Kasus: Tipikor

  • KPK Sita Dokumen dan Bukti Elektronik Kasus Eks Gubernur Bengkulu

    KPK Sita Dokumen dan Bukti Elektronik Kasus Eks Gubernur Bengkulu

    Jakarta, CNN Indonesia

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan penggeledahan di Bengkulu dalam rangka mencari bukti kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang menjerat Gubernur Bengkulu periode 2021-2024 Rohidin Mersyah dkk.

    “Pada tanggal 4 sampai dengan 6 Desember 2024, KPK melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penggeledahan pada tujuh rumah pribadi, satu rumah dinas dan lima kantor di lingkungan Pemprov Bengkulu,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Jumat (6/12).

    Tessa menjelaskan penggeledahan tersebut merupakan bagian dari rangkaian lanjutan kegiatan penyidikan atas penangkapan yang dilakukan oleh KPK pada 23 dan 24 November 2024.

    Penggeledahan yang dilakukan bertujuan untuk mencari alat bukti lain yang dapat memperkuat alat bukti yang telah dimiliki oleh penyidik serta memastikan ada tidaknya tindak pidana korupsi lain yang dilakukan oleh para tersangka.

    “Bahwa dari hasil penggeledahan tersebut, KPK telah melakukan penyitaan berupa dokumen-dokumen, surat dan catatan-catatan tangan serta barang bukti elektronik (BBE) yang diduga punya keterkaitan dengan perkara tersebut di atas,” ucap Tessa.

    Juru bicara berlatar belakang pensiunan Polri ini lantas mengimbau kepada pejabat di lingkungan Pemprov Bengkulu untuk bersikap kooperatif serta menyampaikan keterangan dengan sebenar-benarnya.

    Untuk pihak-pihak yang tidak bersikap kooperatif, tegas dia, KPK akan mengambil tindakan yang patut dan terukur sesuai dengan Undang-undang.

    “Penyidikan saat ini masih memungkinkan untuk meminta pihak-pihak lainnya yang patut untuk dimintakan pertanggungjawaban pidananya,” ucap dia.

    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan calon gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan ajudan gubernur Evriansyah alias Anca sebagai tersangka.

    Mereka sudah ditahan untuk waktu 20 hari pertama hingga 13 Desember 2024 di Rutan Cabang KPK, dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 KUHP.

    Lima orang lainnya yang sempat ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK diputuskan untuk dilepas karena berstatus sebagai terperiksa atau saksi.

    Mereka ialah Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Bengkulu Syarifudin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bengkulu Syafriandi, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu Saidirman, Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Provinsi Bengkulu Ferry Ernest Parera, serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu Tejo Suroso.

    Dalam Pilgub Bengkulu tahun 2024, Rohidin yang berpasangan dengan Meriani melawan pasangan Helmi Hasan-Mi’an. Helmi Hasan merupakan adik dari Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.

    Hasil perhitungan cepat menunjukkan Rohidin-Meriani kalah dari lawannya.

    (ryn/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • Geledah 13 Lokasi, KPK Sita Dokumen, Surat, dan Bukti Elektronik Terkait Kasus Rohidin Mersyah

    Geledah 13 Lokasi, KPK Sita Dokumen, Surat, dan Bukti Elektronik Terkait Kasus Rohidin Mersyah

