Kasus: Tipikor

  • 10
                    
                        Artis Hana Hanifah Diperiksa, Diduga Terima Dana Korupsi DPRD Riau
                        Regional

    10 Artis Hana Hanifah Diperiksa, Diduga Terima Dana Korupsi DPRD Riau Regional

    Artis Hana Hanifah Diperiksa, Diduga Terima Dana Korupsi DPRD Riau
    Tim Redaksi
    PEKANBARU, KOMPAS.com
    – Artis
    Hana Hanifah diperiksa
    Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau terkait kasus dugaan korupsi
    perjalanan dinas fiktif
    di Sekretariat DPRD Riau, Kamis (5/12/2024).
    Hana diduga menerima aliran dana dari tindak pidana korupsi tersebut. Ia menjalani pemeriksaan mulai pukul 08.00 hingga 19.50 WIB di Mapolda Riau.
    Setelah diperiksa, Hana yang mengenakan hijab mencoba menghindari wartawan.
    Ia didampingi seorang wanita dan seorang pria yang membawa tas, kemudian bergegas menuju lift untuk meninggalkan lantai tiga gedung Mapolda Riau.
    “Sebagai saksi saja, makasih ya,” ujar Hana saat ditanya.
    “Untuk kelanjutannya tanya penyidik saja, ya,” tambahnya.
    Kabid Humas Polda Riau, Kombes Anom Karibianto, mengungkapkan dugaan aliran dana ratusan juta rupiah yang diterima Hana sejak November 2021. Dana tersebut diduga berasal dari korupsi perjalanan dinas fiktif.
    “Penyidik fokus pada aliran dana yang mengalir kepada saksi HH (
    Hana Hanifah
    ). Kami masih mengonfirmasi beberapa data karena aliran dana tidak hanya terjadi sekali, nominalnya bervariasi, mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 15 juta,” kata Anom di Mapolda Riau, Kamis malam.
    Anom menambahkan, dana yang diterima Hana wajib dikembalikan karena bersumber dari tindak pidana korupsi.
    Namun hingga kini, pengembalian dana belum dilakukan. Penyidik juga akan memanggil kembali Hana dan sejumlah saksi lain untuk melengkapi keterangan.
    “Kami fokus pada pengembalian aset negara dan memastikan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab,” ujarnya.
    Kasus Perjalanan Dinas Fiktif
    Ditreskrimsus Polda Riau tengah menyelidiki dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif di Sekretariat DPRD Riau tahun 2020-2021. Dugaan korupsi ini menyebabkan kerugian negara yang cukup besar.
    Penyidik menemukan ribuan surat perjalanan dinas dan 35.836 tiket pesawat diduga fiktif. Pada periode tersebut, penerbangan pesawat minim akibat pandemi Covid-19.
    Dalam kasus ini, beberapa saksi sudah dipanggil, termasuk mantan Pj Wali Kota Pekanbaru, Muflihun, yang menjabat sebagai Sekwan DPRD Riau saat itu.
    Penyidik juga telah menyita empat unit apartemen di Citra Plaza Nagoya, Batam, yang diduga hasil korupsi. Salah satu apartemen milik mantan Pj Wali Kota Pekanbaru.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ahli di Sidang Timah Sebut Ada Putusan yang Adopsi BUMN Bukan Bagian Keuangan Negara – Halaman all

    Ahli di Sidang Timah Sebut Ada Putusan yang Adopsi BUMN Bukan Bagian Keuangan Negara – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli Hukum Keuangan Negara, Dian Puji N Simatupang mengatakan BUMN bukan jadi bagian dari keuangan negara.

    Pernyataan ini disampaikan Dian saat dihadirkan sebagai saksi ahli dengan terdakwa Harvey Moeis, Direktur Utama PT RBT Suparta, dan Direktur Pengembangan Bisnis PT RBT Reza Ardiansyah, dalam sidang lanjutan dugaan korupsi timah, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (4/12/2024).

    Mulanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya mengenai pernyataannya yang menyebutkan perusaahaan BUMN bukan termasuk keuangan negara.

    “Selama saudara memberikan keterangan, pernah ada tidak putusan pengadilan yang mengadopsi keterangan saudara bahwa putusan keuangan negara itu memang bukan bagian dari BUMN,” tanya jaksa.

    Dian menjawab, hal tersebut pernah diterapkan dalam putusan di PN Pangkalpinang pada kasus PT Timah yang berlanjut sampai ke putusan Mahkamah Agung (MA).

    Selain itu, ada juga putusan di PN Palembang karena mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020.

    “Kalau di putusan PT Timah ada, dari PN, PT, Mahkamah Agung. Kemudian yang Bukit Asam baru-baru ini, Yang Mulia, tahun lalu itu juga di Pengadilan Negeri Palembang mengatakan, karena mengacu pada SEMA Nomor 10 Tahun 2020,” jawab Dian.

