Kasus: Tipikor

  • Helena Lim di Sidang Pleidoi Kasus Timah: Harga Mahal Sebuah Popularitas

    Helena Lim di Sidang Pleidoi Kasus Timah: Harga Mahal Sebuah Popularitas

    Jakarta

    Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan timah, Helena Lim, menyinggung soal harga mahal sebuah popularitas. Helena mengatakan julukan crazy rich terhadapnya kini runtuh.

    “Ada perasaan bahagia ketika ruang kosong di kehidupan saya diisi oleh pengakuan di masyarakat. Ketika penghargaan tersebut kemudian semakin meluas, dan mewujud menjadi popularitas seorang Helena Lim, maka seluruh pengorbanan saya sejak saya remaja menjadi terbayarkan. Namun ternyata Yang Mulia, harga sebuah popularitas itu sangat mahal Yang Mulia, sangat mahal sekali,” ujar Helena saat membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2024).

    “Saya membayarnya dengan harga diri saya, dengan integritas dan karakter kejujuran yang telah saya pupuk sejak usia kanak-kanak. Nilai kebaikan yang ditanamkan orang tua saya sekarang runtuh, seiring dengan runtuhnya jargon crazy rich yang kemudian dijadikan pondasi bangunan kasus korupsi Timah yang berdiri megah dengan dekorasi Rp 300 triliun,” tambahnya.

    Helena mengutip ayat alkitab dari injil Kolose 2:8-9. Dia mengaku tak pernah berniat mengambil keuntungan dari hasil yang tidak sah.

    “Tidak pernah terbesit sedikitpun dalam pikiran saya untuk beralih atau merambah sumber pemasukan saya dari bisnis tambang, apalagi mengambil keuntungan secara tidak sah,” ujarnya.

    Helena mengatakan dakwaan penyidik merupakan tuduhan berdasarkan asumsi yang tak berdasar. Dia mengatakan tuntutan 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar hingga uang pengganti Rp 210 miliar yang dibebankan jaksa sebagai tuntutan yang keji dan kejam.

    Helena menyebut total transaksi melalui money changer miliknya, PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) dari para smelter swasta senilai Rp 420 miliar merupakan paksaan penyidik. Dia mengatakan nilai itu merupakan hasil perkiraan yang tidak dapat dibuktikan di persidangan.

    “Nilai 30 juta USD atau setara dengan Rp 420 miliar, ini berasal dari paksaan penyidik kepada saya untuk membuat perkiraan, bukan berdasarkan fakta-fakta serta tidak ada satu pun bukti di dalam persidangan yang membuktikan kebenaran materill nilai tersebut,” ujarnya.

    “Transaksi pembelian valuta asing yang dilakukan oleh Saudara Harvey dan para terdakwa kepada money changer PT QSE bukan transaksi fiktif, juga bukan merupakan tindakan bantuan alat pengumpulan dana melainkan murni transaksi pembelian valuta asing,” kata Helena.

    “Valuta asing yang dibeli oleh para terdakwa sudah diterima dengan lengkap dan sudah diakui oleh mereka. Hal ini merupakan fakta persidangan dan para terdakwa semua sudah bersaksi dan mengakui semua transaksi jual beli valuta asing yang jelas jelas pada faktanya terjadi,” tambahnya.

    Selain itu, dia mengatakan keuntungan yang diperolehnya dari bisnis money changer merupakan nilai yang wajar. Dia menolak tuduhan jaksa yang menyebutnya sebagai koordinator money changer pengumpul dana smelter swasta.

    “Keuntungan yang saya peroleh dari bisnis jual beli valuta asing adalah wajar, bahwa keuntungan yang saya peroleh dari bisnis jual beli valuta asing adalah masih dalam nilai wajar jika dibandingkan dengan patokan kurs BI yang berlaku valid sebagai rujukan. Bahwa keuntungan yang saya peroleh besarannya kurang lebih sama dengan keuntungan money changer yang lain,” kata Helena.

    “Atas tuduhan keji, tidak berdasar tersebut, dengan ini saya menyatakan penolakan keras,” imbuhnya.

    Selain itu, Helena mengakui melakukan kelalaian administrasi dalam menjalankan transaksi di PT QSE. Dia merasa dizalimi oleh jaksa dengan dakwaan terlibat membantu tindak pidana korupsi serta melakukan pencucian uang.

    “Saya merasa sangat tidak adil dan sangat dizalimi oleh JPU hanya karena saya seorang publik figur maka saya dijadikan chopping board, talenan oleh JPU. Bahwa aset saya yang merupakan hasil kerja keras saya selama 30 tahun terancam dirampas,” kata Helena.

