Kasus: Tipikor

  • Paulus Tannos Terancam Pasal Halangi Penyidikan dalam Kasus Korupsi e-KTP

    Paulus Tannos Terancam Pasal Halangi Penyidikan dalam Kasus Korupsi e-KTP

    Jakarta, Beritasatu.com – Buronan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP Paulus Tannos dinilai dapat dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) terkait upaya menghalangi penyidikan. Hal ini merujuk pada tindakannya mengganti kewarganegaraan setelah terjerat kasus tersebut.

    “Upaya perubahan status warga negara yang dilakukan Paulus Tannos dapat dikategorikan perbuatan pidana tersendiri, yaitu Pasal 21 upaya menghalang-halangi penyidikan,” ujar mantan penyidik senior KPK, Praswad Nugraha, Senin (27/1/2025).

    Praswad menyebut, tindakan Tannos yang kabur dan mengganti kewarganegaraan setelah tersandung kasus korupsi e-KTP menunjukkan adanya tindak pidana berlapis.

    “Tindakan Tannos yang berusaha kabur dan buron serta mengubah status kewarganegaraan setelah melakukan tindak pidana di Indonesia adalah tindak pidana berlapis, selain tindak pidana pokoknya, yaitu korupsi e-KTP,” tegasnya.

    Praswad juga menegaskan status kewarganegaraan baru Paulus Tannos tidak akan menghalangi proses hukum di Indonesia.

    “Paulus Tannos saat melakukan tindak pidana korupsi e-KTP berstatus sebagai WNI dan tindak pidana korupsi tersebut dilakukan di wilayah Indonesia. Maka berlaku asas nasionalitas aktif, tidak peduli apa pun status warga negaranya sekarang,” jelasnya terkait penangkapan buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos.

    Paulus Tannos berhasil diamankan di Singapura setelah menjadi buronan KPK. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengonfirmasi penangkapan tersebut pada Jumat (24/1/2025).

    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Fitroh.

    Saat ini, KPK tengah melengkapi persyaratan untuk mengekstradisi Tannos ke Indonesia guna menghadapi proses persidangan.

    “Kami tengah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum untuk memastikan ekstradisi dapat segera dilakukan,” tambah Fitroh.

    Penangkapan Paulus Tannos membuka peluang untuk mengusut tuntas kasus korupsi e-KTP. Dengan tambahan jeratan Pasal 21 UU Tipikor, KPK diharapkan mampu memberikan efek jera dan memastikan keadilan bagi masyarakat Indonesia.

  • 10
                    
                        Paulus Tannos Ditangkap di Singapura, Mengapa Tak Kunjung Dipulangkan ke Indonesia?
                        Nasional

    10 Paulus Tannos Ditangkap di Singapura, Mengapa Tak Kunjung Dipulangkan ke Indonesia? Nasional

    Paulus Tannos Ditangkap di Singapura, Mengapa Tak Kunjung Dipulangkan ke Indonesia?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, buron kasus korupsi kartu tanda penduduk (KTP) elektronik atau E-KTP, ditangkap di Singapura.
    Namun, Paulus Tannos tak bisa serta-merta langsung dibawa ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
    Ada beberapa persyaratan ekstradisi yang harus dilewati agar pengusaha itu bisa dibawa ke Tanah Air.
    Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, penahanan sementara Paulus Tannos di Singapura sesuai dengan perjanjian dengan Otoritas Singapura.
    “Pengajuan penahanan sementara dilakukan oleh KPK melalui jalur
    police to police
    (
    provisional arrest
    ) berdasarkan perjanjian ekstradisi, yaitu ke Divhubinter Mabes Polri,” kata Tessa dalam keterangannya, Sabtu (25/1/2025).
    Tessa menjelaskan, alur dari pengajuan permohonan penahanan sementara hingga diputuskan melalui pengadilan Singapura.
    Tessa mengatakan, KPK mengajukan permohonan penahanan sementara dengan melampirkan kelengkapan persyaratan melalui Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Mabes Polri.
    Lalu, Divhubinter bersurat kepada Interpol Singapura untuk dilanjutkan ke Singapore Police Force (SPF).
    SPF kemudian menghubungi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura.
    CPIB Singapura menangani kasus ini karena perkara yang ditangani menyangkut dugaan tindak pidana korupsi.
    “Kemudian Divhubinter bersurat ke Interpol Singapura dan atase kepolisian Indonesia, yang mana permintaan tersebut dilanjutkan ke CPIB,” ujarnya.
    Selanjutnya, Kejaksaan Indonesia di Singapura kemudian berkoordinasi dengan CPIB, Attorney General Chambers, dan pengadilan Singapura.
    “Karena penahanan di Singapura harus melalui proses kejaksaan dan pengadilan, maka jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB, jaksa, dan pengadilan (Singapura),” tutur Tessa.
    Setelah syarat terpenuhi, Tannos ditahan sementara di Singapura. Penahanan ini berlaku sampai adanya putusan pengadilan.
    “Sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara Paulus Tannos,” ucap dia.
    Paulus Tannos ditangkap
    Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.
    Ia ditahan sementara di Changi Prison, Singapura sambil menunggu proses kepulangannya ke Indonesia.
    Paulus Tannos masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh KPK sejak 19 Oktober 2021.
    Ia ditetapkan sebagai tersangka sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP pada 13 Agustus 2019.
    Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya yaitu, mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
    Akibat korupsi berjemaah ini, KPK mencatat negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.
    Namun, Paulus melarikan diri ke luar negeri dan mengganti nama dan kewarganegaraannya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pantas Eks Kabareskrim Polri Yakin Kades Kohod Dalang Pemasangan Pagar Laut, Jadi Pintu Masuk: Jelas

