Kasus: Tipikor

  • Menkum: Denda Damai Koruptor Hanya Pembanding, Bukan Pilihan Utama

    Menkum: Denda Damai Koruptor Hanya Pembanding, Bukan Pilihan Utama

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan wacana denda damai hanya digunakan sebagai pembanding untuk opsi penyelesaian perkara kerugian keuangan negara, bukan dijadikan pilihan utama.

    “Nah karena itu, itu hanya compare, bahwa ada aturan yang mengambil, tetapi bukan berarti Presiden akan menempuh itu, sama sekali tidak,” kata Supratman dilansir dari Antara, Jumat (27/12/2024)..

    Supratman menegaskan pernyataannya soal pengampunan koruptor dengan denda damai hanya untuk perbandingan penyelesaian perkara kerugian keuangan negara melalui berbagai undang-undang yang berbeda.

    “Yang saya maksudkan itu adalah meng-compare, karena undang-undang tindak pidana korupsi ataupun juga undang-undang kejaksaan khusus kepada tindak pidana ekonomi, dua-duanya itu adalah tindak pidana yang merugikan keuangan negara, merugikan perekonomian negara,” ujarnya.

    Lebih lanjut, dia mengatakan pengampunan soal perkara kerugian keuangan negara bukan hal baru dan sudah pernah dilakukan yang dalam bentuk tax amnesty.

    “Karena itu ada ruangnya yang diberikan dan ini bukan barang baru terkait dengan proses pengampunan, karena kita sudah pernah melakukan dua kali tax amnesty, kan negara memberi pengampunan,” tuturnya.

    Menkum menegaskan semua langkah yang diambil pemimpin bangsa adalah demi Indonesia yang bebas dari tindak pidana korupsi dan solusi-solusi yang disuarakan adalah untuk memberikan semangat baru dalam pemberantasan korupsi.

    “Nah karena itu, ada semangat baru yang diinginkan oleh Bapak Presiden. Silakan kita akan bicarakan menyangkut soal mekanismenya nanti kalau toh kebijakan pengampunan itu akan diambil oleh Bapak Presiden,” kata Supratman.

    Dia mengatakan Kementerian Hukum masih terus menggodok rancangan undang-undang tentang grasi, amnesti, dan abolisi.

    Menkum juga menyampaikan permintaan maaf jika pernyataannya menimbulkan perbedaan tafsir di tengah masyarakat.

    “Sekali lagi, ini kalaupun nanti ada yang salah mengerti dengan apa yang saya ucapkan, ya saya menyatakan saya mohon maaf, tetapi sekali lagi, itu hanya contoh atau komparasi terhadap penyelesaian tindak pidana yang terkait dengan merugikan perekonomian negara di bidang tindak pidana ekonomi dengan tindak pidana korupsi,” tuturnya.

  • Tiga Bos Smelter Timah Swasta Divonis hingga 8 Tahun Penjara Pada Kasus Korupsi Timah

    Tiga Bos Smelter Timah Swasta Divonis hingga 8 Tahun Penjara Pada Kasus Korupsi Timah

    Bisnis.com, JAKARTA – Tiga petinggi smelter swasta divonis pidana penjara selama lima tahun hingga delapan tahun penjara terkait kasus korupsi timah.

    Ketiga petinggi smelter dimaksud, yakni Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon yang divonis delapan tahun penjara serta General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani dan Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie yang dijatuhkan masing-masing lima tahun penjara.

    “Para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Hakim Ketua Tony Irfan dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dilansir dari Antara, Jumat (27/12/2024).

    Selain ketiga petinggi smelter swasta, terdapat pula pengepul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung yang divonis dengan pidana penjara selama lima tahun.

    Tak hanya pidana penjara, keempat terdakwa turut dijatuhkan hukuman denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun untuk Tamron. Sedangkan Albani, Hasan, dan Buyung dikenakan pidana denda masing-masing senilai Rp750 juta subsider pidana kurungan enam bulan.

    Sementara untuk Tamron, dihukum pula dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp3,54 triliun subsider lima tahun penjara.

