Dipecat Jelang Masa Pensiun, Guru Abdul Muis: Saya Niat Iklas Bantu Sekolah, Saya Bukan Koruptor
Penulis
Luwu Utara, Kompas.com –
Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, harus menerima kenyataan pahit karena diberhentikan dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap.
Abdul Muis
menerima keputusan itu menjelang pensiun yang waktunya 8 bulan lagi.
Putusan itu tertuang dalam MA Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023 tanggal 26 September 2023, dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD tentang pemberhentian dirinya sebagai guru ASN.
Kasus yang menjerat Abdul Muis bermula dari perannya sebagai bendahara Komite Sekolah SMA Negeri 1
Luwu Utara
pada 2018.
Ia ditunjuk melalui rapat orangtua siswa dan pengurus komite untuk mengelola dana sumbangan sukarela.
“Saya didaulat jadi bendahara komite melalui hasil rapat orangtua siswa dengan pengurus. Jadi posisi saya itu hanya menjalankan amanah,” kata Abdul Muis kepada
Kompas.com
saat ditemui di sekretariat
PGRI
Luwu Utara, Senin (10/11/2025).
Muis menjelaskan bahwa dana yang dikelola merupakan hasil kesepakatan rapat bersama orangtua siswa, bukan pungutan sepihak.
“Dana komite itu hasil kesepakatan orangtua. Disepakati Rp 20.000 per bulan. Yang tidak mampu, gratis. Yang bersaudara, satu saja yang bayar,” ujarnya.
Dana itu digunakan untuk mendukung kegiatan sekolah dan memberikan tunjangan kecil bagi guru dengan tugas tambahan, seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah.
Menurut Muis, saat itu sekolah menghadapi kekurangan tenaga pendidik karena banyak guru yang pensiun, mutasi, atau meninggal dunia.
“Tenaga pengajar itu kan dinamis. Ada yang meninggal, ada yang mutasi, ada yang pensiun. Jadi itu bisa terjadi setiap tahun,” ucapnya.
Proses administrasi agar guru honor baru masuk ke sistem Dapodik bisa memakan waktu hingga dua tahun.
“Kalau guru honor baru itu, butuh dua tahun untuk bisa masuk ke Dapodik. Nah, sementara itu, kegiatan belajar tetap harus jalan,” tambahnya.
Jumlah guru honor di sekolah itu mencapai 22 orang, sebagian besar bekerja dengan penghasilan minim.
“Ada guru honor namanya Armand, tinggal di Bakka. Kadang saya kasih Rp 150.000 sampai Rp 200.000 karena dia sering tidak hadir, tidak punya uang bensin,” kenangnya.
Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.
“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.
Tak lama setelah itu, Muis mendapat panggilan dari pihak kepolisian. Ia didakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.
Pengadilan kemudian menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 50 juta, subsider tiga bulan kurungan.
“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.
Menurutnya, proses hukum berjalan panjang dan penuh kejanggalan. “Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.
Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama.
Meski menerima putusan hukum, Muis tetap yakin dirinya tidak bersalah. Ia menilai kasus ini muncul karena salah tafsir terhadap fungsi komite sekolah.
“Kalau itu disebut pungli, berarti memalak secara sepihak dan sembunyi-sembunyi. Padahal, semua keputusan kami terbuka, ada rapatnya, ada notulen, dan dana itu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ucapnya.
“Kalau dipaksa, mestinya semua siswa harus lunas. Tapi faktanya banyak yang tidak membayar dan mereka tetap ikut ujian, tetap dilayani,” tambahnya.
Setelah diberhentikan sebagai PNS, Muis mengaku pasrah namun tetap tegar.
“Rezeki itu urusan Allah. Masing-masing orang sudah ditentukan jatahnya. Saya tidak mau larut. Cuma sedih saja, niat baik membantu sekolah malah berujung seperti ini,” ujarnya pelan.
Selama menjabat bendahara, ia hanya menerima uang transportasi Rp 125.000 per bulan dan tambahan Rp 200.000 sebagai wakil kepala sekolah, sebagian digunakan untuk membantu guru honor.
Kasus Abdul Muis
memantik aksi solidaritas dari PGRI Luwu Utara di halaman DPRD Luwu Utara pada Selasa (4/11/2025). Aksi itu juga mendukung Drs. Rasnal, M.Pd, guru dari UPT SMAN 3 Luwu Utara yang mengalami nasib serupa.