    Geledah 13 Lokasi, KPK Sita Dokumen, Surat, dan Bukti Elektronik Terkait Kasus Rohidin Mersyah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) melakukan penggeledahan di 13 lokasi di Bengkulu terkait kasus korupsi yang menjerat Gubernur nonaktif Bengkulu Rohidin Mersyah.
    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan, penggeledahan di 13 lokasi itu dilakukan selama 4-6 Desember 2024 yang meliputi, 7 rumah pribadi, 1 rumah dinas, dan 5 kantor di lingkungan Pemprov Bengkulu.
    “Penggeledahan tersebut merupakan bagian dari rangkaian lanjutan kegiatan penyidikan atas penangkapan yang dilakukan oleh KPK pada tanggal 23 dan 24 November 2024,” kata Tessa dalam keterangan tertulis, Jumat (6/12/2024).
    Tessa mengatakan, penggeledahan tersebut bertujuan mencari alat bukti lain yang dapat memperkuat alat bukti yang telah dimiliki serta memastikan ada tidaknya tindak pidana korupsi lain yang dilakukan oleh para tersangka.
    Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita dokumen, surat, catatan tangan, dan barang bukti elektronik.
    “Bahwa dari hasil penggeledahan tersebut, KPK telah melakukan penyitaan berupa dokumen-dokumen,surat dan catatan-catatan tangan serta barang bukti elektronik (BBE)
    yang diduga punya keterkaitan dengan perkara tersebut di atas,” ujarnya.
    Lebih lanjut, KPK mengimbau kepada pejabat-pejabat di Lingkungan Pemprov Bengkulu untuk bersikap kooperatif serta menyampaikan keterangan dengan jujur.
    “Untuk pihak-pihak yang tidak bersikap kooperatif tentu KPK akan mengambil segala tindakan yang patut dan terukur sesuai dengan undang-undang. Penyidikan saat ini masih memungkinkan untuk meminta pihak-pihak lainnya yang patut untuk dimintakan pertanggungjawaban pidananya,” ucap dia.
    Sebelumnya, KPK menetapkan
    Gubernur Bengkulu
    Rohidin Mersyah sebagai tersangka terkait kasus pemerasan dan gratifikasi dalam OTT di Pemprov Bengkulu pada Minggu (24/11/2024).
    Selain Gubernur Bengkulu, KPK menetapkan 2 tersangka lainnya, yaitu Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri (IF), dan Ajudan Gubernur, Evriansyah (E) alias Anca.
    Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, KPK akan melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 24 November 2024 sampai dengan 13 Desember 2024.
    “Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK,” kata Alex di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (24/11/2024).
    KPK juga telah menyita uang tunai sebesar Rp 7 miliar dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di lingkungan Pemprov Bengkulu, Sabtu (23/11/2024).
    Para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan pada Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 KUHP.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sempat Kabur, Buronan Korupsi Ruko Perumnas Akhirnya Ditangkap

    Sempat Kabur, Buronan Korupsi Ruko Perumnas Akhirnya Ditangkap

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung berhasil menangkap buronan korupsi asal Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat yang telah masuk daftar pencarian orang (DPO) berinisial SH. 

    Kepala Pusat Penerangam Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan buronan berinisial SH itu melarikan diri ketika akan ditangkap oleh Satgas Intelijen Reformasi Inovasi (SIRI) dan Kejaksaan Negeri Demak.

    Kendati sedang hujan lebat, menurut Harli, buronan tersebut berhasil ditangkap dan dititipkan di rutan Kejaksaan Negeri Demak.

    “Saat diamankan, cuaca sedang hujan lebat dan tersangka SH berupaya melarikan diri sehingga proses pengamanannya membutuhkan waktu,” tuturnya di Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Dia juga menjelaskan buronan berinisial SH tersebut menjadi buron setelah dijadikan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan rumah toko perusahaan umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) cabang Pontianak.

    “Terhadap tersangka SH ini juga sudah dilakukan pemanggilan secara patut dan sah sebagai tersangka sebanyak 3 kali dan panggilan secara terbuka melalui media cetak untuk dilakukan pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, yang bersangkutan tidak pernah hadir,” katanya.

    Tersangka SH melanggar ayat (1), pasal 3 jo. pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan TindakPidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Ngaku Tak Punya Uang, Harvey Moeis Sering Pinjam ke Orang Tiap Hari, Kasihan

    Ngaku Tak Punya Uang, Harvey Moeis Sering Pinjam ke Orang Tiap Hari, Kasihan

    ERA.id – Terdakwa kasus dugaan korupsi timah Harvey Moeis mengaku kerap meminjam uang dari orang lain karena rekeningnya diblokir. Harvey juga menyayangkan rekening istrinya, Sandra Dewi juga ikut diblokir dalam kasus yang menjeratnya.

    “Saya benar-benar tidak ada lagi uang. Setiap minggu atau setiap bulan saya harus pinjam orang,” kata Harvey dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dikutip Antara, Jumat (6/12/2024).

    Selain rekeningnya, ia mengungkapkan bahwa rekening sang istri, Sandra Dewi, turut diblokir untuk keperluan kasus tersebut, termasuk rekening Sandra sejak muda.

    Padahal, kata Harvey, rekening tersebut merupkan tabungan Sandra sejak 25-30 tahun lalu, saat istrinya merantau ke Jakarta dari Bangka Belitung guna mengejar mimpi untuk menjadi artis. Harvey mengaku pada awalnya tidak mengetahui keberadaan rekening itu dan tidak pernah sama sekali mengakses rekening tersebut.

    Namun, dirinya menuturkan seluruh uang di dalam rekening tersebut berasal dari kerja keras Sandra selama ini dan tidak ada andil dari dirinya.

    “Itu semua hasil kerja keras dia (Sandra Dewi) shooting pagi, siang, malam, bahkan di tengah hutan. Tetapi nyatanya rekening itu juga ikut diblokir,” jelasnya.

