Kasus: Tipikor

  • Pimpinan KPK yang Baru Didesak Tuntaskan Kasus Dugaan Pelelangan Aset Rampasan – Halaman all

    Pimpinan KPK yang Baru Didesak Tuntaskan Kasus Dugaan Pelelangan Aset Rampasan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru diminta untuk mengusut laporan dugaan kasus rasuah pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU) yang diduga menjerat Febrie Adriansyah.

    Koordinator Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) Ronald Loblobly mengatakan pimpinan KPK yang baru saat ini memiliki komposisi yang komplet dan lengkap. Di dalamnya terdapat unsur penegak hukum dan auditor sehingga bisa mengkaji kasus tersebut dengan komprehensif.

    “Harusnya bisa lebih memiliki taji dalam memimpin lembaga ini,” kata Ronald saat dihubungi, Senin (20/1/2025).

    Ronald menilai apa yang diduga dilakukan Febrie dan pihak-pihak terkait yang terlibat merupakan musuh negara karena telah bertindak koruptif.

    “Apalagi kalau itu ada di dalam institusi penegakan hukum juga. KPK harus mampu berbuat banyak untuk itu sekarang ini. Jadi, pimpinan sekarang ini harus bisa membuktikan bahwa diri mereka independen, kompeten, dan profesional dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi,” kata Ronald.

    Oleh karena itu, Ronald berharap laporan pihaknya itu dapat diusut tuntas dan transparan. Semua pihak yang terlibat dan berpraktik menyalahgunakan kewenangan dan jabatannya dapat diproses hukum. 

    “Muruah KPK sebagai lembaga antirasuah harus selalu menjadi garda terdepan pembarantasan korupsi, terutama yang bersembunyi dan berkedok di balik seragam dan kedudukannya dalam penegakan hukum,” kata Ronald.

    Ronald meyakini hukum yang absolut akan menghadirkan keadilan bagi masyarakat.

    “Baik itu keadilan di muka hukum, maupun secara sosial dan juga ekonomi akibat tindak pidana korupsi,” tambah dia.

    Seperti diketahui, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Ia dilaporkan ke KPK oleh Indonesia Police Watch (IPW) dan KSST karena diduga terlibat dalam korupsi pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU).

    Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso di gedung KPK Jakarta, Senin (27/5/2024) lalu, mengatakan Febrie dan sejumlah pihak lainnya diduga melakukan tindak pidana korupsi pelaksanaan lelang Barang Rampasan Benda Sita Korupsi berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama yang digelar oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung.

    Saham tersebut merupakan rampasan dari kasus korupsi asuransi PT Jiwasraya yang dilelang Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung pada 18 Juni 2023 dan dimenangkan oleh PT Indobara Putra Mandiri (IUM).

    Sebelumnya, dalam sebuah Dialog Publik yang digelar di Jakarta pada Mei lalu, Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) dan sejumlah tokoh penggiat anti korupsi sepakat mendorong KPK mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang dan/atau persekongkolan jahat dan/atau tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan lelang  yang kini menyeret Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah.

    Mereka yang saat itu hadir di antaranya Boyamin Saiman (MAKI), Faisal Basri (IDEF), Sugeng Teguh Santoso (IPW), Melky Nahar (JATAM).

    Mereka sepakat KPK turun tangan karena diduga ada kerugian negara dalam pelaksanaan lelang Barang Rampasan Benda Sita Korupsi berupa 1 (satu) paket saham PT. GBU oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung RI dimenangkan PT. IUM.

    “Harga limit mendapat persetujuan Jampidsus Kejagung RI, yang diduga mengakibatkan terjadinya kerugian negara sedikitnya sebesar Rp. 9 Triliun, serta menyebabkan pemulihan asset megakorupsi Jiwasraya dalam konteks pembayaran kewajiban uang pengganti Terpidana Heru Hidayat sebesar Rp. 10,728 Triliun menjadi tidak tercapa,” ujar Boyamin Saiman, Koordinator MAKI dalam paparannya saat itu.

    Dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan lelang Barang Rampasan Benda Sita Korupsi berupa 1 (satu) paket saham PT. GBU, patut diduga menggunakan modus operandi mark down nilai limit lelang. 

    Penjelasan Kejagung Saat Itu

    Pihak Kejaksaan Agung atau Kejagung saat itu angkat bicara terkait Jampidsus Febrie Adriansyah dilaporkan Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) ke KPK.

    Ketut Sumedana yang menjabat Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung saat itu menilai pelaporan Febrie ke KPK tersebut keliru.

    “Saya jelaskan bahwa adanya proses pelelangan terkait aset PT GBU setelah ada putusan pengadilan MA  di 24 Agustus 2021 itu seluruhnya diserahkan ke PPA. Jadi tidak ada pelaksanaan lelang oleh Pak Jampidsus, jadi kalau ada pelaporan ini keliru.,” kata Ketut dalam konferensi pers, Rabu (29/5/2024) dikutip dari Kompas.TV.

    Seluruhnya diserahkan kepada PPA dan pelelangannya diserahkan kepada Dirjen KLN di bawah Kementerian Keuangan.

    Ketut kemudian menjelaskan kronologisnya, di mana sejak awal penyidikan PT GBU ini sudah pernah diserahkan ke Bukit Asam yang merupakan BUMN.

    “Tapi Bukit Asam BUMN tidak bisa menerima karena berbagai persoalan yang ada di PT GBU, salah satunya adalah banyak utang dan juga banyak gugatan,” ujarnya.

    Setelah itu, lanjut Ketut, Kejagung melakukan proses penyidikan.

    Kemudian, saat kasus sudah disidik, tiba-tiba terdapat gugatan keperdataan PT Sendawar Jaya, Kejagung kalah dalam gugatan itu.

    “Artinya, uang yang sudah diserahkan hasil lelang itu mau diserahkan kepada PT Sendawar Jaya, sehingga kita prosesnya berlangsung di Pengadilan Tinggi karena ada upaya hukum, ternyata mereka dikalahkan,” jelasnya.

    Kejagung kemudian langsung melakukan suatu proses penelitian terhadap berkas perkara dalam gugatan tersebut.

    Ketut menyebut pihaknya saat itu menemukan dokumen palsu sehingga ditetapkanlah seseorang bernama Thomas sebagai tersangka yang kini sudah diadili.

  • KPK Kembali Periksa Saksi Dugaan Korupsi Gubernur Bengkulu Nonaktif Rohidin Mersyah
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        20 Januari 2025

    KPK Kembali Periksa Saksi Dugaan Korupsi Gubernur Bengkulu Nonaktif Rohidin Mersyah Regional 20 Januari 2025

    KPK Kembali Periksa Saksi Dugaan Korupsi Gubernur Bengkulu Nonaktif Rohidin Mersyah
    Tim Redaksi
    BENGKULU, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) kembali memeriksa 7 orang pejabat di lingkungan Pemprov
    Bengkulu
    terkait perkara dugaan pengumpulan uang untuk pemenangan Gubernur nonaktif
    Rohidin Mersyah
    , Senin (20/1/2025) di Bengkulu.
    “Hari ini, Senin (20/1/2025), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi oleh Penyelenggara Negara terkait dengan jabatannya dan/atau berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, di wilayah Pemerintah Provinsi Bengkulu, pada periode tahun 2018-2024,” kata Juru Bicara Bidang Penindakan KPK RI Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/1/2025).
    Pemeriksaan dilakukan di Polresta Bengkulu, yakni JD Kepala Bakesbangpol Provinsi Bengkulu, EHS Kabag Pemerintahan Biro Pemkesra Provinsi Bengkulu, MD Kabag Otonomi Daerah Biro Pemkesra Provinsi Bengkulu, PT Kabag Kesra Biro Pemkesra Provinsi Bengkulu, SW Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Bengkulu, KH Sekretaris BPBD Provinsi Bengkulu, dan WA Bendahara Pengeluaran Pembantu Disnakertrans Provinsi Bengkulu.
    Sebelumnya, KPK juga telah memeriksa puluhan pejabat.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintahan Provinsi Bengkulu, Minggu (24/11/2024).
    Selain Rohidin, KPK menetapkan 3 tersangka lainnya, yaitu Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri (IF) dan Ajudan Gubernur Evriansyah (E) alias Anca.
    Para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan pada Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo.
    Pasal 55 KUHP di lingkup Pemprov Bengkulu sejak satu pekan terakhir.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Periksa 9 Saksi Terkait Dugaan Korupsi Proyek Digitalisasi SPBU Pertamina