    Dengan demikian, perbuatan keempat terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu primer.

    Khusus Tamron, terbukti pula secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sehingga melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana dakwaan kedua primer.

    Adapun putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, Tamron dituntut 14 tahun penjara, sedangkan Achmad, Hasan, dan Buyung masing-masing delapan tahun penjara.

    Namun keempat terdakwa turut dikenakan pidana denda yang sama dengan tuntutan, yakni sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun untuk Tamron, sedangkan Albani, Hasan, dan Buyung dituntut pidana denda masing-masing senilai Rp750 juta subsider pidana kurungan enam bulan.

    Sementara untuk Tamron, sebelumnya dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp3,66 triliun subsider delapan tahun penjara.

    Keempat terdakwa sebelumnya diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022 sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.

    Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

    Sementara Tamron turut diduga melalukan TPPU dari uang korupsi yang diterimanya dalam kasus tersebut sebesar Rp3,66 triliun, antara lain untuk membeli alat berat, obligasi negara, hingga ruko.

    Dalam kasus tersebut, Tamron bersama-sama dengan Achmad, Hasan, serta Buyung, melalui CV VIP dan perusahaan afiliasinya, yaitu CV Sumber Energi Perkasa, CV Mega Belitung, dan CV Mutiara Jaya Perkasa, didakwa telah melakukan pembelian dan/atau pengumpulan bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

    Kegiatan itu turut dilakukan bersama-sama dengan smelter swasta lainnya, di antaranya PT Refined Bangka Tin, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

  • Klarifikasi Soal Denda Damai bagi Koruptor, Menkum Supratman: Hanya untuk Komparasi

    Klarifikasi Soal Denda Damai bagi Koruptor, Menkum Supratman: Hanya untuk Komparasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas meluruskan pernyataannya terkait wacana denda damai untuk tindak pidana korupsi atau denda damai bagi koruptor. Ia menegaskan pernyataan tersebut hanya dimaksudkan sebagai komparasi atau pembandingan, bukan kebijakan yang akan diambil.

    “Yang ingin saya luruskan adalah soal denda damai. Yang saya maksudkan itu adalah membandingkan karena baik tindak pidana korupsi maupun tindak pidana ekonomi sama-sama merugikan keuangan negara,” jelas Supratman di gedung Kemenkum, Jakarta, Jumat (27/12/2024).

    Supratman mencontohkan wacana pengampunan bukanlah hal baru dalam kebijakan pemerintah. Ia mengacu pada beberapa kebijakan sebelumnya, seperti tax amnesty yang merupakan pengampunan pajak untuk meningkatkan penerimaan negara.

    Selain itu, ada denda keterlanjuran dalam UU Ciptaker. Kebijakan tersebut menyasar penyelesaian tindak pidana di luar pengadilan. Namun, Suratman menegaskan wacana denda damai bagi koruptor bukan merupakan kebijakan presiden saat ini. 

    “Presiden sama sekali tidak akan menempuh itu. Selain itu, soal denda damai bagi koruptor adalah kewenangan yang diberikan kepada jaksa agung, bukan domain presiden,” tegasnya.

    Supratman juga menyoroti tindak pidana korupsi di Indonesia masih menjadi masalah besar sejak era Reformasi. Ia mengungkapkan pemerintah sedang mencari mekanisme baru untuk menangani korupsi dengan lebih efektif.

    “Ada semangat baru yang diinginkan oleh bapak presiden. Kita akan bicarakan mekanismenya nanti, jika kebijakan pengampunan itu benar-benar akan diambil,” ujarnya.

    Saat ini, Kementerian Hukum (Kemenkum) sedang menyusun rancangan undang-undang (RUU) tentang Grasi, Amnesti, dan Abolisi. RUU ini diharapkan dapat menjadi payung hukum yang lebih jelas untuk kebijakan pengampunan pada masa depan.

    “Kalau sudah selesai, kami akan sampaikan kepada publik,” tambah Supratman.

