Kasus: Tipikor

  • Kasus DJKA, JCW Soroti Dugaan Keterlibatan Bupati Pati Terpilih Sudewo: Aneh kalau Belum Tersangka

    Kasus DJKA, JCW Soroti Dugaan Keterlibatan Bupati Pati Terpilih Sudewo: Aneh kalau Belum Tersangka

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Jateng Corruption Watch (JCW) menyoroti kasus dugaan korupsi serta suap pengadaan barang-jasa pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementrian Perhubungan (Kemenhub).

    Terlebih, kasus tersebut turut menyeret nama calon Bupati Pati terpilih, Sudewo.

    Politikus Gerindra tersebut beberapa kali telah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.

    Koordinator Jateng Coorruption Watch, Kahar Muamalsyah, mengatakan kasus ini sudah menjadi perhatian organisasi antirasuah tersebut, jauh sebelum Sudewo mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024, dan pada akhirnya keluar sebagai Bupati Pati terpilih.

    “Saat itu, saat masih penjaringan calon kepala daerah, kami sudah menyoroti sejumlah nama yang diduga bermasalah, karena terindikasi terlibat korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Tidak hanya Sudewo,” kata kahar dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024).

    Dituturkan Kahar, memang secara hukum belum ada putusan atau ketatapan hukum yang menyebut Sudewo, mantan Anggota Komisi V DPR RI, terlibat dalam korupsi pengadaan barang-jasa di Dirjen Perkeretaapian Kemenhub. Namun, indikasinya sudah jelas dan kuat.

    Terlebih, sambung dia, penyidik KPK pernah menyita uang tunai bernilai sekitar Rp3 miliar dari kediaman Sudewo, dalam kasus tersebut. Oleh karenanya, menurut dia, aneh kalau hingga saat ini Sudewo belum ditetapkan sebagai tersangka.

    “Uang yang disita itu kan sebagai barang bukti adanya keterlibatan yang bersangkutan,” ucapnya.

    Menurut Kahar, bilamana memang Sudewo dinilai tak bersalah dalam kasus ini, KPK sudah seyogyanya KPK menjelaskan kepada publik, peran yang bersangkutan dalam kasus ini seperti apa.

    “Kami berharap, penegakan hukum dilakukan secara benar, tanpa tebang pilih. Penegakan hukum dilakukan dengan asas equality before the law, semua sama di depan hukum,” tegasnya.

    Sebelumnya dilansir Tribunnews.com, Gerakan Masyarakat Peduli Pati (Germas PP) mendesak KPK agar tak tebang pilih dalam penuntasan kasus suap dan korupsi pengadaan barang-jasa di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun anggaran 2020–2022.

    Germas PP menggelar unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasinya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024), kemarin.

    Perwkilan Germas PP menyampaikan, KPK dinilai telah cukup memiliki bukti keterlibatan Sudewo, politikus Gerindra mantan anggota Komisi V DPR yang kini menjadi Bupati Pati terpilih tersebut.

    Penyitaan uang senilai Rp3 miliar dari kediaman Sudewo sudah menjadi bukti keterlibatan yang bersangkutan, dalam pusaran kasus suap dan korupsi ini.

    “KPK jangan tebang pilih, penerima suap yang lain sudah jadi tersangka dan diseret ke persidangan,” katanya.

    Penyitaan uang itu terungkap dalam sidang kasus dugaan suap proyek DJKA dengan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tipikor Semarang, beberapa waktu lalu.

    Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (9/11/2023) silam. Sudewo membantah telah menerima suap terkait proyek pengadaan barang-jasa di DJKA.

    Menurut dia, uang disita penyidik KPK sebagian merupakan gajinya sebagai anggota DPR RI dan sebagian lainnya dari merupakan hasil dari usaha pribadinya.

    Terpisah, Presiden Prabowo Subianto cum Ketua Umum Gerindra menegaskan tak akan melindungi kadernya bilamana ada yang melakukan korupsi.

    Hal itu disampaikan saat Prabowo menghadiri HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Kamis (12/12/2024).

    “Jangan karena kau merasa Gerindra, kau berbuat menyimpang berbuat seenaknya, kau berharap Gerindra melindungi kau tidak,” ujar Prabowo, dikutip Tribunnews.com. (*)

  • Kasus Suap DJKA, JCW Soroti Dugaan Keterlibatan Bupati Pati Terpilih: Aneh, Kalau Belum Tersangka

    Kasus Suap DJKA, JCW Soroti Dugaan Keterlibatan Bupati Pati Terpilih: Aneh, Kalau Belum Tersangka

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Jateng Corruption Watch (JCW) menyoroti kasus dugaan korupsi serta suap pengadaan barang-jasa pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementrian Perhubungan (Kemenhub).

     

    Terlebih, kasus tersebut turut menyeret nama calon Bupati Pati terpilih, Sudewo. Politikus Gerindra tersebut beberapa kali telah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.

     

    Koordinator Jateng Coorruption Watch, Kahar Muamalsyah, mengatakan kasus ini sudah menjadi perhatian organisasi antirasuah tersebut, jauh sebelum Sudewo mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024, dan pada akhirnya keluar sebagai Bupati Pati terpilih.

     

    “Saat itu, saat masih penjaringan calon kepala daerah, kami sudah menyoroti sejumlah nama yang diduga bermasalah, karena terindikasi terlibat korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Tidak hanya Sudewo,” kata kahar dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024).

