Kasus: Tipikor

  • Novel Baswedan Sebut OTT KPK Efektif Cegah Kerugian Negara – Page 3

    Novel Baswedan Sebut OTT KPK Efektif Cegah Kerugian Negara – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Wakil Kepala Satgassus Pencegahan Korupsi Polri Novel Baswedan tak sependapat terkait rencana menghilangkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Menurut dia, OTT dinilai efektif untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar akibat tindak pidana korupsi.

    “OTT itu justru malah mencegah tidak terjadinya kerugian negara. Karena kalau dalam suatu proyek contohnya, ketika ada suap dan di OTT, maka potensi kerugian yang bisa terjadi pada proyek itu jadi cegah dengan adanya OTT. Jadi justru OTT ini baiknya,” kata dia kepada wartawan, Senin (9/12/2024).

    Novel mengatakan, bicara masalah pemberantasan korupsi tidak hanya pencegahan, tapi juga ada penindakan.

    “Kalau pencegahan berjalan, penindakannya nggak berjalan juga nggak bisa juga,” ujar dia.

    Novel menerangkan, penindakan salah satunya melalui OTT, karena penyidik bisa mendapatkan bukti secara objektif, secara langsung dan biasanya orang kalau kena OTT nggak bisa ngelak lagi.

     

  • Korupsi Dana Bantuan Rp 437 Juta, Kepala Desa Adat di Buleleng Dituntut 5 Tahun 3 Bulan Penjara
                
                    
                        
                            Denpasar
                        
                        9 Desember 2024

    Korupsi Dana Bantuan Rp 437 Juta, Kepala Desa Adat di Buleleng Dituntut 5 Tahun 3 Bulan Penjara Denpasar 9 Desember 2024

    Korupsi Dana Bantuan Rp 437 Juta, Kepala Desa Adat di Buleleng Dituntut 5 Tahun 3 Bulan Penjara
    Tim Redaksi
    BULELENG, KOMPAS.com
    – Pria bernama I Nyoman Supardi yang menjabat sebagai Bendesa atau Kepala Desa Adat Tista di Kecamatan
    Buleleng
    , Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, dituntut 5 tahun 3 bulan penjara.
    Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Buleleng menilai terdakwa mengorupsi dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) sebesar Rp 437 juta.
    Tuntutan ini dilayangkan jaksa di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, yang diketuai Hermayanti dalam sidang yang berlangsung virtual pada Senin (9/12/2024) siang.
    “Dalam pembacaan tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa 5 tahun 3 bulan penjara,” kata Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Buleleng, I Dewa Gede Baskara Haryasa, Senin di Buleleng.
    Dalam sidang tersebut, JPU juga menuntut terdakwa lainnya bernama I Kadek Budiasa yang merupakan Bendahara Desa Adat Tista. Ia dituntut dengan hukuman 5 tahun penjara.
    Jaksa juga menuntut terdakwa I Nyoman Supardi dengan pidana denda sebesar Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara terdakwa I Kadek Budiasa dituntut denda sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
    “Membebankan kepada terdakwa I Nyoman Supardi untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 225.820.200 dan terdakwa I Kadek Budiasa sebesar Rp 174.100.000,” kata Baskara.
    Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi pembayaran uang pengganti tersebut.
    “Dalam hal para terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara terdakwa I Nyoman Supardi selama 3 tahun dan terdakwa I Kadek Budiasa selama 2 tahun 6 bulan,” lanjut dia.
    Ia menambahkan, terdakwa I Nyoman Supardi dan I Kadek Budiasa dinyatakan terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer dari jaksa.
    Pasal dakwaan yang dibuktikan terhadap keduanya adalah Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    “Adapun perbuatan para terdakwa tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 437.420.200,” ungkapnya.
    Ia menyebut, perbuatan korupsi dana bantuan keuangan khusus dari Pemerintah Provinsi Bali itu dilakukan kedua terdakwa sepanjang tahun 2015 hingga 2021.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kapolri Sebut Satgassus Akan Tetap Eksis meski Ada Kortas Tipidkor