    Dian mengungkap jika MA memiliki pendapat yang sama dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 4862, maka MA tidak akan menerbitkan SEMA 10/2020.

    “Kalau misalnya MA juga sependapat dengan putusan MK 4862, nggak mungkin MA mengeluarkan SEMA yang mengatakan dua kriteria anak perusahaan BUMN itu rugi, kalau dua itu. Kalau MA sependapat dengan MK, ya sudah, bahwa anak perusahaan BUMN merugikan keuangan negara karena mendapat penyertaan modal dari BUMN. Kalau begitu ya berarti similar. Tapi kan ternyata tidak juga,” jelas Dian.

    Selain itu lanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014, tertuang bahwa penyertaan modal tidak mengalihkan kepemilikan kepada pemerintah.

    Di sisi lain menurutnya negara tidak seharusnya mengurus perusahaan BUMN.

    Sebab ada hal yang lebih penting untuk diurusi untuk dapat memberikan dampak kepada masyarakat atas pajak yang dibayarkan oleh rakyat.

    Tapi lanjutnya, meskipun BUMN dan anak usahanya bukan jadi bagian dari keuangan negara, bukan berarti pemerintah bisa lepas tangan untuk mengontrol.

    “Awasi itu BUMN dan anak perusahaan BUMN. Bahwa bukan berarti tidak menjadikan dia keuangan negara itu negara tidak mengendalikan. Itu keliru. Kita itu lebih mementingkan soal kepemilikan. Tapi melemahkan pengendalian. Itu yang keliru yang selalu kita lakukan selama ini,” kata Dian.

    Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. 

    Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

    Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. 

    Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

     

  • Setahun Berlalu, Kompolnas Desak Polisi Segera Lengkapi Berkas Perkara Firli Bahuri

    Setahun Berlalu, Kompolnas Desak Polisi Segera Lengkapi Berkas Perkara Firli Bahuri

    ERA.id – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengakui Polda Metro Jaya lama dalam melengkapi berkas perkara mantan Ketua KPK, Firli Bahuri di kasus dugaan pemerasan terhadap eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

    “Dalam pantauan Kompolnas, memang sudah masuk satu tahun. Mestinya penyidik sudah dapat memberikan kepastian hukum, terutama dapat memenuhi petunjuk-petunjuk JPU (jaksa penuntut umum) saat berkas hasil penelitian JPU masih harus dikembalikan ke penyidik untuk dilengkapi,” kata Komisioner Kompolnas Yusuf Warsyim kepada wartawan, Selasa (3/12/2024).

    Yusuf menyebut penyidik Polda Metro Jaya harus bekerja secara profesional, akuntabel, cermat, dan teliti dalam menangani kasus koruptor ini. Dia pun meminta kepolisian untuk segera melengkapi berkas perkara Firli Bahuri.

    “Bagi kami sebagai pengawas eksternal, penyidik diharapkan dapat menuntaskan penyidikan ini untuk tidak lama-lama lagi menyelesaikan. Apabila masih perlu berlama-lama, tentu tertutup adanya kritikan dan keragu-raguan publik terhadap penyidikan kasus FB sungguh-sungguh atau tidak,” jelasnya.

    Diketahui, Firli Bahuri merupakan tersangka kasus pemerasan terhadap SYL dan dijerat Pasal 12e atau 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.

    Mantan Ketua KPK ini tidak ditahan usai ditetapkan menjadi tersangka. Sebelumnya dia mengajukan gugatan praperadilan penetapan tersangka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Namun, gugatannya ini belum diterima hakim. Firli kembali mengajukan praperadilan namun tak lama kemudian gugatan kedua itu dicabut.

    Polda Metro Jaya pun menyampaikan pihaknya juga mengusut kasus Firli Bahuri yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan melanggar UU KPK.

    Untuk kasus Firli Bahuri diduga melanggar Pasal 36 juncto Pasal 65 UU KPK telah naik ke tahap penyidikan.

    Terbaru, pengacara Firli, Ian Iskandar mengirimkan surat ke Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto, dan Kompolnas untuk meminta agar kasus pemerasan kliennya dihentikan penyidikannya.

  • Persidangan Ungkap Dugaan Kuat Peran Budi Said sebagai Dalang Rekayasa Transaksi Emas

    Persidangan Ungkap Dugaan Kuat Peran Budi Said sebagai Dalang Rekayasa Transaksi Emas

    Jakarta: Sidang kasus dugaan korupsi dalam jual beli emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dengan terdakwa ‘Crazy Rich’ Surabaya Budi Said terus bergulir. Sejumlah fakta baru yang diungkapkan saksi-saksi dalam persidangan pun semakin membuat titik terang kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,16 triliun tersebut.

    Salah satu kuasa hukum Antam, Fernandes Raja Saor, mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang berhasil mengungkap indikasi kerugian negara dalam kasus Budi Said. Pengungkapan ini menunjukkan komitmen Kejaksaan Agung dalam menegakkan hukum dan menjaga integritas sektor pertambangan, serta menjaga aset negara dari praktik yang merugikan. 