“Guru hari ini berada di posisi yang rentan. Tanpa perlindungan hukum yang jelas, kebijakan sekolah bisa berujung pada kriminalisasi,” ujar Ismaruddin, Ketua PGRI Luwu Utara.
PGRI kemudian mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk dua guru tersebut.
Keduanya diberhentikan tidak hormat berdasarkan keputusan Gubernur Sulsel:
Kasus Abdul Muis menjadi cerminan kaburnya batas antara sumbangan sukarela dan pungli di sekolah negeri.
Komite sekolah sejatinya mitra lembaga pendidikan, bukan penanggung jawab utama pendanaan.
Namun, di banyak daerah, keterbatasan anggaran membuat mereka berperan lebih aktif.
“Saya ini hadir dengan niat ikhlas untuk membantu sekolah. Tapi mungkin ini jalan yang harus saya lalui. Saya hanya ingin orang tahu, saya bukan koruptor,” tutur Muis.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2025/11/10/69114e1515280.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Dipecat Jelang Masa Pensiun, Guru Abdul Muis: Saya Niat Iklas Bantu Sekolah, Saya Bukan Koruptor Regional
-

Purbaya Ingin Terlibat Soal Nego Utang Kereta Cepat Whoosh ke China
Bisnis.com, SURABAYA – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa berharap bisa ikut terlibat dalam rencana negosiasi pembayaran utang Kereta Cepat Whoosh antara Indonesia dengan Pemerintah China.
Pemerintah saat ini juga tengah merencanakan untuk mengirim tim negosiasi yang telah ditunjuk untuk mengurus perihal rencana restrukturisasi skema pembayaran utang pembangunan Kereta Cepat Whoosh tersebut ke China.
Purbaya yang merupakan mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini juga berharap dirinya turut serta dilibatkan dalam pembicaraan dengan Pemerintah China dan perusahaan-perusahaan mitra yang tergabung dalam Konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).
“Tapi nanti akan diskusikan dan mungkin Indonesia akan kirim tim ke China lagi kan, untuk diskusi seperti apa nanti pembayaran [utang Whoosh] persisnya. Kalau itu saya diajak biar saya tahu diskusinya seperti apa nanti,” ucap Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (10/11/2025) malam.
Dirinya juga angkat bicara mengenai rencana yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto untuk menggunakan dana sitaan dari para koruptor dalam rangka pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Purbaya menjelaskan, pemerintah saat ini masih berdiskusi lebih lanjut mengenai rencana penggunaan harta pengembalian atas hasil tindak pidana korupsi tersebut. Saat ini, rencana tersebut menurutnya masih baru dalam bentuk garis besar semata.
“Masih didiskusikan, masih didiskusikan, nanti detailnya. Itu masih yang ada adalah masih garis-garis besarnya,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa Indonesia akan membayar sekitar Rp1,2 triliun per tahun, dalam skema pelunasan utang kereta cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh. Hal tersebut disampaikan Prabowo setelah meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru, Jakarta Pusat pada Selasa (4/11/2025) lalu.
Prabowo menyatakan bahwa salah satu sumber pendanaan utang tersebut akan bersumber dari uang hasil rampasan korupsi. Dia lantas berujar bahwa pemerintah tak akan memberikan kesempatan lagi bagi para koruptor untuk kembali mencari celah dalam keuangan negara demi keuntungan pribadi.
“Jadi saudara saya minta bantu saya semua. Jangan kasih kesempatan koruptor-koruptor itu merajalela. Uang nanti banyak untuk kita. Untuk rakyat semua,” tutur Prabowo.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5408522/original/015378400_1762792792-2352e2d3-b745-4839-b617-a69bccf6a4d4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sidang Kasus Minyak Mentah, Eks Direktur Ungkap Terminal Oil Tanking Merak Tekan Biaya Impor BBM
Liputan6.com, Jakarta – Mantan Direktur Rekayasa Infrastruktur Darat PT Pertamina Patra Niaga, Edward Adolf Kawi, membeberkan peran strategis Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) milik PT Oil Tanking Merak (OTM) dalam proses impor dan distribusi BBM ke berbagai daerah di Indonesia.
Hal itu disampaikan Edward saat bersaksi dalam sidang perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina dengan terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza, yang dikenal sebagai putra pengusaha Riza Chalid, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/10/2025).
Menurut Edward, terminal milik PT OTM menjadi fasilitas penting karena dapat menekan biaya impor BBM sekaligus mempermudah distribusi ke daerah. Pasalnya, terminal tersebut mampu menampung kapal berukuran besar yang digunakan untuk pengangkutan BBM impor.
