Kasus: Tipikor

  • Korupsi Dana Desa Miliaran dan Penyalahgunaan Pupuk Subsidi Jadi Kasus Terbesar di Probolinggo

    Korupsi Dana Desa Miliaran dan Penyalahgunaan Pupuk Subsidi Jadi Kasus Terbesar di Probolinggo

    Probolinggo (beritajatim.com) – Kasus korupsi dana desa senilai lebih dari Rp1 miliar berhasil diungkap oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Probolinggo. Kepala Desa Kalidandan, Kecamatan Pakuniran, berinisial T (44 tahun) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyelewengan dana desa yang terjadi sejak tahun 2017 hingga 2019.

    Pengungkapan kasus ini disampaikan langsung oleh Kasat Reskrim Polres Probolinggo, AKP Fajar, dalam konferensi pers di Mapolres Probolinggo. AKP Fajar menjelaskan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi ini membutuhkan waktu yang cukup panjang.

    “Rangkaiannya sangat panjang, tidak secepat kasus-kasus lainnya. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya kami dapat menetapkan tersangka,” ujar AKP Fajar.

    Berdasarkan hasil penyidikan, kerugian negara akibat penyelewengan dana desa ini mencapai Rp 1.016.683.000. Barang bukti yang berhasil diamankan berupa dokumen-dokumen Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dan Peraturan Desa (Perdes) yang diduga kuat mendukung adanya penyelewengan dana tersebut.

    “Kami juga telah melakukan gelar perkara di Polda Jawa Timur hingga akhirnya dapat dilakukan penetapan tersangka dan dilanjutkan upaya hukum selanjutnya,” imbuh AKP Fajar.

    Tersangka T dijerat dengan Pasal 2 subsider Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah sebagaimana Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.

    Pelaku Kasus Pupuk Bersubsidi Sebanyak 2 Ton Pupuk Urea Diamankan

    Selain kasus korupsi dana desa, Satreskrim Polres Probolinggo juga berhasil mengungkap kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi jenis urea. Sebanyak 2 ton atau 40 sak pupuk urea subsidi berhasil diamankan dari sebuah mobil pick up.

    AKP Fajar menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan atensi dari masyarakat Probolinggo dan juga program 100 hari Bapak Presiden terkait pengawasan pupuk bersubsidi.

    “Kasus pupuk ini memang menjadi atensi masyarakat Probolinggo dan juga atensi dari Bapak Presiden melalui program mastas kita 100 hari,” kata AKP Fajar.

    Dalam kasus ini, polisi mengamankan dua orang yang diduga sebagai pelaku dan satu orang saksi. Kedua terduga pelaku saat ini masih menjalani pemeriksaan intensif untuk pengembangan lebih lanjut terkait asal-usul pupuk dan rencana pendistribusiannya.

    Para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Darurat tentang Tindak Pidana Ekonomi dengan ancaman hukuman maksimal 2 tahun penjara. (ada/ian)

     

  • Wali Kota Jakbar diperiksa Kejati sebagai saksi korupsi Disbud DKI

    Wali Kota Jakbar diperiksa Kejati sebagai saksi korupsi Disbud DKI

    Jakarta (ANTARA) – Wali Kota Jakarta Barat Uus Kuswanto menjadi salah satu saksi yang diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta terkait dugaan korupsi kasus surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif di Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta.

    Uus mengaku dirinya hanya ditanyai soal kegiatan dinas kebudayaan oleh penyidik.

    “(Pemeriksaannya) nggak lama, nanya terkait kegiatan Pak Iwan (Kadisbud nonaktif) saja. Konfirmasi ke penyidik. Saya ada kegiatan, hadir. Begitu saja,” kata Uus di Jakarta, Jumat.

    Kendati demikian, Uus tak memperinci soal pemeriksaan dan kegiatan apa ia hadir di dinas kebudayaan.

    Jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta sebelumnya memeriksa 10 saksi dari perkara dugaan korupsi kasus SPJ fiktif di Disbud DKI Jakarta.