    Fernandes menilai bahwa penegakan hukum yang tegas adalah kunci untuk memastikan keadilan, serta melindungi kepentingan masyarakat dan negara. Harapannya, langkah ini dapat menjadi pendorong untuk tindakan lebih lanjut dalam mengatasi berbagai kasus serupa.

    “Kami menghormati proses peradilan yang sedang berjalan. Semua bukti yang dihadirkan menunjukkan adanya indikasi kuat persekongkolan yang merugikan keuangan negara,” ujar Fernandes kepada wartawan, Rabu, 4 Desember 2024.  

    Dia mencontohkan, dalam persidangan sebelumnya, ahli forensik digital Dimas Perdana memaparkan hasil analisis yang mengungkap komunikasi mencurigakan dalam grup WhatsApp yang beranggotakan terdakwa dan pihak terkait lainnya. Temuan ini menunjukkan adanya koordinasi terencana yang menjadi salah satu kunci dalam pola transaksi yang sedang disidangkan.

    Grup WhatsApp ini diduga digunakan untuk menyusun strategi terkait jual beli emas di luar prosedur resmi. Hal ini bertentangan dengan klaim terdakwa Budi Said yang menyebut dirinya sebagai korban. 

    Ahli lainnya, Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H., menjelaskan sejumlah unsur yang memenuhi tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Salah satu tindakan krusial adalah pembelian emas dengan harga di bawah harga resmi dan penerimaan emas melebihi faktur resmi dan juga adanya pemberian (gratifikasi) kepada mantan karyawan Antam. 

     

    Selain itu, adanya saksi yang menyatakan bahwa pemberian fee oleh terdakwa sebesar Rp92 miliar, hadiah mobil, rumah, serta perjalanan umrah kepada pihak tertentu juga merupakan bukti adanya pihak yang diuntungkan dalam perkara ini dengan cara melawan hukum. Sehingga klaim terdakwa sebagai korban tidak dapat diterima dan tidak menghapus tanggung jawab pidana. 

    “Terdapat saksi yang mengaku diperintahkan Terdakwa untuk memberikan uang miliaran, mobil, rumah bahkan umrah kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan emas. Ini kan menjadi dugaan adanya transaksi mencurigakan, tidak ada transaksi halal yang skemanya begitu,” tegas Fernandes. 
     
    Antam tegaskan tidak ada diskon emas
    Lebih lanjut Fernandes menegaskan, klaim diskon emas yang sangat besar sehingga harganya jauh di bawah harga pasar tidak pernah menjadi kebijakan resmi Antam. 

    “Diskon seperti itu tidak pernah ada di Antam, tidak ada di SOP ataupun aturan manapun. Nilai diskon juga tidak masuk akal, bisa mencapai 15 persen lebih murah dari harga buyback Antam. Kalau begitu saya beli emas diskon dari antam, saya jual lagi hari yang sama di Antam, saya untung? Kan tidak mungkin,” ujar Fernandes. 

    Dia juga membantah pernyataan bahwa Antam gagal menyerahkan emas kepada Budi Said. 

    “Terdakwa mendasarkan adanya emas terutang dari Surat Keterangan tanggal 16 November 2018, padahal saksi mengakui surat keterangan itu disusun sendiri oleh Budi Said dan ditandatangani oleh pihak yang menerima uang dari Budi Said,” tambahnya.

    Menanggapi pernyataan kuasa hukum Budi Said, Hotman Paris Hutapea yang menyebut bahwa kasus ini telah diputus secara perdata, Fernandes menegaskan aspek pidana dan perdata memiliki ruang lingkup berbeda.

    “Putusan perdata tidak menghilangkan dugaan tindak pidana. Dalam hal ini, ada indikasi kerugian negara yang perlu dipertanggungjawabkan secara hukum,” katanya.  

     

    Fernandes pun berharap masyarakat tidak terjebak pada narasi yang menyesatkan dan membiarkan proses hukum berjalan secara objektif.

    “Kami percaya bahwa pengadilan akan memberikan keputusan yang adil berdasarkan fakta-fakta yang ada. Antam berkomitmen untuk selalu transparan dan mendukung proses penegakan hukum,” pungkas Fernandes.  

    Adapun dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung RI mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas Antam dan tindak pidana pencucian uang. Dalam dakwaannya, Budi Said diduga merekayasa transaksi pembelian 5,9 ton emas agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari BELM Surabaya 01.

    Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp1,16 triliun, yang terdiri dari Rp92.257.257.820 pada pembelian pertama dan Rp1.073.786.839.584 pada pembelian kedua. Angka ini dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas Antam di BELM Surabaya 01 dan kewajiban Antam untuk menyerahkan 1.136 kilogram emas kepada Budi Said sesuai Putusan Mahkamah Agung No.1666K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.