    Pantas Eks Kabareskrim Polri Yakin Kades Kohod Dalang Pemasangan Pagar Laut, Jadi Pintu Masuk: Jelas

    TRIBUNJATIM.COM – Komjen Purn Susno Duadji yakin Kepala Desa Kohod, Arsin bin Sanip diduga terlibat dalam pemasangan pagar laut di Tangerang.

    Sosok eks Kabareskrim Polri ini merasa ada banyak kejanggalan dari apa yang diucapkan oleh sang Kades Kohod.

    Ia pun meyakini bahwa sang kades lah dalang di balik pemasangan pagar laut di Kabupaten Tangerang.

     

    Hal itu seperti diungkapkan Susno Duadji di Metro TV dalam acara Primetime News yang tayang pada Sabtu (25/1/2025).

    “Ya pelakunya jelas, si Lurah Kohod (Kades). Dia sudah ngaku, pasti dia mengeluarkan dokumen itu,” ucap Susno Duadji. 

    Bahkan pemeriksaan terhadap Arsin bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus pagar laut sepanjang 30 km di perairan Tangerang. 

    Susno lantas memuji tindakan Kementerian ATR/BPN yang memihak kepada rakyat. 

    Menurutnya, semua SHGB dan SHM yang dikeluarkan berasal dari hasil pemalsuan.

    “Kenapa palsu? Ya jelas enggak mungkin punya tanah di situ (laut),” kata Susno Duadji.

    “Jadi berpatokan kepada pembatalan oleh Kementerian ATR/BPN, entah satu sertifikat.”

    “Syukur kalau semuanya itu sudah bisa dijadikan sebagai salah satu alat bukti bahwa telah terjadi tindak pidana pemalsuan,” paparnya lagi.

    Susno melanjutkan jika pemalsuan tersebut diikuti dengan tindak pidana suap, maka akan menjadi tindak pidana korupsi. 

    “Sekarang siapa pelakunya? Ya jelas mulai dari si Lurah Kohod (Arsin), dia udah ngaku pasti ngeluarin dokumen,” tegasnya.

    “Kemudian siapa lagi? Usut saja siapa yang menerima, yang nerima misalnya Agung Sedayu Grup dengan anak perusahaan Intan Agung Makmur,” katanya.

    Susno Duadji yakin Kades Kohod terlibat pemasangan pagar laut Tangerang (YouTube)

    Mustahil, kata Susno, anak perusahaan tersebut memiliki tanah di laut.

    Seandainya membeli tanah di laut, jelas pasti melalui prosedur yang tidak beres.

    “Notarisnya pasti kena juga itu (pidana), jadi gampang ngusutnya.”

    “Usut bisa dari dokumen ATR, atau bisa juga dari mulai siapa yang memagari itu, siapa yang membayar, siapa yang nyuruh, duitnya dari siapa, kemudian terkait perusahaan apa.”

    “Sudah terang benderang ini, seperti makan siang pakai lampu petromak,” pungkasnya.

    Diketahui sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, tak sependapat dengan Arsin yang menyebut bahwa wilayah yang dipagar dulunya empang alias daratan. 

    Namun Arsin tetap ngotot bahwa pernyataannya benar. 

    Kendati begitu, Nusron tetap membatalkan sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan sertifikat Hak Milik (SHM) di laut tersebut.

    Kemunculan Kades Kohod sendiri menjadi sorotan saat Nusron Wahid menyidak lahan pagar laut di Tangerang, Jumat (24/1/2025) lalu.

    Nusron mengecek fisik lahan yang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Milik (SHM) di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten. 

    Turut hadir saat itu Kepala Desa Kohod, Asrin, yang ikut mendampingi kedatangan Menteri Nusron di wilayahnya.

    Namun saat itu ada sejumlah orang berperawakan kekar yang mengawal Kades tersebut.

    Dalam kunjungannya, Menteri Nusron sempat terlibat perdebatan dengan Kades soal status lahan yang disebut Asrin dahulunya empang sebelum terkena abrasi.

    “Pak Lurah bilang, itu dulunya empang, katanya karena abrasi. Dari tahun 2004 katanya sudah dikasih batu-batu,” ujar Nusron di lokasi.

    Meski tidak ingin memperdebatkan sejarah garis pantai, Nusron menegaskan bahwa jika suatu lahan telah hilang secara fisik, maka statusnya berubah menjadi tanah musnah.

    “Secara faktual, tadi kita lihat sama-sama, tanahnya sudah tidak ada,” jelasnya.

    Meski pun terdapat perdebatan mengenai status lahan, Nusron memastikan, pihaknya akan memeriksa dokumen sertifikat terkait kepemilikan lahan tersebut.