    Harvey diperiksa sebagai terdakwa untuk kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015-2022.

    Kasus dugaan korupsi timah antara lain menyeret Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sebagai terdakwa.

    Akibat perbuatan para terdakwa dalam kasus dugaan korupsi timah, keuangan negara tercatat mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun. Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

    Dalam kasus tersebut, Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun itu.

    Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

    Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Korupsi Timah, Harvey Moeis Sebut Imbalan Rp 100 Juta Per Bulan Dari Bos Smelter Sebagai Uang Jajan – Halaman all

    Korupsi Timah, Harvey Moeis Sebut Imbalan Rp 100 Juta Per Bulan Dari Bos Smelter Sebagai Uang Jajan – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Suami artis Sandra Dewi sekaligus terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moies menganggap imbalan Rp 100 juta yang didapat dari Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta sebagai uang jajan.

    Hal itu diungkapkan Harvey saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam sidang kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Awalnya Hakim Anggota Jaini Basir bertanya kepada Harvey Moeis perihal alasannya kerap bekerja dan membantu Suparta hingga mendapatkan imbalan saat menjalankan bisnis pertambangan timah di PT RBT.

    Menyikapi pertanyaan Hakim, Harvey Moeis membantah jika dirinya selama ini bekerja dengan Suparta melainkan hanya sekadar membantu bos PT RBT tersebut.

    “Izin Yang Mulia saya tidak pernah bekerja di Pak Suparta. Saya juga tidak diminta membantu, saya diminta belajar kalau bantu saya tolak Yang Mulia,” kata Harvey.

    Kendati demikian, Hakim Jaini Basir tak meyakini begitu saja pernyataan dari Harvey Moeis.

    Pasalnya menurut Hakim terdakwa mendapat imbalan cukup besar yakni Rp 50 hingga 100 juta dari Suparta setiap bulannya.

    “Bahasannya seperti itu, tapi kan kenyataannya diberikan uang, ada diberi uang, atau saudara Rp 50 juta atau Rp 100 juta dikasih sebulan itu menganggapnya sebagai uang jajan saja bukan sebagai apa?” tanya Hakim.

    Harvey kemudian menyebut bahwa uang puluhan hingga ratusan juta tersebut ia anggap hanya sebagai uang jajan lantaran Suparta dirinya anggap seperti paman sendiri.

    “Beliau saya anggap paman sendiri, jadi saya dikasih uang jajan saja Yang Mulia, saya anggapnya itu, itu pun beliau gak kasih tau ke saya, main kirim-kirim saja,” katanya.

    Sebagai informasi, Harvey Moeis dalam perkara korupsi tata niaga timah didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.

    Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.

    Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Terkait perkara ini, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. 

    Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

    Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. 

    Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun.

    Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

  • Harvey Moeis Beli Rolls Royce Rp 15 M Cash untuk Hadiah Ulang Tahun Sandra Dewi

    Harvey Moeis Beli Rolls Royce Rp 15 M Cash untuk Hadiah Ulang Tahun Sandra Dewi

    Harvey Moeis Beli Rolls Royce Rp 15 M Cash untuk Hadiah Ulang Tahun Sandra Dewi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah,
    Harvey Moeis
    mengaku membeli mobil mewah
    Rolls Royce
    seharga Rp 15 miliar secara tunai.
    Harvey membenarkan mobil mewah itu dibeli sebagai hadiah ke 40 tahun untuk istrinya,
    Sandra Dewi
    .
    Keterangan ini terungkap ketika Harvey dicecar sebagai terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum.
    “Kemudian satu unit mobil Royce, warna hitam. Di tahun 2024, ini juga untuk hadiah ulang tahun istri saudara ya, yang ke-40. Betul?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2024).
    “Betul,” jawab Harvey.
    Jaksa lantas menanyakan bagaimana teknis pembayaran mobil tersebut. Pengusaha batubara itu pun mengaku membayarnya secara tunai.
    “Berapa?” tanya jaksa.
    “Rp 15 miliar. Sekitar Rp 15 miliar,” ujar Harvey.
    Jaksa juga mengkonfirmasi pembelian mobil mewah Mini Cooper seharga Rp 1 miliar sebagai hadiah ulang tahun Sandra Dewi ke 39.
    Hal ini juga dibenarkan oleh Harvey. Ia mengaku membeli mobil itu secara tunai. Dokumen kepemilikan kendaraan bermotor menggunakan namanya sendiri.
    “Berapa total pembeliannya? Masih ingat enggak?” tanya jaksa.
    “Sekitar Rp 1 miliar,” jawab Harvey.
    Ia juga mengaku membeli mobil Lexus RX300 pada 2023 seharga Rp 1,5 miliar yang digunakan sebagai kendaraan operasional Sandra Dewi.
    Kemudian, satu unit mobil Ferrari tipe 458 Special Edition, model sedan berwarna merah pada kurun 2017-2018.
    “Berapa total pembeliannya?” tanya jaksa.
    “Rp 12 miliar,” jawab Harvey.
    Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
    Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi.
    Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
    Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
    Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
    Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana CSR yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
    Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penegak Hukum Lain Diduga ‘Pantau’ Pergerakan KPK Saat OTT Pj Wali Kota Pekanbaru