    Kapolri Sebut Satgassus Akan Tetap Eksis meski Ada Kortas Tipidkor

    Kapolri Sebut Satgassus Akan Tetap Eksis meski Ada Kortas Tipidkor
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kapolri Jendral
    Listyo Sigit Prabowo
    menyatakan, Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Tindak Pidana Korupsi akan tetap eksis meki
    Polri
    telah memiliki Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (
    Kortas Tipidkor
    ).
    Sigit menyebutkan, keberadaan Satgassus tetap dibutuhkan demi mengerjakan upaya-upaya pencegahan korupsi, sedangkan Kortas Tipidkor bakal bekerja untuk menindak praktik korupsi.
    “Ke depan Satgassus akan semakin eksis, terus melakukan upaya-upaya pencegahan. Di satu sisi penegakan harus kita lakukan, namun di sisi lain perbaikan sistem tentu harus
    clear
    sehingga semuannya bisa berjalan dengan baik,” kata Sigit dalam acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Senin (9/12/2024).
    Ia menyebutkan, sebagai lembaga di bawah Polri,
    Satgassus Pencegahan Korupsi
    akan fokus pada optimalisasi penerimaan negara.
    Kapolri juga menegaskan kebocoroan penggunaan anggaran negara harus ditekan agar Indonesia memiliki kecukupan APBN yang bisa dimanfaatkan dengan bijak.
    “Jika (korupsi) bisa ditekan betul-betul, maka APBN bisa dimanfaatkan untuk bisa mendorong program-program dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat dan juga mewujudkan cita-cita untuk menuju Indonesia masa 2045,” ujar Sigit.
    Sigit menambahkan, korupsi merupakan masalah yang menjadi perhatian khusus Presiden Prabowo Subianto.
    Ia mengingatkan, Prabowo pernah berpesan korupsi adalah masalah kejahatan luar biasa yang harus menjadi perhatian semua elemen bangsa.
    “Mungkin kalau boleh saya mengutip apa yang disampaikan oleh Bapak Presiden, beliau menyampaikan, ‘kenyataannya kita masih terlalu banyak kebocoran, penyelewengan, korupsi, penyimpangan, kolusi di antara para pejabat politik, pejabat pemerintah disemua tingkatan, dan pengusaha nakal yang tidak patriotis,” kata Sigit.
    Kapolri menegaskan, korupsi sangat membahayakan generasi penerus di masa depan sehingga pesan Prabowo mengenai masalah korupsi tentu harus menjadi perhatian khusus, dan kewajiban bagi Polri untuk ditindaklanjuti.
    “Apalagi beliau (Presiden) memiliki cita-cita rumah Indonesia, kalau dikelola dengan baik maka kita memiliki sebuah budaya alam yang sangat luar biasa,” kata Sigit.
    “Sehingga, apabila pengelolaan dilakukan dengan baik di seluruh level tingkatan, maka penerimaan terhadap pendapatan negara betul-betul bisa optimal,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gus Muhdlor Ajukan Pembelaan Usai Dituntut 6 Tahun 4 Bulan Penjara

    Gus Muhdlor Ajukan Pembelaan Usai Dituntut 6 Tahun 4 Bulan Penjara

    Liputan6.com, Surabaya – Kuasa hukum terdakwa mantan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor) Mustofa Abidin menyebut pihaknya akan mengajukan pledoi atau keberatan atas tuntutan jaksa pada persidangan pekan depan.

    “Kami akan ajukan pledoi pelan depan, ditunggu saja,” ujarnya usai sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (9/12/2024).

    Secara subjektif, pihaknya memiliki analisa tersendiri atas fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan yang tentunya berseberangan dengan pihak Jaksa Penuntut Umum.

    Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa mantan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor) dengan hukuman 6 tahun 4 bulan penjara atas dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo sebesar Rp 1,4 miliar.

    Selain hukuman penjara, JPU KPK juga menuntut terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

    “Terdakwa sebagaimana kami dakwaan terbukti bersalah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan pertama. Adanya permintaan pemotongan atau penerimaan uang atau hak-hak milik pegawai BPPD,” ujar JPU KPK, Andry Lesmana di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Senin (9/12/2024).

    JPU juga meminta terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 1,4 miliar. Jika uang pengganti tersebut tidak dibayarkan, maka terdakwa akan dijatuhi pidana tambahan berupa kurungan penjara selama 3 tahun.