    Atas perbuatannya, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

    Selain itu, Budi Said juga terancam pidana berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.

    Jakarta: Sidang kasus dugaan korupsi dalam jual beli emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dengan terdakwa ‘Crazy Rich’ Surabaya Budi Said terus bergulir. Sejumlah fakta baru yang diungkapkan saksi-saksi dalam persidangan pun semakin membuat titik terang kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,16 triliun tersebut.
     
    Salah satu kuasa hukum Antam, Fernandes Raja Saor, mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang berhasil mengungkap indikasi kerugian negara dalam kasus Budi Said. Pengungkapan ini menunjukkan komitmen Kejaksaan Agung dalam menegakkan hukum dan menjaga integritas sektor pertambangan, serta menjaga aset negara dari praktik yang merugikan. 
     
    Fernandes menilai bahwa penegakan hukum yang tegas adalah kunci untuk memastikan keadilan, serta melindungi kepentingan masyarakat dan negara. Harapannya, langkah ini dapat menjadi pendorong untuk tindakan lebih lanjut dalam mengatasi berbagai kasus serupa.
    “Kami menghormati proses peradilan yang sedang berjalan. Semua bukti yang dihadirkan menunjukkan adanya indikasi kuat persekongkolan yang merugikan keuangan negara,” ujar Fernandes kepada wartawan, Rabu, 4 Desember 2024.  
     
    Dia mencontohkan, dalam persidangan sebelumnya, ahli forensik digital Dimas Perdana memaparkan hasil analisis yang mengungkap komunikasi mencurigakan dalam grup WhatsApp yang beranggotakan terdakwa dan pihak terkait lainnya. Temuan ini menunjukkan adanya koordinasi terencana yang menjadi salah satu kunci dalam pola transaksi yang sedang disidangkan.
     
    Grup WhatsApp ini diduga digunakan untuk menyusun strategi terkait jual beli emas di luar prosedur resmi. Hal ini bertentangan dengan klaim terdakwa Budi Said yang menyebut dirinya sebagai korban. 
     
    Ahli lainnya, Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H., menjelaskan sejumlah unsur yang memenuhi tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Salah satu tindakan krusial adalah pembelian emas dengan harga di bawah harga resmi dan penerimaan emas melebihi faktur resmi dan juga adanya pemberian (gratifikasi) kepada mantan karyawan Antam. 
     
     

     
    Selain itu, adanya saksi yang menyatakan bahwa pemberian fee oleh terdakwa sebesar Rp92 miliar, hadiah mobil, rumah, serta perjalanan umrah kepada pihak tertentu juga merupakan bukti adanya pihak yang diuntungkan dalam perkara ini dengan cara melawan hukum. Sehingga klaim terdakwa sebagai korban tidak dapat diterima dan tidak menghapus tanggung jawab pidana. 
     
    “Terdapat saksi yang mengaku diperintahkan Terdakwa untuk memberikan uang miliaran, mobil, rumah bahkan umrah kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan emas. Ini kan menjadi dugaan adanya transaksi mencurigakan, tidak ada transaksi halal yang skemanya begitu,” tegas Fernandes. 
     
    Antam tegaskan tidak ada diskon emas
    Lebih lanjut Fernandes menegaskan, klaim diskon emas yang sangat besar sehingga harganya jauh di bawah harga pasar tidak pernah menjadi kebijakan resmi Antam. 
     
    “Diskon seperti itu tidak pernah ada di Antam, tidak ada di SOP ataupun aturan manapun. Nilai diskon juga tidak masuk akal, bisa mencapai 15 persen lebih murah dari harga buyback Antam. Kalau begitu saya beli emas diskon dari antam, saya jual lagi hari yang sama di Antam, saya untung? Kan tidak mungkin,” ujar Fernandes. 
     
    Dia juga membantah pernyataan bahwa Antam gagal menyerahkan emas kepada Budi Said. 
     
    “Terdakwa mendasarkan adanya emas terutang dari Surat Keterangan tanggal 16 November 2018, padahal saksi mengakui surat keterangan itu disusun sendiri oleh Budi Said dan ditandatangani oleh pihak yang menerima uang dari Budi Said,” tambahnya.
     
    Menanggapi pernyataan kuasa hukum Budi Said, Hotman Paris Hutapea yang menyebut bahwa kasus ini telah diputus secara perdata, Fernandes menegaskan aspek pidana dan perdata memiliki ruang lingkup berbeda.
     
    “Putusan perdata tidak menghilangkan dugaan tindak pidana. Dalam hal ini, ada indikasi kerugian negara yang perlu dipertanggungjawabkan secara hukum,” katanya.  
     
     

     
    Fernandes pun berharap masyarakat tidak terjebak pada narasi yang menyesatkan dan membiarkan proses hukum berjalan secara objektif.
     