    Jika lahan yang memiliki SHGB danb SHM sudah tidak ada secara fisik, maka Kementerian ATR/BPN akan membatalkannya secara otomatis.

    “Kalau masih ada wujud fisiknya seperti di sini, kawasan ini aman,” kata Nusron sambil menunjukkan area lain yang masih berupa empang.

    Kades Kohod menyebut wilayah pagar laut yang berada di samping desanya dulu adalah empang (Tribunnews.com – X)

    Namun Arsin ngotot bahwa pagar laut di area tersebut dulunya merupakan empang.

    Arsin mengeklaim, abrasi mulai terjadi sejak 2004, menyebabkan lahan kosong tersebut perlahan hilang ditelan air laut akibat abrasi.

    “Mau Pak Lurah bilang itu empang, yang jelas secara faktual material, tadi kita lihat sama-sama fisiknya sudah enggak ada tanahnya.”

    “Karena sudah enggak ada fisiknya, maka itu masuk kategori tanah musnah,” kata Nusron. 

    Namun Arsin tetap kekeh bahwa lahan tersebut memiliki sejarah sebagai empang yang digunakan oleh warga. 

    Nusron tak ingin memperpanjang perdebatan.

    Ia memilih untuk menegaskan bahwa pihaknya membatalkan sertifikat HGB dan HM di laut karena terbukti fisiknya benar-benar hilang.

    “Ini enggak ada barangnya tapi akan saya cek satu per satu. Kan tadi sudah kita tunjukin gambarnya.”

    “Kalau memang sertifikatnya ada. Tidak ada materialnya semua, otomatis akan kita batalkan satu per satu,” jelas dia.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Penyidikan Dugaan Korupsi Mobil Siaga Desa di Bojonegoro Masuki Babak Baru

    Penyidikan Dugaan Korupsi Mobil Siaga Desa di Bojonegoro Masuki Babak Baru

    Bojonegoro (beritajatim.com) — Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro telah melimpahkan penyidikan tindak pidana dugaan korupsi pengadaan mobil siaga desa untuk 386 desa pada tahun 2022 ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Surabaya.

    Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bojonegoro Muji Martopo mengatakan, kasus tipikor pada Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) APBD Bojonegoro tahun 2022 yang merugikan negara sebesar Rp5,3 miliar itu pada 20 Januari 2025. Dan dalam waktu dekat akan disidangkan.

    “Sudah kami limpahkan, 20 Januari 2025, rencana sidang pertama tanggal 6 Februari 2025,” kata Muji Martopo, Minggu (26/1/2025).

    Dalam perkara itu, jaksa penyidik telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Kelimanya, empat orang dari pihak dealer Indra Kusbianto, Heny Sri Setyaningrum, Syafa’atul Hidayah, Ivonne, dan satu kepala desa, Anam Warsito.

    Dari sekian banyak barang bukti yang disita, diantaranya terdapat uang cash back mencapai Rp4,9 miliar atau persisnya Rp4.997.000.000,00. Sedangkan total kerugian negara dari penyimpangan pengadaan mobil siaga desa itu mencapai Rp5,3 miliar.

    Pelimpahan itu merupakan tindak lanjut setelah sebelumnya tersangka korupsi pengadaan mobil siaga desa dilimpahkan ke jaksa penuntut umum dengan menerbitkan Surat Perintah Penahanan tingkat penuntutan (T-7) pada Kamis, 12 Desember 2025. [lus/but]

    Adapun dakwaan kepada 5 terdakwa sebagai berikut :

    1. Pasal yang didakwakan kepada terdakwa Ivonne dan Heny Sri Setyaningrum adalah :
    Ke satu, Primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Subsidiair, Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

    2. Pasal yang didakwakan kepada terdakwa Indra Kusbianto dan Syafa’atul Hidayah adalah :
    Ke satu, Primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP, atau;

    Ke dua, Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

    3. Pasal yang didakwakan kepada terdakwa Anam Warsito adalah :
    Ke satu, Primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP, atau;

    Ke dua :
    Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

  • Polemik Pagar Laut ‘Tak Bertuan’: Dilaporkan ke KPK hingga Agung Sedayu Bersuara

    Polemik Pagar Laut ‘Tak Bertuan’: Dilaporkan ke KPK hingga Agung Sedayu Bersuara

    Bisnis.com, JAKARTA — Kasus polemik pagar laut ‘tak bertuan’ di perairan Tangerang, terus mendapat sorotan. Sempat terjadi ketidakjelasan informasi, kini berbagai pihak mulai menduga adanya indikasi pelanggaran hukum di balik fenomena tak lazim tersebut.

    Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman, misalnya, telah mendatangi Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/1/2025). 

    Boyamin melaporkan dugaan korupsi terkait pagar laut itu yang berawal dari pengungkapan bahwa adanya penerbitan izin berupa Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM) pada kawasan laut di Desa Kohod.

    Adapun KPK belum secara resmi mendalami laporan dari Boyamin. Menurut lembaga antikorupsi tersebut perlu memverifikasi laporan yang dibuat untuk memutuskan apakah berlanjut ke penegakan hukum lewat penyelidikan atau berhenti di laporan. 