     

    Dituturkan Kahar, memang secara hukum belum ada putusan atau ketatapan hukum yang menyebut Sudewo, mantan Anggota Komisi V DPR RI, terlibat dalam korupsi pengadaan barang-jasa di Dirjen Perkeretaapian Kemenhub. Namun, indikasinya sudah jelas dan kuat.

     

    Terlebih, sambung dia, penyidik KPK pernah menyita uang tunai bernilai sekitar Rp3 miliar dari kediaman Sudewo, dalam kasus tersebut. Oleh karenanya, menurut dia, aneh kalau hingga saat ini Sudewo belum ditetapkan sebagai tersangka.

     

    “Uang yang disita itu kan sebagai barang bukti adanya keterlibatan yang bersangkutan,” ucapnya.

     

    Menurut Kahar, bilamana memang Sudewo dinilai tak bersalah dalam kasus ini, KPK sudah seyogyanya KPK menjelaskan kepada publik, peran yang bersangkutan dalam kasus ini seperti apa.

     

    “Kami berharap, penegakan hukum dilakukan secara benar, tanpa tebang pilih. Penegakan hukum dilakukan dengan asas equality before the law, semua sama di depan hukum,” tegasnya.

     

    Sebelumnya dilansir Tribunnews.com, Gerakan Masyarakat Peduli Pati (Germas PP) mendesak KPK agar tak tebang pilih dalam penuntasan kasus suap dan korupsi pengadaan barang-jasa di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun anggaran 2020–2022.

     

    Germas PP menggelar unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasinya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024), kemarin.

     

    Perwkilan Germas PP menyampaikan, KPK dinilai telah cukup memiliki bukti keterlibatan Sudewo, politikus Gerindra mantan anggota Komisi V DPR yang kini menjadi Bupati Pati terpilih tersebut.

     

    Penyitaan uang senilai Rp3 miliar dari kediaman Sudewo sudah menjadi bukti keterlibatan yang bersangkutan, dalam pusaran kasus suap dan korupsi ini.

     

    “KPK jangan tebang pilih, penerima suap yang lain sudah jadi tersangka dan diseret ke persidangan,” katanya.

     

    Penyitaan uang itu terungkap dalam sidang kasus dugaan suap proyek DJKA dengan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tipikor Semarang, beberapa waktu lalu.

     

    Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (9/11/2023) silam. Sudewo membantah telah menerima suap terkait proyek pengadaan barang-jasa di DJKA.

     

    Menurut dia, uang disita penyidik KPK sebagian merupakan gajinya sebagai anggota DPR RI dan sebagian lainnya dari merupakan hasil dari usaha pribadinya.

     

    Terpisah, Presiden Prabowo Subianto cum Ketua Umum Gerindra menegaskan tak akan melindungi kadernya bilamana ada yang melakukan korupsi.

     

    Hal itu disampaikan saat Prabowo menghadiri HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Kamis (12/12/2024).

     

    “Jangan karena kau merasa Gerindra, kau berbuat menyimpang berbuat seenaknya, kau berharap Gerindra melindungi kau tidak,” ujar Prabowo, dikutip Tribunnews.com. (*)

  • Pernyataan Lengkap Presiden Prabowo Ingin Koruptor Dihukum 50 Tahun Penjara

    Pernyataan Lengkap Presiden Prabowo Ingin Koruptor Dihukum 50 Tahun Penjara

    loading…

    Presiden Prabowo Subianto dalam acara Musrenbangnas RPJMN 2025-2029, Senin (30/12/2024). Dalam sambutannya, Prabowo menyindir vonis ringan terdakwa korupsi. FOTO/TANGKAPAN LAYAR

    JAKARTA Presiden Prabowo Subianto menyoroti vonis ringan terhadap terdakwa kasus korupsi yang merugikan negara ratusan triliun rupiah. Prabowo ingin para koruptor dihukum 50 tahun penjara.

    Keinginan Prabowo itu disampaikan dalam acara Musrenbangnas RPJMN 2025-2029, Senin (30/12/2024). Pernyataan Prabowo setelah majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis Harvey Moeis hukuman pidana 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Vonis itu, lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun. Selain itu, Harvey diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar. Jika tidak dibayar, hukuman penjara akan ditambah dua tahun.

    “Saya mohon ya, kalau sudah jelas-jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira,” kata Prabowo.

    Berikut ini pernyataan lengkap Presiden Prabowo yang menginginkan koruptor dihukum 50 tahun penjara:

    “Saya mohon ya, kalau sudah jelas-jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsurlah, terutama hakim-hakim yang vonisnya jangan terlalu ringanlah, nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum lagi, tapi rakyat pun ngerti, rakyat di pinggir jalan pun ngerti, ngrampok triliunan, ratusan triliun vonisnya sekian tahun, nanti jangan-jangan di penjara pakai AC punya kulkas, pakai TV, tolong Menteri Pemasyarakatan yah, Jaksa Agung, naik banding nggak, naik banding ya, naik banding, vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira”.

    Vonis Harvey MoeisUntuk diketahui, Harvey Moeis, suami aktris Sandra Dewi divonis 6,5 tahun tahun penjara oleh majelis hakim majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam sidang pembacaan putusan, Senin (23/12/2024). Vonis dijatuhkan terkait kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah, Senin (23/12/2024).

    Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut 12 tahun penjara. Dalam perkara ini, Harvey selaku perwakilan dari PT Refined Bangka Tin (RBT).

    “Menyatakan Terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah danmeyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto saat membacakan amar putusan, Senin (23/12/2024).

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan,” sambung Hakim.

    Selain itu, Harvey Moeis juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp210 miliar.

    “Membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara,” kata Hakim Eko.

    Atas perbuatannya, Harvey melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

    (abd)

  • Apa Itu OTT KPK? Ini Unsur dan Teknik Pelaksanaannya

    Apa Itu OTT KPK? Ini Unsur dan Teknik Pelaksanaannya

    Jakarta, Beritasatu.com – Operasi tangkap tangan (OTT) KPK merupakan mekanisme hukum yang ramai menjadi sorotan karena berhasil mengungkap cukup banyak kasus-kasus besar di Indonesia melalui unsur dan teknik pelaksanaannya. Lalu, sebenarnya apa itu OTT KPK?

    OTT merupakan metode penegakan hukum yang digunakan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk menangkap pelaku tindak pidana korupsi atau koruptor.

    Mekanisme OTT dikenal masyarakat karena fungsinya sebagai alat ukur kinerja KPK dalam menangkap pelaku tindak pidana korupsi. Metode ini ditujukan untuk menangkap pelaku korupsi secara langsung saat didapati melanggar hukum.

    Proses OTT diawali dengan mengumpulkan informasi dan bukti awal tentang kecurigaan tindak pidana korupsi. Operasi penangkapan akan dilakukan secara rahasia setelah KPK mendapatkan cukup bukti.

    Selain menangkap pelaku, mekanisme OTT juga digunakan untuk memberikan efek jera serta meningkatkan kepercayaan publik pada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Berikut unsur dan teknik pelaksanaan OTT KPK.

    Unsur dan Teknik Pelaksanaan OTT KPK

    KPK mengumpulkan informasi dan bukti awal terkait dugaan tindak pidana korupsi. Laporan masyarakat dan hasil penyelidikan internal bisa menjadi sumber bukti. Demi mendukung kesuksesan metode OTT, informasi yang akurat juga menjadi sangat penting.Selanjutnya, KPK akan merencanakan operasi dengan seksama setelah informasi terkumpul. Berbagai pihak dalam KPK terlibat dalam proses perencanaan untuk memastikan semua berjalan dengan aman dan efektif.Penangkapan akan dilakukan tim KPK pada lokasi yang telah ditentukan sesuai rencana. Penangkapan dilaksanakan secara cepat dan terukur agar tidak ada kesempatan bagi pelaku korupsi melarikan diri.Setelah pelaku tindak korupsi tertangkap sesuai perencanaan, konferensi pers akan digelar untuk menjelaskan kronologi penangkapan, profil terduga pelaku, hingga menampilkan barang bukti pendukung. Proses ini melibatkan berbagai media pers sebagai penyambung informasi pada masyarakat umum.Kasus tersebut akan dilanjut menuju tahap penyidikan setelah metode OTT sukses dilakukan. Penyidikan dan penuntutan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dengan melibatkan lebih banyak barang bukti untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan.

    Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK merupakan langkah penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Melalui metode ini, KPK dapat menangkap pelaku tindak pidana korupsi secara langsung dengan bukti yang kuat dan efektif.

    Tidak hanya sebatas pada penangkapan, OTT juga bertujuan memberikan efek jera dan memperkuat kepercayaan publik terhadap kinerja KPK. Proses yang terencana dengan baik, ditambah dengan transparansi melalui konferensi pers, semakin memperlihatkan komitmen KPK dalam memberantas korupsi di tanah air.

  • Hakim Perintahkan Aset Sitaan Dibalikin ke Helena Lim, Apa Saja?

    Hakim Perintahkan Aset Sitaan Dibalikin ke Helena Lim, Apa Saja?

    loading…

    Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022, Helena Lim (tengah) menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/12/2024). FOTO/ARIF JULIANTO

    JAKARTA – Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memerintahkan aset terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah, Helena Lim yang disita dikembalikan. Lantas apa saja barang yang dikembalikan?

    Perintah pengembalian aset yang disita disampaikan hakim saat membacakan amar putusan terhadap Helena Lim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024). Hakim mulanya menyatakan Helena Lim bersalah membantu tindak pidana korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara Rp300 triliun.

    “Menyatakan Terdakwa Helena Lim telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membantu korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer dan kedua primer penuntut umum,” kata ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh membacakan vonis.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Helena dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 750 juta dengan ketentuan apabila denda tsb tdiak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” sambungnya.

    Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman terhadap Helena untuk membayar uang pengganti Rp900 juta paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

    Kemudian, hakim memerintahkan agar sejumlah aset yang disita untuk dikembalikan ke Helena. Hakim hanya menyebutkan jenis aset yang diperintahkan untuk dikembalikan, tanpa menguraikan detail jumlah, luas, serta merek.

    “Barang bukti berupa tanah dan bangunan sebagaimana terdapat dalam daftar barang bukti nomor urut 11.2 dan 11.4 dikembalikan kepada terdakwa Helena. Barang bukti berupa jam tangan sebagaimana terdapat dalam barang bukti nomor urut 10 dikembalikan kepada terdakwa Helena,” ujar hakim.

