Kasus: Tipikor

  • Tiga Terdakwa Kasus Timah Divonis 4-8 Tahun Penjara

    Tiga Terdakwa Kasus Timah Divonis 4-8 Tahun Penjara

    Jakarta, CNN Indonesia

    Tiga terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022 divonis dengan pidana 4 hingga 8 tahun penjara.

    General Manager Operasional PT Tinindo Internusa sejak Januari 2017-2020 Rosalina divonis dengan pidana empat tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan. Hakim memerintahkan jaksa membuka blokir rekening bank milik Rosalina.

    Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa yang ingin Rosalina dihukum dengan pidana enam tahun penjara.

    Sementara itu, Suwito Gunawan alias Awi selaku Beneficiary Owner PT Stanindo Inti Perkasa dan Robert Indarto selaku Direktur PT Sariwiguna Binasentosa sejak tanggal 30 Desember 2019 divonis dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

    Teruntuk Awi, ia juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp2.200.704.628.766,6 (Rp2,2 triliun) subsider enam tahun penjara.

    Sedangkan Robert dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp1.920.273.791.788,36 (Rp1,9 triliun) subsider enam tahun penjara.

    Awi dan Robert dinilai hakim telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama,” ujar ketua majelis hakim Eko Aryanto di ruang sidang Hatta Ali Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/12) petang.

    Vonis terhadap Awi dan Robert juga di bawah tuntutan jaksa yang ingin keduanya dihukum dengan pidana 14 tahun penjara.

    Kasus ini disebut merugikan keuangan negara hingga Rp300,003 triliun berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).

    Perkara ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis hakim Eko Aryanto dengan anggota Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir dan Mulyono Dwi Purwanto.

    (ryn/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • Harvey Moeis Divonis 6 Tahun 6 Bulan Penjara, Kejagung Pikir-Pikir Banding Putusan – Page 3

    Harvey Moeis Divonis 6 Tahun 6 Bulan Penjara, Kejagung Pikir-Pikir Banding Putusan – Page 3

     

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons vonis 6 tahun 6 bulan penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terhadap terdakwa Harvey Moeis di kasus korupsi komoditas timah.

    Putusan itu jauh dari amar tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta hukuman 12 tahun penjara terhadap suami artis Sandra Dewi itu.

    “Kami menghormati putusan yang telah diambil dan dibacakan oleh majelis hakim tipikor terhadap terdakwa Harvey Moeis,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi, Senin (23/12/2024).

    Menurut Harli, JPU masih memiliki waktu sebelum menentukan apakah menerima putusan tersebut atau mengajukan banding atas vonis Harvey Moeis.

    “Hukum acara, Jaksa Penuntut Umum memiliki waktu tujuh hari setelah putusan pengadilan untuk pikir-pikir, apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan, jadi kita tunggu sikap JPU ya,” kata Harli.

    Sebelumnya, terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) divonis 6 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp1 Miliar. Harvey dinyatakan bersalah melakukan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.

    “Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan, dan pidana denda sejumlah Rp1 Miliar subsider 6 bulan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12/2024).

    Majelis hakim juga memerintahkan Harvey Moeis membayar uang pengganti sejumlah Rp210 Miliar selambat-lambatnya satu tahun setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    Dengan ketentuan, jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

    Namun, jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 2 tahun.

     

     

    Sidang kasus dugaan korupsi pengelolaan timah dengan terdakwa Harvey Moeis kembali bergulir. Dalam sidang lanjutan, Harvey mengaku merasa bersalah menyeret pemilik PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim ikut menjadi terdakwa dalam pusaran korupsi ti…

  • Mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Meninggal Dunia, KPK Siapkan SP3

    Mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Meninggal Dunia, KPK Siapkan SP3

    loading…

    Eks Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dikabarkan meninggal dunia pada Minggu, 22 Desember 2024 malam. Foto/SINDOnews

    JAKARTA – Eks Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Awang Faroek Ishak disebutkan meninggal dunia pada Minggu, 22 Desember 2024 malam. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan segera menerbitkan surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3) terhadap yang bersangkutan terkait kasus dugaan korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP).