    Supratman menegaskan pernyataannya soal denda damai bagi koruptor hanya untuk memberikan ilustrasi. Ia memastikan hingga saat ini, tidak ada rencana konkret dari Presiden Prabowo Subianto untuk menerapkan kebijakan tersebut.

  • Direktur Bumdesma di Sambas Kalbar Ditangkap, Diduga Rugikan Keuangan 23 Desa Rp 694 Juta
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        27 Desember 2024

    Direktur Bumdesma di Sambas Kalbar Ditangkap, Diduga Rugikan Keuangan 23 Desa Rp 694 Juta Regional 27 Desember 2024

    Direktur Bumdesma di Sambas Kalbar Ditangkap, Diduga Rugikan Keuangan 23 Desa Rp 694 Juta
    Tim Redaksi
    SAMBAS, KOMPAS.com –
    Seorang pria berinisial AR (36) selaku Direktur Badan Usaha Milik Desa Bersama (
    BUMDesma
    ) Berkah Bersama, Kecamatan Tebas, Kabupaten
    Sambas
    , Kalimantan Barat (
    Kalbar
    ) ditangkap atas dugaan korupsi.
    Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polisi Resor Sambas AKP Rahmad Kartono mengatakan, kerugian negara yang ditimbulkan dari tindak pidana tersebut mencapai Rp 694 juta.
    “Penyidik juga mengamankan barang bukti, di antaranya dokumen-dokumen terkait kasus tersebut dan uang tunai sebesar Rp 24 juta,” kata Rahmad dalam keterangan tertulis, Jumat (27/12/2024).
    Rahmad menerangkan, dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan BUMDesma Berkah Bersama itu terjadi pada Februari 2020 hingga Juni 2022.
    “Kami telah memeriksa 63 saksi, termasuk saksi ahli,” ujar Rahmad.
    Rahmad menjelaskan, keuangan BUMDesma Berkah Bersama ini bersumber dari 23 desa di Kecamatan Tebas yang melakukan penyertaan modal.
    Menurut Rahmad, dari hasil penyelidikan, terdapat penyimpangan dalam pengelolaan keuangan BUMDesma Berkah Bersama tersebut.
    Penyimpangan tersebut, di antaranya pengelola BUMDesma Berkah Bersama tidak menyusun dan menetapkan rencana bisnis dan SOP bersama pengawas dan penasihat.
    “Direktur BUMDesma Berkah Bersama telah membentuk beberapa unit usaha tanpa melalui musyawarah antar-desa (MAD),” ucap Rahmad.
    Selain itu, selama mengelola BUMDesma Berkah Bersama, pihak pengelola tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengurus dan pengelola kepada masyarakat secara berkala melalui Kepala Desa.
    Rahmad melanjutkan, penyidik juga menemukan pengelola atau pengurus operasional BUMDesma Berkah Bersama tidak menyalurkan hasil keuntungan usaha sebagai penyedia modal, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi.
    “Dalam mengelola keuangan BUMDesma, Direktur dan Bendahara menggunakan rekening pribadi,” ungkap Rahmad.
    Rahmad menegaskan, atas perbuatannya tersangka dijerat Pasal 2 dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 18 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penjelasan Menteri Hukum soal Wacana Denda Damai

    Penjelasan Menteri Hukum soal Wacana Denda Damai

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan maksud pernyataannya soal wacana pemberian pengampunan bagi pelaku tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara, bisa melalui denda damai.

    Ia mengaku omongannya itu viral dan ramai diperbincangkan oleh khalayak publik belakangan.

    “Yang saya maksudkan itu adalah meng-compare karena UU Tindak Pidana Korupsi ataupun juga UU Kejaksaan khusus kepada tindak pidana ekonomi, dua-duanya itu adalah tindak pidana yang merugikan keuangan negara,” kata Supratman di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat (27/12).

    Supratman mengaku omongannya itu hanya untuk membandingkan bahwa hukum positif tentang tindak pidana yang menimbulkan kerugian negara memberikan jalur penyelesaian di luar pengadilan lewat denda damai.