    “Barang bukti emas/logam mulia sebagaimana terdapat dalam daftar barang bukti nomor urut 7.1 sd 7.45 dikembalikan kepada terdakwa Helena,” kata hakim.

    Selain itu, hakim juga memerintahkan agar barang bukti berupa ruko, mobil, berbagai tas mewah hingga uang yang disita juga dikembalikan kepada Helena.

    (abd)

  • Presiden Prabowo Minta Koruptor Dihukum Berat: Kalau Bisa Hukumannya 50 Tahun – Halaman all

    Presiden Prabowo Minta Koruptor Dihukum Berat: Kalau Bisa Hukumannya 50 Tahun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto meminta majelis hakim yang menangani kasus korupsi untuk memberi hukuman yang tidak terlalu ringan kepada para koruptor.

    Menurut Prabowo, jika ada kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara ratusan triliun rupiah, maka seharusnya pelaku diganjar dengan hukuman berat, bahkan kalau perlu diganjar hukuman 50 tahun penjara.

    Hal itu disampaikan Prabowo saat memberikan arahan di acara musyawarah rencana pembangunan nasional tahun 2025-2029 Bappenas pada Senin, (30/12/2024).

     

    Prabowo menilai koruptor yang menyebabkan kerugian negara secara besar, sangat pantas untuk dihukum secara berat. “Terutama juga hakim-hakim, vonisnya jangan terlalu ringan lah,” kata Prabowo.

    Prabowo mengaku heran kasus yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan triliun, namun terdakwanya hanya dihukum ringan.

    Menurut Prabowo, rakyat Indonesia kini tidak bodoh. Publik mengerti akan hal itu. “Nanti dibilang Prabowo enggak ngerti hukum lagi. Tapi rakyat ngerti, rakyat di pinggir jalan ngerti, rampok ratusan triliun vonisnya sekian tahun. Ada yang curi ayam dihukum berat dipukuli. Ini bisa menyakiti rasa keadilan,” tegas Prabowo.

    “Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV,” katanya.

    Maka itu, ia meminta Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto memperhatikan soal ini. 

    “Tolong menteri pemasyarakatan, ya,” ujarnya.

    Prabowo mengatakan dirinya tidak menyalahkan siapapun.

    Dirinya hanya ingin semua unsur pemerintah termasuk aparat penegak hukum memperbaiki diri. Pasalnya kata dia rakyat Indonesia sekarang ini tidak bodoh. 

    “Ini kesalahan kolektif kita, mari kita bersihkan, makanya saya katakan aparat pemerintahan kita gunakan ini untuk membersihkan diri untuk membenahi diri sebelum nanti rakyat yang membersihkan kita lebih baik kita membersihkan diri kita sendiri. Rakyat Indonesia sekarang tidak bodoh mereka pintar-pintar semua orang punya gadget sudah lain ini bukan 30 tahun yang lalu ini bukan 20 tahun yang lalu,” ujarnya.

    Meski tidak disampaikan secara eksplisit, ucapan Prabowo mengacu pada putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang memvonis Harvey Moeis bersalah atas tindak pidana korupsi pada penyalahgunaan izin usaha pengelolaan area PT Timah (Persero) Tbk. (TINS).

    Harvey dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar. Jika tak dibayar, maka diganti dengan kurungan 6 bulan

    Prabowo kemudian meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk naik banding atas kasus tersebut.

    “Tolong menteri pemasyarakatan ya, Jaksa Agung, naik banding enggak? Naik banding. Vonisnya ya 50 tahun kira-kira begitu,” ucapnya.

    Diketahui dalam perkara korupsi timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun, terdakwa Harvey Moeis telah dijatuhi vonis 6,5 tahun penjara oleh Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Vonis terhadap suami artis Sandra Dewi itu lebih ringan ketimbang tuntutan yang diyakini Jaksa yakni 12 tahun penjara.

    Tak hanya vonis terhadap Harvey, Suparta selaku Direktur Utama PT RBT juga dijatuhi vonis ringan oleh Hakim yakni 8 tahun penjara dari awalnya 14 tahun berdasarkan tuntutan Jaksa. Sementara Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT dijatuhi vonis 5 tahun penjara.

    Kejaksaan Agung sendiri telah menyatakan banding atas vonis 6,5 tahun penjara Harvey Moeis.

    Sebab, vonis itu hanya setengah dari tuntutan yakni 12 tahun penjara. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menjelaskan alasan pihaknya mengajukan banding. Menurutnya, putusan dianggap belum penuhi rasa keadilan di masyarakat.

    “Adapun alasan menyatakan banding terhadap 4 Terdakwa karena putusan pengadilan masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat,” kata Harli.

    Ketua Mahkamah Agung, Sunarto, sebelumnya sempat mengakui terdapat beberapa putusan yang dianggap kurang memenuhi harapan masyarakat.

    Namun, ia menekankan hakim memutus didasarkan pada bukti, pada alat bukti, dan keyakinannya. Selain itu, ungkapnya, putusan hakim harus memenuhi sejumlah hal.

    Pertama, kata dia, menciptakan kepastian hukum.

    Kedua, memberikan keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat pencari keadilan. Hal itu disampaikannya saat Refleksi Akhir Tahun 2024 MA di Gedung MA Jakarta Pusat pada Jumat (27/12).