    “Bahwa surat perintah penyidikan atas nama yang bersangkutan akan dikeluarkan SP3 oleh KPK setelah surat kematian diterima dan diproses secara administrasi,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Senin (23/12/2024).

    Dikabarkan, Awang Faroek merupakan salah satu pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Kediamannya pun pernah digeledah KPK.

    “Kegiatan ini sudah dilaksanakan mulai dari hari Sabtu dan masih berlangsung,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan Selasa, 24 September 2024.

    Kendati begitu, Tessa mengaku belum bisa menjelaskan lebih rinci mengenai identitas para tersangka dan konstruksi perkara ini. “Saya masih belum bisa menyampaikan secara detail karena masih berproses kembali lagi penggeledahannya,” ujarnya.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, kegiatan penggeladahan itu dilakukan di Jalan Sei Barito, Kelurahan Pelabuhan, Kecamatan Samarinda, Kalimantan Timur.

    Awang Faroek pun pernah diperiksa penyidik Lembaga antirasuah sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi izin usaha pertambangan IUP di Kalimantan Timur.

    “KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Rabu, 2 Oktober 2024.

    (cip)

  • Ini Alasan Hakim Vonis Harvey Moeis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa

    Ini Alasan Hakim Vonis Harvey Moeis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa

    loading…

    Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Harvey Moeis dengan hukuman pidana penjara selama 6,5 tahun jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa 12 tahun. Foto/SINDOnews/nur khabibi

    JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Harvey Moeis dengan hukuman pidana penjara selama 6,5 tahun. Putusan tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni 12 tahun.

    Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto menyatakan, tuntutan Jaksa tersebut terlalu berat. Sebab, Harvey tidak masuk dalam struktural PT Refined Bangka Tin (RBT) yang dalam perkara ini dikaitkan dengan suami aktris Sandra Dewi itu.

    “Majelis hakim mempertimbangkan tuntunan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologis perkara, yaitu terdakwa Harvey Moeis pada mulanya terkait dalam usaha atau bisnis timah berawal dari ada kondisi pada PT timah TBK selaku pemegang IUP, penambangan timah di wilayah bangka Belitung sedang berusaha untuk meningkatkan meningkatkan produksi timah dan penjualan ekspor timah,” kata Hakim Eko di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).

    “Di lain pihak ada perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung juga sedang berusaha meningkatkan produksinya, salah satu smelter swasta tersebut adalah PT RBT,” sambungnya.

    Hakim menilai, meski ada pertemuan Harvey yang mewakili PT RBT dengan PT Timah Tbk, yang bersangkutan tidak masuk dalam jajaran struktur, baik sebagai Komisaris, direksi, maupun pemegang saham.

    “Terdakwa beralasan hanya bermaksud membantu temannya yaitu Direktur Utama (PT RBT) Suparta, karena terdakwa memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan,” ujarnya.

    Akan hal itu, Harvey dinilai tidak mempunyai kapasitas dalam pengambil keputusan antara PT RBT dengan PT Timah Tbk. Termasuk tidak mengetahui administrasi dan keuangan dua PT tersebut.

    “Bahwa dengan keadaan tersebut terdakwa tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT timah TBK dan PT RBT maupun dengan para pengusaha smelter peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT timah TBK,” ucapnya.

    (cip)

  • Sidang Putusan Kasus Korupsi Timah, Hakim Sebut Ribuan Masyarakat sebagai Penambang Ilegal – Page 3

    Sidang Putusan Kasus Korupsi Timah, Hakim Sebut Ribuan Masyarakat sebagai Penambang Ilegal – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Dalam sidang putusan kasus timah dengan terdakwa Suparta, Harvey Moeis, dan Reza Andriansyah menyebut PT Refined Bangka Tin (RBT) dan PT Timah bukan penambang ilegal, melainkan masyarakat yang merupakan penambang ilegal.

    Hal tersebut disampaikan Hakim Ketua Eko Aryanto dalam pertimbangan putusan saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Senin (23/12/2024).