    KPK Periksa 9 Saksi Terkait Dugaan Korupsi Proyek Digitalisasi SPBU Pertamina

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dalam proyek digitalisasi SPBU PT Pertamina (Persero) yang berlangsung dari 2018 hingga 2023. Dalam rangka penyidikan tersebut, KPK memanggil sejumlah saksi untuk diperiksa.

    Pada Senin (20/1/2025), KPK menjadwalkan pemeriksaan sembilan saksi terkait proyek digitalisasi SPBU Pertamina. Saksi-saksi tersebut berasal dari berbagai latar belakang, termasuk pejabat PT Pertamina dan perusahaan terkait.

    Mereka yang diperiksa sebagai saksi, yaitu Koordinator Pengawasan BBM di BPH Migas Agustinus Yanuar Mahendratama (AYM), Head of Outbound Purchasing PT Sigma Cipta Caraka (SCC) periode 2018-2020 Aily Sutedja (AS), VP Corporate Holding & Portfolio IA PT Pertamina Anton Trienda (AT), dan VP Sales Enterprise PT Packet Systems pada 2018 Antonius Haryo Dewanto (AHD).

    Selain itu, VP Sales Support PT Pertamina Patra Niaga Aribawa (ARB), Direktur PT Dabir Delisha Indonesia periode 2018-2020 Asrul Sani (AS), Direktur Sales & Marketing PT Pins Indonesia periode 2016-2019 Benny Antoro (BA), Direktur PT Len Industri (Persero) Bobby Rasyidin (BR), dan Komisaris PT Ladang Usaha Jaya Bersama Charles Setiawan (CS).

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengungkapkan, pemeriksaan saksi dilakukan di Gedung Merah Putih KPK. Tessa juga mengonfirmasi sudah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun, identitas tersangka tersebut belum diumumkan secara resmi oleh KPK.

    “KPK telah menetapkan tersangka dalam kasus ini. Namun identitasnya belum diumumkan,” ujar Tessa Mahardhika.

    Proyek digitalisasi SPBU Pertamina yang berlangsung dari 2018 hingga 2023 diduga melibatkan beberapa pihak yang memiliki peran dalam pengadaan dan implementasi teknologi digital di SPBU Pertamina. KPK tengah mendalami aliran dana dan dugaan penyimpangan yang terjadi selama proyek tersebut berjalan.

    KPK berkomitmen mengungkap lebih lanjut keterlibatan pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan korupsi proyek digitalisasi SPBU ini. Pemeriksaan saksi-saksi yang telah dijadwalkan diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih jelas mengenai peran masing-masing pihak dalam proyek tersebut.

  • KPK Tetapkan Tersangka di Kasus Proyek Digitalisasi SPBU Pertamina

    KPK Tetapkan Tersangka di Kasus Proyek Digitalisasi SPBU Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan telah menetapkan tersangka pada kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi SPBU PT Pertamina (Persero). 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut lembaganya telah menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) September 2024.

    “Sudah ada tersangka,” ungkap Tessa kepada wartawan, Senin (20/1/2025). 

    KPK menduga terjadi tindak pidana korupsi pada proyek digitalisasi SPBU Pertamina tahun anggaran 2018 sampai dengan 2023. 

    Pada hari ini (21/1/2025), penyidik menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi terkait. Terdapat total sembilan saksi yang dipanggil yaitu Koordinator Pengawasan BBM di BPH Migas Agustinus Yanuar Mahendratama, Head of Outbound Purcashing PT Sigma Cipta Caraka atau Telkomsigma periode 2018-2020 Aily Sutedja serta VP Corporate Holding & Portfolio Pertamina Anton Trienda. 