    Penegak Hukum Lain Diduga ‘Pantau’ Pergerakan KPK Saat OTT Pj Wali Kota Pekanbaru

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipantau penegak hukum lain saat melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT) di Pekanbaru, Riau pada Senin, 2 Desember. Tim yang bergerak bahkan diberi sandi ‘merah putih’.

    Sumber VOI menyebut, temuan ini diperoleh dari handphone salah satu tersangka yang terjaring operasi senyap. Ada pesan yang ditemukan saat pemeriksaan dilakukan.

    Diketahui, komisi antirasuah sudah menetapkan tiga tersangka dari OTT tersebut. Mereka adalah Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution, dan Plt. Kepala Bagian Umum Pemerintah Kota Pekanbaru Novin Karmila.

    Sumber tersebut juga mengungkap penegak hukum tersebut tak hanya memantau tim. Peringatan jangan ada transaksi karena KPK sedang bergerak turut disampaikan.

    Hingga berita ini ditayangkan, belum ada belum ada pernyataan yang disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika.

    Diberitakan sebelumnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin, 2 Desember. Delapan orang diamankan di Pekanbaru, Riau dan seorang lainnya di Jakarta.

    Komisi antirasuah kemudian menetapkan menetapkan Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, Sekda Pekanbaru Indra Pomi Nasution, dan Plt Kepala Bagian Umum Setda Pekanbaru Novin Karmila. Mereka diduga terlibat dugaan korupsi pemotongan anggaran ganti uang (GU) di Bagian Sekretariat Daerah (Setda) Pekanbaru sejak Juli 2024.

    “(Pemotongan, red) untuk kepentingan RM selaku Pj Wali Kota Pekanbaru dan IPN selaku Sekda Kota Pekanbaru,” kata Wakil Ketua KPK dalam konferensi pers, Rabu dini hari, 4 Desember.

    Selain itu, KPK juga menduga Risnandar menerima jatah dari penambahan anggaran Setda untuk makan dan minum pada November 2024. Ghufron bilang duit ini bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)

    “Dari penambahan ini diduga Pj Wali Kota menerima jatah uang sebesar Rp2,5 miliar,” jelasnya.

    Adapun yang ditemukan saat OTT mencapai Rp6,8 miliar. Akibat perbuatannya, mereka disangka melanggar pasal 12 f dan pasal 12 B Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

  • Pihak Duta Palma Grup Minta Kejagung Kembalikan Rp 1,4 Triliun yang Disita, untuk Bayar Gaji Karyawan

    Pihak Duta Palma Grup Minta Kejagung Kembalikan Rp 1,4 Triliun yang Disita, untuk Bayar Gaji Karyawan