    “Kami percaya bahwa pengadilan akan memberikan keputusan yang adil berdasarkan fakta-fakta yang ada. Antam berkomitmen untuk selalu transparan dan mendukung proses penegakan hukum,” pungkas Fernandes.  
     
    Adapun dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung RI mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas Antam dan tindak pidana pencucian uang. Dalam dakwaannya, Budi Said diduga merekayasa transaksi pembelian 5,9 ton emas agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari BELM Surabaya 01.
     
    Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp1,16 triliun, yang terdiri dari Rp92.257.257.820 pada pembelian pertama dan Rp1.073.786.839.584 pada pembelian kedua. Angka ini dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas Antam di BELM Surabaya 01 dan kewajiban Antam untuk menyerahkan 1.136 kilogram emas kepada Budi Said sesuai Putusan Mahkamah Agung No.1666K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.
     
    Atas perbuatannya, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
     
    Selain itu, Budi Said juga terancam pidana berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ROS)

  • Mantan Pimpinan BNI Cabang Bengkalis Minta Bebas Usai Dituntut 10 Tahun Penjara

    Mantan Pimpinan BNI Cabang Bengkalis Minta Bebas Usai Dituntut 10 Tahun Penjara

    Penilaian ini berdasarkan hasil audit dan kesalahan diduga dilakukan oleh bawahan terdakwa. Fakta sidang juga mengungkapkan proses pencairan kredit terjadi pada bagian analis kredit dan penyelia pemasaran.

    Bawahan terdakwa tidak melakukan prosedur secara komperhensif sehingga terjadi penyimpangan penyaluran kredit. Seperti tidak melakukan survey agunan tapi dinyatakan bawahannya sudah disurvey.

    “Saksi audit juga menyatakan pimpinan berdasarkan aturan BNI tidak diwajibkan ke lapangan karena merupakan tugas analis kredit dan penyelia pemasaran,” ulas Harinal.

    Di sisi lain, kredit yang cair dinikmati oleh pihak ketiga sehingga terjadi kerugian negara seperti tersangka Joko, Sarly, Anji, Suyoko dan Sahdarun. Hal ini diperkuat kesaksian nama-nama tersebut.

    “Kemudian tidak ada niat jahat atau mens rea sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang Tipikor yang dilakukan terdakwa,” kata Harinal.

    Terdakwa sebelum kredit cair, tambah Harinal, juga berkoordinasi dengan atasannya di BNI Cabang Dumai. Hal itu juga diatur Putusan Mahkamah Agung No. 1046 K/Pid.Sus/2009.

    “Mahkamah Agung menegaskan bahwa meskipun bank milik negara mengalami kerugian dalam pemberian kredit yang bermasalah, kerugian tersebut bukan kerugian negara selama tidak terbukti ada penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum yang merugikan negara,” terang Harinal.

    Dengan fakta sidang dan fakta hukum itu, Harinal menilai unsur merugikan keuangan negara atau merugikan perekonomian negara tidak terpenuhi dan tidak dapat diterapkan kepada kliennya.

    “Kemudian ada pemalsuan anggunan yang terlihat asli karena dikeluarkan kepala desa, lalu adanya peminjaman nama nasabah oleh pihak ketiga untuk mendapatkan pencairan kredit tersebut,” jelas Harinal.

    Usai pledoi ini, sidang dilanjutkan dengan agenda tanggapan dari JPU pada pekan berikutnya.

  • Polda Riau Periksa Artis Hana Hanifah, Terkait Penyitaan Apartemen Mantan PJ Wali Kota Pekanbaru?

    Polda Riau Periksa Artis Hana Hanifah, Terkait Penyitaan Apartemen Mantan PJ Wali Kota Pekanbaru?

    Liputan6.com, Pekanbaru – Artis film televisi sekaligus selebgram Hana Hanifah datang ke Polda Riau. Perempuan yang pernah berurusan dengan Polrestabes Medan, Sumatra Utara ini, masuk ke ruangan penyidik Subdit Tindak Pidana Korupsi Reserse Kriminal Khusus.

    Datang memakai hijab pada Kamis petang, 5 Desember 2024, Hana Hanifah hanya tersenyum kepada awak media. Hanya 2 kata yang keluar dari bibirnya ketika ditanya terkait kedatangannya ke penyidik.

     

    “Maaf ya,” katanya sambil berlalu memasuki ruangan penyidik.

    Kedatangan Hana Hanifah diduga terkait pengusutan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif di DPRD Riau pada tahun 2020-2021. Penyidik saat ini gencar menelusuri aset dari penyimpangan anggaran bernilai puluhan miliar itu.

    Kabid Humas Polda Riau Komisaris Besar Anom Karibianto membenarkan kedatangan Hana ke Polda Riau untuk diminta keterangan.

    “Nanti saya update, masih (diperiksa),” kata Anom.