    “Secara umum laporan yang masuk akan diverifikasi, telaah, dan pulbaket [pengumpulan bahan keterangan, red] terlebih dahulu. Dan akan dinilai apakah ada yang perlu dilengkapi dari pelapor atau bisa ditindaklanjuti ke tahap Penyelidikan,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada Bisnis, dikutip Minggu (26/1/2025).

    Adapun Boyamin sendiri mengaku belum memiliki bukti apapun yang mendukung pelaporannya itu. Menurutnya laporan itu dilakukan untuk mendorong KPK supaya langsung turun tangan. Apalagi, Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid sudah membenarkan adanya dugaan pelanggaran etik dalam penerbitan SHGB atau SHM pagar laut itu. 

    “Saya belum percaya sepenuhnya dicabut atau tidak. Tapi saya melihatnya dari memastikan itu dengan melapor ke KPK dengan Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi yang perubahan kedua, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/1/2025). 

    Boyamin menjelaskan, penggunaan pasal 9 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) itu lantaran pernyataan Menteri Nusron soal dugaan cacat formil bahkan materil dalam penerbitan 263 HGB dan 17 SHM pagar laut itu. Dia menduga ada sejumlah praktik pemalsuan surat pertanahan. 

    Apabila merujuk pada UU No.20/2001 tentang Tipikor, terdapat pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun bagi pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. Mereka juga terancam denda paling sedikit Rp50 juta, dan paling banyak Rp250 juta. 

    Adapun Boyamin dalam laporannya turut menyertakan sejumlah pihak terlapor dan pihak-pihak yang perlu dimintai klarifikasi. Pihak terlapor yakni oknum kepala desa, kantor kecamatan hingga kantor pertanahan setempat yang mengeluarkan HGB dan SHM untuk pagar laut itu. 

    Kemudian, pihak-pihak yang turut dinilai perlu dimintai klarifikasi di antaranya Menteri ATR/BPN sebelum Nusron Wahid. Hal itu lantaran HGB dan SHM yang diterbitkan untuk pagar laut tersebut bukan pada 2024, atau saat Nusron menjabat. 

    Namun Boyamin tak memerinci siapa Menteri ATR yang dimasukkannya ke daftar pihak yang perlu diklarifikasi oleh KPK nantinya. 

    “Ada dua Menteri, yang jelas bukan Pak Nusron Wahid. Jadi yang sebagian besar Menteri A, yang sepuluhan persen Menteri B. Artinya yang Menteri awal itu mendatangkan sekitar 90% dari 200 sekian [HGB dan SHM, red] tadi. Yang 10% Menteri setelahnya,” ungkap Boyamin.

    Sebagaimana diketahui, terdapat dua menteri ATR/Kepala BPN yang menjabat sebelum Nusron. Mereka adalah Agus Harimurti Yudhoyono pada 2024 dan Hadi Tjahjanto pada 2022-2024. Saat ditanya lagi apabila dua menteri itu yang dimaksud Boyamin, dia ogah memerinci lebih lanjut. 

    “Maaf belum bisa [dibuka, red],” ujar Boyamin saat dikonfirmasi lebih lanjut melalui pesan singkat oleh Bisnis. 

    Potensi Denda

    Selain indikasi pidana, pemerintah menilai pemilik pagar laut yang menimbulkan polemik itu bisa dikenai denda. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut pemilik pagar laut di Tangerang, Banten bisa dikenakan denda sebesar Rp18 juta untuk per kilometer (km). 

    Trenggono mengatakan sanksi administratif itu bisa dikenakan kepada terduga pemasang pagar laut di perairan Tangerang itu. Dia pun tidak menutup kemungkinan untuk pengenaan hukuman pidana, namun itu merupakan ranah penegak hukum. 

    Trenggono pun mengungkap besaran denda yang berpotensi dikenakan tertantung dengan luasan area yang dipasang pagar laut. Berdasarkan data KKP, luas area pagar laut itu yakni 30,16 km. 

    “Itu bergantung pada luasan. Kalau itu kan 30 kilometer ya, per km Rp18 juta,” ujarnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (22/1/2025). 

    Berdasarkan perhitungan Bisnis, apabila denda per km itu berlaku, maka pihak yang memasang pagar di atas kawasan laut itu bisa dikenai denda lebih dari Rp540 juta. 

    Adapun Trenggono mengatakan bahwa pemerintah, DPR hingga pihak TNI sudah menyambangi lokasi Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Banten, Rabu (22/1/2025). Pembongkaran pagar laut itu sudah menjadi instruksi langsung dari Presiden Prabowo Subianto kepada jajarannya usai hal tersebut menjadi polemik di tengah masyarakat. 

    Pada perkembangan lain, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah membatalkan sebagian SHGB pagar laut tersebut. 

    Sebelumnya, Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid menyampaikan bahwa ada total 280 SHGB maupun SHM yang ditemukan di kawasan pagar laut Tangerang. Perinciannya yaitu 263 SHGB dan 17 SHM. 