    Helena kemudian meminta maaf ke anak dan orang tuanya karena terseret dalam kasus ini. Dia memohon majelis hakim memberikan putusan adil untuknya.

    “Saya mohon keadilan Yang Mulia, saya dituntut 8 tahun dan harus membayar uang pengganti Rp 210 miliar yang didapat dari nilai Rp 420 miliar dibagi dua dengan Saudara Harvey Moeis. Saya telah uraikan di atas bahwa perhitungan nilai Rp 420 miliar bukan berdasarkan fakta dan kebenaran melainkan berdasarkan keterangan saya sendiri yang muncul akibat desakan, paksaan penyidik untuk menghitung nilai perkiraan maksimal dalam proses penyidikan,” ucapnya.

    Helena juga mengaku tak mampu membayar uang pengganti Rp 210 miliar yang dituntut jaksa. Dia mengatakan dirinya tak tahu terkait kerja sama PT Timah dengan para smelter swasta.

    “Bahwa penentuan untuk uang pengganti senilai Rp 210 miliar adalah tidak proporsional, mustahil, dan jauh dari rasa keadilan karena tidak mungkin pendapatan saya yang hanya beberapa ratus juta harus membayar negara sebesar Rp 210 miliar. Saya tidak tahu urusan kerja sama smelter dengan PT Timah, dan saya tidak peduli dengan mereka,” ujarnya.

    “Saya mohon keadilan Yang Mulia, agar berkenan menempatkan diri di posisi saya dan mohon dengan sangat agar Yang Mulia mempertimbangkan dengan hati nurani kepantasan tuntutan 8 tahun ditambah 4 tahun karena dalam posisi sekarang saya sudah pasti tidak mampu membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar tersebut. Tidak pernah ada dalam kepemilikan saya, dengan demikian total hukuman penjara yang ditimpakan kepada sy adalah 12 tahun,” tambahnya.

    Sebelumnya, Helena Lim dituntut 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan serta membayar uang pengganti Rp 210 miliar subsider 4 tahun kurungan.

    Jaksa menyakini Helena Lim melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.

    (mib/whn)

  • KPK Temukan Penyelenggara Negara Isi LHKPN Asal-asalan: Fortuner Diisi Rp6 juta – Page 3

    KPK Temukan Penyelenggara Negara Isi LHKPN Asal-asalan: Fortuner Diisi Rp6 juta – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango, mengungkapkan masih terdapat penyelenggara negara yang mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) secara asal-asalan. Bahkan, ada yang mengakali pengisian dengan mencantumkan harga mobil sekelas Toyota Fortuner hanya Rp6 juta.

    “Pengisian LHKPN lebih banyak amburadulnya. Ada Fortuner diisi Rp6 juta. Kita nanya ke dia di mana dapat Fortuner Rp6 juta. Kita pengen beli juga gitu 10 (unit),” ungkap Nawawi dalam Seminar Nasional Hakordia yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung (MA), sebagaimana disiarkan melalui akun resmi YouTube MA, Kamis (12/12/2024).

    Nawawi menyebutkan masih ada ratusan pihak yang tidak jujur dalam mengisi laporan harta kekayaannya, meskipun LHKPN adalah instrumen yang diamanatkan oleh Undang-Undang untuk pencegahan tindak pidana korupsi.

    Laporan yang tidak sesuai tersebut mendorong KPK untuk turun langsung melakukan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait.

    “Observasi ke lapangan jadi jangan kaget kalau ada beberapa subjek laporan LHKPN itu yang kami datangi. Kami lakukan survei terhadap apa yang meskipun tidak ada di dalam media sosial, tidak dimunculkan, tetapi KPK bekerja untuk itu,” tutur Nawawi.

     

  • Minta Pengawasan Ketat ke KY, Kuasa Hukum Tom Lembong Soroti Pelanggaran Etik Hakim Tunggal

    Minta Pengawasan Ketat ke KY, Kuasa Hukum Tom Lembong Soroti Pelanggaran Etik Hakim Tunggal

    ERA.id – Kuasa hukum Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Zaid Mushafi, mengatakan bahwa timnya memohon kepada Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi proses peradilan terhadap kliennya sehingga bisa berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

    Zaid Mushafi menjelaskan bahwa permohonan itu guna menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) Tumpanuli Marbun, yang menolak praperadilan yang diajukan tersangka Tom Lembong dalam perkara dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015–2016.

    “Kami menilai hakim telah keliru dalam memeriksa, memutus, dan mengadili perkara praperadilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang lalu,” kata Zaid, dikutip Antara, Kamis (12/12/2024).