    Dalam pertimbangannya, PT Timah dan PT RBT bukan penambang ilegal karena memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).

    “Bahwa PT Timah Tbk dan PT RBT bukan penambang ilegal, keduanya memiliki IUP dan IUJP. Pihak yang melakukan penambangan ilegal adalah masyarakat yang jumlahnya ribuan orang,” kata Hakim Ketua Eko, Senin (23/12/2024).

    Selain itu, lanjut dia, Harvey juga bukan pengurus dari PT RBT yang tidak bisa membuat keputusan kerja sama dengan PT Timah, serta tidak mengetahui administrasi dan keuangan pada PT RBT dan PT Timah. Sehingga hal tersebut membuat hukuman dari Harvey Moeis harus dikurangi.

    “Menimbang berdasarkan fakta tersebut, sehingga Majelis Hakim berpendapat, tuntutan pidana penjara yang di ajukan Penuntut Umum terhadap terdakwa Harvey Moeis kemudian terdakwa Suparta dan terdakwa Reza Andriansah terlalu tinggi dan harus dikurangi,” ucap Hakim Eko.

    Menanggapi hal tersebut, Penasihat Hukum (PH) Harvey Moeis, Andi Ahmad Nur Darwin mempertanyakan sejauh mana Majelis Hakim menilai kategori penambangan ilegal dalam pertimbangannya.

    “PT RBT bukanlah penambang ilegal, namun yang perlu kami garisbawahi lebih jauh adalah yang dimaksud dengan penambang ilegal di sini adalah masyarakat,” kata Andi usai pembacaan putusan.

    “Ini yang juga kami akan coba diskusikan lebih jauh, sejauh mana kategori ilegal yang dimaksud, makanya kita akan lihat di pertimbangan,” sambung Andi.

     

    Sandra Dewi hadir dalam sidang kasus korupsi komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dengan agenda pemeriksaan saksi untuk terdakwa Harvey Moeis yang merupakan suaminya, Suparta, dan Reza Andriansyah.

  • Harvey Moeis Divonis 6 Tahun 6 Bulan Penjara, Kejagung Pikir-Pikir Banding Putusan – Page 3

    Vonis Hukum Dirut Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriyansyah dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah – Page 3

    Terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) divonis 6 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp1 Miliar. Harvey dinyatakan bersalah melakukan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.

    “Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan, dan pidana denda sejumlah Rp1 Miliar subsider 6 bulan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12/2024).

    Majelis hakim juga memerintahkan Harvey Moeis membayar uang pengganti sejumlah Rp210 Miliar selambat-lambatnya satu tahun setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    Dengan ketentuan, jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

    Namun, jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 2 tahun.

    Harvey Moeis terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama.

    Majelis hakim menilai Harvey Moeis telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ke-1 KUHP.

    Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kasus dugaan korupsi timah terhadap Harvey Moeis yakni selama 12 tahun penjara.

  • Kaleidoskop 2024: Kasus Korupsi Jumbo Diusut KPK, Mayoritas BUMN

    Kaleidoskop 2024: Kasus Korupsi Jumbo Diusut KPK, Mayoritas BUMN

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut sejumlah kasus dengan kerugian negara berukuran jumbo selama 2024. Simak kaleidoskop 2024 terkait penegakan hukum yang dilakukan KPK, mayoritas merupakan kasus-kasus di lingkungan BUMN.

    Dalam catatan Bisnis, nilai kerugian negara yang dialami sebab kasus-kasus rasuah dimaksud mulai dari ratusan miliar hingga di atas Rp1 triliun. Kasus-kasus dimaksud meliputi pengadaan, akuisisi, hingga dugaan kecurangan (fraud).

    Seluruh kasus tersebut kini masih dalam tahap penyidikan. Perkaranya diumumkan pada 2024 dan sudah memiliki tersangka. Namun, identitas para tersangka bakal diumumkan setelah upaya paksa penahanan dilakukan.