    Dari 263 SHGB, sebanyak 243 di antaranya dimiliki atas nama PT Intan Agung Makmur (IAM). Kemudian, 20 lainnnya dimiliki oleh PT Cahaya Inti Sentosa (CIS). Keduanya terafiliasi dengan Agung Sedayu Group milik konglomerat Sugianto Kusuma alias Agus, yang juga merupakan pengembang proyek Pantai Indak Kapuk (PIK) 2.  

    Adapun Nusron pekan ini resmi mencabut SHGB milik sejumlah entitas yang berada di wilayah laut Tangerang, Banten. Beberapa di antaranya yakni yang dimiliki oleh perusahaan terafiliasi Agung Sedayu, yakni sebanyak 50 bidang SHGB. 

    “Kami bersama tim melakukan proses pembatalan sertifikat baik itu hak milik SHM, maupun itu HGB yang tidak sesuai dengan hak penggunaan,” kata Nusron saat ditemui di Desa Kohod, Tangerang Jumat (24/1/2025).

    Tidak hanya itu, internal kementeriannya pun telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat diduga terlibat pelanggaran etik dalam menerbitkan ratusan SHGB pagar laut itu. Pemeriksaan terhadap pejabat terkait itu telah berlangsung, Rabu (22/1/2025). 

  • Polisi Ungkap Kasus Pemalsuan KUR, Tersangka Gunakan Data Orang Lain

    Polisi Ungkap Kasus Pemalsuan KUR, Tersangka Gunakan Data Orang Lain

    Liputan6.com, Gorontalo – Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Polresta Gorontalo Kota menyerahkan tersangka kasus pemalsuan dokumen Kredit Usaha Rakyat (KUR), berinisial MS (34).

    MS sendiri merupakan warga Kecamatan Dumbo Raya, Kota Gorontalo. Berkas perkara kini diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Gorontalo setelah dinyatakan lengkap (P21), Kamis (23/1/2025).

    Kapolresta Gorontalo Kota, Kombes Pol Dr. Ade Permana, melalui Kasat Reskrim, Kompol Leonardo Widharta, menjelaskan bahwa MS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan laporan Ayu Lestari, yang menjadi korban pemalsuan dokumen pengajuan KUR.

    Berdasarkan laporan korban kata Kompol Leonardo, kejadian ini terungkap pada Mei 2024 lalu, ketika Ayu Lestari mengajukan permohonan kredit KPR di salah satu bank.

    Tiba-tiba dirinya terkejut saat pihak bank menyatakan namanya telah tercatat dalam BI Checking akibat pinjaman KUR yang sebelumnya diajukan di BRI Unit Kota Utara.

    Kompol Leonardo menambahkan, hasil penyelidikan mengungkap bahwa MS menggunakan data pribadi milik Ayu Lestari untuk mengajukan pinjaman KUR sebesar Rp50 juta.

    “Dengan perkiraan angsuran bulanan Rp1,5 juta selama tiga tahun. Namun, MS hanya membayar angsuran sebanyak dua kali sebelum menunggak,” kata Kompol Leonardo.

    Alhasil, setelah dilakukan pemeriksaan MS mengakui perbuatannya. Ia memanfaatkan data Ayu Lestari karena namanya sendiri telah masuk daftar hitam (blacklist) perbankan.

    Menurut pengakuannya, hanya seorang oknum petugas lapangan (mantri) yang menyadari bahwa data tersebut bukan miliknya, sementara pegawai lain tidak mengetahuinya.

    Penyidik menjerat MS dengan Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pemalsuan Surat. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka sengaja menggunakan data milik Ayu Lestari untuk mendapatkan modal usaha melalui KUR.

    “Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketat dalam proses pengajuan pinjaman,” tutup Kasat Reskrim.

  • KPK Telaah Dugaan Korupsi Megaproyek Coretax, Butuh Waktu 30 Hari Tentukan Langkah Berikutnya – Halaman all

    KPK Telaah Dugaan Korupsi Megaproyek Coretax, Butuh Waktu 30 Hari Tentukan Langkah Berikutnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Penerimaan Layanan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) masih menelaah laporan dugaan korupsi megaproyek aplikasi Coretax milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan, proses telaah dan verifikasi suatu laporan membutuhkan waktu 30 hari kerja.

    “Laporan itu sudah masuk di tahap penelaahan,” kata Tessa saat dikonfirmasi, Sabtu (25/1/2025).

    Apabila KPK merasa bukti dalam laporan dimaksud kurang, maka Direktorat PLPM akan meminta tambahan bukti baru.

    “Bila masih kurang tentunya bisa dikoordinasikan dari pihak penerima laporan kepada pihak pelapor. Jadi, posisinya menunggu kelengkapan alat buktinya kalau seandainya memang layak untuk ditindaklanjuti ke tahap berikutnya,” ujar Tessa.

    Diberitakan sebelumnya, sistem canggih administrasi pajak milik Ditjen Pajak alias Coretax DJP masih mengalami kendala, memasuki pekan keempat implementasinya. 

    Persoalan ini berujung pada laporan dugaan korupsi megaproyek tersebut kepada KPK.

    Adalah Ikatan Wajib Pajak Indonesia (WPI) yang melaporkan dugaan korupsi proyek aplikasi Coretax DJP yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp1,3 triliun. 