    “Nah karena itu, itu hanya compare bahwa ada aturan yang mengambil, tetapi bukan berarti Presiden akan menempuh itu, sama sekali tidak,” ujarnya.

    Supratman pun menekankan bahwa denda damai sebagaimana yang diatur dalam UU Kejaksaan itu juga bukanlah wewenang presiden, melainkan kewenangan yang dimiliki Jaksa Agung.

    “Tetapi sekali lagi untuk tindak pidana korupsi itu hanya sebagai pembanding bahwa ada aturan yang mengatur soal itu,” ucap dia.

    Sebelumnya ramai mendapat sorotan publik omongan Supratman yang melempar wacana memberikan pengampunan bagi pelaku tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara lewat denda damai.

    Menurutnya, kewenangan denda damai itu dimiliki Kejaksaan Agung sebagaimana yang diatur di Undang-undang Kejaksaan yang baru.

    Ia menjelaskan yang dimaksud dengan denda damai adalah penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui Jaksa Agung.

    Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 35 ayat (1) huruf K UU Kejaksaan. Dalam aturan tersebut Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang “menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi berdasarkan peraturan perundang-undangan.”

    Kejagung telah merespons ucapan Supratman itu. Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyatakan hal itu tak bisa diterapkan pada kasus korupsi.

    Ia menjelaskan denda damai itu hanya bisa diterapkan bagi undang-undang sektoral yang merugikan perekonomian negara dan termasuk dalam tindak pidana ekonomi, seperti tindak pidana kepabeanan dan cukai, sedangkan penyelesaian tipikor mengacu pada UU Tipikor.

    Eks Menko Polhukam Mahfud MD juga mengkritik keras omongan Supratman. Ia berpendapat wacana ini telah salah kaprah lantaran kasus korupsi tak bisa diselesaikan secara damai.

    “Saya kira bukan salah kaprah. Salah beneran. Kalau salah kaprah itu biasanya sudah dilakukan, terbiasa meskipun salah. Ini belum pernah dilakukan kok. Mana ada korupsi diselesaikan secara damai. Itu korupsi baru namanya kolusi, kalau diselesaikan secara damai,” kata Mahfud di Kantor MMD Initiative, Jakarta, Kamis (26/12).

    (mab/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • Crazy Rich Budi Said Divonis 15 Tahun Penjara

    Crazy Rich Budi Said Divonis 15 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA – Mejelis Pengadilan Tindak Pinda Korupsi Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman selama 15 tahun penjara kepada pengusaha asal Surabaya, Budi Said.

    Budi Said adalah terdakwa kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait jual beli emas PT Antam. Hakim telah menyatakan Budu Said besalah merugikan negara dalam perkara tersebut.

    Selain pidana badan, hakim juga menjatuhkan hukuman kepada Crazy rich Surabaya dengan denda senilai Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 6 bulan dan dibebankan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar
    58,841 kilogram emas Antam atau Rp35,53 miliar subsider 8 tahun penjara.

    “Menyatakan Budi Said terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi serta TPPU secara bersama-sama dan berlanjut sesuai dengan dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer,” ujar Hakim Ketua Tony Irfan bagaimana dilansir dari Antara, Jumat (27/12/2024).

    Hukuman terhadap Budi Said lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut crazy rich Surabaya, Budi Said selama 16 tahun pidana dalam kasus dugaan korupsi transaksi emas di butik emas logam mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam Tbk. (ANTM).

    Pengusaha properti itu juga dituntut harus membayar denda Rp1 miliar dengan subsider enam bulan pidana. 

    Dalam hal ini, jaksa meyakini bahwa Budi telah bersalah melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana dakwaan primer dan kedua subsider.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Budi Said oleh karena itu dengan pidana penjara selama 16 tahun tahun,” ujarnya di PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2024).

    Selain itu, jaksa juga membebankan Budi membayar uang pengganti dengan 58 kg emas Antam atau setara Rp35 miliar dan 1.136 kilogram emas Antam atau setara Rp 1.073.786.839.584 atau Rp 1 triliun.

    “Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun,” tambahnya.