    Zaid mengungkap bahwa kekeliruan hakim pada pengujian penetapan tersangka dan penahanan terhadap Tom Lembong ditunjukkan dari pertimbangan dalam putusannya.

    Mantan Mendag itu, lanjut dia, ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan pada hari yang sama pada pemeriksaan terakhir, yaitu pada tanggal 29 Oktober 2024, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya atau pemeriksaan sebagai calon tersangka sebagaimana dimaksud Putusan MKRI 21/PUU-XII/2014.

    “Hakim justru mengafirmasi penetapan tersangka dan penahanan tersebut,” katanya.

    Kuasa hukum Tom Lembong menilai hakim yang bersangkutan juga telah keliru dalam menerapkan Putusan MK Nomor 31/PUU-X/2012, karena Putusan MK Nomor 31/PUU-X/2012 tidak pernah melegitimasi hasil koordinasi penyidik dengan BPKP terkait dengan bukti permulaan dalam penyidikan dan penetapan tersangka delik tindak pidana korupsi Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

    Zaid menambahkan bahwa proses yang tidak sesuai dengan aturan lainnya, yakni saat penetapan status tersangka, kliennya tidak mendapat kesempatan untuk memilih sendiri penasihat hukumnya sehingga telah melanggar Pasal 54, 55, dan Pasal 57 KUHAP.

    “Penyidik secara melawan hukum telah menunjuk advokat untuk mendampingi tersangka, tanpa pernah memberikan kesempatan yang layak dan patut untuk memilih sendiri penasihat hukumnya,” ujar dia.

    Bahkan, lanjut Zaid, hakim menyatakan tidak setuju dengan pendapat ahli yang menyatakan bahwa apabila penasihat hukum ditunjuk penyidik untuk melengkapi administrasi. Hal tersebut merupakan perbuatan yang menyimpang dan melawan hukum.

    Selain itu, hakim juga tidak mempertimbangkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP dan tidak mempertimbangkan surat penunjukan penasihat hukum.

    Untuk itu, ke depannya tim kuasa hukum meminta KY untuk berperan aktif dalam memantau proses persidangan agar berjalan sesuai dengan kewenangan hakim, serta memantau penunjukan majelis hakim yang nantinya terbebas dari dugaan keberpihakan pada kelompok atau golongan tertentu.

    “Komisi Yudisial adalah lembaga yang diberikan kewenangan berdasarkan Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Komisi Yudisial untuk melakukan pemantauan dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim,” tegasnya.

    Untuk itu, kata dia, dalam proses pokok perkara nanti di persidangan, KY bisa memantau dan mengantisipasi terkait dengan pelanggaran kode etik yang mungkin bisa terjadi.

    Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan periode 2015–2016 dan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.

    Hingga Kamis, jumlah saksi dan ahli yang telah diperiksa dalam kasus korupsi impor gula itu sebanyak 126 saksi dan tiga ahli.

  • Baca Pledoi, Helena Lim Menangis Cerita Ibu dan Anak di Depan Hakim

    Baca Pledoi, Helena Lim Menangis Cerita Ibu dan Anak di Depan Hakim

    Baca Pledoi, Helena Lim Menangis Cerita Ibu dan Anak di Depan Hakim
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemilik perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE)
    Helena Lim
    menangis saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2024).
    Dalam persidangan itu, Helena menanggapi tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta majelis hakim menyatakan dirinya bersalah membantu Harvey Moeis dalam mengelola hasil tindak pidana korupsi.
    Dalam pleidoinya, Helena menyebut fakta terkait substansi perkara dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah yang menjeratnya tertutup.
    “Fakta materi perkara yang tertutup dengan bingkai popularitas negatif kejatuhan seorang crazy rich PIK (Pantai Indah Kapuk) Helena Lim,” ujar Helena di ruang sidang, Kamis (12/12/2024).
    Namun, sebelum membacakan materi pokok nota pembelaannya, Helena meminta izin untuk menyampaikan curahan hatinya terlebih dahulu.
    Pengusaha itu mengatakan, dirinya merupakan sosok seorang ibu sekaligus anak yang ingin melindungi orangtua dan anaknya sendiri. Saat mengatakan hal ini, tangisnya pecah.
    “Saya adalah seorang ibu Yang Mulia, sekaligus seorang anak yang juga ingin melindungi orang tua dan anak-anak saya dari cacian, fitnah, dan tuduhan yang tidak benar,” kata Helena menangis.
    Kepada majelis hakim, Helena berharap dirinya masih diberi kesempatan untuk melindungi orangtua dan anak-anaknya.
    Helena mengaku telah membuat ibunya yang telah mendidik dengan keras dan bersusah payah membesarkannya kecewa.
    Ia kemudian menjelaskan perjalanan hidupnya yang sudah bekerja sejak lulus SMA untuk mencari nafkah dan menggantikan posisi tulang punggung keluarga.
    “Namun, saat ini saya ternyata mengecewakan mama saya dengan duduk di kursi pesakitan ini.  Membuat mama saya harus menanggung malu, membuat mama saya harus menangis, membuat mama saya tidak enak makan dan tidur,” tutur Helena.
    Pengusaha penukaran valuta asing itu juga menyampaikan permintaan maaf kepada anak-anaknya yang masih berusia remaja.
    Karena tersandung kasus korupsi, sebagai orangtua ia tidak bisa menafkahi mereka.
    “Pesan mama untuk kalian, harus bersabar saling rukun, dan menjaga diri. Kalian harus siap menerima kondisi mama seperti sekarang ini,” ujar Helena.
    Dalam perkara ini, Helena dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan serta uang pengganti Rp 210 miliar.
    Jaksa menilai, Helena terbukti bersalah membantu Harvey Moeis dan bos perusahaan smelter swasta.
    Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
    Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra, dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan crazy rich Helena Lim.
    Perkara ini juga turut menyeret suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
    Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
    Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
    Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.

    Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
    “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejari Sidoarjo Satu-satunya di Jatim Dapat Penghargaan KPK Award

    Kejari Sidoarjo Satu-satunya di Jatim Dapat Penghargaan KPK Award

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Kejari Sidoarjo satu-satu kejaksaan di Jawa Timur yang mendapatkan penghargaan KPK Award Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024 kategori penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan republik Indonesia tahun 2024, Tingkat Kejaksaan Negeri Tipe A

    Penganugerahaan KPK Award bertemakan “Teguhkan Komitmen Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju” itu, diberikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto di Gedung Merah Putih Jakarta

    Penghargaan diterima langsung oleh Kajari Sidoarjo, Roy Rovalino Herudiansyah, S.H., M.H dengan didampingi Kasipidsus Jhon Franky Yanafia Ariandi.

    Kepala Kejari Sidoarjo Roy Rovalino Herudiansyah mengungkapkan rasa syukur atas Apresiasi dari Lembaga KPK, tentunya atas prestasi pihaknya ucapkan terima kasih atas atensi dan perhatiannya semoga sinergitas APH khususnya antara KPK dan Kejaksaan bisa lebih solid dan baik lagi.

    “Dengan adanya prestasi ini, saya berpesan kepada jajaran untuk tidak cepat berpuas diri. Tingkatkan lagi prestasi, bekerja lebih baik, dan berikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat,” ucapnya Kamis (12/12/2024).

    Roy menjelaskan bahwa keberhasilan Kejaksaan Negeri Sidoarjo menerima penghargaan juara 2 satker tipe A dalam penyelesaian tindak pidana korupsi aparat penegak hukum Kejaksaan dari KPK RI ini juha berkat keseriusan jajarannya dalam memberantas korupsi.

    “Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan kepada APH yang dinilai mempunyai komitmen penuh dalam pemberantasan tidak pidana korupsi dibuktikan dengan Banyaknya jumlah perkara, kualitas dan upaya pengembalian kerugian negara,” urainya menjelaskan.

    Ia menyebutkan, bahwa Pada Tahun 2024 ini Jajaran Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Sidoarjo telah menangani perkara tindak pidana korupsi sebanyak 17 perkara dan masuk tahap penyidikan, 12 perkara masuk tahap penuntutan, dan 12 perkara berhasil dilakukan ekskusi.

    “Upaya pemulihan kerugian negara yang telah kami lakukan sebesar Rp 1.026.400.000, di luar penyelamatan aset berupa gedung dan tanah dengan total nilai Rp 40 milyar,” rincinya.

    Perkara yang ditangai oleh Kejari Sidoarjo banyak mengundang  perhatian masyarakat karena program kerja kita yang fokus kepada korupsi yang bersentuhan langsung kepada masyarakat seperti praktek pungli, mafia tanah/ aset negara, kejahatan keuangan negara/daerah.

    “Komitmen kami tersebut menjadikan saat ini Kejari Sidoarjo mendapatkan penilaian publik yang sangat baik dari masyarakat,” papar mantan Kajari Barito Timur Kalteng itu. (isa/ted)

  • Kejagung Belum Tentukan Sikap Soal Vonis 3 Eks Pejabat ESDM di Kasus Timah

    Kejagung Belum Tentukan Sikap Soal Vonis 3 Eks Pejabat ESDM di Kasus Timah

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) belum menentukan sikap terkait dengan vonis tiga mantan pejabat ESDM Bangka Belitung dalam kasus korupsi timah.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan pihaknya masih memiliki waktu sepekan untuk menentukan upaya hukum banding terkait putusan tersebut.