    Laporan tersebut disampaikan IWPI ke KPK pada Kamis (23/1/2025).

    “Kami hari ini melaporkan tentang kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan Coretax, sistem yang memakan anggaran Rp1,3 triliun lebih,” kata Ketua Umum IWPI Rinto Setiyawan dikutip dari keterangan resminya, Jumat (24/1/2025).

    Rinto menyampaikan, IWPI telah menyerahkan sejumlah bukti terjadinya dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Coretax pada Ditjen Pajak tahun anggaran 2020–2024.

    “Tadi diterima di dumas (pengaduan masyarakat) II, kami menyerahkan laporan satu bundel terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan aplikasi Coretax,” tutur dia.

    Rinto mengungkapkan, IWPI sebenarnya telah menyiapkan empat alat bukti. 

    Pertama, dokumen di antaranya surat, pengumuman tender, dan Keputusan Dirjen Pajak.

    Kedua, bukti petunjuk yakni pemberitaan berbagai media massa, termasuk daring terkait berbagai permasalahan aplikasi Coretax.

    “Hasil-hasil capture tangkapan layar aplikasi coretax error dan kendala-kendala terkait penggunaan aplikasi coretax yang telah dilaporkan oleh wajib pajak yang kepada IWPI,” ujarnya.

    Bukti ketiga dan keempat yang telah dipersiapkan IWPI adalah ‎saksi dan juga ahli jika KPK memerlukannya. 

    “Jadi sebenarnya sudah ada empat alat bukti dan bisa digunakan,” katanya.

    Rinto menjelaskan, indikasi korupsi muncul dari tidak berfungsinya berbagai fitur dalam aplikasi senilai lebih Rp1,3 triliun yang diluncurkan oleh Presiden Prabowo pada 31 Desember 2024 dan mulai digunakan pada 1 Januari 2025 tersebut.

    Persoalan ini kian bertambah setelah Dirjen Pajak menerbitkan Keputusan Nomor 24 Tahun 2025 menyatakan aplikasi Coretax ini bermasalah. 

    Menurut Rinto, ini sangat janggal karena Coretax diciptakan dengan sangat canggih dan biayanya sangat mahal.

    Terlebih, wajib pajak besar malah justru diperbolehkan ke sistem pajak lama.

    ‎“Yang kita laporkan sekarang ini adalah Dirjen Pajak,” ucapnya.

    Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta maaf kepada wajib pajak atas pengertian dan masukan yang diberikan selama masa transisi ini.

    “Saya mengucapkan maaf dan terima kasih atas pengertian dan masukan yang diberikan selama masa transisi ini,” ucap Menkeu seperti dikutip dari laman kemenkeu.go.id.

    Menkeu menyatakan, dalam pelaksanaan dan implementasi Coretax sebagai sistem perpajakan yang baru, tidak dapat dipungkiri masih ada kendala yang terjadi.

    Sri Mulyani bilang bahwa tantangan yang harus dihadapi itu merupakan bagian dari perjalanan membangun sistem perpajakan yang lebih terintegrasi, efisien dan dan akuntabel.

  • Kapan Paulus Tannos Diekstradisi ke Indonesia? Ini Kata KPK Hingga Pemerintah – Halaman all

    Kapan Paulus Tannos Diekstradisi ke Indonesia? Ini Kata KPK Hingga Pemerintah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto menyebut Paulus Tannos berhasil ditangkap di Singapura.

    Otoritas Singapura menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu berdasarkan permintaan KPK.

    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Lalu kapan Paulus Tannos diekstradisi?

    Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto berharap proses ekstradisi Paulus Tannos berjalan lancar.

    Sehingga buronan kasus korupsi e-KTP yang baru-baru ini tertangkap di Singapura itu bisa segera dibawa ke Indonesia untuk menjalani proses hukum.

    “Ya minta doanya mudah-mudahan semua prosesnya lancar,” kata Setyo di Gedung Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Jumat (24/1/2025).

    Sayangnya Setyo tidak bisa mengungkap proses penangkapan Paulus Tannos. 

    Sebab yang menangkap Paulus Tannos adalah aparat penegak hukum di Singapura, atas permintaan KPK.

    “Kalau itu kan dari sana nanti yang akan menindaklanjuti. Kami hanya banyak melakukan koordinasi, ya kemudian nanti menunggu proses berikutnya. Mudah-mudahan semuanya lancar,” kata Setyo.

    Komisaris jenderal polisi itu juga bilang bahwa perubahan kewarganegaraan Paulus Tannos yang semula Indonesia jadi Afrika Selatan tidak mengganggu proses ekstradisi dan penangkapan.

    “Enggak saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar,” ujar Setyo.

    Pemerintah Berupaya Mempercepat

    Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi buronan kasus e-KTP Paulus Tannos. 

    Otoritas Singapura diketahui telah menangkap Paulus Tannos atas asus koruspsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri, terutama Interpol.

    Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Menurut politikus Partai Gerindra itu, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu. 

    Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura. 

    “Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Buron KPK sejak 2021

    Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.

    Ia lahir di Jakarta pada 8 Juli 1954.