    Berdasarkan keterangan yang diterima, pemeriksaan dilakukan kemarin, Kamis (23/1). Selain Uus, saksi lain yang diperiksa adalah mantan Kabid Pemanfaatan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Direktur PT Karya Mitra Seraya, Direktur PT Acces Lintas Solusi, Direktur PT Nurul Karya Mandiri, dan manajemen sanggar.

    Pada 2 Januari lalu, penyidik Bidang Pidana Khusus Kejati Jakarta telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan Jakarta.

    Ketiga tersangka adalah Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana (IHW), Kabid Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Mohamad Fahirza Maulana (MFM), dan Gatot Arif Rahmadi alias GAR selaku direktur event organizer (EO).

    Penyidik kejaksaan mengatakan tersangka IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan bersama-sama tersangka MFM selaku Plt Kabid Pemanfaatan dan tersangka GAR bersepakat untuk menggunakan tim EO milik tersangka GAR dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pada Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Mereka diduga menggunakan SPJ fiktif untuk pencairan dana.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Lemas 2 Janda Semarang Rugi Rp 152 Juta Ulah Direktur Perumahan, Pengacara Miris: Uang Tak Kembali

    Lemas 2 Janda Semarang Rugi Rp 152 Juta Ulah Direktur Perumahan, Pengacara Miris: Uang Tak Kembali

    TRIBUNJATIM.COM – Cuma bisa terkulai lemas 2 orang janda di Kota Semarang lantaran ulah direktur perumahan.

    Dua orang janda tersebut awalnya tergiur iklan yang menjual rumah dengan harga miring.

    Setelah melakukan transaksi dan menunggu dibangun, rumah tersebut nyatanya tak kunjung berdiri.

    Setelah menyadari apa yang terjadi, dua janda Semarang itu akhirnya melaporkan kasus ke polisi.

    Direktur pengembang perumahan di wilayah Rowosari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, dilaporkan ke polisi. 

    Ada dua orang yang melaporkan direktur itu, yakni Sugiarti warga Kudus dan R Cahyaning Anggoro warga Semarang.

    Keduanya merupakan para janda.

    Penasihat hukum kedua pelapor, Edi Purnomo, mengatakan, direktur perumahan itu dilaporkan ke Polda Jateng setelah melalui proses gugatan wanprestasi di Pengadilan Negeri Semarang.

    Majelis hakim memenangkan gugatan kedua kliennya.

    “Gugatan perdata kami sudah dikabulkan majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang bahwa perumahan itu telah melakukan wanprestasi karena tidak mengembalikan uang tanda jadi yang telah dibayarkan klien kami,” tuturnya, Kamis (23/1/2025) seperti dikutip TribunJatim.com dari TribunJateng.com, Jumat (24/1/2025).

    Menurutnya, kedua kliennya sebelumnya telah membayar tanda jadi ke perumahan itu.

    Namun setelah menyetor tanda jadi rumah yang dibeli kedua kliennya tak segera dibangun.

    “Hingga putusan wanprestasi itu, uang tanda jadi kedua klien kami sebesar Rp 152 juta tak segera dikembalikan.

    Akhirnya kami melaporkan direktur perumahan itu ke Polda Jateng,” imbuhnya.

    Penasihat hukum korban perumahan, Edi Purnomo, tunjukan tanda jadi yang telah dibayarkan kliennya kepada pengembang perumahan di Rowosari Tembalang. Penasihat hukum korban perumahan, Edi Purnomo, tunjukan tanda jadi yang telah dibayarkan kliennya kepada pengembang perumahan di Rowosari Tembalang. (TribunJateng.com)

    Dikatakannya, kedua kliennya merupakan janda yang tergiur tawaran iklan perumahan.

    Sugiarti merupakan pensiunan ASN yang membeli rumah itu karena tergiur tawaran tersebut.  

     Kemudian R Cahyaning Anggoro merupakan ibu rumah tangga yang dibelikan rumah oleh anaknya yang menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

    “Kedua klien kami terjebak dengan tawaran iklan perumahan,” imbuhnya.

    Ia mengatakan selain kedua kliennya masih banyak korban mengalami hal serupa.

    Kami berharap adanya laporan itu, para korban perumahan bisa ikut melapor ke polisi.  