    Selanjutnya, VP Sales Enterprise PT Packet Systems periode 2018 Antonius Haryo Dewanto, VP Sales Support Pertamina Patra Niaga Aribawa seta Direktur PT Dabir Delisha Indonesia periode 2018-2020 Asrul Sani. 

    Lalu, pensiunan BUMN sekaligus Direktur Sales & Marketing PT Pins Indonesia 2016-2019 Benny Antoro, Direktur Utama PT Len Industri (Persero) Bobby Rasyidin serta Komisaris PT Ladang Usaha Jaya Bersama Charles Setiawan. 

  • Oknum Pendamping PKH di Bondowoso Jadi Tersangka Korupsi Dana Bansos Rp290 Juta

    Oknum Pendamping PKH di Bondowoso Jadi Tersangka Korupsi Dana Bansos Rp290 Juta

    Bondowoso (beritajatim.com) – Seorang oknum pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) berinisial AB, asal Desa Lombok Kulon, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Bondowoso, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos).

    AB diduga telah menyelewengkan dana bansos sebesar Rp290 juta, yang merupakan hak dari 588 keluarga penerima manfaat (KPM), selama periode 2018 hingga 2021.

    Kanit Tipikor Polres Bondowoso, Iptu Yudi Kurniawan, mengungkapkan bahwa tersangka menggunakan beberapa modus untuk melakukan tindak korupsi, di antaranya:

    Tidak memutakhirkan data komponen milik KPM, sehingga terjadi kelebihan pembayaran.
    Mengumpulkan dan memegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) milik KPM tanpa izin pemiliknya.
    Mencairkan uang dari kartu ATM PKH milik KPM tanpa persetujuan mereka.
    Meminta uang sebesar Rp 5.000 dari KPM dengan dalih biaya administrasi setiap pencairan dana.

    “Tersangka mencairkan uang tanpa izin KPM, bahkan meminta sejumlah uang dari KPM dengan alasan biaya administrasi,” ujar Iptu Yudi, Senin (20/1/2025).

    Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melengkapi berkas perkara sesuai petunjuk P19, termasuk pemeriksaan tambahan saksi ahli, saksi dari Kementerian Sosial (Kemensos), dan 80 saksi korban.

    Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, AB tidak ditahan dengan alasan ia bersikap kooperatif selama proses penyelidikan dan dalam keadaan hamil.

    Atas perbuatannya, AB dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal tersebut, tersangka terancam hukuman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun.

    Polres Bondowoso memastikan akan terus mengusut tuntas kasus ini untuk memberikan keadilan kepada para KPM yang dirugikan. Sementara itu, masyarakat diharapkan untuk lebih waspada dan melaporkan setiap dugaan penyalahgunaan dana bantuan sosial kepada pihak berwenang. [awi/beq]

  • Korupsi Fasilitas Kredit LPEI, KPK Panggil Bos Bara Jaya Utama Sebagai Saksi

    Korupsi Fasilitas Kredit LPEI, KPK Panggil Bos Bara Jaya Utama Sebagai Saksi

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil pemilik PT Bara Jaya Utama (BJU Group) Hendarto sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) alias Indonesia Eximbank.

    Hendarto merupakan satu dari tiga saksi yang dipanggil oleh penyidik KPK hari ini, Senin (20/1/2025). Dua saksi lainnya adalah mantan Kepala Divisi Pembiayaan I LPEI Kukuh Wirawan dan mantan Sekretaris Direktur Pelaksana LPEI Dwi Wahyudi Mutiara Permata Hati.

    “Hari ini, Senin (20/1), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jl. Kuningan Persada Kav. 4,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Senin (20/1/2025).

    KPK sebelumnya telah mendalami dugaan aliran dana LPEI ke BJU Group. Pada 5 November 2024, penyidik KPK memeriksa lima orang karyawan BJU Group di Mako Satuan Brimob Kalimantan Timur terkait hal tersebut.

    Lembaga antirasuah mendalami dugaan keterlibatan perusahaan-perusahaan terafiliasi dengan BJU Group dalam dugaan rasuah berupa fraud kredit ekspor LPEI.