    “Di situlah hakim dalam memutus menggabungkan meramu alat-alat bukti yang ada ditambah keyakinan. Ini bukan berdasarkan informasi katanya tetapi hakim dalam memutus berdasarkan alat bukti yang ada,” kata dia.

    Menurut Sunarto, publik dan media massa akan melihat putusan hakim telah mempertimbangkan berdasarkan bukti, alat bukti, dan keyakinannya bila hadir dalam persidangan.

     

    “Sedangkan mungkin media mendapatkan informasi tidak sepenuhnya. Tapi kalau media rekan-rekan jurnalis hadir di persidangan melihat apakah bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak, dan apakah bukti tersebut telah dipertimbangkan dengan baik oleh hakim, maka media akan melihat,” kata Sunarto. (tribun network/fik/dod)

  • Korupsi Proyek Shelter Tsunami di NTB, Siapa Tersangka Utama?

    Korupsi Proyek Shelter Tsunami di NTB, Siapa Tersangka Utama?

    Korupsi Proyek Shelter Tsunami di NTB, Siapa Tersangka Utama?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa kerugian keuangan yang diakibatkan oleh praktik korupsi dalam proyek pembangunan shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai Rp 18,4 miliar.
    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka yang memiliki peran penting, yaitu
    Aprialely Nirmala
    (AN) dan
    Agus Herijanto
    (AH).
    Aprialely Nirmala menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen untuk proyek pembangunan shelter tsunami di Kabupaten Lombok Utara, NTB, yang dilaksanakan pada tahun 2014.
    Sementara itu, Agus Herijanto merupakan Kepala Proyek dari PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa kasus korupsi ini bermula pada tahun 2012, ketika Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyusun rencana induk (master plan) untuk pengurangan risiko bencana tsunami.
    Dalam rencana tersebut, salah satu fokus utama adalah pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES) atau Shelter, yang harus tahan terhadap gempa dengan kekuatan 9 Skala Richter.
    Pada tanggal 21 April 2024, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengirimkan surat kepada Kepala SNVT PBL Provinsi NTB, Ika Sri Rezeki, untuk melaksanakan pengadaan
    proyek shelter tsunami
    dengan pagu anggaran sebesar Rp 23,2 miliar.
    KPK mengatakan, Aprialely Nirmala melakukan sejumlah tindakan yang merugikan proyek, termasuk mengubah Design Engineering Detail (DED) untuk shelter tsunami serta menurunkan spesifikasi tanpa adanya kajian yang dapat dipertanggungjawabkan.
    Hal ini menyebabkan kondisi ramp atau jalur evakuasi yang menghubungkan antarlantai shelter menjadi terlalu kecil, bahkan ramp tersebut hancur saat terjadi gempa.
    Walaupun terdapat perubahan desain yang signifikan, proyek tersebut tetap lanjut ke tahap lelang pada 2014, dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk terpilih sebagai pemenang untuk pembangunan shelter tsunami.
    Setelah Agus Herijanto diangkat sebagai kepala proyek pembangunan shelter tsunami, KPK menduga bahwa ia bersama Aprialely Nirmala sadar akan banyaknya kekurangan pada dokumen lelang yang menjadi acuan kerja, namun tetap tidak melakukan perbaikan.
    “Sebenarnya mereka sudah mengetahui banyak kekurangan pada dokumen lelang yang menjadi acuan kerja, namun sampai dengan November 2014 tidak ada tindakan untuk melakukan perbaikan,” ungkap Asep.
    Lebih lanjut, KPK menduga Agus Herijanto juga melakukan penyimpangan anggaran sebesar Rp 1,3 miliar.
    Pasca dua kali gempa pada 29 Juli dan 5 Agustus 2018, yaitu berkekuatan 6,4 dan 7,0 SR, kondisi shelter dinyatakan rusak berat dan tidak dapat digunakan sebagai tempat perlindungan, padahal standar shelter seharusnya mampu bertahan hingga 9 SR.
    Akibat dari perbuatan mereka, Aprialely Nirmala (AN) dan Agus Herijanto (AH) kini disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Korupsi yang terjadi dalam proyek ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengancam keselamatan masyarakat yang seharusnya dilindungi oleh infrastruktur yang dibangun.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kaleidoskop 2024: Jatuhnya Martabat Hakim karena Mafia Peradilan