    Namanya kembali menjadi sorotan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penerbitan lima foto daftar pencarian orang (DPO) yang terlibat dalam kasus korupsi, Selasa (17/12/2024). 

     “Saat ini KPK masih terus melakukan pencarian untuk satu orang DPO pada 2017 dan empat orang pada DPO 2020-2024,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam Konferensi Pers Kinerja KPK 2019-2024 di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa.

    Paulus Tannos menjadi buron KPK sejak 19 Oktober 2021.

    Ia ditetapkan sebagai tersangka atas pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nombro induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

    Perusahaan milik Paulus Tannos, yaitu PT Sandipala Artha Putra, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.

    “Dari 2011-2013 sekitar Rp 140 miliar sekian, atau 27 persen,” ujar mantan Asisten Manager Keuangan PT Sandipala Fajri Agus Setiawan saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5/2017).

    Dalam skandal korupsi e-KTP, PT Sandipala Artha Putra, yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), bertugas mencetak 51 juta blanko e-KTP.

    Fajri mengungkap bahwa harga produksi satu keping e-KTP adalah Rp 7.500. Namun, dari konsorsium, harga yang ditetapkan mencapai Rp 14.000 lebih per keping.

    “Menurut hitungan kami Rp 7.500 rupiah per keping. Belakangan saya tahu sekitar Rp 16 ribu,” ungkap Fajri.

    Pada 13 Agustus 2019, Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya, di antaranya adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi, ditetapkan sebagai tersangka baru atas kasus korupsi e-KTP.

    Terakhir, Paulus Tannos dipanggil oleh KPK pada 24 September 2021 dalam kapasitasnya sebagai tersangka.

    Namun, sejak ia ditetapkan sebagai tersangka, Paulus kabur ke luar negeri.

    Keberadaan Paulus Tannos terdeteksi oleh KPK di Thailand.

    Pada awal tahun 2023, KPK menyebut bahwa Paulus Tannos sudah berganti kewarganegaraan.

    “Iya betul (ubah kewarganegaraan, red). Informasi yang kami peroleh demikian,” ucap Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, Selasa (8/8/2023).

    Ali hanya mengatakan Paulus Tannos mengubah kewarganegaraannya di Indonesia.

    Namun, saat itu KPK enggan mengungkap negara yang dimaksud. 

    Terungkap fakta baru, red notice terhadap Paulus terlambat diterbitkan karena ia diketahui telah berganti nama dan mungkin juga mengubah kewarganegaraannya.

    KPK menduga ada pihak yang berupaya menghalangi proses penyidikan Paulus Tannos.

    Diduga salah satu indikasinya terkait perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos.

    “Kalau dari sisi apakah itu menghalangi proses penyidikan, kan nyatanya tim penyidik tidak bisa membawa yang bersangkutan sekalipun sudah di tangan,” ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (10/8/2023).

    KPK mengaku heran dengan perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos.

    “Ini yang kami tidak habis pikir, kenapa buronan bisa ganti nama di Indonesia dan punya paspor negara lain, sehingga pada kami saat menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia,” kata Ali.

    Pergantian identitas ini memunculkan kecurigaan adanya pihak tertentu yang membantu proses tersebut. Anehnya, pergantian identitas ini dilakukan saat Tannos berada di luar negeri, yang seharusnya tidak memungkinkan.

    KPK mengungkap Paulus Tannos kini tak lagi memegang paspor Indonesia. 

    Ia telah mengganti kewarganegaraannya menjadi warga negara di salah satu negara Afrika Selatan dengan nama baru.

    Akibat perubahan ini, KPK terhalang untuk membawa Paulus kembali ke tanah air guna menghadapi hukum atas keterlibatannya dalam kasus megakorupsi e-KTP.

    “Karena memang namanya berbeda, kewarganegaraannya berbeda, tentu otoritas negara yang kami datangi dan ketika melakukan penangkapan itu tidak membolehkan untuk membawanya,” ujar Ali.

     

     

  • Bupati Hendy Siswanto Dukung LSM Antikorupsi Terus Kritisi Pemkab Jember

    Bupati Hendy Siswanto Dukung LSM Antikorupsi Terus Kritisi Pemkab Jember

    Jember (beritajatim.com) – Bupati Hendy Siswanto mendukung lembaga swadaya masyarakat (LSM) antikorupsi terus mengkritisi Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur. Banyaknya laporan dugaan korupsi birokrasi kepada aparat penegak hukum selama ini adalah bentuk kontrol terhadap kinerja pemerintah daerah.

    “Laporan pada saat pilkada kemarin adalah bagian dari kepedulian dan itu bagian checks and balancing LSM terhadap penggunaan APBD. Saya berharap ke depan LSM terus melakukan seperti ini, karena ini akan menjadi hal yang baik buat kita semua,” kata Hendy, Sabtu (25/1/2025).

    Hendy mengingatkan kembali tentang ketidaksempurnaan manusia. “Kita perlu kontrol dari teman-teman lain. Saya yakin niat teman-teman LSM dan masyarakat baik, untuk kebermanfaatan. Tidak mungkin punya niatan lain selain membantu kita,” katanya.