    “Nanti kita lihat ada waktu 7 hari untuk menyatakan pikir-pikir. Nah itu menurut KUHP,” ujarnya di Kejagung, Kamis (12/12/2024).

    Dia menambahkan, putusan PN Tipikor terhadap tiga pejabat ESDM itu hanya setengah dari tuntutan jaksa penuntut umum. 

    “Nanti kita lihat bgmn sikap jaksa penuntut umum. Karena JPU bisa menggunakan waktu 7 hari ini untuk berpikir,” pungkasnya.

    Sebelumnya, tiga dinas ESDM yang telah divonis yakni, mantan Kabid Pertambangan Mineral Logam Dinas ESDM Kepulauan Babel Amir Syahbana; eks Kepala Dinas ESDM Kepulauan Babel periode 2015–2019 Suranto Wibowo (SW); dan eks Plt Kepala Dinas ESDM Kepulauan Babel 2019, Rusbani (BN).

    Amir dan Suranto dijatuhkan hukuman selama empat tahun pidana. Selain itu keduannya, dihukum membayar denda Rp100 juta dengan subsider tiga bulan penjara.

    Adapun, khusus Amir Syahbana telah dibebankan hukuman untuk membayar uang pengganti Rp325 juta dengan subsider satu tahun penjara.

    Sementara itu, terdakwa Rusbani divonis selama dua tahun penjara dengan denda Rp50 juta dengan subsider penjara dua bulan.

    Sebelumnya, Amir dan Suranto telah dituntut selama tujuh tahun pidana dan denda Rp750 dengan subsider enam bulan penjara. Khusus Amir, jaksa penuntut umum meminta agar turut membayar uang pengganti sebesar Rp325 juta.

    Sementara itu, Rusbani dituntut untuk menjalani pidana selama enam tahun dengan hukuman denda Rp750 juta dengan subsider enam bulan.

  • KPK Serahkan Aset Agung Ilmu Mangkunegara ke Pemkot Bandar Lampung

    KPK Serahkan Aset Agung Ilmu Mangkunegara ke Pemkot Bandar Lampung

    Liputan6.com, Lampung – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan aset rampasan negara dari mantan Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara, kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung. Total nilai aset yang dihibahkan mencapai Rp42,9 miliar.

    Direktur Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi (Labuksi) KPK, Mungki Hadipratikto, menjelaskan bahwa penyerahan ini merupakan bagian dari eksekusi kasus korupsi yang menjerat Agung Ilmu Mangkunegara.

    “Penyerahan hibah ini adalah tindak lanjut dari putusan hukum terkait tindak pidana korupsi, khususnya aset yang telah dirampas dari terpidana,” ujar Mungki, Kamis (12/12/2024).

    Aset yang diserahkan mencakup tiga bidang tanah dan bangunan, dengan Gedung Mandala Alam di Jalan Pagar Alam, Bandar Lampung, menjadi aset terbesar senilai Rp40,7 miliar.

    Penilaian terhadap aset ini dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bandar Lampung.

    “Penyerahan aset ini lebih efektif dibandingkan pelelangan, yang sering terkendala daya beli masyarakat. Dengan hibah, barang rampasan negara dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik,” jelas Mungki.

    Penyerahan aset ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145 Tahun 2021, yang mengatur lima opsi pengelolaan barang rampasan negara: penetapan status penggunaan, hibah, pemanfaatan, penghapusan, dan pemusnahan.

    KPK memilih hibah kepada Pemkot Bandar Lampung karena kebutuhan strategis daerah tersebut.

    “Pemkot Bandar Lampung dipilih karena kebutuhan mereka sesuai dengan karakter aset ini. Hibah ini bertujuan agar barang rampasan negara bisa dimanfaatkan langsung untuk masyarakat,” tambah Mungki.

    Mungki menegaskan bahwa hibah merupakan solusi atas tantangan dalam pengelolaan barang rampasan negara, terutama untuk aset seperti tanah dan bangunan yang sering tidak produktif jika dibiarkan.

    “Keberhasilan ini diharapkan menjadi contoh bagi daerah lain dalam memanfaatkan barang rampasan negara. Kami berharap Pemkot Bandar Lampung dapat menggunakan aset ini sesuai kebutuhan masyarakat,” pungkasnya.

    Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, menyampaikan terima kasih atas hibah tersebut. Ia berjanji akan mengelola aset tersebut dengan baik demi kepentingan masyarakat.

    “Kami sangat mengapresiasi langkah KPK. Aset ini akan kami gunakan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan warga Bandar Lampung,” ucap Eva.

    Proses penyerahan ditandai dengan penandatanganan dokumen hibah dan berita acara serah terima barang. Setelah serah terima ini, pengelolaan dan pengamanan aset sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemkot Bandar Lampung.

     

     

  • Sidang Praperadilan Dugaan Penghentian Kasus Pemerasan Firli Bahuri, Besok MAKI Bawa Ahli Pidana – Halaman all

    Sidang Praperadilan Dugaan Penghentian Kasus Pemerasan Firli Bahuri, Besok MAKI Bawa Ahli Pidana – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang praperadilan dugaan penghentian penyidikan kasus pemerasan yang dilakukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dilanjutkan di PN Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2024). 

    Agenda hari ini sesuai jadwal memperlihatkan pembuktian alat bukti surat di persidangan. 

    Pantauan Tribunnews.com di persidangan pihak dari pemohon Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) dan Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) membawa sembilan alat bukti surat.

    Sementara itu termohon Polda Metro Jaya membawa 22 alat bukti surat dan Kejati Jakarta delapan bukti surat.

    Setelah pemohon dan termohon selesai memperlihatkan alat bukti surat, Hakim Lusiana Amping di persidangan mengagendakan sidang selanjutnya mendengar keterangan saksi dari pemohon.

    “Bukti surat cukup hari ini. Kemudian ada saksi yang mau dihadirkan dari termohon,” tanya hakim Lusiana di persidangan.

    Adapun dari pihak termohon Polda Metro Jaya dan Kejati Jakarta tak berencana membawa saksi. 

    Sedangkan dari pihak MAKI dan LP3HI bakal membawa satu saksi ahli pidana pada persidangan besok.

    Duduk Perkara

    Diketahui Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) dan Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) telah menggugat Polda Metro Jaya dan Kejati DKI Jakarta. 

    Gugatan tersebut melalui sidang praperadilan dugaan penghentian penyidikan kasus pemerasan yang dilakukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo di PN Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2024). 

    Dalam permohonannya MAKI dan LP3HI menyatakan perkara pemerasan yang menyangkut mantan Ketua KPK Firli Bahuri terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo digantung merugikan negara dan rakyat Indonesia. 

    “Bahwa dengan digantungnya perkara, maka penyidikan perkara telah berusia hampir 1 (satu) tahun. Kondisi ini jelas merugikan korban tindak pidana korupsi (negara dan rakyat Indonesia) karena tidak terdapatnya kepastian hukum dan kepastian keadilan,” bunyi permohonan MAKI dan LP3HI. 

    Kemudian kondisi tersebut juga dinilai bertentangan dengan pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” 

    “Bahwa setelah ditetapkan sebagai tersangka, Firli Bahuri tidak segera ditahan. Dan hingga permohonan praperadilan a quo diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, belum terdapat penyerahan berkas tahap 2 dari Termohon I kepada Termohon II,” bunyi permohonan MAKI. 

    “Tidak ditahannya Firli Bahuri oleh Termohon I, telah menimbulkan kesan bahwa penyidikan terkesan tidak serius dan mudah dipermainkan oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan transparansi dalam penanganan perkara,” jelas permohonan tersebut. 

    Atas hal itu pihak pemohon meminta majelis hakim sidang praperadilan untuk perintahkan termohon Kapolda Metro Jaya untuk melimpahkan berkas perkara Firli Bahuri tersebut ke Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta. 

    “Memerintahkan para termohon untuk segera melimpahkan berkas perkara beserta tersangka Firli Bahuri kepada Termohon II untuk segera dilakukan penuntutan,” kata perwakilan LP3HI Kurniawan di persidangan. 

    Sementara itu ditemui setelah persidangan Koordinator MAKI Boyamin Saiman berikan alasan mengapa dirinya menggugat perkara pemerasan yang dilakukan mantan Ketua KPK Firli Bahuri. 

    “Kami gugat meminta kepada hakim untuk menilai kinerja penyidik itu seperti apa profesional atau tidak profesional, kalau tidak profesional kan dikabulkan dan diperintahkan untuk mempercepat,” kata Boyamin kepada awak media. 

    Ia menerangkan pada prinsipnya pihaknya sebenarnya ingin penuntasan perkara.