    Kaleidoskop 2024: Jatuhnya Martabat Hakim karena Mafia Peradilan

    Kaleidoskop 2024: Jatuhnya Martabat Hakim karena Mafia Peradilan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Tahun 2024 diwarnai skandal
    mafia peradilan
    yang mencoreng martabat dan kehormatan wakil Tuhan di bumi:
    hakim
    .
    Setelah operasi tangkap tangan (OTT) perkara suap pengurusan perkara yang menyeret hakim agung pada 2022 lalu, pada 2024 sejumlah hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membebaskan terdakwa pelaku pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur.
    Mereka adalah
    Hakim
    Ketua Erintuah Damanik serta dua hakim anggota, Mangapul dan Heru Hanindyo.
    Ketiganya ditangkap penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) di Surabaya pada 23 Oktober lalu karena ditengarai menerima suap untuk membebaskan Ronald Tannur, yang membunuh kekasihnya, Dini Sera Afriyanti.
    “Iya (penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait suap dalam vonis bebas Gregorius Ronald Tannur),” ujar Febrie Adriansyah kepada wartawan Rabu (23/10/2024).
    Menyusul ketiga hakim itu, Kejagung menangkap pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
    Selang satu hari berikutnya, Kamis (24/12/2024), Kejagung menangkap mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar (ZR) di Bali.
    Penangkapan Zarof ditindaklanjuti dengan penggeledahan di Jakarta.
    Upaya paksa itu membuat publik tercengang.
    Sebab, penyidik menemukan uang dan emas yang totalnya mencapai Rp 1 triliun.
    Harta itu terdiri dari uang tunai Rp 920 miliar dan emas batangan seberat 51 kilogram yang disebut berasal dari jual beli perkara di MA.
    “Itu pengakuannya yang menyatakan bahwa uang dan emas itu merupakan hasil dari pengurusan perkara,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar.
    Selama proses penyidikan, Kejagung hanya mengungkap sedikit perbuatan para pelaku.
    Tindakan mafia peradilan itu baru mulai terungkap setelah perkara Erintuah, Mangapul, dan Heru dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dan disidangkan.
    Skandal mafia peradilan ini dimulai ketika ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, meminta Lisa menjadi pengacara untuk mendampingi anaknya.
    Istri anggota DPR RI itu datang ke kantor Lisa pada 5 Oktober 2023 di Surabaya.
    Dalam pertemuan tersebut, sang pengacara meminta ibu Ronald Tannur menyiapkan sejumlah uang untuk mengurus perkara anaknya.
    Setelah pertemuan itu, Lisa pun bergerilya.
    Ia menemui Zarof Ricar yang diduga sebagai makelar kasus.
    “Untuk mencarikan hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya yang bersedia untuk menjatuhkan putusan lepas (onslag van recht vervolging) dalam perkara anak seorang anggota DPR,” kata jaksa.
    Lisa kemudian beberapa kali menemui Mangapul pada kurun Januari hingga Maret 2024 di sebuah apartemen di Surabaya.
    Dalam pertemuan itu, ia menyampaikan bahwa perkara kliennya, Ronald Tannur, akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Surabaya.
    Ia meminta pelaku pembunuhan itu divonis bebas (vrijspraak).
    Jaksa kemudian menyebut pada 4 Maret 2024, ia menemui Erintuah dan memperkenalkan diri sebagai pengacara Ronald Tannur.
    Ia mengaku telah bertemu dengan Heru dan Mangapul yang akan menjadi hakim anggota perkara kliennya.
    “Padahal penetapan penunjukkan Majelis Hakim perkara pidana Gregorius Ronald Tannur belum ada,” tutur jaksa.
    PN Surabaya baru menerbitkan penetapan susunan majelis hakim pada keesokan harinya dengan susunan Erintuah sebagai hakim ketua serta Mangapul dan Heru sebagai hakim anggota.
    Jaksa kemudian menyebut, selama proses persidangan, Lisa telah memberikan suap kepada tiga hakim itu senilai Rp 1 miliar dan 308 dollar Singapura atau seluruhnya senilai Rp 4,6 miliar.
    “Bahwa uang yang diberikan Lisa Rachmat kepada terdakwa Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo berasal dari Meirizka Widjaja,” ujar jaksa.
    Setelah persidangan bergulir, Erintuah, Mangapul, dan Heru kompak membebaskan Ronald Tannur dari seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa.
    “Sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024,” kata jaksa.
    Namun, setelah membebaskan anaknya, kini sang ibunda pun menjadi tersangka pemberi suap dan dipenjara.
    Meski sudah lewat satu purnama menahan Zarof Ricar, Kejaksaan Agung baru menjelaskan peran Zarof Ricar sepenggal cerita.
    Menurut Harli, Zarof yang sudah pensiun dari Mahkamah Agung, tetap bisa menjadi perantara suap antara pengacara Ronald Tannur dengan ketiga hakim PN Surabaya.
    Kepada penyidik, kata Harli, Zarof mengaku uang dan emas batangan itu bukan miliknya.
    Harta benda itu merupakan hasil pengurusan perkara.
    Namun demikian, Kejagung tak kunjung mengungkap asal muasal dan peruntukan harta panas senilai Rp 1 triliun di rumah Zarof Ricar.
    Sampai hari ini, pihak Korps Adhyaksa terus mengeklaim masih mendalami uang dan emas tersebut.
    “Kami belum mendapat informasi detail terkait pengungkapan itu (suap perkara lain), namun penyidik terus berupaya mendalaminya,” ujar Harli kepada Kompas.com, Kamis (19/12/2024).
    Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mendesak Kejagung mengungkap asal muasal dan peruntukan harta itu.
    Sebab, sangat mungkin uang dan emas itu merupakan titipan dari pihak lain, baik hakim maupun pejabat.