    “Dengan terbukti adanya permintaan pemotongan insentif pegawai BPPD Sidoarjo, JPU KPK meminta Majelis Hakim agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 1,4 miliar,” tambah Andry.

    Dalam pembacaan tuntutan, JPU menyebutkan bahwa Ahmad Muhdlor memenuhi unsur dakwaan pertama berdasarkan Pasal 12 huruf f jo Pasal 16 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

     

  • Pembukaan Blokir Rekening Gus Muhdlor Dikabulkan

    Pembukaan Blokir Rekening Gus Muhdlor Dikabulkan

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Jaksa penuntut umum (JPU) KPK kabulkan pembukaan rekening terdakwa Bupati Sidoarjo non aktif, Ahmad Muhdlor Ali. JPU beranggapan rekening terdakwa tidak ada sangkut pautnya dalam struktur kasus pemotongan insentif ASN BPPD atau kasus yang lain.

    Hal itu disampaikan Jaksa KPK Andre Lesmana saat ditanya Majelis Hakim soal pembukaan rekening terdakwa disela pembacaan tuntutan. Ia menyebutkan tidak keberatan dan mengabulkan pembukaan rekening terdakwa Ahmad Muhdlor lantaran dianggap tidak ada hubungannya dalam pengembangan kasus lainnya.

    “Tidak keberatan majelis karena rekening yang bersangkutan tidak ada kaitannya dalam pengembangan kasus,” kata Andre dalam persidangan di pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (9/12/2024).

    Sementara itu, penasehat Hukum terdakwa Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor) menyebut tuntutan jaksa KPK berseberangan dengan materi yang dipahami. Pihaknya bakal menyiapkan pembelaan pada persidangan pekan depan.

    Bupati non aktif Ahmad Muhdlor dituntut 6,4 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta dan uang pengganti Rp 1 miliar lebih pada agenda sidang tuntutan.

    Penasehat Hukum Ahmad Muhdlor Ali, Mustofa Abidin mengatakan tuntutan jaksa KPK sangat berseberangan dengan pihaknya. Dia mengaku telah menyiapkan materi-materi pembelaan dalam sidang pekan depan.

    “Tuntutan tadi sangat berseberangan dengan kami ya. Pastinya kita telah menyiapkan materi-materi untuk pembelaan di sidang pekan depan,” kata Mustofa.

    Padahal menurutnya, dalam sidang pemeriksaan terdakwa pekan lalu, Ahmad Muhdlor mengatakan uang pembayaran barang di bea cukai senilai Rp27 juta yang diberikan melalui supirnya yakni Masruri adalah uang pribadinya yang kemudian tidak digunakan Masruri sesuai peruntukannya.

    “Untuk hal yang menyangkut bea cukai itu, Gus Muhdlor menitipkan uang pembayaran, dengan uang pribadi nya ke saudara Masruri senilai Rp30 juta. Tapi dalam perjalanannya yang bersangkutan tidak amanah dan yang harusnya uang itu digunakan untuk pembayaran resmi, malah belakangan Gus Muhdlor mengetahui kalau Ari Suryono yang pasang badan untuk membayar tanggungan di bea cukai itu,” urai Mustofa.

    Selain itu, terkait tagihan pajak KPP Pratama Sidoarjo Barat senilai Rp 131 juta itu, ditegaskan Mustofa terdakwa Gus Muhdlor merasa tidak memiliki usaha yang berhubungan dengan tunggakan pajak tersebut.

    Dari situlah, Ari Suryono, yang ditugaskan untuk mencari tahu soal tunggakan pajak, melakukan mediasi dengan pegawai pajak. Hasil klarifikasinya muncul billing pajak sebesar Rp 26 juta, bukan Rp131 juta.