    “Karena sisi kita korban saja, korban korupsi sebagai masyarakat meminta itu diproses. Tapi kalau nanti di SP3 begitu boleh-boleh aja kewenangan penyidik. Tapi pasti kami gugat praperadilan juga. Kalau sekarang belum ada buktinya hitam putih aja sudah kita gugat. Apalagi nanti kalau ada buktinya hitam putih karena kami yakin, meyakini itu penetapan tersangkanya itu sah,” tandasnya. 

    Firli Tak Penuhi Panggilan

    Terkait kasus yang menjerat Firli, sebelumnya eks Ketua KPK itu sekaligus tersangka kasus pemerasan terhadap SYL Firli Bahuri untuk kesekian kalinya mangkir dari panggilan penyidik kepolisian.

    Pada panggilan yang sejatinya dilakukan Kamis (28/11/2024) lalu Firli kembali absen.

    Hal itu disampaikan oleh Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan.

    “Untuk tersangka FB melalui kuasa hukumnya Ian Iskandar pada pukul 10.54 wib pagi ini telah menyampaikan kepada penyidik bahwa tersangka FB tidak hadir memenuhi panggilan penyidik hari ini,” ucapnya.

    Selanjutnya tim penyidik akan melakukan konsolidasi terkait hal ini, untuk menentukan langkah-langkah tindak lanjut dalam rangka penyidikan. 

  • Sidang Vonis 15 Terdakwa Kasus Pungutan Liar Rutan KPK Diundur Jadi Besok, Kenapa?

    Sidang Vonis 15 Terdakwa Kasus Pungutan Liar Rutan KPK Diundur Jadi Besok, Kenapa?

    loading…

    Sidang vonis terhadap 15 terdakwa kasus pungutan liar (pungli) Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dijadwalkan digelar pada hari ini diundur jadi besok. Foto/Dok SINDOnews

    JAKARTA – Sidang vonis terhadap 15 terdakwa kasus pungutan liar ( pungli ) Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dijadwalkan digelar pada hari ini diundur jadi besok, Jumat (13/12/2024). Ketua Majelis Hakim Maryono mengungkapkan alasannya.

    “Hari ini Pak Jaksa dan penasihat hukum maupun terdakwa, sedianya hari ini akan dibacakan putusan ya. Namun karena sesuatu hal khususnya untuk musyawarah belum tercapai. Selain itu Ibu Sri, hakim anggota, juga sedang berhalangan,” kata Maryono, Kamis (12/12/2024).

    Hakim menyebutkan, pembacaan vonis terhadap 15 terdakwa selanjutnya akan digelar pada Jumat (13/12) besok. “Jadi kami belum bisa membacakan hari ini, akan kita bacakan besok ya. Akan kita bacakan besok Jumat itu tanggal 13 (Desember),” jelas dia.

    Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut 15 mantan pegawai rutan KPK dengan hukuman beragam terkait kasus dugaan pungutan liar (pungli). Mereka dituntut 4-6 tahun penjara.

    “Telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP,” kata JPU KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/11/2024).

    Berikut perincian tuntutan hukuman para terdakwa:

    1. Deden Rochendi, enam tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan penjara. Hukuman uang pengganti Rp398 juta subsider 1,5 tahun penjara.

    2. Hengki, enam tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan penjara. Hukuman uang pengganti Rp419 juta subsider 1,5 tahun penjara.

  • Sidang Praperadilan MAKI dalam Kasus Pemerasan Firli, Hari Ini Pembuktian Alat Bukti Surat  – Halaman all

    Sidang Praperadilan MAKI dalam Kasus Pemerasan Firli, Hari Ini Pembuktian Alat Bukti Surat  – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang praperadilan dugaan penghentian penyidikan kasus pemerasan yang dilakukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo bakal kembali dilanjutkan di PN Jakarta Selatan, pada Kamis (12/12/2024). 

    Adapun untuk agenda hari ini pembuktian alat bukti surat di persidangan. 

    “Tidak ada replik duplik sesuai dengan jadwal. Maka besok adalah bukti surat pemohon dan termohon, sidang ditunda,” kata hakim Lusiana Amping di PN Jaksel di persidangan Rabu (11/12/2024) kemarin.

    Sementara itu pada persidangan praperadilan kemarin, agenda menjawab permohonan dari pemohon. 

    Pihak Polda Metro Jaya menjawab atas mandeknya penuntasan perkara pemerasan Firli Bahri atas permohonan MAKI dan LP3HI.

    Subdit Bankum Bidkum Polda Metro Jaya, Ipda Mansyur menyatakan bahwa pihaknya mempermasalahkan legalitas dari pemohon MAKI dan LP3HI.