    Dalam kasus ini, penyidik telah meminta keterangan puluhan orang termasuk mantan Sekretaris DPRD Riau Muflihun. Nama ini juga pernah menjadi Penjabat Wali Kota Pekanbaru selama 2 tahun.

    Sejumlah aset telah disita penyidik, termasuk barang branded dari tenaga harian lepas Mira Susanti. Penyidik juga menyita 4 apartemen bernilai miliaran rupiah di Batam atas nama Muflihun, Mira Susanti dan 2 pria yang pernah berdinas di Sekretariat DPRD Riau.

    Nama Hana Hanifah Kemudian muncul dan diduga menerima sejumlah aliran dari korupsi SPPD. Tidak diketahui apakah benar Hana menerima aliran dana atau siapa pemberinya.

    Untuk Muflihun sendiri sudah sering bolak-balik jalani pemeriksaan di Polda Riau. Saat ini, penyidik juga berkoordinasi dengan lembaga audit untuk menghitung kerugian negara dalam kasus ini.

     

    *** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Polisi Menduga Hana Hanifah Terima Uang Ratusan Juta Rupiah Hasil Korupsi
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        5 Desember 2024

    Polisi Menduga Hana Hanifah Terima Uang Ratusan Juta Rupiah Hasil Korupsi Regional 5 Desember 2024

    Polisi Menduga Hana Hanifah Terima Uang Ratusan Juta Rupiah Hasil Korupsi
    Tim Redaksi
    PEKANBARU, KOMPAS.com – 
    Kabid Humas
    Polda Riau
    , Kombes Anom Karibianto, mengatakan, artis
    Hana Hanifah
    diduga menerima dana ratusan juta rupiah dari kasus
    perjalanan dinas fiktif
    di Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Riau.
    Anom mengatakan, dugaan aliran dana mengalir ke Hana sejak November 2021.
    Dana itu diduga berasal dari pihak yang terlibat dalam
    korupsi
    uang negara tersebut.
    “Penyidik fokus pada aliran dana yang mengalir kepada saksi HH (Hana Hanifah). Kami masih mengonfirmasi beberapa data karena aliran dana tidak hanya terjadi sekali, nominalnya juga bervariasi, mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 15 juta,” ungkap Anom saat diwawancarai wartawan di Mapolda Riau, Kamis malam, usai pemeriksaan Hana di Mapolda Riau.
    Anom mengatakan, jika memang pihak-pihak yang diperiksa mendapaatkan aliran dana, maka uang tersebut wajib dikembalikan karena berasal dari tindak pidana korupsi.
    Penyidik berencana memanggil kembali Hana dan beberapa saksi lainnya untuk melengkapi keterangan serta memastikan kebenaran dugaan aliran dana.
    “Kami fokus pada pengembalian aset negara dan memastikan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab,” kata Anom.
    Sebelumnya diberitakan, Ditreskrimsus Polda Riau tengah mengusut kasus dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif di Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Riau pada tahun 2020-2021.
    Dalam penyelidikan ini, polisi telah memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan.
    Salah satunya mantan Pj Wali Kota Pekanbaru, Muflihun, yang saat itu menjabat sebagai Sekwan DPRD Riau.
    Penelusuran polisi menemukan indikasi korupsi dengan kerugian negara yang cukup besar.
    Sejumlah temuan mengungkapkan ribuan surat perjalanan dinas yang diduga fiktif dan 35.836 tiket pesawat yang juga diduga palsu.
    Padahal, pada periode 2020-2021, tidak ada penerbangan pesawat karena adanya pandemi Covid-19.
    Berdasarkan temuan tersebut, kasus ini telah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan.
    Beberapa hari lalu, penyidik Ditreskrimsus Polda Riau menyita empat unit apartemen di Citra Plaza Nagoya, Batam, Kepulauan Riau, yang diduga terkait dengan hasil korupsi perjalanan dinas fiktif.
    Salah satu apartemen yang disita milik mantan Pj Wali Kota Pekanbaru, Muflihun.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pj Wali Kota Mojokerto Ajak Maknai Hari Anti Korupsi Dunia sebagai Sebuah Gerakan Moral dan Revolusi Mental

    Pj Wali Kota Mojokerto Ajak Maknai Hari Anti Korupsi Dunia sebagai Sebuah Gerakan Moral dan Revolusi Mental

    Mojokerto (beritajatim.com) – Penjabat (Pj) Wali Kota Mojokerto, Moh. Ali Kuncoro mengajak seluruh masyarakat memaknai peringatan Hari Anti Korupsi Dunia (Hakordia) sebagai sebuah gerakan moral dan revolusi mental. Hal tersebut disampaikan saat menjadi narasumber talkshow pencegahan korupsi melalui pengendalian gratifikasi, peringatan Hakordia 2024.