    Mustofa menjelaskan bahwa pembayaran Rp 26 juta yang dilakukan oleh Ari Suryono kepada pihak KPP Pratama Sidoarjo Barat bukanlah keputusan atau inisiatif dari pihaknya, melainkan tindakan pribadi dari Ari Suryono yang tidak melibatkannya atas pembayaran tersebut. “Terdakwa tahu ada tagihan billing 26 juta itu ya setelah ada perkara ini,” pungkasnya. (isa/kun)

  • Jaksa KPK Tuntut Terdakwa Gus Muhdlor Hukuman 6 Tahun 4 Bulan Penjara

    Jaksa KPK Tuntut Terdakwa Gus Muhdlor Hukuman 6 Tahun 4 Bulan Penjara

    Liputan6.com, Surabaya – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa mantan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor) dengan hukuman 6 tahun 4 bulan penjara atas dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo sebesar Rp1,4 miliar.

    Selain hukuman penjara, JPU KPK juga menuntut terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

    “Terdakwa sebagaimana kami dakwakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan pertama. Adanya permintaan pemotongan atau penerimaan uang atau hak-hak milik pegawai BPPD,” ujar JPU KPK, Andry Lesmana di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Senin (9/12/2024).

    JPU juga meminta terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 1,4 miliar. Jika uang pengganti tersebut tidak dibayarkan, maka terdakwa akan dijatuhi pidana tambahan berupa kurungan penjara selama 3 tahun.

    “Dengan terbukti adanya permintaan pemotongan insentif pegawai BPPD Sidoarjo, JPU KPK meminta Majelis Hakim agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 1,4 miliar,” tambah Andry.

    Dalam pembacaan tuntutan, JPU menyebutkan bahwa Ahmad Muhdlor memenuhi unsur dakwaan pertama berdasarkan Pasal 12 huruf f jo Pasal 16 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    JPU juga memaparkan faktor-faktor yang memperberat tuntutan. Ahmad Muhdlor dianggap tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi meskipun menjabat sebagai pejabat daerah.

    Selain itu, terdakwa dinilai memberikan keterangan yang berbelit-belit sehingga menyulitkan jalannya persidangan.

    Namun, JPU juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan terdakwa. “Terdakwa belum pernah menjalani hukuman semasa hidupnya dan mempunyai tanggungan keluarga,” ujar Andry.

    Hal ini menjadi salah satu alasan JPU tidak menjatuhkan tuntutan maksimal. Sidang yang berlangsung selama hampir 45 menit dipimpin oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Ni Putu Sri Indayani.

    Dalam kesempatan tersebut, Majelis Hakim memberikan waktu kepada terdakwa untuk menyampaikan pembelaan terhadap tuntutan yang diajukan oleh JPU.

    Majelis Hakim menjadwalkan sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pembelaan atau pledoi pada Senin, 16 Desember 2024.

  • Kejari Kota Blitar Tetapkan 2 Tersangka Korupsi Proyek IPAL Rp1,5 M

    Kejari Kota Blitar Tetapkan 2 Tersangka Korupsi Proyek IPAL Rp1,5 M

    Blitar (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri Kota Blitar menetapkan GTH dan MJ sebagai tersangka kasus korupsi proyek Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), penambahan sambungan rumah, pembangunan tangki septik komunal, serta jasa Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) yang dilaksanakan di wilayah Kota Blitar pada tahun 2022. Kegiatan ini menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dengan total anggaran sebesar Rp1.475.780.000,- yang bersumber dari Kementerian PUPR.

    Kedua tersangka ini masing-masing bertindak sebagai Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) Pemberdayaan dan TFL Teknis. Dari hasil penyelidikan Kejaksaan Negeri Kota Blitar, ditemukan sejumlah pelanggaran yang diduga menyebabkan kerugian negara, yang salah satunya adalah ketidakpatuhan terhadap peraturan yang ada dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proyek.

    Menurut Jaksa Penyidik, GTH dan MJ diduga tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik Tahun Anggaran 2022, serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2022 tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Infrastruktur. Kedua tersangka dinilai tidak melaksanakan seleksi terhadap tenaga fasilitator lapangan dan penunjukkan Ketua TPS-KSM yang melanggar prosedur yang telah ditetapkan.

    “Melalui ekspose ini, kami menjelaskan bahwa kedua tersangka diduga telah mengabaikan prosedur yang ada dan berpotensi menimbulkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai sekitar Rp500 juta. Dalam hal ini, kami juga akan terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain yang mungkin terlibat dalam tindak pidana korupsi ini,” ujar Kepala Kejari Kota Blitar Baringin, Senin (9/12/2024).