    Di antara perkara rasuah jumbo yang ditangani lembaganya kini yaitu perkara dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), PT Taspen (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau PGN (PGAS), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) serta PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).

    “Sebetulnya banyak perkara-perkara besar yang sedang dilakukan penyidikan di KPK. Hanya saja kebiasaan KPK saat ini, status tersangka baru kita umumkan ketika dilakukan upaya paksa penahanan,” ujar Wakil Ketua KPK periode 2019-2024 Alexander Marwata pada Konferensi Pers Capaian Kinerja Akhir Masa Jabatan, Selasa (17/12/2024).

    Berikut perkara-perkara yang ditangani KPK dengan kerugian keuangan negara jumbo sepanjang 2024

    1. LPEI

    KPK mengumumkan penyidikan perkara tersebut pada 19 Maret 2024, sehari setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerahkan laporan dugaan fraud di Eximbank itu ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Pada konferensi pers, KPK menyebut telah lebih dulu memulai penyelidikan terhadap dugaan fraud di LPEI sejak Februari 2024. Beberapa debitur LPEI yang diduga melakukan fraud juga sama dengan yang diserahkan Sri Mulyani ke Kejagung.

    Pada Agustus 2024, Kejagung resmi melimpahkan perkara yang diusut olehnya ke KPK. Korps Adhyaksa menyebut empat debitur LPEI yang didalami ternyata sama dengan yang diusut oleh KPK.

    KPK pun telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka perseorangan. Sementara itu, ada sekitar 11 debitur LPEI yang diduga melakukan fraud penyaluran kredit pembiayaan ekspor itu. Pada kasus tersebut, KPK menduga nilai kerugian keuangan negara ditaksir mencapai Rp1 triliun.

    Perbesar

    2. Taspen

    KPK menduga sebagian investasi Rp1 triliun yang dilakukan pada dana kelolaan Taspen fiktif. Atas dugaan tersebut, KPK menetapkan dua orang tersangka yaitu mantan Direktur Utama Taspen Antonius Kosasih dan mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management Ekiawan Heri.

    Surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Kosasih dan Ekiawan diteken pada Maret 2024.

    Pada Juni 2024, Direktur Keuangan Taspen Oktober 2018-Januari 2020 Helmi Imam Satriyono mengonfirmasi bahwa ada kegiatan investasi senilai Rp1 triliun ketika dia menjabat. Namun, dia tak memerinci lebih lanjut soal dugaan pidana yang diusut KPK.

    KPK lalu menelusuri aliran dana investasi dana kelolaan Taspen itu. Penyidik menemukan bahwa dana kelolaan Taspen itu diputar ke berbagai instrumen investasi seperti reksadana, saham hingga obligasi syariah (sukuk). Beberapa sekuritas pun diperiksa, salah satunya adalah PT Sinarmas Sekuritas.

    3. PGN

    Pada kasus PGN, KPK mengusut dugaan korupsi pada jual beli gas antara perusahaan pelat merah itu dengan PT Inti Alasindo Energi (IAE).

    Dua tersangka yang telah ditetapkan yakni mantan Direktur Komersial PGN Danny Praditya serta mantan Komisaris PT IAE sekaligus Direktur Utama PT Isar Gas Iswan Ibrahim. KPK menerbitkan sprindik untuk keduanya pada 17 Mei 2024.

    KPK belum merilis angka pasti dugaan kerugian keuangan negara pada kasus PGN. Penghitungan kerugian keuangan negara itu masih dihitung oleh auditor negara. Namun, nilainya ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.

    Pada proses penyidikan, KPK telah memanggil saksi-saksi dari lingkungan PGN, IAE dan Isar Gas serta lain-lain terkait dengan perjanjian jual beli gas antara kedua perusahaan.

    4. Telkom

    Lembaga antirasuah mengungkap terdapat sejumlah perkara yang ditangani di lingkungan Telkom. Apabila ditotal, nilai kerugian keuangan negaranya bisa mencapai ratusan miliar.