“Memang desainnya OTM ini kan kapal-kapal besar, Pak ya. LR (long range) maupun MR (medium range). Ada beberapa GP (general purpose), dan memang untuk impor itu secara keekonomian, cost paling murah adalah kapal dengan size besar,” ujar Edward di hadapan majelis hakim.
Edward menjelaskan, terminal BBM milik PT OTM berfungsi sebagai hub atau terminal penghubung. Dari fasilitas tersebut, BBM disalurkan ke depo-depo atau terminal Pertamina yang berkapasitas lebih kecil di berbagai daerah.
“Terminal hub, terminal terima impor dengan kapasitas besar, kemudian kami salurkan ke depo-depo atau terminal kami yang lebih kecil,” paparnya.
Edward menambahkan, tidak semua terminal Pertamina memiliki dermaga yang mampu disandarkan oleh kapal besar. Akibatnya, distribusi BBM dari terminal hub seperti OTM menjadi solusi untuk menjaga efisiensi biaya logistik dan pasokan energi nasional.
Muhamad Kerry Adrianto Riza didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 285 triliun dalam kasus dugaan korupsi minyak mentah dan dinyatakan memperkaya diri hingga Rp 3,07 triliun.
Ia terlibat dalam Kerjasama penyewaan kapal serta penggunaan uang untuk keperluan golf pribadi yang diikuti beberap…
-

Rumah Hakim Terbakar, KPK Tingkatkan Keamanan JPU Kasus Topan Ginting
Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meningkatkan keamanan bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU), terutama yang menangani kasus korupsi mantan Kadis PUPR Sumut Topan Ginting dan terdakwa Dirut PT Dalihan Na Tolu Akhirun Piliang. Topan diketahui orang kepercayaan Gubernur Sumatra Bobby Nasution.
Pasalnya, rumah ketua majelis hakim yang menangani perkara ini Khamozaro Waruwu terbakar pada Selasa (4/11/2025) siang sekitar pukul 10.41 WIB.
“Nah kalau untuk sidangnya setelah kejadian tersebut, juga Pak Direktur Penuntutan waktu itu menghubungi saya selaku Deputi dan saya juga sampaikan bahwa tentunya kita meningkatkan kewaspadaan bagi para jaksa penuntut umum yang saat ini sedang melakukan tugasnya, melakukan penuntutan dalam kegiatan atau persidangan terkait dengan perkara tangkap tangan di Sumatra Utara,” kata Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2025).
Asep turut prihatin dan mendukung kepolisian mengusut peristiwa tersebut agar penyebab kebakaran terungkap.
Pihaknya, kata Asep, terus memantau perkembangan melalui koordinasi dengan pihak kepolisian setempat.
Selain itu, Asep menuturkan dari KPK belum mengambil langkah-langkah ke depannya sebelum hasil investigasi kepolisan disampaikan.
“Kita juga sama-sama menunggu, kita memberikan kesempatan kepada kepolisian tentunya, aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi terkait masalah tersebut,” ujar Asep.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, kebakaran itu terjadi tepat satu hari sebelum sidang tuntutan kasus korupsi jalan di Sumut untuk terdakwa Akhirun Piliang, Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup.
Dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalan itu senilai Rp231,8 miliar di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut yang menyeret eks Kepala Dinas PUPR Topan Obaja Putra Ginting.
Topan tertangkap tangan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 28 Juni 2025 atas dugaan suap dalam proyek pembangunan jalan di Sumut.
-

Eks Dirjen Aptika Semuel Didakwa Terima Duit Suap Rp6 Miliar di Kasus PDNS
Bisnis.com, JAKARTA — Eks Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Semuel Abrijani Pangerapan didakwa menerima uang suap Rp6 miliar dalam kasus dugaan korupsi PDNS.
Jaksa penuntut umum (JPU) mengatakan pemberian suap itu terjadi lantaran Semuel diduga telah mengajukan permintaan terhadap Alfi Asman selaku eks Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta.
“Sekitar pada akhir tahun 2021, terdapat Semuel Abrijani Pangerapan kembali melakukan permintaan uang kepada saksi Alvi Asman atas terpilihnya PT Aplikanusa Lintasarta,” ujar jaksa di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
Permintaan uang itu disampaikan saksi Irwan Hermawan kepada Alfi soal akan adanya permintaan Rp6 miliar dari Semuel. Permintaan itu terjadi lantaran PT Aplikasinusa Lintasarta ditunjuk kembali sebagai penyedia program PDNS 2021.