    “Kejaksaan Agung harus membongkar karena sangat mustahil uang dan batangan emas yang ada di rumah ZR itu miliknya sendiri. Sangat mungkin itu juga titipan yang belum diambil oleh hakim atau siapapun pejabat publik,” ungkap Fickar.
    Ia menduga, uang dan emas sengaja dititipkan kepada Zarof untuk menghindari auditor, mengingat pejabat wajib menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
    Uang dan emas itu, menurutnya, baru akan diambil ketika mereka pensiun di kemudian hari.
    “Kejaksaan Agung harus melacak ini, mengingat akses ZR yang luas di kalangan para hakim karena kedudukannya dulu sebagai Kapusdiklat MA yang berhubungan dengan semua hakim. Jadi sangat mungkin uang dan emas itu titipan para hakim,” ujarnya.
    Terpisah, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein menyebut Zarof harus membuktikan sumber uang dan emas senilai Rp 1 triliun di rumahnya.
    Menurut Yunus, kekayaan Zarof begitu besar karena ia diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.
    “Pasti ada cuci uang, enggak mungkin enggak. Sekian lama, sekian besar, pasti membayar banyak orang, dan tidak akan habis dia makan sendiri. Buktinya numpuk kan itu,” lanjut Yunus.
    Harta di rumah Zarof terus menjadi pertanyaan panjang publik.
    Sebab, ketika menjabat pun ia bukan hakim yang bisa menentukan putusan pengadilan.
    Selama proses penyidikan terungkap, Zarof Ricar rupanya tidak hanya menjembatani Meirizka dan Lisa menyuap hakim PN Surabaya.
    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menyebut, Ricar diduga menyiapkan uang Rp 5 miliar untuk hakim agung yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur.
    Adapun kasasi diajukan jaksa penuntut umum yang tidak terima Ronald Tannur divonis bebas.
    “Sesuai catatan LR (Lisa Rachmat) yang diberikan kepada ZR (Zarof Ricar), (Rp 5 miliar itu) untuk hakim agung atas nama S, A, dan S lagi yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur,” ujar Abdul.
    Namun, pihak kejaksaan tidak mengungkap siapa hakim agung yang diduga menerima suap untuk memutus bebas Ronald Tannur.
    Untuk bisa menjatuhkan vonis sesuai permintaan, pemberi suap minimal harus mengkondisikan dua dari tiga hakim agung yang mengadili.
    Pertanyaan timbul lantaran satu hari sebelum tiga hakim PN Surabaya ditangkap, MA mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum.
    Melalui Putusan Perkara Nomor 1466 K/Pid/2024, majelis kasasi menghukum Ronald Tannur 5 tahun penjara karena dinilai terbukti membunuh kekasihnya dan melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP.
    MA kemudian mengadili sendiri Ronald Tannur dengan hukuman penjara.
    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun,” bunyi putusan kasasi itu.
    Belakangan, setelah salinan putusan tersebut bisa diakses publik, terungkap terdapat hakim agung yang ingin membebaskan Ronald Tannur.
    Hakim Agung Soesilo, satu dari tiga hakim sekaligus ketua majelis kasasi, menyatakan dissenting opinion.
    Dia tidak sependapat dengan dua anggotanya yang menyatakan Ronald Tannur terbukti bersalah dan harus dipenjara.
    Dalam dissenting opinion-nya atau DO, Soesilo menyebut putusan PN Surabaya atau majelis hakim yang mengadili fakta-fakta hukum sudah sesuai hukum acara yang berlaku.
    Ia juga menyebut kekasih Ronald Tannur, Dini Sera, meninggal karena robek majemuk pada organ hati akibat kekerasan benda tumpul.
    Meski dokumen visum et repertum menjelaskan kematian Dini, kata dia, hal itu tidak menyatakan perbuatan Ronald Tannur melindas tubuh kekasihnya membuat perempuan itu tewas.
    “Hasil visum et repertum tersebut tidak serta merta menyatakan terdakwa lah sebagai pelaku perbuatan terhadap Dini Sera Afriyanti, apalagi sampai adanya dugaan terdakwa melindas tubuh Dini Sera Afriyanti sebagai penyebab meninggalnya Dini Sera Afriyanti karena tidak ada alat bukti yang membuktikan dugaan tersebut,” kata Hakim Agung Soesilo.
    Soesilo lantas menyatakan Ronald Tannur tidak terbukti bersalah, namun ia kalah suara.
    Dua anggotanya, Ainal Mardhiah dan Sutarjo, sepakat dengan dakwaan jaksa bahwa Ronald Tannur bersalah.
    Seiring bergulirnya persoalan ini, Ketua Mahkamah Agung (MA) Hakim Agung Sunarto menerbitkan Surat Tugas Nomor 22/KMA/ST.PW1.3/10/2024 pada 28 Oktober 2024.
    Ia membentuk tim khusus guna melakukan pemeriksaan karena Ketua Majelis Kasasi, Soesilo, disebut-sebut bertemu dengan sang makelar, Zarof Ricar.
    Namun, setelah melakukan rangkaian pemeriksaan etik, MA menyatakan majelis kasasi Ronald Tannur, termasuk Hakim Agung Soesilo, tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
    “Kesimpulan dari pemeriksaan tidak ditemukan pelanggaran KEPPH yang dilakukan oleh Majelis Kasasi perkara nomor 1466 K/PID/2024 sehingga kasus dinyatakan ditutup,” kata Juru Bicara MA, Yanto, dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta, Senin (18/11/2024).
    Yanto mengungkapkan, berdasarkan pemeriksaan, Hakim Agung Soesilo pernah bertemu Zarof di salah satu universitas di Makassar, Sulawesi Selatan.
    Menurutnya, baik Soesilo maupun Zarof sama-sama menjadi tamu undangan di acara itu.
    “Pada pertemuan eksidentil dan berlangsung singkat tersebut, ZR sempat menyinggung masalah kasus Ronald Tannur tetapi tidak ditanggapi oleh Hakim Agung S,” kata Yanto.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pj Gubernur DKI Akan Revisi Pergub Usai Iuran BPJS Harvey-Sandra Dewi