    “Saksi hadir semua, pemeriksaan terkait perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh tersangka H (BJU Group), serta mendalami aliran dana dari LPEI,” ungkap Tessa dalam keterangan terpisah pada November 2024 lalu.

    Berdasarkan catatan Bisnis, kasus LPEI yang turut menyeret PT Bara Jaya Utama sebelumnya pernah ditangani oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) sekitar 2021. Pada saat itu, Korps Adhyaksa memeriksa Hendarto sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi di LPEI tahun 2013–2019.

    Saat itu, Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, mengonfirmasi bahwa Hendarto diperiksa berkaitan dengan pemberian kredit dari LPEI ke Bara Jaya Utama.

    Adapun kini kasus-kasus LPEI yang sebelumnya ditangani Kejagung telah resmi dilimpahkan ke KPK. Pada Agustus 2024, Kejagung menyebut empat debitur LPEI yang didalami ternyata sama dengan yang diusut oleh KPK.

    KPK pun telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka perseorangan. Sementara itu, ada sekitar 11 debitur LPEI yang diduga melakukan fraud dalam penyaluran kredit pembiayaan ekspor tersebut.

    Pada kasus tersebut, KPK menduga nilai kerugian keuangan negara mencapai Rp1 triliun.

  • KPK Tambah Masa Pencegahan Keluar Negeri Wali Kota Semarang hingga Juli 2025 – Halaman all

    KPK Tambah Masa Pencegahan Keluar Negeri Wali Kota Semarang hingga Juli 2025 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menambah masa pencegahan bepergian keluar negeri terhadap Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita untuk enam bulan ke depan.

    Politikus PDI Perjuangan itu dilarang bepergian keluar negeri hingga Juli 2025.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, masa cegah untuk Mbak Ita telah berlaku sejak 10 Januari 2025.

    “Sudah diperpanjang sejak 10 Januari 2025,” kata Tessa kepada wartawan, Senin (20/1/2025).

    Ini adalah pencegahan keluar negeri yang kedua bagi Mbak Ita. 

    Sebelumnya, Mbak Ita telah dicegah ke luar negeri sejak Juli 2024 dan berlaku selama enam bulan.

    KPK telah menetapkan Mbak Ita; suami Ita yang juga Ketua Komisi D DPRD Jateng, Alwin Basri; Direktur PT Chimarder777 dan PT Rama Sukses Mandiri sekaligus Ketua Gapensi Semarang, Martono; dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, P. Rachmat Utama Djangkar, sebagai tersangka.

    Untuk diketahui, Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jan Oktavianus, menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Mbak Ita pada Selasa (14/1/2025).

    Dengan keputusan ini, status tersangka politikus PDI Perjuangan tersebut tetap sah.

    “Menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya,” ucap Hakim Jan Oktavianus di ruang sidang.

    Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, diduga menerima gratifikasi sejumlah Rp5 miliar.

    “Menimbang bahwa berdasarkan uraian di atas, kemudian dihubungkan dengan bukti P56, maka didapat fakta hukum bahwa penyidik termohon (KPK) telah menyusun laporan tindak pidana korupsi yang pada pokoknya telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terjadi tindak pidana korupsi berupa penerimaan uang sebesar kurang lebih Rp5 miliar oleh Hevearita Gunaryanti dan Alwin Basri sebagai pihak penerima,” kata hakim.

    Hakim juga menyatakan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan KPK telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

    Keputusan ini memberikan landasan kuat bagi KPK untuk melanjutkan penyidikan atas dugaan korupsi yang melibatkan Mbak Ita.

    Dalam perkara ini, ia diduga terlibat dalam gratifikasi, suap pengadaan barang dan jasa, serta pemotongan insentif pegawai terkait capaian pemungutan retribusi daerah.

    Sementara itu, Alwin Basri juga tengah mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Sama seperti Mbak Ita, Alwin turut menggugat status tersangka KPK.