“Karena PT Aplika Lintas Arta telah ditunjuk kembali sebagai penyedia kegiatan Pusat Data Nasional Sementara tahun 2021,” imbuhnya.
Permintaan itu kemudian disanggupi oleh Alfi Asman. Dalam pencairannya itu, eks Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Widi Purnama telah membantu proses pencairan dengan order fiktif.
Modus itu dilakukan dengan membuatkan order fiktif terkait pekerjaan jasa konsultasi kepada perusahaan Windi Purnama yakni PT Multimedia Berdikari Sejahtera.
Adapun, pengiriman melalui order fiktif itu dilakukan dua kali. Perinciannya, PT Aplikasinusa Lintasarta mengirimkan pembayaran pertama sebesar Rp3,2 miliar pada (30/4/2021. Selanjutnya, pembayaran Rp3,2 miliar dilakukan pada (17/9/2021).
“Atas pembayaran PO fiktif tersebut, saksi Windi Purnama menyerahkan uang sebesar Rp 6 miliar kepada terdakwa Samuel melalui saksi Irwan Hermawan secara tunai,” tuturnya.
Adapun, JPU mengemukakan bahwa uang yang diterima Semuel Abrijani telah digunakan untuk kegiatan renovasi rumah di Cireunde, Tangerang Selatan.
“Bahwa uang yang diterima oleh terdakwa Samuel Pangerapan sebesar Rp6 miliar digunakan untuk kegiatan renovasi rumah terdakwa Samuel yang berada di Taman Bali View, Cirendeu dan juga digunakan sebagai uang operasional pribadi,” pungkas JPU.
Atas perbuatannya itu, Semuel didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 18 ayat (1) jo. Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
-
/data/photo/2025/09/10/68c1618e5d4b9.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Duduk Perkara Kasus Dana PEN Situbondo yang Seret 5 Pengusaha
Duduk Perkara Kasus Dana PEN Situbondo yang Seret 5 Pengusaha
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap peran 5 pengusaha yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi alokasi pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Situbondo periode 2021-2024 yang menyeret 5 pengusaha.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menuturkan, lima pengusaha ini dimintai uang investasi atau ijon oleh eks Bupati Situbondo Karna Suswandi dan Kepala Bidang Bina Marga Pekerjaan Umum dan Perumahan Permukiman (PUPP) Kabupaten Situbondo, Eko Prionggo Jati.
“Di mana saudara KS meminta uang investasi atau ijon sebesar 10 persen kepada lima calon rekanannya, yakni ROS, AAR, TG, MAS, dan AFB,” kata Asep dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2025).
“Sementara, EJP meminta komitmen fee sebesar 7,5 persen atas pengkondisian yang dilakukan,” ujar dia.
Kelima rekanan itu adalah para pengusaha yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam kasus ini, yakni Direktur CV Ronggo, Roespandi (ROS); Direktur CV Karunia, Adit Ardian Rendy Hidayat (AAR); pemilik dan pengendali CV Citra Bangun Persada, Tjahjono Gunawan (TG); Direktur PT Anugrah Cakra Buana Jaya Lestari Tahun 2021-2022, Muhammad Amran Said Ali (MAS); dan Direktur PT Badja Karya Nusantara, As’al Fany Balda (AFB).
Asep menjelaskan, perkara ini bermula pada 2021 ketika Pemkab Situbondo menandatangani perjanjian pinjaman daerah yang akan digunakan untuk pekerjaan konstruksi di Dinas PUPP Kabupaten Situbondo pada tahun 2022.
Akan tetapi, dana PEN tersebut batal digunakan karena Pemkab Situbondo memutuskan untuk menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dalam proses pengadaan barang dan jasa paket pekerjaan di Dinas PUPP Pemkab Situbondo, Karna Suswandi dan Eko Prionggo Jati diduga bersekongkol mengatur pemenangan paket pekerjaan.
Setelah memenangkan perusahaan kelima pengusaha di atas, Karna Suswandi dan Eko Prionggo Jati menerima uang dari masing-masing tersangka dengan total mencapai Rp 4,21 miliar.
“Rinciannya dari saudara ROS sebesar Rp 780,9 juta, dari saudara TG sebesar Rp 1,60 miliar, dari saudara AAR sebesar Rp 1,33 miliar, dan dari saudara MAS bersama-sama dengan saudara AFB sebesar Rp 500 juta,” ungkap dia.
Atas perbuatannya, kelima tersangka selaku pihak pemberi diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/10/69112aba4f8cd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