    Selain itu, dalam pelaksanaannya, ditemukan bahwa proyek-proyek yang dibiayai oleh DAK tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik, dan masyarakat yang menjadi penerima manfaat proyek ini tidak mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan, meskipun pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan standar, termin pembayaran tetap dicairkan oleh Dinas PUPR Kota Blitar berdasarkan laporan yang disusun oleh para tersangka, yang tidak didukung oleh bukti teknis yang memadai.

    Sebagai tindak lanjut dari penetapan tersangka ini, tim penyidik Kejari Kota Blitar memutuskan untuk melakukan penahanan terhadap kedua tersangka selama 20 hari di Rumah Tahanan (Rutan) Lapas Kelas IIB Blitar guna kepentingan penyidikan lebih lanjut. Penahanan ini dilakukan untuk mencegah tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau menghalangi proses penyidikan.

    “Dalam waktu dekat, kami akan menyelesaikan penyidikan ini dan melanjutkan ke proses persidangan. Kami berkomitmen untuk terus memerangi korupsi dengan tegas dan transparan,” tambah Baringin.

    Dengan ditetapkannya kedua tersangka ini, Kejari Kota Blitar berharap dapat memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana korupsi dan mengingatkan semua pihak akan pentingnya transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan dana negara. [owi/beq]

  • Vonis untuk Harvey Moeis Diketok sebelum Perayaan Natal

    Vonis untuk Harvey Moeis Diketok sebelum Perayaan Natal

    Jakarta, Beritasatu. com – Nasib suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan komoditas timah akan terang tidak lama lagi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akan memberikan putusan sebelum perayaan natal.

    Pada hari ini Harvey Moeis sedianya menjalani sidang tuntutan pada pukul 10.00 WIB. Namun hingga menjelang sore, ruang sidang Pengadilan Tipikor itu masih tertutup.

    Ketua majelis hakim Eko Aryanto menjelaskan, sidang tuntutan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan komoditas timah ini dijadwalkan dengan rencana agenda sebagai berikut, pada 9 Desember 2024 akan dibacakan tuntutan terhadap terdakwa. Kemudian, pada 16 Desember 2024 akan dilanjutkan dengan pembacaan pleidoi, replik, dan duplik.

    “Sebelum Natal, kita vonis, seperti itu,” ujar ketua majelis hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).

    Pada sidang tuntutan ini, Eko Aryanto kembali memimpin persidangan dengan jaksa penuntut umum (JPU) yang akan membacakan tuntutan hukuman terhadap Harvey Moeis.

    Namun, sidang dijadwalkan dimulai pukul 10.00 WIB, hingga pukul 10.30 WIB, ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, tepatnya di Ruang Prof Dr H Muhammad Hatta Ali masih belum dibuka.

    Para hakim, jaksa, terdakwa, dan saksi-saksi belum terlihat di lokasi hingga waktu tersebut. Sejumlah peserta sidang, termasuk awak media, telah menunggu di lokasi.

    Akibat ketidakjelasan agenda sidang, pada pukul 11.00 WIB ruang sidang yang disediakan untuk persidangan kasus Harvey Moeis akhirnya digunakan untuk persidangan lainnya.

    Sebelumnya, Harvey Moeis telah didakwa dalam kasus korupsi yang terkait dengan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk untuk periode 2015-2022.

    Kejaksaan Agung menyebutkan, tindakannya merugikan negara hingga mencapai Rp 300 triliun.

  • KPK Tuntut Bupati Sidoarjo Nonaktif 6 Tahun 4 Bulan Penjara

    KPK Tuntut Bupati Sidoarjo Nonaktif 6 Tahun 4 Bulan Penjara

    Sidoarjo

    Jaksa KPK menuntut Bupati Sidoarjo nonaktif Ahmad Muhdor Ali atau Gus Muhdlor dengan hukuman 6 tahun 4 bulan penjara. Jaksa KPK menilai Gus Muhdlor terlibat dalam korupsi pemotongan dana insentif ASN Badan Pengelola Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.