    “Harapan kami korban-korban juga tergerak melaporkan,” tandasnya.

    Kasus lainnya, 175 nasabah berakhir kehilangan harta karena ulah seorang karyawan bagian customer service.

    Karyawan bank tersebut berhasil mengumpulkan total Rp 2,1 Miliar untuk keperluan pribadinya.

    Ulah karyawan bank itu awalnya dicurigai oleh pimpinannya sendiri.

    Merasa ada kejanggalan terhadap akun 175 nasabah pasif, pimpinan cabang tersebut menemukan kejahatan yang dilakukan pegawainya.

    Ternyata, ulah karyawan itu adalah karyawan yang bekerja di bidang customer service (CS).

    Polisi menangkap seorang customer service (CS) Bank Lampung berinisial AS (39) yang diduga menggondol uang nasabah hingga mencapai Rp 2,1 miliar.

    Tindak pidana tersebut terjadi di Kantor Cabang Pembantu (KCP) Bank Lampung Unit 2, Tulang Bawang, yang berlangsung sejak 2021 hingga 2023.

    Kapolres Tulang Bawang, AKBP James Hutajulu menjelaskan, tersangka memanfaatkan akun nasabah pasif untuk menarik uang.

    “Modus yang dilakukan tersangka adalah mengajukan pembuatan kartu ATM baru dari akun nasabah pasif. Kemudian setelah kartu ATM dibuat, tersangka menarik uang dari rekening nasabah itu lalu mentransfernya ke rekening tersangka atau menariknya secara tunai,” ungkap James dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024) malam, seperti dikutip TribunJatim.com via Kompas.com, Rabu (1/1/2025).

    Dari hasil penyelidikan, total akun korban mencapai 175 nasabah dengan kerugian total Rp 2,1 miliar.

    Kasus ini terungkap setelah salah satu pimpinan Bank Lampung di kabupaten lain merasa curiga dengan adanya pengajuan pembuatan kartu ATM baru dari nasabah yang pasif.

    “Padahal, nasabah tersebut bukan berasal dari wilayah kerja KCP Bank Lampung Unit 2,” tambahnya.

    Setelah dilakukan audit internal, terungkap bahwa tindakan tersebut dilakukan AS, yang merupakan CS di KCP Bank Lampung Unit 2.

    Saat ini, tersangka ditahan di Mapolres Tulang Bawang dan dikenakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    “Ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar,” tutup James.

    Ilustrasi Uang. (KOMPAS.com/Kristianto Purnomo)

    Berita viral lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Pagar Laut Jadi Polemik, Kejagung Ikuti Perkembangan Kasusnya, Akan Dalami jika Ada Indikasi Tipikor – Halaman all

    Pagar Laut Jadi Polemik, Kejagung Ikuti Perkembangan Kasusnya, Akan Dalami jika Ada Indikasi Tipikor – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, buka suara tentang kasus pagar laut yang kini jadi sorotan publik.

    Menurut Harli, Kejagung telah mengikuti perkembangan masalah pagar laut yang terjadi di beberapa wilayah.

    Namun, untuk saat ini Kejagung akan mendahulukan lembaga-lembaga terkait terutama yang mengurus masalah administrasi dalam menangani pagar laut ini.

    “Jadi dari kami, bahwa saat ini kami sedang mengikuti secara seksama bagaimana perkembangan di lapangan terkait penanganan masalah ini.”

    “Tentu kami mendahulukan lembaga-lembaga yang menjadi lini sektor, atau yang berkompeten terkait dengan administrasi dan seterusnya,” kata Harli dilansir Kompas TV, Jumat (24/1/2025).

    Di sisi lain, Kejagung juga akan melakukan pendalaman apakah dalam perkara pagar laut ini ada indikasi tindak pidana korupsi yang terjadi.

    Jika ada, Kejagung akan proaktif untuk menangani kasus ini.

    Termasuk apabila ditemukan bahwa proses perizinan atau pembuatan sertifikat pagar laut ini terindikasi tindakan korupsi.

    “Sedangkan kami tentu terus melakukan kajian, mendalami, apakah memang dalam masalah ini ada katakanlah peristiwa pidana yang terindikasi ada tindak pidana korupsi.”