    Pj Gubernur DKI Akan Revisi Pergub Usai Iuran BPJS Harvey-Sandra Dewi

    Jakarta, CNN Indonesia

    Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi akan merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 169 Tahun 2016 tentang Kepesertaan dan Jaminan Pelayanan Kesehatan usai terpidana kasus korupsi timah Harvey Moeis dan istrinya, Sandra Dewi, terdaftar sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI) dalam program BPJS Kesehatan.

    “Kita juga dalam waktu dekat kita akan bahas revisi Pergub termasuk cleansing datanya,” kata Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi usai menggelar Muhasabah dan Zikir di Monas, Jakarta Pusat, Senin (30/12) malam.

    Teguh menjelaskan sejak 2017-2018 Pemda DKI memberikan hampir semua warganya untuk terjangkau dalam kebijakan UHC (Universal Health Coverage). Baginya, kebijakan ini sebagai pemenuhan hak kesehatan bagi seluruh warga Jakarta.

    Ia pun turut membenarkan Harvey dan Sandra Dewi juga terdaftar sebagai peserta PBI BPJS pemda sejak Maret 2018. Meski begitu, Teguh memastikan bakal mengevaluasi lagi kebijakan ini imbas layanan yang tak tepat sasaran.

    “Ada target pemerintah 95 persen [warga DkI] masuk UHC. Dan pak Harvey dan Sandra Dewi masuk. Pastinya [dievaluasi],” lanjutnya.

    Sebelumnya pihak BPJS Kesehatan mengamini iuran BPJS Kesehatan Harvey dan Sandra ditanggung pemda melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan hak kelas rawat 3. Namun, persyaratan untuk menjadi penerima bantuan iuran pemda disebut tak harus fakir miskin atau orang tidak mampu.

    Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengatakan seluruh penduduk suatu daerah yang belum terdaftar sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan bersedia diberikan hak kelas rawat 3, juga bisa ditanggung pemda.

    “Adapun nama-nama yang termasuk dalam segmen PBPU Pemda ini sepenuhnya ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat,” tegas Rizzky.

    Harvey Moeis merupakan koruptor di sektor tambang. Suami artis Sandra Dewi itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022 dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Ia mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT). Meski Harvey Cs diklaim merugikan negara Rp300,003 triliun, ia hanya divonis pidana 6 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

    (rzr/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • Prabowo Kritik Vonis Ringan Harvey Moeis: Vonisnya ya 50 Tahun

    Prabowo Kritik Vonis Ringan Harvey Moeis: Vonisnya ya 50 Tahun

    JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, Senin, mengkritik hakim-hakim yang menjatuhkan vonis ringan terhadap koruptor.

    Prabowo menilai vonis ringan untuk koruptor melukai hati rakyat. Karena itu, Presiden Prabowo memerintahkan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengajukan banding terhadap kasus-kasus korupsi yang vonisnya diyakini terlalu ringan.

    “Rakyat itu mengerti, rampok ratusan triliun vonisnya sekian (tahun),” kata Presiden di hadapan jajaran petinggi kementerian/lembaga dan kepala daerah saat memberi pengarahan dalam Musrenbangnas dilansir ANTARA, Senin, 30 Desember.

    Presiden lanjut menekankan para terdakwa korupsi seharusnya menerima vonis berat.

    “Vonisnya ya 50 tahun, begitu kira-kira,” kata Presiden kepada Jaksa Agung.

    Presiden juga mengingatkan Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan Agus Andrianto untuk memastikan para terpidana, khususnya terpidana korupsi, tidak mendapatkan kemudahan-kemudahan saat mendekam di penjara.

    “Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV. Tolong menteri permasyarakatan ya, jaksa agung,” ucap Presiden Prabowo.

    Selain itu, Prabowo mengingatkan jajaran aparat pemerintah untuk bersama membenahi diri.

    “Saya tidak menyalahkan siapa pun. Ini kesalahan kolektif kita. Mari kita bersihkan. Makanya, saya katakan aparat pemerintah, kita gunakan ini untuk membersihkan diri sebelum nanti rakyat yang membersihkan kita. Lebih baik kita membersihkan diri kita sendiri,” tutur Prabowo memperingatkan jajarannya.

    Presiden saat menyinggung soal vonis ringan itu memang tidak menyebutkan secara gamblang kasusnya.

    Namun perhatian publik dalam beberapa hari terakhir mengarah kepada vonis ringan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah.

    Majelis hakim saat membacakan putusannya minggu lalu (23/12) menyatakan Harvey bersalah dan menghukum dia penjara 6 tahun 6 bulan, sementara tuntutan jaksa 12 tahun. Dalam pembacaan putusan, majelis hakim juga mengakui Harvey dan terdakwa lainnya bersalah merugikan negara hingga Rp300 triliun.

    Selepas pembacaan putusan itu, jaksa pun mengajukan banding ke pengadilan tinggi atas vonis yang diterima Harvey.