    Selain itu, Ditreskrimsus Polda Riau juga menyita aset dari YS senilai Rp 2,144 miliar lebih sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan SPPD fiktif.

    “Selanjutnya kita akan berkoordinasi dengan pihak BPKP. BPKP masih melakukan verifikasi tentang hotel-hotel, tempat-tempat yang diduga fiktif yang digunakan untuk pencairan uang tersebut. Setelah itu kita akan ekspos dan menunggu hasil perhitungan BPKP,” pungkas Nasriadi terkait kasus SPPD fiktif DPRD Riau.