    “Karena itu memang wilayah kami dan menjadi kewenangan kami. Dan tentu kami akan secara proaktif juga melakukan pendalaman itu untuk melihat sebenarnya apakah ada dugaan-dugaan yang disebutkan banyak pihak termasuk masyarakat.”

    “Jika memang ada dugaan berdasarkan laporan masyarakat, misalnya apakah perizinannya terindikasi ada tipikor tentu kami akan lakukan pendalaman dan dikaji ditelaah tentu, sampai pada kemudian ditangani,” terang Harli.

    Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Batalkan 50 SHGB dan SHM Area Pagar Laut Tangerang

    Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, mengatakan pihaknya telah membatalkan 50 bidang tanah yang memiliki sertifikat HGB dan SHM di pagar laut Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten.

    Pernyataan tersebut disampaikan Nusron Wahid saat meninjau pagar laut di Desa Kohod pada Jumat (24/1/2025).

    “Satu satu, di cek satu-satu. Karena pengaturannya begitu. Ini aku belum tahu ada berapa itu. Yang jelas hari ini adalah. Kalau sekitar 50-an ada kali,” ungkapnya.

    Kunjungan Nusron kali ini untuk melihat secara langsung titik yang terdapat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM), baik milik perusahaan maupun perorangan.

    Nusron juga tampak ditemani Kepala Desa Kohod Arsin saat melakukan peninjauan tersebut.

    Nusron menegaskan pihaknya telah membatalkan sertifikat HGB milik PT Intan Agung Makmur (IAM).

    Meskipun demikian, kata dia, sempat terjadi perdebatan dengan Kades Arsin tentang keberadaan HGB di area pagar laut.

    Nusron mengatakan perdebatan berkutat pada pernyataan Arsin yang menyebut bahwa dulu titik pagar laut yang terdapat sertifikat HGB itu merupakan daratan, kemudian tertutup air laut setelah terimbas abrasi.

    Meski begitu, Nusron mengaku tetap membatalkan SHGB itu lantaran saat ini fisik tanahnya telah hilang.

    Kata Nusron, jika tanah sudah tidak bisa dilihat fisiknya, dikategorikan sebagai tanah musnah.

    “Mau Pak Lurah bilang empang. Nah, yang jelas secara faktual material, tadi kita lihat sama-sama fisiknya udah nggak ada tanahnya,” kata Nusron kepada awak media.

    “Karena udah nggak ada tanahnya, saya nggak mau debat soal masalah garis pantai apa nggak mau itu dulu. Itu toh kalau dulunya empang, kalau yang di sono tadi, karena udah nggak ada fisiknya, maka itu masuk kategori tanah musnah,” katanya.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Erik S)

    Baca berita lainnya terkait Pagar Laut 30 Km di Tangerang.

  • Eks Dirut Dapen Bukit Asam Dituntut 13 Tahun Dalam Kasus yang Rugikan Negara Rp 234 Miliar
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Januari 2025

    Eks Dirut Dapen Bukit Asam Dituntut 13 Tahun Dalam Kasus yang Rugikan Negara Rp 234 Miliar Nasional 24 Januari 2025

    Eks Dirut Dapen Bukit Asam Dituntut 13 Tahun Dalam Kasus yang Rugikan Negara Rp 234 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Direktur Utama
    Dana Pensiun