    Dalam sidang itu, jaksa KPK menyatakan Gus Muhdlor telah melanggar pasal 12 huruf f, junto Pasal 16 UU RI nomor 20/2021 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

    “Tuntutan terhadap terdakwa 6 tahun 4 bulan dengan denda Rp 300 juta subsider 6 tahun penjara,” kata Jaksa KPK, Andre Lesmana usai sidang di Pengadilan Negeri Tipikor di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, Senin (9/12/2024).

    Andre menambahkan tuntutan itu sesuai dengan pertimbangan berkas 2 terdakwa sebelumnya yaitu Kepala Dinas BPBD Ari Suryono dan Kabag Umum Kepegawaian BPBD Kabupaten Sidoarjo Siskawati.

    “Selain itu terhadap terdakwa juga harus membayar uang denda sebesar Rp 1,4 miliar. Apabila tidak bisa mengembalikan terdakwa menjalani 3 tahun penjara,” imbuh Andre.

    Sementara itu Kuasa Hukum Terdakwa Mustofa Abidin mengatakan bahwa pihaknya sangat berseberangan dengan tuntutan yang telah dibacakan JPU dari KPK.

    (idh/dhn)

  • Komisioner KPU Kota Bogor Diduga Langgar Etik, Jadi Perantara Ganti Nama Cawalkot
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 Desember 2024

    Komisioner KPU Kota Bogor Diduga Langgar Etik, Jadi Perantara Ganti Nama Cawalkot Megapolitan 9 Desember 2024

    Komisioner KPU Kota Bogor Diduga Langgar Etik, Jadi Perantara Ganti Nama Cawalkot
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor Divisi Hukum dan Pengawasan, Dede Juhendi, diduga melakukan pelanggaran kode etik dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Bogor 2024.
    Dalam hasil rapat pleno yang digelar Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Bogor, Dede dinilai terbukti menjadi perantara atau calo dalam memuluskan proses persyaratan administrasi perubahan nama calon wali kota Bogor Raendi Rayendra menjadi dr. Rayendra.
    “Kami (Bawaslu) sudah mendalami temuan ini, termasuk memanggil saksi-saksi untuk dimintai keterangan. Kami juga sudah mengantongi bukti
    chat
    transferan uang yang dikirim ke yang bersangkutan,” ujar Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kota Bogor Supriantona Siburian, Minggu (8/12/2024).
    Anto, sapaan akrabnya, menyebut Dede menerima transferan uang Rp 30 juta dari pihak Rayendra pada 16 Agustus 2024.
    Uang itu diserahkan kepada salah satu pengacara sebagai jasa pembayaran perubahan nama.
    Meski kasus tersebut tidak dianggap sebagai gratifikasi atau tindak pidana korupsi, tetapi Bawaslu Kota Bogor tetap menganggap tindakan Dede Juhendi telah melanggar kode etik sebagai penyelenggara Pemilu karena terlibat dalam aktivitas politik secara personal.
    “Jadi posisi Dede ini sebagai perantara antara pihak Rayendra dengan si pengacara ini untuk mengurus perubahan nama,” kata Anto.
    “Kami juga mendapatkan bukti isi percakapan Dede yang menjurus menanyakan soal pembayaran atau penagihan uang itu,” imbuh dia.
    Atas kasus ini, Bawaslu Kota Bogor sesegera mungkin akan melaporkan hasil temuan tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk ditindaklanjuti.
    “Rencananya kita mau laporan hari Senin (9/12/2024). Kemungkinan sanksi terberatnya ya pemecatan sebagai anggota KPU,” ujar dia.
    Kompas.com mencoba menghubungi Dede terkait dugan pelanggaran etik ini. Namun, hingga kini belum direspons. 
    Kompas.com
     juga menghubungi tim pemenangan Rayendra untuk mengonfirmasi hal ini. Namun, kami juga belum mendapat respons. 
    Sementara itu, calon wakil wali kota pendamping Rayendra, Eka Maulana, mengaku tak tahu menahu soal kasus ini.
    “Saya kayaknya enggak punya kompetensi untuk tanggapi hal itu. Saya belum bareng dokter juga waktu kejadian,” kata Eka saat dikonfirmasi
    Kompas.com.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.