    KPK menyebut sebagian dari kasus Telkom yang ditangani merupakan pelimpahan dari Kejagung. Sementara itu, dari deretan kasus Telkom yang ditangani, ada yang berkaitan dengan pengadaan alat IT hingga pembiayaan suatu proyek.

    “Karena ini kerugiannya cukup besar, masing-masing ini, di atas Rp100 miliar bahkan lebih dari Rp200 miliar, seperti itu, untuk satu perkara. Jadi ini hal yang besar” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Juni 2024.

    Pada Mei 2024, KPK bahkan menggeledah Kawasan Telkom Hub di kawasan Gatot Subroto, Jakarta.

    Perbesar

    5. ASDP

    Pada perkara ASDP, KPK menduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp1,27 triliun. Namun, nilai itu masih bisa berubah seiring dengan proses audit penghitungan kerugian keuangan negara.

    Kasus ASDP berkaitan dengan proses akuisisi perusahaan feri swasta pada 2022 lalu, yakni PT Jembatan Nusantara. Nilai kerugian keuangan negara pada kasus itu diduga sama dengan nilai biaya yang dikeluarkan perseroan untuk mengakuisisi Jembatan Nusantara.

    Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan empat orang tersangka. Adapun, para tersangka di kasus tersebut bahkan telah mengajukan praperadilan melawan status tersangka dari KPK. Namun, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memenangkan KPK pada putusannya.

    Mengacu pada catatan KPK, terdapat total 142 perkara dugaan korupsi yang naik ke tahap penyidikan selama 2024. Adapun, penyelidikan sebanyak 68 perkara, 79 perkara penuntutan, 83 perkara berkekuatan hukum tetap dan 99 perkara sudah dieksekusi oleh jaksa.

    KPK pun telah mengembalikan hasil rampasan dari tindak pidana korupsi senilai Rp677,5 miliar pada 2024. Total selama lima tahun KPK jilid V menjabat yakni Rp2,49 triliun.

    Meski demikian, Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2019-2024 dalam Laporan Capaian Kinerja 5 Tahun menyebut kinerja penindakan komisi antirasuah perlu diperbaiki. Khususnya, untuk perkara-perkara korupsi yang besar (big fish).

    “Memperbaiki kinerja penindakan dengan lebih mengutamakan penanganan kasus korupsi besar (big fish) untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat,” bunyi laporan capaian kinerja Dewas KPK 2019-2024.

  • Kasus Timah, Bos PT RBT Dihukum 8 Tahun Penjara dan Bayar Rp 4,5 Triliun

    Kasus Timah, Bos PT RBT Dihukum 8 Tahun Penjara dan Bayar Rp 4,5 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta. Dia dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022 serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama delapan tahun,” kata hakim ketua, Eko Ariyanto saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).

    Suparta juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Selain itu, dia dihukum membayar uang pengganti yang nilainya fantastis, yaitu Rp 4,5 triliun terkait kasus tata niaga timah.

    “Membebankan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 4.571.438.592.561,56,” ujar hakim menjatuh vonis terhadap Bos PT RBT.

    Jika uang pengganti tak dibayar sebulan setelah putusan inkrah, hartanya dapat disita untuk dilelang. Jika hartanya tak mencukupi untuk membayar, diganti dengan pidana penjara selama enam tahun.

    Sementara itu, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT pada 2017, Reza Andriansyah dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider tiga bulan kurungan terkait kasus tata niaga timah.

  • Sopan di Persidangan Jadi Hal yang Meringankan Hukuman Harvey Moeis – Page 3

    Sopan di Persidangan Jadi Hal yang Meringankan Hukuman Harvey Moeis – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Majelis hakim memvonis Harvey Moeis dengan hukuman 6 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp1 Miliar terkait kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah. Amar putusan dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12/2024).

    “Hal memberatkan, perbuatan terdakwa dilakukan saat negara sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan terhadap korupsi,” ujar Eko.

    Eko juga membeberkan hal yang meringankan, antara lain perilaku Harvey Moeis selama menjalani persidangan. “Hal meringankan, sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa belum pernah dihukum,” ujar dia.