    Bukit Asam
    (DPBA)
    Zulheri
    dituntut 13 tahun
    penjara
    dalam kasus dugaan
    korupsi
    yang merugikan negara sebesar Rp 234 miliar.
    Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Zulheri terbukti bersalah melakukan korupsi secara sah dan meyakinkan bersama-sama terdakwa lain.
    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 13 tahun, dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan, dengan perintah terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (24/1/2025).
    Jaksa menilai, perbuatan Zulheri bersama terdakwa lainnya yang menginvestasikan dana DPBA tanpa prosedur yang benar merugikan negara ratusan miliar.
    Perbuatannya dinilai memenuhi unsur Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
    Korupsi
    juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHPidana.
    Selain pidana badan, jaksa juga menuntut Zulheri dihukum membayar denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Di luar pidana pokok, jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 24.105.081.903 (Rp 24,1 miliar).
    Apabila dalam waktu satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap uang itu tidak dibayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk negara.
    “Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan,” ujar jaksa.
    Sementara itu, Muhammad Syafaat yang menjabat sebagai Direktur Investasi dan Pengembangan DPBA periode 19 Desember 2014 hingga 23 Januari 2018 dituntut 7 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 150 juta.
    “Dikompensasikan dengan uang yang telah dititipkan oleh terdakwa di rekening Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” tutur jaksa.
    Selain itu, jaksa juga menuntut Komisaris PT Strategic Management Services dan Direktur PT Eureka Prima Jakarta Tbk, Danny Boestami, dihukum 13 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Danny juga dituntut membayar uang pengganti Rp 131.870.547.755 (Rp 131,87 miliar) subsidair 6 tahun 6 bulan penjara.
    Terdakwa lainnya, Komisaris PT Oakwood Capital Management Angie Christina, yang juga merupakan pemegang saham mayoritas PT Millennium Capital Management, dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Ia juga dituntut membayar uang pengganti Rp 52.534.693.757 (Rp 52,53 miliar) subsidair 6 tahun kurungan.
    Sementara itu, Konsultan Keuangan PT Ratu Prabu Energi Tbk, Romi Hafnur, dituntut 10 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 8.159.353.991 (Rp 8,16 miliar) subsidair 5 tahun penjara.
    Lalu, seorang pialang saham, Sutedy Alwan Anis, dituntut 10 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 750 juta subsidair 5 tahun kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejari Kabupaten Pasuruan Kembali Tetapkan Tersangka PKBM, Kerugian Rp 2,5 Miliar

    Kejari Kabupaten Pasuruan Kembali Tetapkan Tersangka PKBM, Kerugian Rp 2,5 Miliar

    Pasuruan (beritajatim.com) – Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Kabupaten Pasuruan terus bergulir. Kali ini Kejaksaan Negri Kabupaten Pasuruan kembali menjebloskan satu orang pelaku penggelapan dana hibah.

    Pelaku bernama Erwin Setiawan diamankan setelah melakukan proses pemeriksaan berjam-jam. Menurut Kajari Kabupaten Pasuruan, Teguh Ananto mengatakan bahwa pihaknya telah memeriksa sebanyak 50 saksi.

    “Pelaku merupakan pegawai tidak tetap dari pegawai dinas Pasuruan. Selain itu, pelaku juga merupakan pemilik PKBM di Kecamatan Pandaan,” ungkapnya.

    Teguh juga mengatakan bahwa dalam modusnya pelaku mengakses bank data nasional. Kemudian data yang berhasil di bobol tersebut di lakukan pemalsuan data.

    Setelah berhasil di bobol, pelaku melakukan pemalsuan data calon peserta didik baru. Sehingga data yang dimaksudkan tersebut menjadi fiktif dan tidak sesuai dengan data. “Kerugian negara mencapai Rp 2,5 milyar selama 2019 hingga 2024 lalu. Dana tersebut masih dari satu PKBM,” tambahnya.

    Erwin sekarang mendekam di penjara selama 20 hari untuk mencegah hilangnya barang bukti. Pelaku dikenakan pasal 2 Jo pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (ada/kun)

  • Ahli Hukum Kritisi 2 Pasal RUU KUHAP Jadi Ancaman Persoalan Kewenangan Jaksa-Polisi

    Ahli Hukum Kritisi 2 Pasal RUU KUHAP Jadi Ancaman Persoalan Kewenangan Jaksa-Polisi

    loading…

    Ahli Hukum Universitas Brawijaya (UB) Prija Djatmika mengkritisi dua pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Foto/Ilustrasi/SINDOnews

    JAKARTA – Ahli Hukum Universitas Brawijaya (UB) Prija Djatmika mengkritisi dua pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dia menilai kedua pasal itu bisa menimbulkan persoalan baru antara kepolisian dan kejaksaan.

    Adapun dua pasal yang dimaksud adalah Pasal 111 Ayat 2 dan Pasal 12 Ayat 11. Prija menuturkan, jaksa dalam Pasal 111 Ayat (2) RUU KUHAP saat ini diberi kewenangan untuk mempertanyakan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan yang dilakukan kepolisian.