    Sebelumnya, jaksa mendakwa Budi telah melakukan kerja sama dengan sejumlah pihak terkait termasuk, mantan GM UBPPLM PT Antam, Abdul Hadi Aviciena melakukan kongkalikong dalam transaksi pembelian emas dengan harga dibawah harga jual resmi Antam kepada Budi Said.

    Atas perbuatannya, JPU mendakwa Budi Said telah mengakibatkan kerugian negara Rp92,2 miliar berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif oleh BPKP. Selain itu, Budi juga didakwa merugikan negara 1,07 triliun dalam kasus ini.

    “Kerugian keuangan negara sebesar nilai kewajiban penyerahan emas oleh PT Antam, Tbk kepada terdakwa Budi Said atas putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor 1666 yaitu sebesar 1.136 kg emas atau setara dengan Rp1.073.786.839.584,” tutut JPU pada Selasa (27/8/2024).

  • Antam Apresiasi Vonis 15 Tahun Penjara yang Dijatuhkan kepada ‘Crazy Rich’ Surabaya – Halaman all

    Antam Apresiasi Vonis 15 Tahun Penjara yang Dijatuhkan kepada ‘Crazy Rich’ Surabaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau ANTAM menyampaikan apresiasi atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada ‘Crazy Rich’ Surabaya Budi Said dalam kasus dugaan korupsi pembelian emas ANTAM. 

    Direktur Utama ANTAM Nico Kanter menyatakan, putusan ini menjadi titik terang yang dapat mengakhiri spekulasi terkait kasus yang telah menjadi perhatian publik.

    “Kami menghormati proses hukum yang telah berjalan dan mengapresiasi kinerja Majelis Hakim, tim jaksa penuntut umum, serta seluruh pihak yang telah bekerja keras menyelesaikan perkara ini,” ujar Nico Kanter dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Jumat(27/12/2024).

    Menurut Nico, putusan pidana ini juga diharapkan dapat memberikan kejelasan terhadap perkara perdata yang masih berlangsung.

     “Dengan adanya keputusan ini, kami berharap proses hukum lainnya dapat berjalan lebih lancar sehingga memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat,” tambahnya.

    Kasus ini telah menjadi salah satu tantangan hukum terbesar yang dihadapi oleh ANTAM.

    Namun, perusahaan memastikan komitmennya untuk terus menjunjung tinggi integritas dan tata kelola perusahaan yang baik.

    ANTAM akan terus bekerja sama dengan pihak berwenang untuk menyelesaikan seluruh proses hukum terkait secara tuntas dan transparan.

    Kasus korupsi emas 1,1 ton ini sebelumnya menjadi perhatian luas karena nilai dan kompleksitasnya. Dengan putusan ini, ANTAM berharap dapat menutup babak panjang polemik hukum yang melibatkan perusahaan.

    Vonis untuk Budi Said

    Diberitakan sebelumnya, terdakwa sekaligus crazy rich Surabaya, Budi Said divonis 15 tahun penjara pada kasus rekayasa jual beli emas Antam. 

    Tak hanya itu, ia juga dihukum pidana tambahan berupa uang pengganti Rp 35 miliar. 

    Dalam amar putusannya, majelis hakim menyampaikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan vonis Budi Said. 

    Hal yang memberatkan, pertama, perbuatan Budi Said telah mengakibatkan kerugian keuangan negara.

    Kedua, perbuatannya untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain. 

    “Hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum. Terdakwa bersikap sopan di persidangan dan tidak mempersulit jalannya persidangan. Serta terdakwa memiliki tanggung jawab keluarga,” kata hakim anggota Alfis Setyawan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (27/12/2024). 

    Dalam persidangan majelis hakim menyatakan terdakwa Budi Said terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

    Tak hanya itu crazy rich Surabaya tersebut juga dinyatakan secara bersama-sama melakukan tindak pidana pencucian uang.

    Atas perbuatannya majelis hakim menghukum Budi Said dengan pidana 15 tahun penjara. 

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Budi Said dengan pidana penjara selama 15 tahun tahun, dengan denda Rp1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” kata hakim ketua Tony Irfan. 