    “Mari kita maknai peringatan hari anti korupsi ini jangan hanya sebatas seremonial belaka, tapi mari kita maknai sebagai sebuah gerakan moral, dan revolusi mental. Ada tiga jenis korupsi berdasarkan skala dan paparannya, yaitu petty corruption, grand corruption, dan political corruption,” ungkapnya di Sabha Mandala Madya, Balai Kota Mojokerto, Kamis (5/12/2024).

    Petty corruption adalah korupsi skala kecil, seperti pungutan liar, gratifikasi, penyuapan, uang pelican. Grand corruption atau biasa disebut korupsi kelas kakap adalah korupsi dengan nilai kerugian negara yang fantastis, miliaran hingga triliunan rupiah. Sementara Political corruption atau korupsi politik terjadi ketika pengambil keputusan politik menyalahgunakan wewenangnya dengan memanipulasi kebijakan, prosedur.

    “Seperti penyuapan, jual beli suara, nepotisme, atau pembiayaan kampanye. Menghilangkan korupsi itu memang tidak mudah, tapi bisa kita minimalisir, melalui peningkatan transparansi, penguatan sistem pengawasan, edukasi masif, serta reformasi birokrasi yang bebas dari celah korupsi. Mari kita mulai dari diri sendiri dengan hal-hal kecil, seperti disiplin tidak korupsi waktu bekerja,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, capaian MCP (Monitoring Center for Prevention) Kota Mojokerto tahun 2024  cukup tinggi yakni sebesar 91, menduduki peringkat 2 se-Jawa Timur. MCP merupakan tolak ukur bagi KPK dalam upaya mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dengan tujuan mendorong perbaikan sistem dan regulasi serta implementasi sistem pengelolaan yang lebih transparan. [tin/ian]

  • Pimpinan KPK Terpilih Bakal Dilantik, Puan Ingatkan Jangan ‘Main’ Politisasi Hukum

    Pimpinan KPK Terpilih Bakal Dilantik, Puan Ingatkan Jangan ‘Main’ Politisasi Hukum

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua DPR Puan Maharani berharap agar sosok pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru tidak melakukan politisasi dalam penegakan tindak pidana korupsi. 

    Hal itu disampaikan oleh Puan usai Rapat Paripurna DPR yang di antaranya menyetujui lima orang calon pimpinan dan dewan pengawas (dewas) KPK periode 2024-2029, Kamis (5/12/2024).

    Puan berpesan agar pimpinan KPK jilid VI nantinya bisa memitigasi dan mengantisipasi korupsi. 

    “Kemudian jangan ada politisasi dalam penegakan korupsi. Jadi sebesar-besarnya, sebaik-baiknya adalah untuk memberantas korupsi,” ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/12/2024). 

    Adapun lima orang calon pimpinan KPK periode 2024-2029 sebelumnya telah disetujui oleh Komisi 3 DPR melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test November 2024 lalu. 

    Ketua Komisi 3 DPR Habiburokhman lalu membacakan bahwa berdasarkan hasil voting, maka lima orang pimpinan KPK 2024-2029 dengan susunan ketua dan wakil ketua yakni Setyo Budiyanto, Johanis Tanak, Fitroh Rohcahyanto, Agus Joko Pramono dan Ibnu Basuki Widodo. 

    “Calon pimpinan KPK masa jabatan 2024-2029 terpilih adalah sebagai berikut: Pertama Setyo Budiyanto sebagai ketua, Johanis Tanak sebagai wakil ketua, Fitroh Rohcahyanto sebagai wakil ketua, Agus Joko Pramono sebagai wakil ketua, Ibnu Basuki Widodo sebagai wakil ketua,” ujar Habiburokhman di Ruang Paripurna DPR, Jakarta, Kamis (5/12/2024). 

    Berdasarkan pantauan Bisnis, empat dari lima calon pimpinan KPK terpilih itu hadir pada sidang paripurna. Hanya Johanis Tanak, yang juga merupakan pimpinan KPK petahana yang tidak hadir karena tengah melakukan tugasnya. 

    Atas pembacaan hasil laporan Komisi 3 DPR itu, Ketua DPR Puan Maharani lalu menanyakan apabila para anggota dewan bisa menyetujui hasil laporan komisi 3 DPR. 

    “Apakah hasil laporan Komisi 3 atas hasil uji kelayakan calon pimpinan dan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi masa jabatan 2024-2029 dapat disetujui?,” tanya Puan. 

    “Setuju,” jawab para anggota dewan. 

    Ketua KPK terpilih Setyo Budiyanto pun mengatakan lima pimpinan lembaga antirasuah yang baru nantinya akan menerapkan prinsip kolektif kolegial, serta bakal kompak dan solid.

    “Kami minta dukungan seluruh masyarakat, mudah-mudahan pimpinan yang 2024-2029 ini betul-betul bisa mengembalikan marwah KPK. Terima kasih, saya minta dukungan,” pungkasnya. 