    Pihak Duta Palma Grup Minta Kejagung Kembalikan Rp 1,4 Triliun yang Disita, untuk Bayar Gaji Karyawan
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta untuk mengembalikan uang sebesar Rp 1,4 triliun yang disita dari 7 perusahaan Duta Palma Grup.
    Sebab, uang tersebut seharusnya bisa digunakan untuk membayar gaji karyawan perusahaan Duta Palma Grup.
    Kuasa hukum Duta Palma Grup, Handika Honggowongso mengatakan, ketujuh perusahaan Duta Palma Grup itu hingga kini belum bisa membayar gaji dan tunjangan ribuan karyawan karena uang perusahaan disita dan rekening bank di blokir oleh penyidik Kejaksaan Agung.
    “Perusahaan tidak sanggup lagi membayar gaji, tunjangan beras dan tunjangan kesehatan ribuan karyawan Duta Palma Grup, bahkan guru anak anak karyawan di kebun sawit juga ikut terlantar,” kata Handika di Jakarta, Kamis (5/12/2024).
    Handika mengatakan bahwa uang Rp 1,4 triliun tersebut tidak terkait dengan kasus korupsi Duta Palma Grup di Kejaksaan Agung.
    Handika menyayangkan bahwa uang yang rencananya akan digunakan untuk bayar gaji hingga tunjangan ribuan karyawan malah disita.
    “Uang itu sebenarnya berasal dari usaha bisnis yang clear dan tidak mengandung anasir korupsi, uang itu akan digunakan untuk membayar gaji dan tunjangan ribuan karyawan,” katanya.
    Handika menjelaskan uang tersebut disita tim penyidik Kejaksaan Agung sebanyak 4 kali.
    Pertama, penyitaan sebesar Rp 450 miliar, kedua Rp 372 miliar, ketiga Rp 301 miliar dan terakhir Rp 288 miliar.
    Sehingga jika ditotal mencapai Rp 1,4 triliun. Sedangkan terkait penyitaan Rp 5,1 triliun dinilai merupakan duplikasi penyitaan.
    “Terjadi duplikasi penyitaan, sebab uang Rp 5,1 triliun itu sudah disita dan dirampas termasuk aset 7 perusahaan yang dijadikan tersangka untuk diperhitungkan dengan uang pengganti Surya Darmadi senilai Rp 2,2 triliun,” jelasnya.
    “Namun oleh Jaksa belum disetor ke PNBP negara, harus jika sudah cukup sisanya di kembalikan, e sekarang malah di sita lagi,” tambahnya.
    Adapun Mahkamah Agung telah menjatuhkan pidana badan selama 16 tahun penjara kepada Surya Darmadi, bos
    PT Duta Palma Group
    .
    Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Surya Darmadi terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait penyerobotan lahan di Kabupaten Indragiri Hulu.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Periksa Karo Kepegawaian Mahkamah Agung Terkait Kasus Zarof Ricar

    Kejagung Periksa Karo Kepegawaian Mahkamah Agung Terkait Kasus Zarof Ricar

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung periksa Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung (MA) Sahlanudin terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi Zarof Ricar.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar mengemukakan Sahlanudin diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait perkara suap dalam penanganan kasus terpidana Ronald Tannur pada tahun 2023-2024.

    “Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ZR dan tersangka LR,” tuturnya di Jakarta, Jumat (6/12).

    Sayangnya, Harli tidak memerinci secara detail terkait pemeriksaan tersebut. Dia hanya mengatakan pemeriksaan tersebut dilakukan untuk melengkapi berkas perkara para tersangka di kasus Ronald Tannur.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” katanya.

    Sekadar informasi, Zarof Ricar telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur pada Jumat (25/10/2024). 

    Dalam penetapan tersangka itu, Kejagung telah menyita uang Rp5,7 miliar, 74,4 juta dolar Singapura, US$1,8 juta, 71.200 euro, 483.320 dolar Hong Kong, dan 51 kilogram emas batangan. Totalnya, aset Zarof yang telah disita Kejagung usai penggeledahan mencapai Rp996 miliar.

  • MAKI Curigai Harta Menteri Kabinet Prabowo yang Belum Lapor LHKPN

    MAKI Curigai Harta Menteri Kabinet Prabowo yang Belum Lapor LHKPN

    Bisnis.com, JAKARTA–Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mencurigai sejumlah menteri kabinet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang ketakutan melaporkan LHKPN-nya kepada KPK.

    Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menilai jika semua menteri yang ditunjuk Prabowo Subianto bersih, maka semua menteri tidak akan takut untuk melaporkan kekayaannya ke KPK.

    Namun, kata Boyamin, jika ditunda melapor kekayaan ke KPK, justru hal tersebut patut dicurigai asal-muasal harta menteri tidak bersih.

    “Kalau mereka bersih selama ini ya lapor saja. Justru kalau ditunda-tunda ini patut dicurigai bisa jadi hartanya tidak bersih,” tuturnya di Jakarta, dikutip Jumat (6/12/2024).

    Boyamin menegaskan jangan menyalahkan masyarakat jika nantinya publik mendesak Prabowo Subianto agar merombak menteri yang tidak taat dan patuh pada aturan.

    “Jadi mereka itu harus segera membuat LHKPN. Kalau tidak, ya saya juga mohon kepada Pak Prabowo agar mereka dipecat saja,” katanya.

    Boyamin berpandangan bahwa LHKPN para menteri bisa dijadikan tolak ukur menteri itu bersih atau tidak. Selain itu, kata Boyamin, LHKPN juga bisa menjadi awal pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan menteri Prabowo Subianto.

    “Pencegahan itu harus dimulai dari laporan harta kekayaan pejabatnya,” ujarnya.