    Harvey dinyatakan bersalah melakukan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah. Hakim menghukum dengan 6 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp1 Miliar.

    “Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan dan pidana denda sejumlah Rp1 Miliar subsider 6 bulan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12/2024).

    Majelis hakim juga memerintahkan Harvey Moeis membayar uang pengganti sejumlah Rp210 Miliar selambat-lambatnya satu tahun setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    Dengan ketentuan, jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

    Namun, jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 2 tahun.

    Harvey Moeis terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama.

    Majelis hakim menilai Harvey Moeis telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ke-1 KUHP.

     

     

  • Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Penjara, Suami Sandra Dewi Dihukum Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa

    Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Penjara, Suami Sandra Dewi Dihukum Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa

    TRIBUNJATIM.COM – Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis kini divonis 6,5 tahun dalam perkara korupsi tata niaga komoditas timah.

    Harvey Moeis merupakan terdakwa dalam perkara tersebut.

    Putusan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Dalam putusannya, Harvey Moeis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer jaksa penuntut umum.

    Harvey terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP.

    Selain itu Harvey juga dianggap Hakim Eko terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Menjatuhkan terhadap terdakwa Harvey Moeis oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan,” ucap Hakim Eko di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).

    Selain pidana badan, Harvey Moeis juga divonis pidana denda sebesar Rp1 miliar, di mana apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

    Tak hanya itu Harvey Moeis juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.

    Namun apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta benda Harvey dapat disita oleh Jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti.

    “Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun,” jelas Hakim.

    Lebih Rendah Ketimbang Tuntutan

    Putusan terhadap Harvey oleh Majelis Hakim ini lebih rendah dibandingkan tuntutan yang dijatuhkan oleh Jaksa Penuntut Umum yakni selama 12 tahun penjara.

    Dalam tuntutannya, Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

    Hal itu diatur dan diancam dengan pasal Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP sebagaimana dalam dakwaan kesatu.

    Selain itu Jaksa juga menilai bahwa Harvey terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun,” ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).

    Selain dituntut pidana badan, Harvey juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

    Tak hanya itu, ia juga dituntut pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    “Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 6 tahun,” ujar jaksa.

    Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (14/8/2024) lalu, Harvey Moeis berperan mengkoordinir pengumpulan uang pengamanan dari para perusahan smelter swasta di Bangka Belitung.

    Perusahaan smelter yang dimaksud ialah: CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

    “Terdakwa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin meminta kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada terdakwa Harvey Moeis sebesar USD 500 sampai dengan USD 750 per ton,” ujar jaksa penuntut umum di persidangan.

    Uang pengamanan tersebut diserahkan para pemilik smelter dengan cara transfer ke PT Quantum Skyline Exchage milik Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.

    Selain itu, uang pengamanan juga ada yang diserahkan secara tunai kepada Harvey Moeis.

    Seluruh uang yang terkumpul, sebagian diserahkan Harvey Moeis kepada Direktur Utama PT Refined Bangka Tin, Suparta. Sedangkan sebagian lainnya, digunakan untuk kepentingan pribadi Harvey Moeis.

    “Bahwa uang yang sudah diterima oleh terdakwa Harvey Moeis dari rekening PT Quantum Skyline Exchange dan dari penyerahan langsung, selanjutnya oleh terdakwa Harvey Moeis sebagian diserahkan ke Suparta untuk operasional Refined Bangka Tin dan sebagian lainnya digunakan oleh terdakwa Harvey Moeis untuk kepentingan terdakwa,” kata jaksa penuntut umum.

    Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Fakta aliran dana

    Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis menjalani sidang dakwaan kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

    Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum membacakan aliran dana Harvey Moeis yang diduga berasal dari uang hasil korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

    Salah satu yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum yaitu adanya aliran dana dari Harvey Moeis ke rekening Sandra Dewi, sang istri.

    Harvey Moeis mentransfer uang ke rekening Sandra Dewi dengan nominal Rp 3,15 miliar yang dikirim dari rekening atas nama PT Quantum Skyline Exchange.