    Sebelumnya, KPK telah melakukan penahanan terhadap dua tersangka lain dalam kasus yang sama, yakni Ketua Gapensi Kota Semarang, Martono, dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, P. Rachmat Utama Djangkar.

    “Pada hari ini Jumat, tanggal 17 Januari 2025, KPK melakukan penahanan dua orang tersangka atas nama M (Ketua Gapensi Kota Semarang) dan RUD (Direktur PT Deka Sari Perkasa),” kata Tessa.

  • Kasus Lahan Rumah DP Nol Rupiah, Mantan Dirut Perumda Sarana Jaya Divonis Hari Ini

    Kasus Lahan Rumah DP Nol Rupiah, Mantan Dirut Perumda Sarana Jaya Divonis Hari Ini

    loading…

    Mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Pinontoan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/9/2021). FOTO/DOK.SINDOnews/SUTIKNO

    JAKARTA – Terdakwa yang juga mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan bakal menghadapi vonis di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025). Vonis terkait kasus dugaan korupsi terkait pengadaan lahan untuk pembangunan rumah DP 0 Rupiah di Pulo Gebang, Jakarta Timur.

    Sedianya sidang pembacaan vonis itu digelar pada Senin (6/1/2025) silam. Namun saat itu Majelis Hakim meminta agar sidang itu ditunda selama dua pekan lantaran membutuhkan waktu untuk mengoreksi putusan.

    “Masih membutuhkan waktu untuk mengkoreksi putusan sebelum dibacakan. Untuk itu kami mohon maaf, majelis belum bisa membacakan hari ini, kami mohon waktu dua minggu lagi,” kata Ketua Majels Hakim, Bambang Joko, Senin (6/1/2025) silam.

    Dalam perkara ini, Yoory didakwa bersama-sama dengan Tommy Adrian Direktur Operasional PT Adonara Propertindo dan Rudy Iskandar selaku beneficial owner PT Adonara Propertindo. Ketiganya didakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum melakukan korupsi dalam kurun November 2018-November 2021.

    Ketiganya diduga telah merugikan negara terkait dengan pembelian lahan di kawasan Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur, untuk digunakan dalam pembangunan hunian DP Rp0 rupiah. Namun, tanah yang dibeli disebut bermasalah dan tidak sesuai dengan spesifikasi harga yang dibayarkan. Sehingga menimbulkan kerugian negara.

    Tanah tersebut dibeli Yoory dari PT Adonara Propertindo yang merupakan perusahaan bidang properti yang didirikan oleh Rudy Hartono Iskandar. Sejumlah pihak diperkaya dalam pengadaan tanah tersebut. Mereka adalah:

    – Yoory Corneles sebesar Rp31.817.379.000; dan

    – Rudy Hartono Iskandar selaku beneficial owner PT Adonara Propertindo Rp224.213.267.000

    “Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp256.030.646.000,” kata jaksa KPK membacakan dakwaan.

    (abd)

  • Terlihat Planga-Plongo Tapi Menjerumuskan Banyak Orang

    Terlihat Planga-Plongo Tapi Menjerumuskan Banyak Orang

    GELORA.CO -Skandal dugaan korupsi era Presiden ke-7 Joko Widodo pelan-pelan terkuak. 

    Kabar terbaru, pejabat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta mengumpulkan dana untuk mendukung pemenangan Jokowi di Pilpres 2019, yang saat itu berstatus sebagai capres petahana.

    Hal ini turut menjadi perhatian pegiat media sosial yang juga seorang dokter, dr Tifauzia Tyassumah atau Dokter Tifa.

    “Menyimak apa yang terjadi di Kementerian Perhubungan, duit-duit korupsi dikumpulkan untuk pemenangan Pemilu, dan itu diinstruksikan lho!” kata Dokter Tifa melalui akun X pribadinya yang dikutip Minggu 19 Desember 2025.

    Dokter Tifa mencurigai instruksi tersebut bukan cuma berlaku di Kemenhub, namun bisa terjadi di kementerian lain.

    “Dan pastinya juga bukan terjadi hanya di level Kementerian. Tetapi terjadi hingga level bawah-bawah sampai desa-desa,” kata Dokter Tifa.