    Menurut dia, seharusnya pasal tersebut mutlak kewenangan dari kepolisian. Dia melanjutkan, jika hal ini tetap diterapkan, dikhawatirkan bakal menimbulkan penanganan perkara hukum yang tidak terpadu.

    “Yang benar yang boleh mengontrol hanya hakim komisaris atau hakim pemeriksa pendahuluan. Jadi ini Pasal 111 ini mending dihapuskan saja, yang ayat 2,” kata Prija dikutip Kamis (23/1/2025).

    Sedangkan, Pasal 12 Ayat 11 RUU KUHAP menjelaskan bahwa apabila masyarakat melapor polisi tetapi dalam waktu 14 hari tidak ditanggapi, bisa menindaklanjuti ke kejaksaan. Prija menganggap, pasal semacam ini merupakan suatu kemunduran yang sebelumnya, saat era Hindia Belanda hingga Orde Baru, sudah pernah diterapkan tetapi kemudian dihapus.

    “Ini memberi peluang jaksa untuk kembali sebagai penyidik, ini merusak tatanan distribusi kewenangan yang sudah diatur bagus dalam KUHAP, jadi ini langkah mundur. Seharusnya, seperti saat ini, jaksa hanya bisa (menyidik) pelanggaran HAM berat dan tindak pidana korupsi,” tuturnya.

    Dosen Fakultas Hukum UB itu mengatakan, jaksa tidak berhak menerima laporan masyarakat, kemudian melakukan pemeriksaan dan penuntutannya secara mandiri. “Ini akan terjadi tumpang tindih kewenangan dengan kepolisian, jadi penyidik (jaksa) bisa menyidik sendiri, menuntut sekaligus menyidik. Kecuali, memang perkara tindak pidana khusus karena tindak pidana korupsi dan pelanggaran HAM berat itu extraordinary crime, kejahatan luar biasa,” imbuhnya.

    Dia pun mengusulkan agar RUU KUHAP yang baru ini menempatkan jaksa wilayah berkantor di kantor kepolisian. Hal ini seperti yang ada di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni adanya penyidik kepolisian dan jaksa penuntut umum yang bekerja satu atap.

    Hal tersebut juga dinilai perlu demi efektivitas kinerja penanganan suatu perkara hukum, sehingga diharapkan meminimalisasi terjadinya pengembalian berkas perkara yang bolak-balik dari polisi ke jaksa. Selain itu, diharapkan suatu perkara hukum ketika masuk pengadilan, sudah disertai dengan bukti yang kuat.

    “Tetapi, pada saat penyidikan, tetap tugasnya polisi, jaksa bukan koordinasi saja, tapi sinergi dalam rangka collecting evidence atau pengumpulan barang bukti, jaksa dilibatkan setelah penyidikan,” pungkasnya.

    (rca)

  • Tok! Para Terdakwa Korupsi Pasar Cigasong Dijatuhi Hukuman 4 Tahun Penjara

    Tok! Para Terdakwa Korupsi Pasar Cigasong Dijatuhi Hukuman 4 Tahun Penjara

    JABAR EKSPRES – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Klas IA Khusus Tipikor Bandung, resmi menjatuhi hukuman penjara selama 4 tahun kepada para terdakwa kasus korupsi Pasar Sindangkasih, Cigasong, Kabupaten Majalengka.

    Melalui sidang putusan yang dibacakan pada Kamis (23/1), majelis hakim meyakini bahwa para terdakwa yakni Arsan Latif, Irfan Nur Alam, Andi Nurmala, dan Maya Andrianti, telah bersalah dan secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif ke dua Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor Jo pasal 55 ayat (1) KUHP tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    “Mengadili, para terdakwa secara sah dan meyakinkan dalam tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif ke dua, dan menjatuhkan pidana kepada para terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun,” ucap Majelis Hakim PN Bandung saat membacakan amar putusan, Kamis (23/1).