    Perjalanan kasus

    Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said Didakwa Rugikan Negara Rp 1,1 Triliun

    Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said atas dugaan korupsi pembelian emas PT Antam sebanyak 7 ton lebih.

    Dakwaan itu dibacakan jaksa penuntut umum dalam persidangan perdana Budi Said di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    Pembelian emas dalam jumlah besar dilakukan Budi Said ke Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam pada Maret 2018 sampai dengan Juni 2022.

    Menurut jaksa, pembelian emas dilakukan Budi Said dengan cara ber kongkalikong dengan Eksi Anggraeni selaku broker dan beberapa oknum pegawai PT Antam yakni Kepala BELM Surabaya 01 Antam bernama Endang Kumoro, General Trading Manufacturing and Service Senior Officer bernama Ahmad Purwanto, dan tenaga administrasi BELM Surabaya 01 Antam bernama Misdianto.

    Dari kongkalikong itu, kemudian disepakati pembelian di bawah harga resmi dan tidak sesuai prosedur Antam.

    “Terdakwa Budi Said bersama-sama dengan Eksi Anggraeni, Endang Kumoro, Ahmad Purwanto dan Misdianto melakukan transaksi jual beli emas Antam pada Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 dibawah harga resmi emas Antam yang tidak sesuai prosedur penetapan harga emas dan prosedur penjualan emas PT Antam Tbk,” kata jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaan Budi Said.

    Total ada dua kali pembelian emas yang dilakukan Budi Said.

    Pertama, pembelian emas sebanyak 100 kilogram ke BELM Surabaya 01.

    Namun saat itu BELM Surabaya tidak memiliki stok tersebut, sehingga meminta bantuan stok dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Pulo Gadung PT Antam.

    Harga yang dibayarkan Budi Said untuk 100 kilogram emas Rp 25.251.979.000 (dua puluh lima miliar lebih). Padahal, harga tersebut seharusnya berlaku untuk 41,865 kilogram emas.

    “Sehingga terdakwa Budi Said telah mendapatkan selisih lebih emas Antam seberat 58,135 kilogram yang tidak ada pembayarannya oleh terdakwa,” kata jaksa.

    Kemudian pembelian kedua, Budi Said membeli 7,071 ton emas kepada BELM Surabaya 01 Antam.

    Saat itu dia membayar Rp 3.593.672.055.000 (tiga triliun lebih) untuk 7.071 kilogram atau 7 ton lebih emas Antam. Namun dia baru menerima 5.935 kilogram.

    Kekurangan emas yang diterimanya itu, sebanyak 1.136 kilogram atau 1,13 ton kemudian diprotes oleh Budi Said.

    “Terdakwa Budi Said secara sepihak menyatakan terdapat kekurangan serah emas oleh PT Antam dengan cara memperhitungkan keseluruhan pembayaran emas yang telah dilakukan oleh terdakwa Budi Said sebesar Rp 3.593.672.055.000 untuk 7.071 kilogram namun yang diterima oleh terdakwa Budi Said baru seberat 5.935 kilogram, sehingga terdapat kekurangan serah emas kepada Terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilogram,” ujar jaksa.

    Rupanya dalam pembelian 7 ton lebih emas Antam tersebut, ada perbedaan persepsi harga antara Budi Said dengan pihak Antam.

    Dari pihak Budi Said saat itu mengaku telah menyepakati dengan BELM Surabaya harga Rp 505.000.000 (lima ratus juta lebih) untuk per kilogram emas. Harga tersebut ternyata lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan Antam.

    “Bahwa sesuai data resmi PT Antam Tbk dalam harga harian emas PT Antam sepanjang tahun 2018 tidak ada harga emas sebesar Rp 505.000.000 per kg sebagaimana diakul terdakwa sebagai kesepakatan harga transaksi,” ujar jaksa.

    Adapun berdasarkan penghitungan harga standar Antam, uang Rp 3,5 triliun yang dibayarkan Budi Said semestinya berlaku untuk 5,9 ton lebih emas.