  • KPK Identifikasi 8 Modus Korupsi Industri Asuransi Pelat Merah di Indonesia – Halaman all

    KPK Identifikasi 8 Modus Korupsi Industri Asuransi Pelat Merah di Indonesia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan sudah beberapa kali kasus korupsi yang melibatkan petinggi perusahaan pelat merah alias BUMN di sektor jasa keuangan.

    Satu kasus terbaru yang menonjol adalah korupsi di perusahaan asuransi pelat merah PT Jasindo (Persero). Di kasus ini, KPK menahan 2 tersangka korupsi pembayaran komisi ke agen.

    “Ada banyak modus-modus korupsi di industri asuransi seperti kasus Jasindo,” kata Direktur Antikorupsi Badan Usaha KPK Aminudin saat menjadi pembicara Half Day Seminar Hari Antikorupsi Sedunia 2024 yang diselenggarakan Indonesia Re di Jakarta, Kamis, 5 Desember 2024.

    Berdasar hasil identifikasi penyidik KPK setidaknya ada 8 modus korupsi di BUMN asuransi, yakni:

    Penunjukan rekanan atau reasuransi tertentu,
    Klaim asuransi fiktif,
    Penggelapan premi oleh agen atau broker,
    Komisi atau hadiah yang bersifat ilegal,
    Penyalahgunaan aset perusahaan,
    Manipulasi klaim ke nasabah,
    Manipulasi laporan keuangan untuk menghindari pajak,
    Fee atau klaim asuransi.

    “Akar korupsi di Indonesia berakar dari adanya konflik kepentingan,” ungkap Aminudin. Karena itu aturan tentang tindak pidana korupsi mengatur benturan-benturan kepentingan tersebut.

    Dia mengatakan, sebenarnya sudah ada sekitar 100 aturan dari OJK dan lain-lain yang melarang pejabat BUMN menerima sesuatu termasuk barang.

    Namun aturan-aturan yang ada memiliki kelemahan mendasar karena tidak mengatur larangan memberikan sesuatu. “Aturan larangan ini seharusnya tegas,” kata Aminudin.

    Untuk mencegah tindak pidana korupsi yang melibatkan badan usaha baik BUMN maupun swasta, KPK tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menanganinya.

    “Ada 2 juta pelaku usaha di Indonesia. Dengan sumber daya yang terbatas kami tak mungkin dekati one by one, maka itu pendekatan yang kami lakukan adalah melalui asosiasi dunia usaha.”

    “Kita memberikan sosialisasi ke dunia usaha yang bisnis harus memberikan suap atau gratifikasi. Sampai triwulan III 2024, kami bersama asosiasi telah menemukan 165 isu penting terkait korupsi berdasarkan masukan yang mereka sampaikan kepada kami,” beber Aminudin.

    Sebagian diantaranya berasal dari sektor jasa keuangan. Jenis-jenis tindak pidana korupsi tersebut antara lain:

    1. kerugian keuangan negara

    2. pemerasan

    3. Penggelapan dalam jabatan

    4. Perbuatan curang

    5. Benturan kepentingan dalam pengadaan

    6. Tindak pidana lain yang berhubungan dengan korupsi.

    Pengamat hukum Profesor Hikmahanto Juwana di diskusi ini menyoroti perlunya kesamaan perlakuan hukum terhadap dunia usaha BUMN dan sektor swasta yang menurutnya saat ini masih timpang.

    “Level playing field di industri asuransi tak sama antara pelaku industri asuransi swasta dan BUMN, kerena uang milik BUMN selama ini dianggap sebagai uang negara.”

    Jadi kalau ada tindakan pimpinan BUMN yang menyebabkan kerugian perusahaan dianggap juga merugikan negara.

    “Modus-modus korupsi di industri asuransi seperti yang selama ini jadi kriteria KPK, pada dasarnya praktik di industri asuransi swasta sudah dianggap sebagai hal biasa. Tapi di BUMN itu dianggap sebagai korupsi,” kata dia.

    Buyung Wiromo Samudro, Direktur Pengawasan Badan Usaha Jasa Keuangan, Jasa Penilai dan Manufaktur BPKP mengatakan, upaya engawasan oleh BPKP terhadap BUMN selama ini difokuskan pada pengawasan tata kelola perusahaan atau aspek good corporate governance (GCG)-nya.

    “GCG di BUMN sudah dijalankan sejak 20 tahun lalu di Indonesia,” kata dia. Manfaat penerapan GCG di BUMN meningkatkan kenaikan laba dan total aset BUMN. 

    Dia membandingkan, di tahun 2019 skor rata-rata 83,10 versus total aset BUMN Rp7.773 triliun. Kemudian di 2022, skor rata-rata BUMN naik menjadi 84,89 dengan total aset BUMN Rp10.402 triliun.

    “Implementasi CGC di BUMN itu penting untuk mengatasi konflik kepentingan di dalam perusahaan itu sendiri,” tegasnya.