    “Mentransfer uang tersebut dari rekening PT Quantum Skyline Exchange, Kristiyono, dan PT Refined Bangka Tin periode tahun 2018 sampai dengan tahun 2023 diantaranya ke rekening Sandra Dewi selaku istri terdakwa HARVEY MOEIS pada Bank BCA nomor rekening 07040688883 atas nama Sandra Dewi sejumlah Rp 3.150.000.000,” ujar jaksa penuntut umum, di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024), dikutip dari Grid.ID.

    Selain itu, Harvey Moeis juga mengirim uang ke rekening atas nama asisten pribadi Sandra Dewi, Ratih Purnamasari.

    Uang tersebut diperuntukkan untuk memenuhi keperluan Sandra Dewi.

    “Ratih Purnamasari selaku asisten pribadi Sandra Dewi pada Bank BCA nomor 7140071735 atas nama Ratih Purnamasari sejumlah Rp 80.000.000 untuk keperluan Sandra Dewi,” terang Jaksa Penuntut Umum.

    Sementara itu, masih ada beberapa rekening lagi yang ditransfer oleh Harvey Moeis senilai Rp 2-32 Miliar.

    Sebelumnya, Sandra Dewi tak terima 88 tas mewahnya ikut disita Kejagung.

    Menurut kuasa hukum Harvey Moeis dan Sandra Dewi, Harris Arthur Hedar, pihaknya akan membuktikan 88 tas mewah milik Sandra Dewi tidak berkaitan dengan kasus korupsi timah.

    Harris mengeklaim, tas mewah berbagai merek itu merupakan hasil keringat Sandra Dewi sendiri.

    “Kerja dari ibu SD (Sandra Dewi), tapi disita juga,” kata Harris di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Senin (22/7/2024).

    “Nanti kita buktikan sama-sama di pengadilan, apakah itu terlibat terkait dengan perbuatan HM atau tidak,” imbuhnya

    Harvey Moeis mentransfer uang ke rekening Sandra Dewi dengan nominal Rp 3,15 miliar yang dikirim dari rekening atas nama PT Quantum Skyline Exchange. (Tribunnews.com/JEPRIMA)

    Ia menuturkan, tas tersebut juga didapat Sandra Dewi dari hasil endorse dan sudah diklarifikasi oleh penyidik.

    “Kalau saya enggak salah ada 88 tas branded. Itu hasil yang didapat dari hasil keringat Ibu SD yang telah diklarifikasi oleh penyidik.

    Bahasanya itu memang benar didapat dari hasil endorse, ya,” ucapnya.

    Harris mengakui, Sandra Dewi sempat keberatan karena puluhan tas mewahnya turut disita.

    Kendati begitu, Sandra Dewi berusaha bersikap kooperatif untuk kepentingan hukum.

    Di sisi lain, pihaknya juga akan membuktikan hal lainnya di pengadilan, termasuk yang dikuras dari ATM Harvey.

    Adapun jumlah uang yang disita penyidik dan diserahkan ke Kejari Jaksel meliputi uang mata uang asing 400.000 dolar AS dan uang bentuk rupiah Rp13.581.013.347.

    “Duit itu berada di rekening Pak HM, ya. Apakah uang itu dari hasil kejahatannya? Kita harus buktikan dulu di penelitian sama-sama,” ujarnya.

    Selain itu juga disita 11 bidang tanah bangunan, delapan unit mobil, dan 41 jenis perhiasan serta logam mulia.

    Harris Arthur Hedar menyebutkan, salah satu barang bukti tersebut milik Sandra Dewi.

    “Kalau uang ada di rekening Pak HM (Harvey Moeis),” kata Harris Arthur Hedar.

    “Tapi apakah itu uang didapat dari hasil kejahatan, harus dibuktikan di pengadilan,” lanjutnya.

    Ada juga mobil Mini Cooper dengan nomor polisi dengan huruf SDW milik Harvey Moeis.

    “Mobil tidak ada atas nama Ibu Sandra Dewi dan itu pemberian Pak HM,” ucapnya.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com