    “Sehingga tidak terdapat kekurangan serah emas PT Antam kepada terdakwa Budi Said dengan total 1.136 kilogram,” katanya.

    Akibat perbuatannya ini, negara melalui PT Antam disebut-sebut merugi hingga Rp 1,1 triliun.

    Dari pembelian pertama, perbuatan Budi Said bersama pihak broker dan BELM Surabaya disebut merugikan negara hingga Rp 92.257.257.820 (sembilan puluh dua miliar lebih).

    “Kerugian keuangan negara sebesar kekurangan fisik emas antam di BELM Surabaya 01 sebanyak 152,80 kilogram atau senilai Rp 92.257.257.820 atau setidak-tidaknya dalam jumlah tersebut,” kata jaksa penuntut umum.

    Kemudian dari pembelian kedua, negara disebut-sebut telah merugi hingga Rp 1.073.786.839.584 (satu triliun lebih).

    “Kerugian keuangan negara sebesar 1.136 kilogram emas atau setara dengan Rp 1.073.786.839.584,” ujar jaksa.

     

  • Divonis 8 Tahun Penjara, Bos Timah Tamron Juga Dihukum Bayar Uang Pengganti Rp 3,5 Triliun

    Divonis 8 Tahun Penjara, Bos Timah Tamron Juga Dihukum Bayar Uang Pengganti Rp 3,5 Triliun

    Divonis 8 Tahun Penjara, Bos Timah Tamron Juga Dihukum Bayar Uang Pengganti Rp 3,5 Triliun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemilik smelter timah swasta
    CV Venus Inti Perkasa
    , Tamron alias Aon, dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 3.538.932.640.663,67 (Rp 3,5 triliun) dalam kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung (Babel).
    Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Tony Irfan, mengatakan bahwa uang pengganti tersebut merupakan pidana tambahan yang harus dibayar oleh bos timah Koba, Bangka Belitung, sebagai pengganti kerugian negara.
    Nilai ini sesuai dengan aliran dana dari PT Timah Tbk ke CV Venus Inti Perkasa dan perusahaan yang terafiliasi, baik dalam kerja sama pengolahan maupun pembelian bijih timah.
    “Membebankan pidana tambahan kepada Tamron untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 3.538.932.640.663,67,” kata Hakim Tony Irfan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024).
    Hakim Tony Irfan juga mengatakan bahwa Tamron harus membayar uang pengganti tersebut maksimal satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap terbit.
    Jika dalam waktu yang ditentukan tersebut Tamron belum membayar, maka harta bendanya akan dirampas untuk negara guna menutupi uang pengganti.
    “Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun,” ujar Hakim Tony.
    Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut bahwa uang pengganti yang dituntut jaksa dijatuhkan kepada Tamron, yakni Rp 3,66 triliun, dikurangi jumlah uang yang ditransfer Tamron kepada Harvey Moeis sebesar Rp 122 miliar.
    Adapun pidana pokoknya, majelis hakim menghukum Tamron dengan penjara selama 8 tahun dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
    Majelis hakim menilai, Tamron terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan eks Direktur PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan para bos perusahaan smelter swasta.
    Tamron juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Tamron alias Aon dengan pidana penjara selama 8 tahun,” ujar Hakim Eko.
    Sebelumnya, jaksa penuntut umum meminta Tamron dihukum 14 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan, dan uang pengganti Rp 3,66 triliun.
    Jaksa menilai Tamron terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Ia juga dinilai terbukti melakukan TPPU sebagaimana dakwaan kedua primair.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korupsi PT Timah, 3 Terdakwa CV Venus Inti Perkasa Divonis 5-8 Bui

    Korupsi PT Timah, 3 Terdakwa CV Venus Inti Perkasa Divonis 5-8 Bui

    Jakarta, CNN Indonesia

    Tiga terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dari CV Venus Inti Perkasa divonis dengan pidana lima hingga delapan tahun penjara.

    Tamron alias Aon selaku beneficial owner CV Venus Inti Perkasa divonis dengan pidana delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.