    Karena itulah, Dokter Tifa mengaku tidak heran apabila hingga hari ini menteri-menteri sampai pejabat level desa masih menunduk-nunduk dan seperti tampak loyal.

    “Akhirnya, kok lama-lama saya berpikir, ini makhluk  bukan manusia ya, ini sih Set** itself,” kata Dokter Tifa.

    “Tampak plango-plong padahal menjerumuskan begitu banyak orang pada perbuatan jahat, korupsi berantai,  yang dia galang dan komandani, merampok uang negara, dengan dalih segala macam proyek, selama 10 tahun!” sambungnya.

    Diketahui, dalam sidang kasus dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Senin 13 Januari 2025 lalu, terungkap cawe-cawe menggarong duit negara untuk mendukung pemenangan Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019.

    Dalam agenda pemeriksaan mantan Direktur Sarana Transportasi Jalan Kemenhub, Danto Restyawan sebagai saksi disebutkan bahwa Menhub Budi Karya Sumadi alias BKS memerintahkan Direktur Prasarana Kemenhub, Zamrides untuk mengumpulkan uang sekitar Rp5,5 miliar guna keperluan pemenangan Jokowi pada Pilpres 2019.

    Saat itu, Danto masih menjabat sebagai Direktur Lalu Lintas Kereta Api Kemenhub. Menurutnya, uang tersebut dikumpulkan dari para PPK di DJKA yang bersumber dari para kontraktor proyek perkeretaapian.

    “Informasinya, Pak Zamrides diminta untuk lari ke luar negeri sementara karena terpantau oleh KPK,” kata Danto pada sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi dikutip, Jumat 17 Januari 2025.

  • KPK Intens Dorong Pencegahan Korupsi di Pemkot Semarang Tapi Mbak Ita Ternyata Jadi Tersangka

    KPK Intens Dorong Pencegahan Korupsi di Pemkot Semarang Tapi Mbak Ita Ternyata Jadi Tersangka

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita jadi tersangka dugaan korupsi. Padahal, sudah banyak aksi pencegahan yang dilaksanakan.

    “KPK telah secara intens melakukan upaya pencegahan korupsi, di antaranya melalui koordinasi dan supervisi dengan instrumen Monitoring Center for Prevention (MCP),” kata Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 18 Januari.

    “Kami tentu menyayangkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Semarang,” sambungnya.

    Budi bahkan menyebut skor pencegahan korupsi atau MCP di Kota Semarang mencapaii 97 poin. Sehingga, KPK mengingatkan penetapan Mbak Ita sebagai tersangka harus jadi contoh untuk pejabat menjaga integritasnya.

    Sebab, sudah banyak program yang dijalankan di Semarang seperti program roadshow bus antikorupsi.

    “Komitmen pencegahan korupsi yang diukur melalui MCP harus diikuti dengan komitmen individu untuk benar-benar menjaga nilai-nilai integritas dan antikorupsi,” tegasnya.

    Diberitakan sebelumnya, KPK telah menahan dua tersangka dalam kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, Jawa Tengah pada Jumat, 17 Januari. Mereka adalah Martono yang merupakan Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang dan Rachmat Djangkar.

    Martono ditahan karena diduga ikut menerima gratifikasi bersama dengan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah.

    Sementara Rachmat ditahan karena diduga memberi suap terkait pengadaan meja dan kursi sekolah dasar di Dinas Pendidikan Kota Semarang.

    Adapun dalam kasus ini, tiga dugaan korupsi diduga terjadi dan sedang diusut. Rinciannya adalah pengadaan barang dan jasa di Pemkot Semarang pada 2023-2024, dugaan pemerasan terhadap pegawai negeri terkait insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah Kota Semarang serta dugaan penerimaan gratifikasi pada 2023-2024.

    Penyidik KPK juga telah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi, termasuk di Kota Semarang, Kudus, dan Salatiga. Dari upaya paksa ini ditemukan ditemukan dokumen serta uang tunai senilai Rp1 miliar; 9.650 euro; serta puluhan unit jam tangan yang diduga terkait dengan kasus ini.