    BACA JUGA: Serahkan Nota Pembelaan, Arsan Latif minta Dibebaskan dari Kasus Korupsi Pasar Cigasong

    Selain menjatuhi hukuman penjara selama 4 tahun, dalam putusannya, majelis hakim juga meminta kepada para terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp200 juta.

    “Dan apabila para terdakwa tidak membayar denda sebesar Rp200 juta, maka diganti dengan denda pidana penjara tambahan selama 2 bulan,” ucapnya.

    Tak hanya itu, majelis hakim juga menetapkan atau memutuskan masa penahanan yang telah dijalani oleh para terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

    “Dan menetapkan para terdakawa untuk tetap ditahan di rumah tahanan (rutan). Menetapkan terdakawa agar membayar biaya perkara sebesar Rp 7.500. demikian amar putusan yang dibacakan,” imbuhnya.

    BACA JUGA: Update Korupsi Pasar Cigasong: Arsan Latif dan Irfan Nur Alam Dituntut 4,6 Tahun Penjara

    Sebelumnya dalam perkara korupsi Pasar Sindangkasih, Cigasong, Kabupaten Majalengka, tiga terdakwa yakni Arsan Latif, Irfan Nur Alam, dan Andi Nurmala resmi dijatuhi tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan masing-masing mendapatkan kurungan penjara selama 4 tahun 6 bulan. Sementara untuk Maya Andrianti, JPU haya menuntut selama 1 tahun 6 bulan.

    Diketahui, tuntutan tersebut diberikan karena JPU menganggap bahwa ketiganya telah terbukti secara sah melanggar Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor Jo pasal 55 ayat (1) KUHP tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi (Tipikor).

  • Maki Laporkan Polemik Pagar Laut Tangerang ke KPK, Seret 2 Nama Menteri

    Maki Laporkan Polemik Pagar Laut Tangerang ke KPK, Seret 2 Nama Menteri

    Bisnis.com, JAKARTA – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di Tangerang, Banten, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    Untuk diketahui, penemuan 280 sertifikat HGB maupun SHM di atas area laut yang dipagari di Desa Kohod itu memicu polemik di tengah masyarakat. Presiden Prabowo Subianto bahkan sudah menginstruksikan pembongkaran pagar laut itu. 

    Adapun Boyamin tiba di KPK siang hari ini, Kamis (23/1/2025), untuk menyerahkan pengaduan masyarakat terkait dengan dugaan korupsi pada penerbitan HGB maupun SHM di atas area laut itu. Dia mengaku belum menyertakan bukti apapun selain pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid soal pencabutan HGB dan SHM yang penerbitannya diduga melanggar etik. 

    “Saya belum percaya sepenuhnya dicabut atau tidak. Tapi saya melihatnya dari memastikan itu dengan melapor ke KPK dengan Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi yang perubahan kedua, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/1/2025). 

    Boyamin menjelaskan, penggunaan pasal 9 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) itu lantaran pernyataan Menteri Nusron soal dugaan cacat formil bahkan materil dalam penerbitan 263 HGB dan 17 SHM pagar laut itu. Dia menduga ada sejumlah praktik pemalsuan surat pertanahan. 

    Apabila merujuk pada UU No.20/2001 tentang Tipikor, terdapat pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun bagi pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. Mereka juga terancam denda paling sedikit Rp50 juta, dan paling banyak Rp250 juta. 

    Adapun Boyamin dalam laporannya turut menyertakan sejumlah pihak terlapor dan pihak-pihak yang perlu dimintai klarifikasi. Pihak terlapor yakni oknum kepala desa, kantor kecamatan hingga kantor pertanahan setempat yang mengeluarkan HGB dan SHM untuk pagar laut itu. 

    Kemudian, pihak-pihak yang turut dinilai perlu dimintai klarifikasi di antaranya Menteri ATR/BPN sebelum Nusron Wahid. Hal itu lantaran HGB dan SHM yang diterbitkan untuk pagar laut tersebut bukan pada 2024, atau saat Nusron menjabat. 

    Namun Boyamin tak memerinci siapa Menteri ATR yang dimasukkannya ke daftar pihak yang perlu diklarifikasi oleh KPK nantinya. 