    “Menyatakan terdakwa Tamron alias Aon telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi (TPK) secara bersama-sama dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer,” ujar ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Tony Irfan saat membacakan amar putusan, Jumat (27/12).

    Tamron juga dihukum dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp3,5 triliun dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti.

    “Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun,” ucap hakim.

    Hal memberatkan Tamron adalah perbuatannya yang turut serta melakukan tindak pidana telah mengakibatkan kerugian keuangan negara. Tamron disebut telah memperkaya diri dan korporasi.

    Sedangkan hal meringankan yakni belum pernah dihukum, bersikap sopan dalam persidangan dan mempunyai tanggungan keluarga.

    Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa yang ingin Tamron dihukum dengan pidana selama 14 tahun penjara.

    Sementara itu, General Manager Operational CV Venus Inti Perkasa dan General Manager Operational PT Menara Cipta Mulia Achmad Albani dan Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa Hasan Tjhie divonis dengan pidana lima tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

    Kedua terdakwa dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sementara itu, terdakwa atas nama Kwan Yung alias Buyung selaku pengepul bijih timah (kolektor) juga divonis dengan pidana lima tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

    Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa yang ingin Achmad Albani, Hasan Tjhie dan Buyung dihukum dengan pidana delapan tahun penjara.

    Atas putusan tersebut, para terdakwa menyatakan pikir-pikir. Sementara itu, jaksa langsung mengucapkan banding.

    Tamron, Achmad Albani, Hasan Tjhie dan Buyung bersama sejumlah pihak lain disebut merugikan keuangan negara sejumlah Rp300,003 triliun terkait dengan kasus korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

    Jumlah kerugian negara tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).

    (ryn/tsa)

    [Gambas:Video CNN]

  • Bu Mega, Hasto Sudah Resmi Tersangka Nih, Kapan Mau Sambangi KPK?

    Bu Mega, Hasto Sudah Resmi Tersangka Nih, Kapan Mau Sambangi KPK?

    GELORA.CO – Publik menantikan Ketum Megawati Soekarnoputri menunaikan janjinya bakal menyatroni KPK hingga Kapolri jika ‘anak emasnya’ Hastro Kristianto jadi tersangka dan ditahan, terkait kasus suap Harun Masiku. Kini status itu sudah disandang Hasto, kapan Megawati sambangi lembaga antirasuah?

    Menanggapi itu, Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy, penetapan tersangka Hasto Kristiyanto cukup dihadapi dengan kader-kader dan tim hukum.

    “Cukup kami kader-kader bersama tim hukum yang hadapi,” ucap Ronny dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Jumat (27/12/2024).

    Ronny menyampaikan, saat ini DPP PDIP tengah menyiapkan tim hukum untuk bisa memberikan pendampingan yang optimal kepada Hasto Kristiyanto.

    “Kami sedang menyiapkan tim hukum untuk melakukan pendampingan yang optimal untuk Sekjen sebagai kader utama partai kami,” ucap Ronny.

    Asal tahu saja, Megawati pernah menyampaikan akan mendatangi KPK jika Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka lalu ditahan. Hal itu disampaikan dalam peluncuran dan diskusi buku ‘Pilpres 2024 Antara Hukum, Etika, dan Pertimbangan Psikologis’ di Jakarta, Kamis (12/12/2024).

    “Saya bilang, kalau Hasto itu ditangkap, saya datang. Saya enggak bohong. Kenapa? Saya ketua umum, bertanggung jawab kepada warga saya, dia adalah Sekjen saya,” ujar Megawati kala itu.

    Adapun, penetapan Hasto jadi tersangka disampaikan oleh Ketua KPK, Setyo Budiyanto, pada Selasa (24/12/2024). Dia menerangkan, Hasto diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan cara mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara dugaan tindak pidana koruspi terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024.

    Selain itu, dia itu juga menjadi tersangka dugaan suap terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. “Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK yang bersangkutan selaku Sekjen PDI Perjuangan dan saudara DTI selaku orang kepercayaan saudara HK dalam perkara dimaksud,” kata Setyo.