    Menjelang pemilihan kepala daerah tahun lalu, sejumlah pejabat organisasi perangkat daerah (OPD) dan kepala desa dilaporkan oleh beberapa LSM ke polisi dan kejaksaan. Bahkan Sekretaris Daerah Hadi Sasmito ditahan dengan dugaan korupsi dana papan reklame.

    Hendy berterima kasih kepada jajaran Kepolisian Resor Jember dan Kepolisian Daerah Jawa Timur yang telah bekerja profesional dalam menegakkan hukum dan menangani sejumlah laporan yang masuk. “Teman-teman kejaksaan, Pak Kajari, dan Bu Kajati istimewa dan sangat profesional, memberikan pembelajaran bagi kita semua agar lebih berhati-hati,” katanya.

    “Laporan dari siapapun juga, mau benar atau salah, esensinya adalah mengontrol kita. Selama kita bekerja dengan benar, insyaallah aman semua,” kata Hendy.

    Moch. Sholeh, aktivis LSM Mina Bahari yang banyak bergerak di sektor kelautan, mengapresiasi sikap Hendy. “Walaupun mendapatkan kritik bertubi-tubi, dan bahkan beliau juga dilaporkan dengan dugaan yang bermacam-macam, namun beliau tetap memberi dukungan,” katanya.

    Sholeh menilai sikap Hendy ini sewajarnya ditunjukkan. “Seorang pemimpin yang demokratis menyadari konsekuensi untuk menerima kritik maupun berbagai laporan,” katanya.

    Mashudi alias Agus MM, pegiat antikorupsi Jember yang sering mengkritisi kebijakan pemerintah daerah era Bupati Hendy Siswanto dan Wakil Bupati Muhammad Balya Firjaun Barlaman, menilai pernyataan Hendy tersebut akan memperkuat masyarakat sipil di hadapan negara.

    “Beliau selama ini welcome dan positif merespons setiap kritik, menanggapi dan melakukan pembenahan ketika kritik kami dianggap sebagai solusi untuk memperbaiki kebijakan penggunaan anggaran dan pelayanan kepada masyarakat,” kata pegiat BIJAK (Bersama Insan Jember Anti Korupsi) ini.

    Agus menilai keterbukaan ini harus dilanjutkan ke depan oleh pemerintah kabupaten dengan diimbangi keterbukaan anggota DPRD Kabupaten Jember. “Toh selama ini DPRD Jember dalam melakukan fungsi pengawasannya selalu menginginkan keterbukaan,” katanya.

    Aktivis Government Corruption Watch Jember Andi Sungkono mengatakan, keinginan Hendy ini sesuai dengan filosofinya. “Zero tolerance to corruption. Tugas pokok dan fungsi LSM adalah mengawasi, mengkritisi, dan melaporkan ke aparat hukum bila terjadi dugaan tindak pidama korupsi. Siapapun bupatinya, siapapun kepala daerahnya,” katanya.

    Government Corruption Watch berkomitmen membantu Pemerintah Kabupaten Jember untuk menekan terjadinya tindak pidana korupsi. “Korupsi merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Andi.

    Andi sudah mengantungi sekian informasi untuk ditelisik dan diverifikasi sebelum ditindaklanjuti ke proses hukum. “Kalau layak dilaporkan, kami akan laporkan,” katanya. [wir]

  • Kejagung Ikut Dalami Indikasi Korupsi Polemik Pagar Laut di Tangerang

    Kejagung Ikut Dalami Indikasi Korupsi Polemik Pagar Laut di Tangerang

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan ikut mendalami dugaan korupsi terkait penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di lokasi Pagar Laut, Tangerang.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan saat ini pihaknya masih memantau proses penanganan dugaan korupsi tersebut oleh lembaga terkait.

    “Kami sedang mengikuti secara seksama perkembangannya di lapangan, dengan mengedepankan instansi atau lembaga leading sector yang sedang menangani,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu (25/1/2025).

    Dia menekankan, korps Adhyaksa akan terlibat secara aktif untuk melakukan kajian maupun pendalaman terkait dengan indikasi rasuah pada penerbitan SHGB dan SHM di Tangerang tersebut.

    “[Kejagung] secara proaktif melakukan kajian dan pendalaman apakah ada informasi atau data yang mengindikasikan peristiwa pidana terkait tipikor,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman telah melaporkan dugaan korupsi pada penerbitan SHGB dan SHM di lokasi Pagar Laut, Tangerang ke KPK.

    Boyamin menilai, lembaga antirasuah itu perlu meminta klarifikasi terhadap Menteri ATR/BPN sebelum Nusron Wahid. Pasalnya, HGB dan SHM yang diterbitkan untuk pagar laut itu tidak dilakukan saat Nusron menjabat.

     Hanya saja, Boyamin tak memerinci siapa Menteri ATR yang dimasukkannya ke daftar pihak yang perlu diklarifikasi oleh KPK nantinya. 

    “Ada dua Menteri, yang jelas bukan Pak Nusron Wahid. Jadi yang sebagian besar Menteri A, yang sepuluhan persen Menteri B. Artinya yang Menteri awal itu mendatangkan sekitar 90% dari 200 sekian [HGB dan SHM, red] tadi. Yang 10% Menteri setelahnya,” ungkap Boyamin.