    “Di awal itu kita keberatan dengan eksepsi. Kita melakukan eksepsi terkait dengan legalitasnya pemohon 1 maupun pemohon 2. Karena yang menjadi objek praparadilan ini terhadap penghentian penyidikan,” kata Mansyur kepada awak media di PN Jaksel, Rabu (11/12/2024).

    Kemudian ditegaskannya bahwa perkara pemerasan eks pimpinan KPK itu tidak berhenti alias masih berlangsung.

    “Faktanya kan kami belum menghentikan, media kan sudah lihat kemarin ada pemanggilannya, berarti kan masih berjalan. Itu yang pertama. Kemudian yang kedua, eksepsi kami bahwa MAKI dan LP3HI ini tidak mempunyai legal standing,” tandasnya.

    Diketahui Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) dan Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) telah menggugat Polda Metro Jaya dan Kejati DKI Jakarta. 

    Gugatan tersebut melalui sidang praperadilan dugaan penghentian penyidikan kasus pemerasan yang dilakukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo di PN Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2024). 

    Dalam permohonannya MAKI dan LP3HI menyatakan perkara pemerasan yang menyangkut mantan Ketua KPK Firli Bahuri terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo digantung merugikan negara dan rakyat Indonesia. 

    “Bahwa dengan digantungnya perkara, maka penyidikan perkara telah berusia hampir 1 (satu) tahun. Kondisi ini jelas merugikan korban tindak pidana korupsi (negara dan rakyat Indonesia) karena tidak terdapatnya kepastian hukum dan kepastian keadilan,” bunyi permohonan MAKI dan LP3HI. 

    Kemudian kondisi tersebut juga dinilai bertentangan dengan pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 

    “Bahwa setelah ditetapkan sebagai tersangka, Firli Bahuri tidak segera ditahan. Dan hingga permohonan praperadilan a quo diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, belum terdapat penyerahan berkas tahap 2 dari Termohon I kepada Termohon II,” bunyi permohonan MAKI. 

    “Tidak ditahannya Firli Bahuri oleh Termohon I, telah menimbulkan kesan bahwa penyidikan terkesan tidak serius dan mudah dipermainkan oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan transparansi dalam penanganan perkara,” jelas permohonan tersebut.”

    Atas hal itu pihak pemohon meminta majelis hakim sidang praperadilan untuk perintahkan termohon Kapolda Metro Jaya untuk melimpahkan berkas perkara Firli Bahuri tersebut ke Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta. 

    “Memerintahkan para termohon untuk segera melimpahkan berkas perkara beserta tersangka Firli Bahuri kepada Termohon II untuk segera dilakukan penuntutan,” kata perwakilan LP3HI Kurniawan di persidangan. 

    Sementara itu ditemui setelah persidangan Koordinator MAKI Boyamin Saiman berikan alasan mengapa dirinya menggugat perkara pemerasan yang dilakukan mantan Ketua KPK Firli Bahuri. 

    “Kami gugat meminta kepada hakim untuk menilai kinerja penyidik itu seperti apa profesional atau tidak profesional, kalau tidak profesional kan dikabulkan dan diperintahkan untuk mempercepat,” kata Boyamin kepada awak media. 

    Ia menerangkan pada prinsipnya pihaknya sebenarnya ingin penuntasan perkara.

    “Karena sisi kita korban saja, korban korupsi sebagai masyarakat meminta itu diproses. Tapi kalau nanti di SP3 begitu boleh-boleh aja kewenangan penyidik. Tapi pasti kami gugat praperadilan juga. Kalau sekarang belum ada buktinya hitam putih aja sudah kita gugat. Apalagi nanti kalau ada buktinya hitam putih karena kami yakin, meyakini itu penetapan tersangkanya itu sah,” tandasnya. 

    Firli Tak Penuhi Panggilan

    Terkait kasus yang menjerat Firli, sebelumnya eks Ketua KPK itu sekaligus tersangka kasus pemerasan terhadap SYL Firli Bahuri untuk kesekian kalinya mangkir dari panggilan penyidik kepolisian.

    Pada panggilan yang sejatinya dilakukan Kamis (28/11/2024) lalu Firli kembali absen.

    Hal itu disampaikan oleh Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan.

    “Untuk tersangka FB melalui kuasa hukumnya Ian Iskandar pada pukul 10.54 wib pagi ini telah menyampaikan kepada penyidik bahwa tersangka FB tidak hadir memenuhi panggilan penyidik hari ini,” ucapnya.

    Selanjutnya tim penyidik akan melakukan konsolidasi terkait hal ini, untuk menentukan langkah-langkah tindak lanjut dalam rangka penyidikan.