    “Ada dua Menteri, yang jelas bukan Pak Nusron Wahid. Jadi yang sebagian besar Menteri A, yang sepuluhan persen Menteri B. Artinya yang Menteri awal itu mendatangkan sekitar 90% dari 200 sekian [HGB dan SHM, red] tadi. Yang 10% Menteri setelahnya,” ungkap Boyamin.

    Bisnis telah mencoba meminta konfirmasi ke KPK terkait dengan pengaduan masyarakat itu ke Juru Bicara KPK Tessa Mahardika. Namun, belum ada respons yang diberikan sampai dengan berita ini ditulis. 

    Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, internal Kementerian ATR/BPN telah memeriksa pejabat yang diduga terlibat dalam praktik penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di pagar laut Tangerang, Banten.

    Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menjelaskan pemeriksaan terhadap pejabat terkait itu telah berlangsung pada Rabu (22/1/2025). 

    “Hari ini [pejabat terkait penerbitan SHGB di wilayah pagar laut] sudah dipanggil dan dalam proses pemeriksaan oleh Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP),” kata Nusron saat ditemui usai melakukan pembongkaran pagar laut di Tanjung Pasir, Tangerang, Rabu (22/1/2025). 

  • KPK Periksa Eks Terpidana Andi Narogong di Kasus Korupsi e-KTP – Halaman all

    KPK Periksa Eks Terpidana Andi Narogong di Kasus Korupsi e-KTP – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Andi Agustinus atau Andi Narogong sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP Elektronik/e-KTP).

    Andi Narogong diketahui merupakan mantan terpidana dalam perkara mega korupsi tersebut.

    “Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi RI,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Kamis (23/1/2025).

    Untuk diketahui, vonis Andi Narogong dalam kasus e-KTP terus bertambah mulai dari tingkat pertama hingga kasasi.

    Awalnya, Andi divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek e-KTP. 

    Andi juga dihukum membayar uang pengganti 2,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan Rp1,186 miliar.

    “Menyatakan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar hakim ketua Jhon Halasan saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (21/12/2017).

    Dalam pertimbangan, hakim menyatakan Andi Narogong bersama pihak lain mengarahkan perusahaan tertentu, dalam hal ini Konsorsium PNRI, sebagai pemenang lelang proyek e-KTP. 

    Hakim mengatakan ada duit 2,5 juta dolar AS dan Rp1,186 miliar yang diterima Andi atas kontribusi mengatur dan memenangkan Konsorsium PNRI.

    Perbuatan tersebut, sambung hakim, merupakan tindakan tidak etis. 

    Perbuatan tersebut melawan hukum pekerjaan barang dan jasa dan persaingan tidak sehat. 

    Penyimpangan pengadaan e-KTP menurut hakim membuat mutu berkurang dan harga di luar kewajaran. 

    Menurut hakim, persekongkolan rekan dan penyedia barang merupakan perbuatan melawan hukum.

    Saat vonis pertama ini Andi mendapatkan status justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan KPK. 

    Ketika itu, Andi merupakan terdakwa ketiga yang telah divonis dalam kasus e-KTP.

    Hukuman Andi kemudian diperberat di tingkat banding. 

    Hakim memutuskan Andi dihukum 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. 

    Selain itu, Andi diwajibkan mengembalikan kerugian negara 2,5 juta dolar AS dan Rp1,1 miliar. 

    Status justice collaborator Andi juga dianulir di tingkat banding.

    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong dengan pidana penjara selama 11 tahun dan denda Rp1 miliar,” demikian lansir website Mahkamah Agung.

    Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong memberikan kesaksian pada sidang lanjutan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/1/2018). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterang saksi dari Andi Narogong, Made Oka Masagung, Mirwan Amir, Charles Sutanto Ekapraja dan Aditya Suroso yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK. Warta Kota/henry lopulalan (Warta Kota/henry lopulalan)

    Terakhir, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan oleh Andi. 

    Hukuman Andi juga bertambah menjadi 13 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. 

    Dia juga dihukum membayar uang pengganti 2,5 juta dolar AS dan Rp1,186 miliar diperhitungkan dengan pengembalian sebesar 350 ribu dolar AS dengan kurs dolar AS sesuai waktu uang diperoleh.